"Jangan berisik nanti Kakak bangun."
"Kamu sedang apa disini?""Aku bosan dirumah."Suara dua orang? Kenapa berat sekali untuk membuka mata. Sekujur tubuhku semuanya terasa sakit.Aku masih hidup? Padahal aku berharap mati saja, lebih baik daripada hidup tanpa tujuan."Lihat tangannya bergerak.""Cepat panggil Kak Eva!" Genta, bocah yang aku temui diruang bawah tanah dan yang baru saja pergi tadi pastilah Raka.Ada yang aneh, aku mengenali wajah mereka, Tapi terasa berbeda auranya.Bahkan bentuk tubuh mereka sudah berbeda. Mereka bukan anak kemarin sore, mereka sudah tumbuh menjadi laki-laki muda.Hal terakhir yang aku ingat adalah Ayah memukuliku dengan tongkat besi sebelum dia akhirnya menembakkan beberapa peluru kepadaku."Untung peluru itu tidak menembus organ vital. Semuanya masih bisa diselamatkan. Mungkin butuh beberapa bulan untuk pulih."Ingin aku ucapkan terima kasih, tapi mulutku tidak bisa menyuarakan itu. Hanya erangan kosong yang tanpa arti."Tuan Muda mungkin tidak bisa berbicara untuk saat ini. Tapi kalau mengikuti terapi semuanya akan kembali normal."Tibalah dua orang berdiri di samping Genta. Lalu ketiganya menunduk memberi hormat."Perkenalkan saya Eva." Perempuan yang masih terbilang cantik walau usianya bukan belia lagi. Aku tebak dia berumur 30 tahunan keatas."Aku dan Genta kayaknya enggak usah kenalan lagi. Kakak masih ingat kami bukan?"Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri. satu minggu? Satu bulan?"Tujuh tahun kami mencoba dengan melakukan segala hal sebisa kami demi menyelamatkan nyawa Tuan muda." Sepertinya Eva menyadari kebingunganku.Sudah tujuh taun?! Apa Thea hidup dengan baik? Mungkin Ayah sudah memberitahukan kematianku padanya. Sekarang apa yang harus lakukan?"Sembuh." Ucap Genta mantap, tidak ada penjelasan lagi setelahnya."Karena kami akan membantu Kakak." Aku rasa hanya Raka yang terlihat normal disini. Penuh dengan ekspresi ceria dalam kata-katanya.---Setelah mendengar penuturan Eva, ternyata ayah mengambil seluruh wewenang kakek.Begitu aku di tembaknya, secara bersamaan kakek juga terkena serangan jantung.Lalu nasib Thea, dia dijodohkan dengan salah satu anak konglomerat rekanannya. Sungguh kebetulan yang aneh."Tuan Muda sudah siap untuk melakukan terapi berikutnya." Salah satu suster yang mengurus menyadarkan dari lamunanku."Eva dan dua bocah itu ada dimana mereka sekarang?""Aku rasa mereka sudah kembali pulang. Mau saya panggilkan untuk segera datang ke rumah sakit?""Mungkin setelah terapinya selesai, terima kasih sebelumnya." Aku tidak mau terlalu metepotkan mereka.Beberapa jam setelah panjangnya rentetan terapi yang aku jalani. Mereka bertiga hadir di kamar inapku."Tuan Muda memanggil kami?""Aku sudah memikirkannya, kita harus bergerak cepat.""Aku setuju, pemulihan Tuan Muda juga sudah berkembang pesat."Genta berbicara sambil melihat beberapa berkas yang terjepit di papan dada. Mungkin medical reportku."Bali I'm Coming!" Teriak Raka kegirangan, kita akan ke Bali?"Disana ada rumah peninggalan Tuan besar, tempat itu tidak bisa dijangkau oleh Tuan." Eva selalu bisa menebak apa yang ingin aku katakan.Tidak bukan ayah tidak punya akses kesana, lebih tepatnya ayah tidak tahu soal itu."Sebagai hadiah kesembuhan Kakak, aku belikan ini."Satu buah paper bags dengan merek ponsel ternama. Ternyata benda kecil ini bisa sangat berarti dan jujur aku memang membutuhkannya."Terima kasih.""Sama-sama."