Share

6. Terikat

Penulis: D'Rose
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sudah seminggu untuk insiden akuisisi pelabuhan.

Aku harus kembali kesana untuk mengisi kekosongan akibat terbunuhnya pemimpin mereka.

Kata Eva mereka tidak boleh dibiarkan kebingungan.

Hari ini, tidak seperti kemarin. Kami mengganti formasi. Evan tidak ikut sebab digantikan oleh Raka.

Raka akan bertugas untuk menyiapkan segala keamanan gudang.

Akan ada pemasangan cctv dan pemasangan kode agar tidak akan bisa sembarang orang masuk kedalam gudang nantinya.

Eva masih ikut sebagai pelindungku. Itu yang dilontarkanya.

"Jadi ini tempatnya?"

Raka mengedarkan pandangannya. Bahkan sampai kepala dan badannya ikut berputar-putar.

Mengajaknya kemari seperti mengajak anak pergi ke taman wisata. Ada dua koper berukuran besar yang ikut di dereknya.

"Apa ada masalah?"

Tanyaku saat melihat senyuman di wajahnya tiba-tiba hilang.

"Hm, listriknya. Kayaknya ini gudang tua yang usang."

"Kamu berharap ini apa? Taman bermain?"

"Seenggaknya instalasi listriknya memadailah."

Setelah kami masuk mereka sudah menunggu dengan tenang di dalam.

Begitu aku masuk semua menundukan kepala, memberikan hormat padaku.

Padahal tidak usah sedramatisir ini. Aku balas mengangguk singkat menghormati mereka juga.

"Tuan Muda, ada beberapa berkas yang kami siapkan semuanya."

Salah satu anak buah memberiku seperti laporan pembukuan.

Siapa pelanggan mereka, asal pasokan senjata dan sejenisnya.

Sesuai dugaanku ada satu negara yang menjadi pemasok senjata terbesar.

Adapula dari dua negara yang menjadi pesaing merekam . Aku tidak tahu mana yang terbaik dari ketiga negara tersebut.

Semuanya itu secara ilegal. Suatu saat nanti, jika aku berhasil merebut semua kekayaan keluarga Theodora.

Aku ingin bisnis ilegal seperti ini dimusnahkan. Aku ingin orang-orang yang disini memiliki kehidupan yang layak dan damai untuk masa depan mereka.

"Anda bisa mengandalkan saya disini untuk bertanya bila tidak ada yang dipahami."

"Siapa namamu?"

"Surya."

"Baik untuk sekarang mungkin aku akan mengutusmu sebagai penanggung jawab tempat ini. Ketika saya tidak ada di tempat."

"Saya akan mengabdikan hidup saya untuk tuan."

"Jangan seperti itulah. Kakak bukan tuhan kalian. Kalian hanya cukup bekerja samalah dengan kita."

Aku suka akan kata-kata yang dilontarkan oleh Raka.

Mendengar begitu, mereka langsung menatap Raka dengan tatapan tajam.

"Aku, orangnya Tuan Muda kalian juga."

Wajar semua orang merasa heran. Raka baru pertama kali dilihat mereka.

"Ah iya, aku mohon bantuannya. Raka akan memasang beberapa cctv dan juga pengamanan untuk mempermudah kalian.

"Agar tidak sembarangan orang masuk tanpa izin ke area ini."

"Jadi siapa yang akan membantuku?"

Beberapa orang mulai bergerak mendekati Raka.

Raka tidak membuang waktunya. Jelas kalau dia suka dengan dunianya, terlihat dari antusiasnya saat bekerja.

"Tuan Muda. Anda bisa ikut dengan saya, kalau disini kurang nyaman dan ini tempat hanya untuk transaksi saja."

Oh! Aku pikir ini memang satu-satunya area yang di pakai.

Aku beserta Eva mengikuti Surya. Arah jalan ini seperti saat anak buah itu lari terbirit-birit.

Ada sebuah bangunan. Lebih mirip disebut rumah. Ada pagar setinggi pinggang.

