"Duh, ngapain kita disini sih?" Evan terlihat berjalan ogah-ogahan melintasi taman depan.
"Bawa yang aku pesan?"Genta mengacungkan dua keresek besar di tangannya.Yup. Hari ini aku ingin sedikit merayakan keberhasilan kita.Merayakan diarea pelabuhan. Lebih tepatnya di halaman rumah singgah.Aku menamai rumah yang dulunya dimiliki boss dengan nama rumah singgah.Siapa pun bisa menggunakannya tidak hanya untukku saja.Satu peti kayu berisikan daging sapi segar dan yang satunya lagi berisi daging ikan. Ini adalah pemberian anak buah baruku.Kami ingin mengadakan barbeque.Genta dan Evan, aku suruh berbelanja keperluan tambahan. Seperti sayuran dan saus yang akan dipakai.Surya membantu mempersiapkan peralatan panggang dan piring yang sudah tersedia di rumah ini.Eva membantu menyiapkan meja panjang di luar ruangan untuk tempat kami menikmati hidangan nantinya setelah semua ini matang.Lagi-lagi aku teringat keluarga Theodora.Mungkin sebenarnya aku melakukannya karena merindukan momen seperti ini saja.Suara tembakan yang berentetan menjadi perhatian kami."Liat badan kamu tadi. Bergetar kayak kesetrum. Mana engga ada ada target yang kena."Evan merasa sangat puas menertawakan Raka.Dia mengerjai Raka dengan dalih latihan menembak menggunakan beberapa botol kaca berjejer di depan mereka sebagai target dengan radius dua meter.Rheinmetall MG 3, senapan panjang dengan peluru yang menjuntai dibuang Raka dari tangannya dan Evan masih saja tertawa akan hal itu."Kau jangan kejam begitu padanya." Surya lalu memberikan Raka senjata api jenis Glock 45 GAP."Udah ah, aku enggak mau jadi bahan tertawaan lagi." Seolah meminta pembelaanku Raka duduk tepat disampingku."Evan hanya bercanda." Aku berusaha menenangkannya."Tapi dia keterlaluan. Masa aku diketawain sampe kayak gitunya."Lalu dua mobil truk molen datang ke pelabuhan. Disusul satu sedan hitam berapa tepat dibelakangnya."Itu pasti arsiteknya."Benar saja seoarang berpakaian cukup rapih datang menghampiriku.Eva yang membuatkan janji dengannya hari ini."Bagas." Ucapnya sambil mengulurkan tangan."Zee." Aku pun membalas uluran tangan itu dan kami berjabat tangan untuk beberapa detik."Silahkan duduk." Aku tahu dari gelagatnya dia merasa tidak nyaman mendapat pelototan dari berebagai pasang mata."Atau anda ingin sambil melihat-lihat lokasi yang akan di bangun.""Lebih baik begitu." Aku dan pak Bagas pun beranjak meninggalkan rumah singgah.Berjalan-jalan santai sambil menikmati hembusan angin yang sepoi-sepoi."Lokasi ini yang aku ingin jadikan tempat area latihan tembak.""Mungkin hari ini saya akan mengobservasi dan melakukan beberapa tindakan dasar.""Sesuai dengan perjanjian yang Eva sampaikan aku ingin semuanya selesai dalam waktu satu bulan.""Itu bisa diatur Pak Zee. Kalau begitu boleh saya mulai berkerja?""Hari ini? Apa kamu dan pegawaimu yang lain tidak ingin bergabung? Kami sedang melakukan pesta kebun.""Tidak terima kasih sebelumnya. Bukannya lebih cepat lebih baik. Agar beres sesuai tepat waktu.""Benar juga. Tapi tetap saja saya tidak enak. Kalau Pak Bagas merasa canggung. Saya bisa menyuruh anak buah saya untuk membawa makanannya kesini.""Sungguh tidak usah merepotkan.""Saya tidak merasa direpotkan kok. Kalau begitu saya tinggal dulu ya."Aku kembali ke halaman rumah singgah. Mereka tengah bercanda dan tertawa.Ah! Aku harus cepat-cepat merebut semua harta keluarga Theodora dan melihat pemandangan seperti ini setiap hari."Kak. Sini cepetan keburu Evan ngabisin semuanya." Raka masih saja terus berdebat dengan Evan seperti anak TK saja."Enak aja! Kamu