---Walau belum pulih total aku tidak merasa khawatir, dua orang jenius di bidang kedokteran bersamaku.Genta dan juga Eva. Mereka berdua yang akan memantauku. Peralatan medis yang diperlukan pun kami angkut ke vila yang ada di Bali.Rumah seluas satu hektar tanah berdiri megah dengan dua lantai. Desainnya memang kental dengan karakter kakek."Ini data-data yang Kaka minta." Meja kerjaku penuh dengan bundelan-bundelan kertas. Semua itu adalah aset keluarga Theodora.Kebanyakan ayah sudah mengambil alih dan dipindahkan atas nama beliau.Hanya tersisa remahan kecil dari aset kakek yang belum beliau miliki, tadi seperti yang aku bilang. Lebih tepatnya ayah tidak tahu akan hal itu."Yang benar saja?!" Aku sudah memeriksa semuanya dan memberi lingkaran sebagai tanda mana saja aset yang bisa aku ambil alih."Enggak apa-apa Kak, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit." Raka menyemangatiku, bukan itu permasalahannya.Kebanyakan aset yang tidak ayah ketahui dalam bidang ilegalitas dan juga dunia gelap."Eva. Aku ingin bertanya atas perintah siapa aku dikurung diruang bawah tanah?""Tuan besar."Perlahan-lahan semuanya jelas dalam pandanganku sekarang."Lalu rencananya jika pada saat itu Ayah tidak muncul apa tindakanmu selanjutnya?" Aku melirik Eva."Tuan besar yakin anda bisa mengalahkan pria itu, selanjutnya sayalah yang akan menjadi tutor anda dikemudia hari.""Lalu kenapa kamu belum juga melatihku?""Satu-satu Tuan muda." Genta yang sedari tadi diam mulai menimpali dengan sorot mata yang tajam."Kita harus mengatur ulang rencan dan strategi kita. Bagaimana kalau kita mulai dari pelabuhan?"Tidak kusangka Raka dalam mode serius bisa berpikir sedewasa ini.Atau memang kedua anak ini sedari dulu sudah jenius."Aku jadi penasaran apa kita sama?" Aku menatap Raka dan Genta bergantian."Dahulu Tuan besar adalah salah satu Pemimpin anggota mafia terbesar di Eropa. Sampai semuanya berubah ketika ada salah satu dari mereka berkhianat." Eva ternyata yang membuka suara, dia mulai bercerita."Mengedarkan obat-obatan terlarang dan memperjual belikan manusia seperti hewan adalah dua pekerjaan yang paling dibenci oleh Tuan Besar."Kami bertiga yang sepertinya tidak tahu apa-apa mulai tertarik dengan kisah ini."Hanya demi pengakuan dan kekuasaan akhirnya mereka saling serang. Bahkan para anggota keluarga yang tidak bersalah ikut menjadi korban dari perang tersebut.""Tuan besar mengalah dengan mundur dari serikat tersebut dan lari ke negara Asia. Tuan besar berpikir bahwa semua itu akan usai tapi nyatanya tidak pernah.""Para anggota kelompok Tuan besar tetap di bantai habis-habisan disana.""Tidak ada pilihan lain Tuan besar harus kehilangan orang-orang yang sudah dianggap seperti keluarganya sendiri.""Keinginan Tuan besar adalah membawa mereka pergi semua ikut dengannya, tapi itu mustahil.""Pemerintah akan terusik dengan kedatangan imigran yang membludak dalam satu waktu.""Perlahan namun pasti Tuan besar memulai misi penyelamatan anggota lainnya yang tersisa.""Kalian merupakan salah satu yang diselamatkan oleh Tuan besar."Aku tahu, kakek memilik rumah amal yang tersebar luas itu hanya untuk kedok menampung dan melindungi kami."Karena kita satu keluarga. Itu moto yang selalu dijunjung tinggi oleh Tuan besar.""Lalu kenapa aku harus masuk dalam keluarga inti mereka? Aku bisa saja dibesarkan terpisah, seperti kalian.""Itu bisa anda tanyakan sendiri pada Tuan Besar."Eva sepatuh itu pada kakek? Dia juga tidak berani menanyai keputusan kakek yang dia tahu adalah dia harus menjalankan apapun yang diperintahkan oleh kakek."Tuhkan! kita ini saudara." Raka tersenyum lebar sedangkan Genta tertunduk seperti memikirkan