Tembok berwarna putih dan juga beberapa tanaman yang menghiasi area pekarangan.

"Apa ini rumah Bossmu?"

"Bisa di bilang begitu. Kami merapihkannya sedikit agar Tuan Muda bisa nyaman untuk mendiaminya."

"Tidak usah hanya aku. Kalian juga bisa menggunakannya.

"Lagi pula aku sudah punya rumah tak jauh dari sini."

"Kapan-kapan kamu boleh berkunjung, bawa anak buahmu sekalian."

Ada senyuman dan mata yang berbinar-binar terpampang di wajah Surya.

Pria bermuka tegas seperti dia, sangat tidak cocok menampilkan ekspresi seperti itu.

"Sudah hentikan kamu membuatku ingin tertawa."

"Maafkan saya Tuan Muda. Saya tersentuh dengan kata-kata Tuan Muda.

"Sebelumnya Boss tidak pernah melakukan ini pada kami.

"Kami diperlakukan seperti anjing penjaga olehnya. Jadi saya--"

"Sudah jangan diteruskan. Disini panas, lebih baik kita lanjutkan didalam."

Ada satu set kursi yang diletakan di teras. Aku lebih memilih duduk disini memandangi halaman dan menikmati angin sepoi-sepoi.

"Saya hampir lupa. Sebentar saya akan segera kembali."

Surya meninggalkan kami dihalaman. Dia masuk kedalam rumah.

Aku tebak dia pasti menyiapkan kudapan untukku. Padahal aku tidak membutuhkan itu.

"Apa aku salah bersikap terlalu lembek pada mereka?" Tanyaku pada Eva.

"Setiap pemimpin mempunya ciri khasnya masing-masing. Jika Tuan Muda merasa nyaman memimpin dengan cara seperti ini. Lanjutkan saja."

Lalu aku teringat akan Evan. Dia bisa menyesuaikan dimana dia berada. Aku akan belajar tentang hal itu darinya.

Kapan aku harus mengeluarkan taring dan kuku, serta kapan aku harus bersikap mengayomi mereka.

Surya datang dengan kudapan. Agak aneh menurutku satu kaleng soda, satu mangkuk kacang dan juga gelas kosong.

"Fungsinya gelas ini apa?"

"Untuk Tuan Muda menuangkan sodanya. Ah! Maaf sebelumnya hanya ini yang kami punya.

"Anda terlalu mendadak menghubungi akan berkunjung hari ini."

Aku mengambil soda tersebut, membuka penutup kalengnya dan langsung meneguknya tanpa menuangkan kedalam gelas.

"Aku lebih suka begini. Aku bukan Tuan Muda manja. Kalian bisa menganggapku teman atau seorang Kakak?"

"Mana berani kami begitu. Anda sudah baik pada kami saja. Itu sebuah keberuntungan untuk kami mendapatkan pemimpin seperti Tuan Muda."

"Kakak!" Raka datang sambil berlari-lari dengan mengangkat laptopnya.

"Kamu lihat? Anak itu memanggilku apa?" Ucapku pada Surya agar dia tidak usah terlalu kaku denganku.

"Tapi Nona ini tetap memanggil anda Tuan Muda."

Ah! Rule dia adalah Eva. Pantas saja, mungkin selama ini dia berlatih sopan santun agar terlihat seperti Eva.

"Lihat ini. Aku sudah memasang semuanya. Kakak-kakak di pelabuhan ini banyak bantuin. Selesainya jadi lebih cepet."

Aku tidak begitu mengerti tulisan-tulisan yang terpampang dilayar berlatar hitam itu.

"Lalu apa yang harus aku lakukan?" Raka langsung menekan tombol enter.

Satu kotak terpampang disana menggantikan. tulisan-tulisan itu.

"Masukan kode sandi dan juga sidik jari Kakak."

Raka menyodorkan laptop miliknya. Aku memasukan nama 'Thea' beserta kombinasi angka tanggal lahirnya.

Setelah terkonfirmasi muncul kembali kontak dengan gambar sidik jari. Lalu aku menempelkan jempol sebagai sidik jari yang dipakai.