yang dari tadi engga berhenti ngunyah.""Silhkan kalian pilih yang mana?" Surya meletakan dua senapan dihadapan mereka berdua."Kamu duluan." Ucap Evan merehkan."Ogah, main sendiri aja sana.""Kalau begitu aku ambil yang ini saja." Aku mulai mengambil salah satu senjata api yang tersodor diatas meja."Kak!" Seru mereka secara bersamaan."Apa? Aku tidak boleh memilih?""Bukan begitu-" Ucapan Evan terputus saat kakaknya muncul diantara kami."Tuan Muda ini hidangan untuk anda." Eva menyela sambil membawa satu piring dengan potongan daging dan ikan bakar."Genta, setelah ini aku boleh minta tolong kamu bawakan bagian untuk para pekerja konstruksi." Pinta Eva."Kenapa harus aku?""Dari tadi kerjaanmukan cuman duduk-duduk cantik." Celetuk Evan yang langsung mendapat pelototan dari Eva.Sepertinya Eva sedang mengontrol adiknya agar tidak keterlaluan dalam bersikap.Tanpa banyak berbicara lagi Genta membawa beberapa piring dalam satu nampan dan juga dimasukannya beberapa kaleng soda ke kantong plastik bekas belanjaannya tadi."Aku lebih suka Genta yang menjadi adik kandungku.""Lah, bukannya begitu ya? Kita cuman sama di wajah doang."Apa-apanya kalian yang lebih cocok jadi adik kakak."Sekarang aku paham kenapa Evan bersikap seperti itu. Dia sama denganku hanya ingin mendapatkan perhatian dari keluarga.Aku juga bisa merasakan sorot mata Evan yang ditujukan pada Eva."Hey, Aku jugakan Kakakmu." Aku langsung merangkul bahu dan mengacak-ngacak rambut Evan."Lepasin! Aku bukan anak kecil." Raka malah ikutan menggelitiki EvanSusana dapat kami carikan, bahkan kami bertiga mulai tertawa bersama."Saatnya aku membalas dendam yang tadi. Pegangi dia yang kuat Kak!" Raka mulai bereaksi menjahili Evan lagi.---Semua sudah pulang kecuali aku yang masih berada di rumah singgah. Malam ini aku putuskan untuk menginap disini saja.Masih di halaman depan ditemani secangkir kopi hitam dan juga bundelan kertas informasi kekayaan keluarga Theodora.Sudah ada satu garis coretan disana, tempat ini sudah aku ambil alih.Kemudian aku harus mulai dari mana lagi? Terpikirkan kalau aku terlalu berhati-hati, semua ini akan memakan waktu sangat lama.Belum lagi kalau kejadian seperti kemarin terus terulang, katakanlah kemari keberuntungan sedang memihak kami.Tidak bisa dipungkiri jika suatu saat nanti aku bisa kehilangan Eva atau Evan. Mungkin itu akan aku sesali seumur hidupku.Untuk mencegah itu aku harus berani mengambil resiko yang besar dengan pikiran akan mendapat keuntungan yang besar pula."Tuan Muda.""Surya? Belum pulang?""Tadi aku mengecek beberapa area dan melihat Tuan Muda belum pulang, apa malam ini akan menginap.""Ya, aku rasa begitu.""Em, maaf kalau saya lancang. Sepertinya Tuan Muda terlihat seperti memikirkan sesuatu yang berat."Benar saja Surya tidak tahu akan masalah awalnya mengapa aku tiba-tiba muncul dan menginginkan bisinis ini."Apa kamu tidak bertanya kenapa aku tiba-tiba muncul dan meminta semuanya?""Itu urusan para atasan, saya tidak berani."Aku tertawa atas jawaban Surya yang masih saja kaku seperti Eva."Kalau kata Raka kita ini satu team. Harus solid." Aku terdiam cukup lama."Aku perlu rencana besar untuk merebut tahta." Lanjutku."Maksud Tuan Muda?""Aku akan merebut harta dan kekuasaan keluarga Theodora."Dia membelalakan matanya, aku tahu apa yang dipikirkannya saat ini.Aku tidak beda jauh dengan bossnya dulu yang berani membunuh ayahnya sendiri demi kekuasaan bisnis ini."Tujuanku adalah untuk melindungi orang-orang seperti kalian, memberikan hidup yang layak dan damai dimasa depan nanti."Jadi apa kamu mau