sesuatu."Raka, bisa aku minta tolong?" Aku menunggu kelanjutan Genta."Tentu sodaraku.""Aku ingin kamu melacak apapun itu yang berkaitan dengan Tuan.""Kenapa kamu ingin mencari tahu tentang Ayahku?""Apa Tuan Muda tidak terpikirkan bahwa Tuan Muda mungkin saja dibawa kesana untuk menjadi lawan bagi Tuan."Semua yang ada di ruangan itu terkecuali Genta merasa terkejut dengan pemikirannya.Bukankah kakek memiliki prinsip harus melindungi keluarga, tapi kenapa aku dirancang untuk menentang keluargaku sendiri?Apa yang harus aku lindungi sebenarnya? Apa kakek terlalu tamak dengan harta dan kekuasaannya, sehingga dia melatihku menjadi bawahan yang patuh.Mungkin karena ayah sudah tidak sepatuh dulu atau karena keluarga Theodora melahirkan seorang putri dan tidak memiliki seorang penerus?"Cuman ini yang bisa aku lacak." Kami sedang berkumpul di meja makan. Raka turun sambil menyerahkan tumpukan kertas yang dia jepit diatas papan dada. Aku pikir ini akan setebal aset-aset keluarga Theodora. Nyatanya kurang dari lima puluh lembar. "Apa... Enggak sesuai ekspetasi Kakak?" Raka mulai bergabung menyantap makan malam miliknya. "Aku jamin! Ini paling akurat. Kakak mau cari dimanapun engga akan seakurat yang aku temukan ini." Lanjutnya lagi."Kenapa bisa begtu?""Karen Tuan sudah menghapus dan mengganti sebagian besar data dirinya.""Wah. Aku pikir selama ini Tuan memang anak kandung dari Tuan besar.""Maksud kamu?" Tanyaku pada Genta yang mulai memperhatikan Raka. "Sepertinya kalau aku yang ngomong, kalian engga akan percaya. Gimana kalau Kak Eva aja?" Usul Raka sambil menyendokan nasi ke mulutnya. Kini lagi-lagi semua mata tertuju pada Eva. "Tuan adalah menantu Tuan besar. Sama seperti kalian. Dia adalah anak yang diselamatkan dari peperangan antar anggota mafia.""Ap
Sesuai rencana diawal, maka aku akan mulai dari tempat yang terdekat denganku.Selain untuk memudahkan ku menyusun rencana, juga menghindari agar tidak terlalu menimbulkan perhatian dari berbagai pihak.Hanya kami bertiga yang berangkat ke pelabuhan. Menurut Eva kehadiran dia dan adiknya sudah cukup bisa menjagaku.Mobil berhenti di salah satu gudang di samping pelabuhan.Aku mulai gugup, di depan pintu saja sudah ada dua orang yang berjaga."Ini." Evan yang duduk di kursi pengemudi menengok dan menyerahkan satu senjata api.Jenis Glock tapi aku tidak yakin ini tipe yang mana.Isinya bisa enam sampai delapan peluru tergantung tipe. Kecepatan dan jarak tembaknya juga berbeda-beda dalam setiap tipe. Mungkin aku harus mulai mecari tahu tentang jenis-jenis senjata api dalam waktu dekat ini."Tuan muda tidak usah diberi." Eva mengambil langsung dari tangan adiknya."Apa salahnya? Dia butuh itu sebagai jaga-jaga.""Bisa saja ini menjadi senjata makan tuan, bagi Tuan muda yang belum terbias
Sudah seminggu untuk insiden akuisisi pelabuhan. Aku harus kembali kesana untuk mengisi kekosongan akibat terbunuhnya pemimpin mereka. Kata Eva mereka tidak boleh dibiarkan kebingungan. Hari ini, tidak seperti kemarin. Kami mengganti formasi. Evan tidak ikut sebab digantikan oleh Raka. Raka akan bertugas untuk menyiapkan segala keamanan gudang. Akan ada pemasangan cctv dan pemasangan kode agar tidak akan bisa sembarang orang masuk kedalam gudang nantinya. Eva masih ikut sebagai pelindungku. Itu yang dilontarkanya. "Jadi ini tempatnya?" Raka mengedarkan pandangannya. Bahkan sampai kepala dan badannya ikut berputar-putar. Mengajaknya kemari seperti mengajak anak pergi ke taman wisata. Ada dua koper berukuran besar yang ikut di dereknya."Apa ada masalah?" Tanyaku saat melihat senyuman di wajahnya tiba-tiba hilang."Hm, listriknya. Kayaknya ini gudang tua yang usang.""Kamu berharap ini apa? Taman bermain?""Seenggaknya instalasi listriknya memadailah." Setelah kami masuk mere