Presentasi angka melejit dalam hitungan detik. Sukses.

Satu kata itu muncul dan dalam sepersekian detik layar menampilkan cctv yang terpasang disekitar area pelabuhan.

"Semua ini terkendali hanya dengan satu sentuhan saja." Raka mengeluarkan satu kotak dari dalam tasnya.

Begitu aku membukanya. Ternyata itu smartwatch dari merk yang sama dengan laptop yang digunakan Raka.

"Bukan hanya mereknya aja yang sama. Semua yang ada disini akses dan segala macamnya sudah aku seting untuk terhubung ke jam itu."

Hebat. Bocah cerdas.

"Oh iya. Ada satu yang aku ingin ajukan sebagai permintaan." Aku memandang Surya.

"Apa itu Tuan Muda?"

"Aku ingin semua jenis senjata disini kamu ambil satu-satu untuk aku miliki."

"Tuan ingin mengoleksinya atau hanya ingin tahu jenis barang apa yang kita punya."

"Aku ingin mempelajari semua senjata api yang kita punya. Kamu bisa menyiapkannya? Sekalian aku ingin membuat arena latihan tembak disini."

"Saya akan mempersiapkan semua yang Tuan Muda pinta."

"Oh iya Eva! Mari kita berlatih disini dan aku juga ingin Raka dan Genta juga ikut dilatih."

"Tapi Tuan Mereka tidak dirancang untuk itu."

"Kalian bukan alat yang dirancang untuk satu kegunaan."

"Aku ingin semua orang yang dekat denganku minimal bisa melindungi dirinya sendiri. Jika tidak ada aku atau yang lainnya."

"Aku sadar dunia yang akan kita masuki akan seperti apa." Semuanya terdiam mendengar penjelasanku.

Aku sendiri juga takut semakin melangkah akan hanya ada kegelapan disana.

Suatu hari nanti entah aku bisa menemukan cahaya kembali atau aku ikut terkubur didalamnya.

Setidaknya orang-orang ku masih bisa selamat tanpa haru ikut denganku.

Bab terkait

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin    7. Beristirahat Sejenak

    "Duh, ngapain kita disini sih?" Evan terlihat berjalan ogah-ogahan melintasi taman depan. "Bawa yang aku pesan?" Genta mengacungkan dua keresek besar di tangannya. Yup. Hari ini aku ingin sedikit merayakan keberhasilan kita. Merayakan diarea pelabuhan. Lebih tepatnya di halaman rumah singgah. Aku menamai rumah yang dulunya dimiliki boss dengan nama rumah singgah. Siapa pun bisa menggunakannya tidak hanya untukku saja. Satu peti kayu berisikan daging sapi segar dan yang satunya lagi berisi daging ikan. Ini adalah pemberian anak buah baruku. Kami ingin mengadakan barbeque. Genta dan Evan, aku suruh berbelanja keperluan tambahan. Seperti sayuran dan saus yang akan dipakai. Surya membantu mempersiapkan peralatan panggang dan piring yang sudah tersedia di rumah ini. Eva membantu menyiapkan meja panjang di luar ruangan untuk tempat kami menikmati hidangan nantinya setelah semua ini matang. Lagi-lagi aku teringat keluarga Theodora. Mungkin sebenarnya aku melakukannya karena meri

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   8. Misi Selanjutnya

    "Yakin?" Genta memandang orang yang mengantri di bandara. Jujur aku tidak percaya diri. Jadi aku ajak saja semuanya sekalian. Termasuk semua anak buah di pelabuhan. Dibantu oleh Eva, kami memesan khusus penerbangan umum hanya untuk perjalanan kami. Jet pribadi yang di miliki keluarga Theodora di Bali tidak mampu menampung penumpang sebanyak ini. Kami gunakan saja fasilitas umum yang dimodifikasi sedikit demi kenyamanan kami maupun penumpang lainnya. "Gunanya bawa anak buah segini banyak apa coba?" Genta kembali berkomentar. "Ya enggak apa-apa dong. Makin banyak orang makin seru perjalanan kita." Raka menimpali dengan ceria. "Aku rasa tumbal segini cukup untuk menyelamatkan kita di situasi genting." Sekarang giliran Evan yang angkat bicara. "Heh! Maksudnya tumbal apaan?" Mulai lagi. Raka dan Evan bertengkar. Disana juga semuanya sudah dikoordinasi dengan baik oleh Eva. Dia sangat berjasa untuk urusan seperti ini. Mungkin jika semuanya sudah selesai aku akan mengangkat Eva men