membantuku? Untuk mewujudkan itu semua.""Sebelumnya terima kasih karena memikirkan masa depan kami, saya juga tidak akan berpikir anda sama saja dengan boss kami sebelumnya."Kami tidak pernah selepas dan sebebas seperti tadi siang. Sudah lama rasanya saya tidak mendapatkan situasi semacam tadi.""Maka dari itu aku harus segera mencapai tujuanku.""Bagaimana kalau anda bertemu pemasok senjata ke dua, Saya bisa aturkan jadwal.""Ada resikonya?" Terlalu mulus, pasti ada sesuatu dibaliknya."Anda harus pergi kesana, karena dia tidak pernah mau meninggalkan istananya."Menurut kabar berita dia masih muda mungkin umur anda dan dia tidak jauh berbeda.""Ide yang bagus, besok aku akan mendiskusikannya dahulu dengan Eva dan Evan."Terima kasih atas sarannya. Itu sangat membantu sekali.""Siap Tuan Muda."Orang seperti apakah yang akan aku temui kali ini? Dia tidak mau meninggalkan istananya, menarik."Yakin?" Genta memandang orang yang mengantri di bandara. Jujur aku tidak percaya diri. Jadi aku ajak saja semuanya sekalian. Termasuk semua anak buah di pelabuhan. Dibantu oleh Eva, kami memesan khusus penerbangan umum hanya untuk perjalanan kami. Jet pribadi yang di miliki keluarga Theodora di Bali tidak mampu menampung penumpang sebanyak ini. Kami gunakan saja fasilitas umum yang dimodifikasi sedikit demi kenyamanan kami maupun penumpang lainnya. "Gunanya bawa anak buah segini banyak apa coba?" Genta kembali berkomentar. "Ya enggak apa-apa dong. Makin banyak orang makin seru perjalanan kita." Raka menimpali dengan ceria. "Aku rasa tumbal segini cukup untuk menyelamatkan kita di situasi genting." Sekarang giliran Evan yang angkat bicara. "Heh! Maksudnya tumbal apaan?" Mulai lagi. Raka dan Evan bertengkar. Disana juga semuanya sudah dikoordinasi dengan baik oleh Eva. Dia sangat berjasa untuk urusan seperti ini. Mungkin jika semuanya sudah selesai aku akan mengangkat Eva men
Pukul dua belas malam.Aku sedang berdiri di balkon. Menunggu Soraya. Konyol memang berpikir malam ini dia juga akan bersenandung disini. Sepertinya itu dia. Suara langkah kakinya semakin mendekat. "Tuan Muda.""Genta?" Aku masih mencari Soraya di balik tubuh Genta. "Sedang menunggu seseorang?""Iya. Tapi mungkin dia tidak akan datang malam ini.""Siapa?" "Dia bilang salah satu pasien VVIP rumah sakit ini?" Aku masih melihat Genta kebingungan. Apa reaksinya akan sama dengan Raka. "Aku akan minta bantuan Raka untuk mencari tahu tentang itu." Genta mulai menyamankan diri, bersandar di balkon sambil menikmati pemandangan kota. Raka? Berdoa saja semoga dia tidak heboh dan membuat dirinya berada dalam masalah, karena diam-diam menemuiku di rumah sakit. "Tuan Muda, suatu saat nanti jika semuanya sudah tenang. Bolehkah saya pergi melihat dunia?""Tentu saja. Makannya aku tidak bisa menunda-nunda hal ini lebih lama." "Terima kasih Tuan Muda sudah mengizinkanku." Ada seulas senyuman
Raka menyerahkan tab yang sedari tadi diutak-atiknya. Benar tebakkanku. Soraya bukan sembarangan anak konglomerat biasa. Kedok mereka ada perusahaan telekomunikasi. Pantas saja perdagangan senjata mereka sudah tersebar di berbagai dunia. Dia bisa menjalankan kedua bisnis tanpa terendus. "Anak satu-satunya?"Berarti yang kita temui tadi bukanlah pemilik sesungguhnya. Bisa saja dia memang memimpin tapi di bisnis ilegal. Sedangkan Soraya mungkin saja tidak mengetahui apa-apa soal bisnis ilegal.Pertemuan aku dan Soraya terlalu janggal hanya untuk disebut sebagai kebetulan. Bahkan ada makna disetiap perkataannya. Coba saja kami bisa bertukar nomor ponsel atau sejenisnya mungkin aku bisa menghubunginya saat ini.Ha! Taman Hiburan. "Raka adakah Taman Hiburan di sekitar kota ini?""Ada, emangnya kenapa?" "Aku sudah membuat janji akan bertemu dengannya disana.""Dengan siapa?" Eva mengerutkan dahinya. Tentu saja dia kaget, selama ini segala jenis komunikasi tentang pekerjaan dia yang ha