"Duh, ngapain kita disini sih?" Evan terlihat berjalan ogah-ogahan melintasi taman depan. "Bawa yang aku pesan?" Genta mengacungkan dua keresek besar di tangannya. Yup. Hari ini aku ingin sedikit merayakan keberhasilan kita. Merayakan diarea pelabuhan. Lebih tepatnya di halaman rumah singgah. Aku menamai rumah yang dulunya dimiliki boss dengan nama rumah singgah. Siapa pun bisa menggunakannya tidak hanya untukku saja. Satu peti kayu berisikan daging sapi segar dan yang satunya lagi berisi daging ikan. Ini adalah pemberian anak buah baruku. Kami ingin mengadakan barbeque. Genta dan Evan, aku suruh berbelanja keperluan tambahan. Seperti sayuran dan saus yang akan dipakai. Surya membantu mempersiapkan peralatan panggang dan piring yang sudah tersedia di rumah ini. Eva membantu menyiapkan meja panjang di luar ruangan untuk tempat kami menikmati hidangan nantinya setelah semua ini matang. Lagi-lagi aku teringat keluarga Theodora. Mungkin sebenarnya aku melakukannya karena meri
"Yakin?" Genta memandang orang yang mengantri di bandara. Jujur aku tidak percaya diri. Jadi aku ajak saja semuanya sekalian. Termasuk semua anak buah di pelabuhan. Dibantu oleh Eva, kami memesan khusus penerbangan umum hanya untuk perjalanan kami. Jet pribadi yang di miliki keluarga Theodora di Bali tidak mampu menampung penumpang sebanyak ini. Kami gunakan saja fasilitas umum yang dimodifikasi sedikit demi kenyamanan kami maupun penumpang lainnya. "Gunanya bawa anak buah segini banyak apa coba?" Genta kembali berkomentar. "Ya enggak apa-apa dong. Makin banyak orang makin seru perjalanan kita." Raka menimpali dengan ceria. "Aku rasa tumbal segini cukup untuk menyelamatkan kita di situasi genting." Sekarang giliran Evan yang angkat bicara. "Heh! Maksudnya tumbal apaan?" Mulai lagi. Raka dan Evan bertengkar. Disana juga semuanya sudah dikoordinasi dengan baik oleh Eva. Dia sangat berjasa untuk urusan seperti ini. Mungkin jika semuanya sudah selesai aku akan mengangkat Eva men
Pukul dua belas malam.Aku sedang berdiri di balkon. Menunggu Soraya. Konyol memang berpikir malam ini dia juga akan bersenandung disini. Sepertinya itu dia. Suara langkah kakinya semakin mendekat. "Tuan Muda.""Genta?" Aku masih mencari Soraya di balik tubuh Genta. "Sedang menunggu seseorang?""Iya. Tapi mungkin dia tidak akan datang malam ini.""Siapa?" "Dia bilang salah satu pasien VVIP rumah sakit ini?" Aku masih melihat Genta kebingungan. Apa reaksinya akan sama dengan Raka. "Aku akan minta bantuan Raka untuk mencari tahu tentang itu." Genta mulai menyamankan diri, bersandar di balkon sambil menikmati pemandangan kota. Raka? Berdoa saja semoga dia tidak heboh dan membuat dirinya berada dalam masalah, karena diam-diam menemuiku di rumah sakit. "Tuan Muda, suatu saat nanti jika semuanya sudah tenang. Bolehkah saya pergi melihat dunia?""Tentu saja. Makannya aku tidak bisa menunda-nunda hal ini lebih lama." "Terima kasih Tuan Muda sudah mengizinkanku." Ada seulas senyuman