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   9. Taruhan

    Pukul dua belas malam.Aku sedang berdiri di balkon. Menunggu Soraya. Konyol memang berpikir malam ini dia juga akan bersenandung disini. Sepertinya itu dia. Suara langkah kakinya semakin mendekat. "Tuan Muda.""Genta?" Aku masih mencari Soraya di balik tubuh Genta. "Sedang menunggu seseorang?""Iya. Tapi mungkin dia tidak akan datang malam ini.""Siapa?" "Dia bilang salah satu pasien VVIP rumah sakit ini?" Aku masih melihat Genta kebingungan. Apa reaksinya akan sama dengan Raka. "Aku akan minta bantuan Raka untuk mencari tahu tentang itu." Genta mulai menyamankan diri, bersandar di balkon sambil menikmati pemandangan kota. Raka? Berdoa saja semoga dia tidak heboh dan membuat dirinya berada dalam masalah, karena diam-diam menemuiku di rumah sakit. "Tuan Muda, suatu saat nanti jika semuanya sudah tenang. Bolehkah saya pergi melihat dunia?""Tentu saja. Makannya aku tidak bisa menunda-nunda hal ini lebih lama." "Terima kasih Tuan Muda sudah mengizinkanku." Ada seulas senyuman

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   10. Taman Hiburan

    Raka menyerahkan tab yang sedari tadi diutak-atiknya. Benar tebakkanku. Soraya bukan sembarangan anak konglomerat biasa. Kedok mereka ada perusahaan telekomunikasi. Pantas saja perdagangan senjata mereka sudah tersebar di berbagai dunia. Dia bisa menjalankan kedua bisnis tanpa terendus. "Anak satu-satunya?"Berarti yang kita temui tadi bukanlah pemilik sesungguhnya. Bisa saja dia memang memimpin tapi di bisnis ilegal. Sedangkan Soraya mungkin saja tidak mengetahui apa-apa soal bisnis ilegal.Pertemuan aku dan Soraya terlalu janggal hanya untuk disebut sebagai kebetulan. Bahkan ada makna disetiap perkataannya. Coba saja kami bisa bertukar nomor ponsel atau sejenisnya mungkin aku bisa menghubunginya saat ini.Ha! Taman Hiburan. "Raka adakah Taman Hiburan di sekitar kota ini?""Ada, emangnya kenapa?" "Aku sudah membuat janji akan bertemu dengannya disana.""Dengan siapa?" Eva mengerutkan dahinya. Tentu saja dia kaget, selama ini segala jenis komunikasi tentang pekerjaan dia yang ha

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   11. The Yuan

    Tepat waktu. Aku dan dia berjalan saling mendekat. "Aku menerima penawaranmu." "Sudah kuduga. Dari awal aku PD sama diri sendiri."Huh? Dia benar-benar terobsesi denganku. Bila dilihat dari sudut pandang dia, tentu pihak yang tidak mendapatkan apa-apa adalah dia. "Ayo.""Kemana?""Kerumahku, kita harus mengadakan pesta bukan?" Secepat ini kah?"Bukannya kamu ingin semua beres dengan cepat?" Pertama Eva lalu sekarang dia. Apa wajahku selalu mudah di tebak?"Karena perempuan peka dan muka kamu telihat sepolos itu." Ok, aku sekarang harus pintar menyimpan emosiku."Ehm, untuk kedepannya biar aku yang memutuskan." Aku menghalangi langkah Soraya saat tahu tujuannya. Aku masih maklum dengan dia yang mengajukan pertunangan dan acara dadakan hari ini. Dari tadi aku mengikuti Soraya. Menuju mobilnya? Aku merasa tersinggung sebagai seorang laki-laki. "Apa?""Aku tidak mungkin bertemu dengan keluargamu seperti ini. Kurang pantas.""Terus? Kamu mau apa?""Aku yang akan memilihkan tempat unt