Tepat waktu. Aku dan dia berjalan saling mendekat. "Aku menerima penawaranmu." "Sudah kuduga. Dari awal aku PD sama diri sendiri."Huh? Dia benar-benar terobsesi denganku. Bila dilihat dari sudut pandang dia, tentu pihak yang tidak mendapatkan apa-apa adalah dia. "Ayo.""Kemana?""Kerumahku, kita harus mengadakan pesta bukan?" Secepat ini kah?"Bukannya kamu ingin semua beres dengan cepat?" Pertama Eva lalu sekarang dia. Apa wajahku selalu mudah di tebak?"Karena perempuan peka dan muka kamu telihat sepolos itu." Ok, aku sekarang harus pintar menyimpan emosiku."Ehm, untuk kedepannya biar aku yang memutuskan." Aku menghalangi langkah Soraya saat tahu tujuannya. Aku masih maklum dengan dia yang mengajukan pertunangan dan acara dadakan hari ini. Dari tadi aku mengikuti Soraya. Menuju mobilnya? Aku merasa tersinggung sebagai seorang laki-laki. "Apa?""Aku tidak mungkin bertemu dengan keluargamu seperti ini. Kurang pantas.""Terus? Kamu mau apa?""Aku yang akan memilihkan tempat unt
Masih dalam suasana tegang, kami hanya bertatapan tajam. Tiba-tiba suara tembakkan menyeruak.Kami menunduk di bawah meja, diantara peluru yang menembus kaca itu ada yang bersarang di tubuh pengunjung lain. Hanya kami yang cekatan yang bisa lolos dari peluru yang memberondongi rumah makan ini."Sial!" Seru Xing sambil meronggoh sesuatu dibalik jas yang dikenakannya.Aku mengangkat wajahku untuk melihat situasi sekitar. Kacau! Isak tangis, getar tubuh yang ketakutan menguasai ruangan ini. Penjaga yang berada di luar!"Mau kemana?" Soraya menahan tubuhku yang hendak keluar."Siapa yang berani menyerangku secara terang-terangan!" Geram Zhang sambil melirik kearahku, seolah ini adalah jebakan yang aku buat untuk dirinya. Aku mendengar suara siulan dan dari arah seberang aku melihat Genta, sejak kapan dia pindah kesana? Genta melambaikan tanganya. Seperti menyuruh kami pindah kesisinya."Kalian ikuti bocah itu, mungkin dia menemukan jalan keluar. Aku yang akan mengurus semuanya." Ucap
"Pantai~" Soraya membuka kaca jedela mobil sambil menikamti hembusan angin laut."Dasar norak!" Sahut Evan sambil sesekali melihat kaca spion belakang."Biarin." Nah setelah ini pasti ada pertengkaran yang tidak penting lagi. Aku dan Eva langsung menyiapkan tablet pc dan mulai memantau pekerjaan kami. Recananya hari ini aku dan Eva akan mengunjungi perkebunan yang sudah lama terbengkalai.Aku akan membeli lahannya dan mencoba menghidupkan lagi perkebunan itu. Seolah latihan untukku menciptakan lapangan kerja baru untuk anak buahku jika mereka pensiun dari kegiatan kotor ini."Kita sampai." Ucapku dan Soraya langsung berlari ke halaman depan melihat-lihat bunga yang ditanam Eva. Selain mengurus kami Eva juga mempunyai kegiatan lain untuk merilekskan tubuhnya yaitu dengan menanam bunga di halaman depan."Apa aku harus merekrut seorang asisten rumah tangga ya mulai sekarang?""Eh? Emangnya enggak punya?""Aku bisa mengurus hidupku sendiri dan anak-anak yang tinggal disini juga sangat