Raka menyerahkan tab yang sedari tadi diutak-atiknya. Benar tebakkanku. Soraya bukan sembarangan anak konglomerat biasa. Kedok mereka ada perusahaan telekomunikasi. Pantas saja perdagangan senjata mereka sudah tersebar di berbagai dunia. Dia bisa menjalankan kedua bisnis tanpa terendus. "Anak satu-satunya?"Berarti yang kita temui tadi bukanlah pemilik sesungguhnya. Bisa saja dia memang memimpin tapi di bisnis ilegal. Sedangkan Soraya mungkin saja tidak mengetahui apa-apa soal bisnis ilegal.Pertemuan aku dan Soraya terlalu janggal hanya untuk disebut sebagai kebetulan. Bahkan ada makna disetiap perkataannya. Coba saja kami bisa bertukar nomor ponsel atau sejenisnya mungkin aku bisa menghubunginya saat ini.Ha! Taman Hiburan. "Raka adakah Taman Hiburan di sekitar kota ini?""Ada, emangnya kenapa?" "Aku sudah membuat janji akan bertemu dengannya disana.""Dengan siapa?" Eva mengerutkan dahinya. Tentu saja dia kaget, selama ini segala jenis komunikasi tentang pekerjaan dia yang ha
Tepat waktu. Aku dan dia berjalan saling mendekat. "Aku menerima penawaranmu." "Sudah kuduga. Dari awal aku PD sama diri sendiri."Huh? Dia benar-benar terobsesi denganku. Bila dilihat dari sudut pandang dia, tentu pihak yang tidak mendapatkan apa-apa adalah dia. "Ayo.""Kemana?""Kerumahku, kita harus mengadakan pesta bukan?" Secepat ini kah?"Bukannya kamu ingin semua beres dengan cepat?" Pertama Eva lalu sekarang dia. Apa wajahku selalu mudah di tebak?"Karena perempuan peka dan muka kamu telihat sepolos itu." Ok, aku sekarang harus pintar menyimpan emosiku."Ehm, untuk kedepannya biar aku yang memutuskan." Aku menghalangi langkah Soraya saat tahu tujuannya. Aku masih maklum dengan dia yang mengajukan pertunangan dan acara dadakan hari ini. Dari tadi aku mengikuti Soraya. Menuju mobilnya? Aku merasa tersinggung sebagai seorang laki-laki. "Apa?""Aku tidak mungkin bertemu dengan keluargamu seperti ini. Kurang pantas.""Terus? Kamu mau apa?""Aku yang akan memilihkan tempat unt
"Apa yang anda lakukan!" "Rafli." Ternyata masih orangku. Aku sudah panik takut ketahuan keluarga Theodora. "Aku hanya mau bertemu dengannya." Ucapku polos. "Anda mau rencana kita gagal?!""Aku hanya akan menyapa sebentar lalu--""Jika anda tidak bisa menahan diri, lebih baik anda kembali ke hotel. Biar kami yang memantau keadaan." Lanjutnya lagi.Ada benarnya juga, aku hanya akan membahayakan misi ini. "Aku percayakan ini padamu." Ucapku pada akhirnya."Tunggu, tapi kenapa tahu soal Thea." Sebelumnya Rafli tidak tahu siapa itu Thea. Aku kembali lagi berbalik dan mengintrogasi Rafli."Sebenarnya kami merahasiakan ini dari Tuan Muda. Saat Raka meretas data pasien rumah sakit, dia menemukan berkas Anthea Theodora."Aku tahu lambat laun akan begini, makannya saat tadi aku melihat anda langsung berlari padanya, aku segera datang menyelamatkan Tuan Muda.""Thea sakit? Dia sakit apa?""Di hotel anda bisa meminta rekam medisnya pada Raka. Sekarang cepatlah kembali ke hotel sebelum ada yan
Evan, anak buah yang aku banggakan saja bisa dikalahkan olehnya. Bahkan Rafli tidak terluka atau mengeluarkan keringat sama sekali ketika bertarung. "Eva, bagaimana keadaannya sudah membaik? Aku sudah memanggilkan dokter. Mungkin sedang dalam perjalan.""Padahal sudah lebih baik, jadi merepotkan Tuan Muda.""Bisa kita bicara di luar sebentar." Kami keluar dari kamar Evan.Ruang tengah menjadi tempat yang kami pilih.Sebenarnya aku juga ketakutan. Bahwa suatu saat aku akan menjadi monster.Monster yang akan membahayakan keluargaku sendiri. Saat ini kakek sedang merancang ku sebagai monster bagi keluarga Theodora. Apakah aku mampu untuk memenuhi semua ekspetasi kakek. Langkah pertama, aku harus bertemu dengannya dan membicarakan semuanya dari awal. Lagi pula sekarang sudah ada Soraya sebagai salah satu alasanku untuk kembali berdamai dengan keluarga Theodora. "Aku ingin menjalankan rencanaku selanjutnya.""Apa yang bisa saya bantu?""Aku agak khawatir. Fokus saja merawat Evan. Aku ak