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   12. Validasi

    Masih dalam suasana tegang, kami hanya bertatapan tajam. Tiba-tiba suara tembakkan menyeruak.Kami menunduk di bawah meja, diantara peluru yang menembus kaca itu ada yang bersarang di tubuh pengunjung lain. Hanya kami yang cekatan yang bisa lolos dari peluru yang memberondongi rumah makan ini."Sial!" Seru Xing sambil meronggoh sesuatu dibalik jas yang dikenakannya.Aku mengangkat wajahku untuk melihat situasi sekitar. Kacau! Isak tangis, getar tubuh yang ketakutan menguasai ruangan ini. Penjaga yang berada di luar!"Mau kemana?" Soraya menahan tubuhku yang hendak keluar."Siapa yang berani menyerangku secara terang-terangan!" Geram Zhang sambil melirik kearahku, seolah ini adalah jebakan yang aku buat untuk dirinya. Aku mendengar suara siulan dan dari arah seberang aku melihat Genta, sejak kapan dia pindah kesana? Genta melambaikan tanganya. Seperti menyuruh kami pindah kesisinya."Kalian ikuti bocah itu, mungkin dia menemukan jalan keluar. Aku yang akan mengurus semuanya." Ucap

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   13. Zara Carson

    "Pantai~" Soraya membuka kaca jedela mobil sambil menikamti hembusan angin laut."Dasar norak!" Sahut Evan sambil sesekali melihat kaca spion belakang."Biarin." Nah setelah ini pasti ada pertengkaran yang tidak penting lagi. Aku dan Eva langsung menyiapkan tablet pc dan mulai memantau pekerjaan kami. Recananya hari ini aku dan Eva akan mengunjungi perkebunan yang sudah lama terbengkalai.Aku akan membeli lahannya dan mencoba menghidupkan lagi perkebunan itu. Seolah latihan untukku menciptakan lapangan kerja baru untuk anak buahku jika mereka pensiun dari kegiatan kotor ini."Kita sampai." Ucapku dan Soraya langsung berlari ke halaman depan melihat-lihat bunga yang ditanam Eva. Selain mengurus kami Eva juga mempunyai kegiatan lain untuk merilekskan tubuhnya yaitu dengan menanam bunga di halaman depan."Apa aku harus merekrut seorang asisten rumah tangga ya mulai sekarang?""Eh? Emangnya enggak punya?""Aku bisa mengurus hidupku sendiri dan anak-anak yang tinggal disini juga sangat

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   14. Guru Baru

    Bibi Zara pagi ini sudah harus kembali ke Jerman. Katanya ada urusan yang mendesak. Aku dan Soraya mengantarkannya ke bandara. "Seperti yang kita sepakati kemarin. Aku ingin kamu bisa memantau putraku sekaligus melindungi keponakanku. Bukan hal yang sulitkan?"Rafli terlihat menyunggingkan senyumnya hanya sebelah. Menurutku terlalu sinis saat melihatnya. Sebenarnya kami ini, monster jenis apa? Kalau diperhatikan kami yang terlahir dari klan anggota mafia memiliki ke unggulan yang menjadi ciri khas masing-masing klan. Mungkin faktor genetik juga menjadi salah satu dukungan bakat kami sekarang dan sekarang aku sedang menebak, bakat spesial apa yang dimiliki oleh Rafli."Aku bukan baby siter, Ma'am.""Tapi kamu pelatih anak-anak mafia terbaik. Mereka berdua adalah penerus salah klan mafia terbesar-- ""Baiklah, aku akan bekerja sesuai dengan bayaranku." Potong Rafli yang terlihat tidak ingin berbasa-basi terlalu lama."Tentu, aku malah akan melipat gandakannya. Karena sekarang tugasm