Bibi Zara pagi ini sudah harus kembali ke Jerman. Katanya ada urusan yang mendesak. Aku dan Soraya mengantarkannya ke bandara. "Seperti yang kita sepakati kemarin. Aku ingin kamu bisa memantau putraku sekaligus melindungi keponakanku. Bukan hal yang sulitkan?"Rafli terlihat menyunggingkan senyumnya hanya sebelah. Menurutku terlalu sinis saat melihatnya. Sebenarnya kami ini, monster jenis apa? Kalau diperhatikan kami yang terlahir dari klan anggota mafia memiliki ke unggulan yang menjadi ciri khas masing-masing klan. Mungkin faktor genetik juga menjadi salah satu dukungan bakat kami sekarang dan sekarang aku sedang menebak, bakat spesial apa yang dimiliki oleh Rafli."Aku bukan baby siter, Ma'am.""Tapi kamu pelatih anak-anak mafia terbaik. Mereka berdua adalah penerus salah klan mafia terbesar-- ""Baiklah, aku akan bekerja sesuai dengan bayaranku." Potong Rafli yang terlihat tidak ingin berbasa-basi terlalu lama."Tentu, aku malah akan melipat gandakannya. Karena sekarang tugasm
Evan, anak buah yang aku banggakan saja bisa dikalahkan olehnya. Bahkan Rafli tidak terluka atau mengeluarkan keringat sama sekali ketika bertarung. "Eva, bagaimana keadaannya sudah membaik? Aku sudah memanggilkan dokter. Mungkin sedang dalam perjalan.""Padahal sudah lebih baik, jadi merepotkan Tuan Muda.""Bisa kita bicara di luar sebentar." Kami keluar dari kamar Evan.Ruang tengah menjadi tempat yang kami pilih.Sebenarnya aku juga ketakutan. Bahwa suatu saat aku akan menjadi monster.Monster yang akan membahayakan keluargaku sendiri. Saat ini kakek sedang merancang ku sebagai monster bagi keluarga Theodora. Apakah aku mampu untuk memenuhi semua ekspetasi kakek. Langkah pertama, aku harus bertemu dengannya dan membicarakan semuanya dari awal. Lagi pula sekarang sudah ada Soraya sebagai salah satu alasanku untuk kembali berdamai dengan keluarga Theodora. "Aku ingin menjalankan rencanaku selanjutnya.""Apa yang bisa saya bantu?""Aku agak khawatir. Fokus saja merawat Evan. Aku ak
"Apa yang anda lakukan!" "Rafli." Ternyata masih orangku. Aku sudah panik takut ketahuan keluarga Theodora. "Aku hanya mau bertemu dengannya." Ucapku polos. "Anda mau rencana kita gagal?!""Aku hanya akan menyapa sebentar lalu--""Jika anda tidak bisa menahan diri, lebih baik anda kembali ke hotel. Biar kami yang memantau keadaan." Lanjutnya lagi.Ada benarnya juga, aku hanya akan membahayakan misi ini. "Aku percayakan ini padamu." Ucapku pada akhirnya."Tunggu, tapi kenapa tahu soal Thea." Sebelumnya Rafli tidak tahu siapa itu Thea. Aku kembali lagi berbalik dan mengintrogasi Rafli."Sebenarnya kami merahasiakan ini dari Tuan Muda. Saat Raka meretas data pasien rumah sakit, dia menemukan berkas Anthea Theodora."Aku tahu lambat laun akan begini, makannya saat tadi aku melihat anda langsung berlari padanya, aku segera datang menyelamatkan Tuan Muda.""Thea sakit? Dia sakit apa?""Di hotel anda bisa meminta rekam medisnya pada Raka. Sekarang cepatlah kembali ke hotel sebelum ada yan
Evan, anak buah yang aku banggakan saja bisa dikalahkan olehnya. Bahkan Rafli tidak terluka atau mengeluarkan keringat sama sekali ketika bertarung. "Eva, bagaimana keadaannya sudah membaik? Aku sudah memanggilkan dokter. Mungkin sedang dalam perjalan.""Padahal sudah lebih baik, jadi merepotkan Tuan Muda.""Bisa kita bicara di luar sebentar." Kami keluar dari kamar Evan.Ruang tengah menjadi tempat yang kami pilih.Sebenarnya aku juga ketakutan. Bahwa suatu saat aku akan menjadi monster.Monster yang akan membahayakan keluargaku sendiri. Saat ini kakek sedang merancang ku sebagai monster bagi keluarga Theodora. Apakah aku mampu untuk memenuhi semua ekspetasi kakek. Langkah pertama, aku harus bertemu dengannya dan membicarakan semuanya dari awal. Lagi pula sekarang sudah ada Soraya sebagai salah satu alasanku untuk kembali berdamai dengan keluarga Theodora. "Aku ingin menjalankan rencanaku selanjutnya.""Apa yang bisa saya bantu?""Aku agak khawatir. Fokus saja merawat Evan. Aku ak