Bibi Zara pagi ini sudah harus kembali ke Jerman. Katanya ada urusan yang mendesak. Aku dan Soraya mengantarkannya ke bandara. "Seperti yang kita sepakati kemarin. Aku ingin kamu bisa memantau putraku sekaligus melindungi keponakanku. Bukan hal yang sulitkan?"Rafli terlihat menyunggingkan senyumnya hanya sebelah. Menurutku terlalu sinis saat melihatnya. Sebenarnya kami ini, monster jenis apa? Kalau diperhatikan kami yang terlahir dari klan anggota mafia memiliki ke unggulan yang menjadi ciri khas masing-masing klan. Mungkin faktor genetik juga menjadi salah satu dukungan bakat kami sekarang dan sekarang aku sedang menebak, bakat spesial apa yang dimiliki oleh Rafli."Aku bukan baby siter, Ma'am.""Tapi kamu pelatih anak-anak mafia terbaik. Mereka berdua adalah penerus salah klan mafia terbesar-- ""Baiklah, aku akan bekerja sesuai dengan bayaranku." Potong Rafli yang terlihat tidak ingin berbasa-basi terlalu lama."Tentu, aku malah akan melipat gandakannya. Karena sekarang tugasm
"Pantai~" Soraya membuka kaca jedela mobil sambil menikamti hembusan angin laut."Dasar norak!" Sahut Evan sambil sesekali melihat kaca spion belakang."Biarin." Nah setelah ini pasti ada pertengkaran yang tidak penting lagi. Aku dan Eva langsung menyiapkan tablet pc dan mulai memantau pekerjaan kami. Recananya hari ini aku dan Eva akan mengunjungi perkebunan yang sudah lama terbengkalai.Aku akan membeli lahannya dan mencoba menghidupkan lagi perkebunan itu. Seolah latihan untukku menciptakan lapangan kerja baru untuk anak buahku jika mereka pensiun dari kegiatan kotor ini."Kita sampai." Ucapku dan Soraya langsung berlari ke halaman depan melihat-lihat bunga yang ditanam Eva. Selain mengurus kami Eva juga mempunyai kegiatan lain untuk merilekskan tubuhnya yaitu dengan menanam bunga di halaman depan."Apa aku harus merekrut seorang asisten rumah tangga ya mulai sekarang?""Eh? Emangnya enggak punya?""Aku bisa mengurus hidupku sendiri dan anak-anak yang tinggal disini juga sangat
Masih dalam suasana tegang, kami hanya bertatapan tajam. Tiba-tiba suara tembakkan menyeruak.Kami menunduk di bawah meja, diantara peluru yang menembus kaca itu ada yang bersarang di tubuh pengunjung lain. Hanya kami yang cekatan yang bisa lolos dari peluru yang memberondongi rumah makan ini."Sial!" Seru Xing sambil meronggoh sesuatu dibalik jas yang dikenakannya.Aku mengangkat wajahku untuk melihat situasi sekitar. Kacau! Isak tangis, getar tubuh yang ketakutan menguasai ruangan ini. Penjaga yang berada di luar!"Mau kemana?" Soraya menahan tubuhku yang hendak keluar."Siapa yang berani menyerangku secara terang-terangan!" Geram Zhang sambil melirik kearahku, seolah ini adalah jebakan yang aku buat untuk dirinya. Aku mendengar suara siulan dan dari arah seberang aku melihat Genta, sejak kapan dia pindah kesana? Genta melambaikan tanganya. Seperti menyuruh kami pindah kesisinya."Kalian ikuti bocah itu, mungkin dia menemukan jalan keluar. Aku yang akan mengurus semuanya." Ucap