Bab terbaru

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   16. Bimbang

    "Apa yang anda lakukan!" "Rafli." Ternyata masih orangku. Aku sudah panik takut ketahuan keluarga Theodora. "Aku hanya mau bertemu dengannya." Ucapku polos. "Anda mau rencana kita gagal?!""Aku hanya akan menyapa sebentar lalu--""Jika anda tidak bisa menahan diri, lebih baik anda kembali ke hotel. Biar kami yang memantau keadaan." Lanjutnya lagi.Ada benarnya juga, aku hanya akan membahayakan misi ini. "Aku percayakan ini padamu." Ucapku pada akhirnya."Tunggu, tapi kenapa tahu soal Thea." Sebelumnya Rafli tidak tahu siapa itu Thea. Aku kembali lagi berbalik dan mengintrogasi Rafli."Sebenarnya kami merahasiakan ini dari Tuan Muda. Saat Raka meretas data pasien rumah sakit, dia menemukan berkas Anthea Theodora."Aku tahu lambat laun akan begini, makannya saat tadi aku melihat anda langsung berlari padanya, aku segera datang menyelamatkan Tuan Muda.""Thea sakit? Dia sakit apa?""Di hotel anda bisa meminta rekam medisnya pada Raka. Sekarang cepatlah kembali ke hotel sebelum ada yan

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   15. Mimpi Buruk

    Evan, anak buah yang aku banggakan saja bisa dikalahkan olehnya. Bahkan Rafli tidak terluka atau mengeluarkan keringat sama sekali ketika bertarung. "Eva, bagaimana keadaannya sudah membaik? Aku sudah memanggilkan dokter. Mungkin sedang dalam perjalan.""Padahal sudah lebih baik, jadi merepotkan Tuan Muda.""Bisa kita bicara di luar sebentar." Kami keluar dari kamar Evan.Ruang tengah menjadi tempat yang kami pilih.Sebenarnya aku juga ketakutan. Bahwa suatu saat aku akan menjadi monster.Monster yang akan membahayakan keluargaku sendiri. Saat ini kakek sedang merancang ku sebagai monster bagi keluarga Theodora. Apakah aku mampu untuk memenuhi semua ekspetasi kakek. Langkah pertama, aku harus bertemu dengannya dan membicarakan semuanya dari awal. Lagi pula sekarang sudah ada Soraya sebagai salah satu alasanku untuk kembali berdamai dengan keluarga Theodora. "Aku ingin menjalankan rencanaku selanjutnya.""Apa yang bisa saya bantu?""Aku agak khawatir. Fokus saja merawat Evan. Aku ak

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   14. Guru Baru

    Bibi Zara pagi ini sudah harus kembali ke Jerman. Katanya ada urusan yang mendesak. Aku dan Soraya mengantarkannya ke bandara. "Seperti yang kita sepakati kemarin. Aku ingin kamu bisa memantau putraku sekaligus melindungi keponakanku. Bukan hal yang sulitkan?"Rafli terlihat menyunggingkan senyumnya hanya sebelah. Menurutku terlalu sinis saat melihatnya. Sebenarnya kami ini, monster jenis apa? Kalau diperhatikan kami yang terlahir dari klan anggota mafia memiliki ke unggulan yang menjadi ciri khas masing-masing klan. Mungkin faktor genetik juga menjadi salah satu dukungan bakat kami sekarang dan sekarang aku sedang menebak, bakat spesial apa yang dimiliki oleh Rafli."Aku bukan baby siter, Ma'am.""Tapi kamu pelatih anak-anak mafia terbaik. Mereka berdua adalah penerus salah klan mafia terbesar-- ""Baiklah, aku akan bekerja sesuai dengan bayaranku." Potong Rafli yang terlihat tidak ingin berbasa-basi terlalu lama."Tentu, aku malah akan melipat gandakannya. Karena sekarang tugasm