Bibi Zara pagi ini sudah harus kembali ke Jerman. Katanya ada urusan yang mendesak. Aku dan Soraya mengantarkannya ke bandara. "Seperti yang kita sepakati kemarin. Aku ingin kamu bisa memantau putraku sekaligus melindungi keponakanku. Bukan hal yang sulitkan?"Rafli terlihat menyunggingkan senyumnya hanya sebelah. Menurutku terlalu sinis saat melihatnya. Sebenarnya kami ini, monster jenis apa? Kalau diperhatikan kami yang terlahir dari klan anggota mafia memiliki ke unggulan yang menjadi ciri khas masing-masing klan. Mungkin faktor genetik juga menjadi salah satu dukungan bakat kami sekarang dan sekarang aku sedang menebak, bakat spesial apa yang dimiliki oleh Rafli."Aku bukan baby siter, Ma'am.""Tapi kamu pelatih anak-anak mafia terbaik. Mereka berdua adalah penerus salah klan mafia terbesar-- ""Baiklah, aku akan bekerja sesuai dengan bayaranku." Potong Rafli yang terlihat tidak ingin berbasa-basi terlalu lama."Tentu, aku malah akan melipat gandakannya. Karena sekarang tugasm
"Pantai~" Soraya membuka kaca jedela mobil sambil menikamti hembusan angin laut."Dasar norak!" Sahut Evan sambil sesekali melihat kaca spion belakang."Biarin." Nah setelah ini pasti ada pertengkaran yang tidak penting lagi. Aku dan Eva langsung menyiapkan tablet pc dan mulai memantau pekerjaan kami. Recananya hari ini aku dan Eva akan mengunjungi perkebunan yang sudah lama terbengkalai.Aku akan membeli lahannya dan mencoba menghidupkan lagi perkebunan itu. Seolah latihan untukku menciptakan lapangan kerja baru untuk anak buahku jika mereka pensiun dari kegiatan kotor ini."Kita sampai." Ucapku dan Soraya langsung berlari ke halaman depan melihat-lihat bunga yang ditanam Eva. Selain mengurus kami Eva juga mempunyai kegiatan lain untuk merilekskan tubuhnya yaitu dengan menanam bunga di halaman depan."Apa aku harus merekrut seorang asisten rumah tangga ya mulai sekarang?""Eh? Emangnya enggak punya?""Aku bisa mengurus hidupku sendiri dan anak-anak yang tinggal disini juga sangat
Masih dalam suasana tegang, kami hanya bertatapan tajam. Tiba-tiba suara tembakkan menyeruak.Kami menunduk di bawah meja, diantara peluru yang menembus kaca itu ada yang bersarang di tubuh pengunjung lain. Hanya kami yang cekatan yang bisa lolos dari peluru yang memberondongi rumah makan ini."Sial!" Seru Xing sambil meronggoh sesuatu dibalik jas yang dikenakannya.Aku mengangkat wajahku untuk melihat situasi sekitar. Kacau! Isak tangis, getar tubuh yang ketakutan menguasai ruangan ini. Penjaga yang berada di luar!"Mau kemana?" Soraya menahan tubuhku yang hendak keluar."Siapa yang berani menyerangku secara terang-terangan!" Geram Zhang sambil melirik kearahku, seolah ini adalah jebakan yang aku buat untuk dirinya. Aku mendengar suara siulan dan dari arah seberang aku melihat Genta, sejak kapan dia pindah kesana? Genta melambaikan tanganya. Seperti menyuruh kami pindah kesisinya."Kalian ikuti bocah itu, mungkin dia menemukan jalan keluar. Aku yang akan mengurus semuanya." Ucap