Tepat waktu. Aku dan dia berjalan saling mendekat. "Aku menerima penawaranmu." "Sudah kuduga. Dari awal aku PD sama diri sendiri."Huh? Dia benar-benar terobsesi denganku. Bila dilihat dari sudut pandang dia, tentu pihak yang tidak mendapatkan apa-apa adalah dia. "Ayo.""Kemana?""Kerumahku, kita harus mengadakan pesta bukan?" Secepat ini kah?"Bukannya kamu ingin semua beres dengan cepat?" Pertama Eva lalu sekarang dia. Apa wajahku selalu mudah di tebak?"Karena perempuan peka dan muka kamu telihat sepolos itu." Ok, aku sekarang harus pintar menyimpan emosiku."Ehm, untuk kedepannya biar aku yang memutuskan." Aku menghalangi langkah Soraya saat tahu tujuannya. Aku masih maklum dengan dia yang mengajukan pertunangan dan acara dadakan hari ini. Dari tadi aku mengikuti Soraya. Menuju mobilnya? Aku merasa tersinggung sebagai seorang laki-laki. "Apa?""Aku tidak mungkin bertemu dengan keluargamu seperti ini. Kurang pantas.""Terus? Kamu mau apa?""Aku yang akan memilihkan tempat unt
Raka menyerahkan tab yang sedari tadi diutak-atiknya. Benar tebakkanku. Soraya bukan sembarangan anak konglomerat biasa. Kedok mereka ada perusahaan telekomunikasi. Pantas saja perdagangan senjata mereka sudah tersebar di berbagai dunia. Dia bisa menjalankan kedua bisnis tanpa terendus. "Anak satu-satunya?"Berarti yang kita temui tadi bukanlah pemilik sesungguhnya. Bisa saja dia memang memimpin tapi di bisnis ilegal. Sedangkan Soraya mungkin saja tidak mengetahui apa-apa soal bisnis ilegal.Pertemuan aku dan Soraya terlalu janggal hanya untuk disebut sebagai kebetulan. Bahkan ada makna disetiap perkataannya. Coba saja kami bisa bertukar nomor ponsel atau sejenisnya mungkin aku bisa menghubunginya saat ini.Ha! Taman Hiburan. "Raka adakah Taman Hiburan di sekitar kota ini?""Ada, emangnya kenapa?" "Aku sudah membuat janji akan bertemu dengannya disana.""Dengan siapa?" Eva mengerutkan dahinya. Tentu saja dia kaget, selama ini segala jenis komunikasi tentang pekerjaan dia yang ha
Pukul dua belas malam.Aku sedang berdiri di balkon. Menunggu Soraya. Konyol memang berpikir malam ini dia juga akan bersenandung disini. Sepertinya itu dia. Suara langkah kakinya semakin mendekat. "Tuan Muda.""Genta?" Aku masih mencari Soraya di balik tubuh Genta. "Sedang menunggu seseorang?""Iya. Tapi mungkin dia tidak akan datang malam ini.""Siapa?" "Dia bilang salah satu pasien VVIP rumah sakit ini?" Aku masih melihat Genta kebingungan. Apa reaksinya akan sama dengan Raka. "Aku akan minta bantuan Raka untuk mencari tahu tentang itu." Genta mulai menyamankan diri, bersandar di balkon sambil menikmati pemandangan kota. Raka? Berdoa saja semoga dia tidak heboh dan membuat dirinya berada dalam masalah, karena diam-diam menemuiku di rumah sakit. "Tuan Muda, suatu saat nanti jika semuanya sudah tenang. Bolehkah saya pergi melihat dunia?""Tentu saja. Makannya aku tidak bisa menunda-nunda hal ini lebih lama." "Terima kasih Tuan Muda sudah mengizinkanku." Ada seulas senyuman
"Yakin?" Genta memandang orang yang mengantri di bandara. Jujur aku tidak percaya diri. Jadi aku ajak saja semuanya sekalian. Termasuk semua anak buah di pelabuhan. Dibantu oleh Eva, kami memesan khusus penerbangan umum hanya untuk perjalanan kami. Jet pribadi yang di miliki keluarga Theodora di Bali tidak mampu menampung penumpang sebanyak ini. Kami gunakan saja fasilitas umum yang dimodifikasi sedikit demi kenyamanan kami maupun penumpang lainnya. "Gunanya bawa anak buah segini banyak apa coba?" Genta kembali berkomentar. "Ya enggak apa-apa dong. Makin banyak orang makin seru perjalanan kita." Raka menimpali dengan ceria. "Aku rasa tumbal segini cukup untuk menyelamatkan kita di situasi genting." Sekarang giliran Evan yang angkat bicara. "Heh! Maksudnya tumbal apaan?" Mulai lagi. Raka dan Evan bertengkar. Disana juga semuanya sudah dikoordinasi dengan baik oleh Eva. Dia sangat berjasa untuk urusan seperti ini. Mungkin jika semuanya sudah selesai aku akan mengangkat Eva men