Tepat waktu. Aku dan dia berjalan saling mendekat. "Aku menerima penawaranmu." "Sudah kuduga. Dari awal aku PD sama diri sendiri."Huh? Dia benar-benar terobsesi denganku. Bila dilihat dari sudut pandang dia, tentu pihak yang tidak mendapatkan apa-apa adalah dia. "Ayo.""Kemana?""Kerumahku, kita harus mengadakan pesta bukan?" Secepat ini kah?"Bukannya kamu ingin semua beres dengan cepat?" Pertama Eva lalu sekarang dia. Apa wajahku selalu mudah di tebak?"Karena perempuan peka dan muka kamu telihat sepolos itu." Ok, aku sekarang harus pintar menyimpan emosiku."Ehm, untuk kedepannya biar aku yang memutuskan." Aku menghalangi langkah Soraya saat tahu tujuannya. Aku masih maklum dengan dia yang mengajukan pertunangan dan acara dadakan hari ini. Dari tadi aku mengikuti Soraya. Menuju mobilnya? Aku merasa tersinggung sebagai seorang laki-laki. "Apa?""Aku tidak mungkin bertemu dengan keluargamu seperti ini. Kurang pantas.""Terus? Kamu mau apa?""Aku yang akan memilihkan tempat unt
Raka menyerahkan tab yang sedari tadi diutak-atiknya. Benar tebakkanku. Soraya bukan sembarangan anak konglomerat biasa. Kedok mereka ada perusahaan telekomunikasi. Pantas saja perdagangan senjata mereka sudah tersebar di berbagai dunia. Dia bisa menjalankan kedua bisnis tanpa terendus. "Anak satu-satunya?"Berarti yang kita temui tadi bukanlah pemilik sesungguhnya. Bisa saja dia memang memimpin tapi di bisnis ilegal. Sedangkan Soraya mungkin saja tidak mengetahui apa-apa soal bisnis ilegal.Pertemuan aku dan Soraya terlalu janggal hanya untuk disebut sebagai kebetulan. Bahkan ada makna disetiap perkataannya. Coba saja kami bisa bertukar nomor ponsel atau sejenisnya mungkin aku bisa menghubunginya saat ini.Ha! Taman Hiburan. "Raka adakah Taman Hiburan di sekitar kota ini?""Ada, emangnya kenapa?" "Aku sudah membuat janji akan bertemu dengannya disana.""Dengan siapa?" Eva mengerutkan dahinya. Tentu saja dia kaget, selama ini segala jenis komunikasi tentang pekerjaan dia yang ha
Pukul dua belas malam.Aku sedang berdiri di balkon. Menunggu Soraya. Konyol memang berpikir malam ini dia juga akan bersenandung disini. Sepertinya itu dia. Suara langkah kakinya semakin mendekat. "Tuan Muda.""Genta?" Aku masih mencari Soraya di balik tubuh Genta. "Sedang menunggu seseorang?""Iya. Tapi mungkin dia tidak akan datang malam ini.""Siapa?" "Dia bilang salah satu pasien VVIP rumah sakit ini?" Aku masih melihat Genta kebingungan. Apa reaksinya akan sama dengan Raka. "Aku akan minta bantuan Raka untuk mencari tahu tentang itu." Genta mulai menyamankan diri, bersandar di balkon sambil menikmati pemandangan kota. Raka? Berdoa saja semoga dia tidak heboh dan membuat dirinya berada dalam masalah, karena diam-diam menemuiku di rumah sakit. "Tuan Muda, suatu saat nanti jika semuanya sudah tenang. Bolehkah saya pergi melihat dunia?""Tentu saja. Makannya aku tidak bisa menunda-nunda hal ini lebih lama." "Terima kasih Tuan Muda sudah mengizinkanku." Ada seulas senyuman
"Yakin?" Genta memandang orang yang mengantri di bandara. Jujur aku tidak percaya diri. Jadi aku ajak saja semuanya sekalian. Termasuk semua anak buah di pelabuhan. Dibantu oleh Eva, kami memesan khusus penerbangan umum hanya untuk perjalanan kami. Jet pribadi yang di miliki keluarga Theodora di Bali tidak mampu menampung penumpang sebanyak ini. Kami gunakan saja fasilitas umum yang dimodifikasi sedikit demi kenyamanan kami maupun penumpang lainnya. "Gunanya bawa anak buah segini banyak apa coba?" Genta kembali berkomentar. "Ya enggak apa-apa dong. Makin banyak orang makin seru perjalanan kita." Raka menimpali dengan ceria. "Aku rasa tumbal segini cukup untuk menyelamatkan kita di situasi genting." Sekarang giliran Evan yang angkat bicara. "Heh! Maksudnya tumbal apaan?" Mulai lagi. Raka dan Evan bertengkar. Disana juga semuanya sudah dikoordinasi dengan baik oleh Eva. Dia sangat berjasa untuk urusan seperti ini. Mungkin jika semuanya sudah selesai aku akan mengangkat Eva men