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   13. Zara Carson

    "Pantai~" Soraya membuka kaca jedela mobil sambil menikamti hembusan angin laut."Dasar norak!" Sahut Evan sambil sesekali melihat kaca spion belakang."Biarin." Nah setelah ini pasti ada pertengkaran yang tidak penting lagi. Aku dan Eva langsung menyiapkan tablet pc dan mulai memantau pekerjaan kami. Recananya hari ini aku dan Eva akan mengunjungi perkebunan yang sudah lama terbengkalai.Aku akan membeli lahannya dan mencoba menghidupkan lagi perkebunan itu. Seolah latihan untukku menciptakan lapangan kerja baru untuk anak buahku jika mereka pensiun dari kegiatan kotor ini."Kita sampai." Ucapku dan Soraya langsung berlari ke halaman depan melihat-lihat bunga yang ditanam Eva. Selain mengurus kami Eva juga mempunyai kegiatan lain untuk merilekskan tubuhnya yaitu dengan menanam bunga di halaman depan."Apa aku harus merekrut seorang asisten rumah tangga ya mulai sekarang?""Eh? Emangnya enggak punya?""Aku bisa mengurus hidupku sendiri dan anak-anak yang tinggal disini juga sangat

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   12. Validasi

    Masih dalam suasana tegang, kami hanya bertatapan tajam. Tiba-tiba suara tembakkan menyeruak.Kami menunduk di bawah meja, diantara peluru yang menembus kaca itu ada yang bersarang di tubuh pengunjung lain. Hanya kami yang cekatan yang bisa lolos dari peluru yang memberondongi rumah makan ini."Sial!" Seru Xing sambil meronggoh sesuatu dibalik jas yang dikenakannya.Aku mengangkat wajahku untuk melihat situasi sekitar. Kacau! Isak tangis, getar tubuh yang ketakutan menguasai ruangan ini. Penjaga yang berada di luar!"Mau kemana?" Soraya menahan tubuhku yang hendak keluar."Siapa yang berani menyerangku secara terang-terangan!" Geram Zhang sambil melirik kearahku, seolah ini adalah jebakan yang aku buat untuk dirinya. Aku mendengar suara siulan dan dari arah seberang aku melihat Genta, sejak kapan dia pindah kesana? Genta melambaikan tanganya. Seperti menyuruh kami pindah kesisinya."Kalian ikuti bocah itu, mungkin dia menemukan jalan keluar. Aku yang akan mengurus semuanya." Ucap

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   11. The Yuan

    Tepat waktu. Aku dan dia berjalan saling mendekat. "Aku menerima penawaranmu." "Sudah kuduga. Dari awal aku PD sama diri sendiri."Huh? Dia benar-benar terobsesi denganku. Bila dilihat dari sudut pandang dia, tentu pihak yang tidak mendapatkan apa-apa adalah dia. "Ayo.""Kemana?""Kerumahku, kita harus mengadakan pesta bukan?" Secepat ini kah?"Bukannya kamu ingin semua beres dengan cepat?" Pertama Eva lalu sekarang dia. Apa wajahku selalu mudah di tebak?"Karena perempuan peka dan muka kamu telihat sepolos itu." Ok, aku sekarang harus pintar menyimpan emosiku."Ehm, untuk kedepannya biar aku yang memutuskan." Aku menghalangi langkah Soraya saat tahu tujuannya. Aku masih maklum dengan dia yang mengajukan pertunangan dan acara dadakan hari ini. Dari tadi aku mengikuti Soraya. Menuju mobilnya? Aku merasa tersinggung sebagai seorang laki-laki. "Apa?""Aku tidak mungkin bertemu dengan keluargamu seperti ini. Kurang pantas.""Terus? Kamu mau apa?""Aku yang akan memilihkan tempat unt

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   10. Taman Hiburan

    Raka menyerahkan tab yang sedari tadi diutak-atiknya. Benar tebakkanku. Soraya bukan sembarangan anak konglomerat biasa. Kedok mereka ada perusahaan telekomunikasi. Pantas saja perdagangan senjata mereka sudah tersebar di berbagai dunia. Dia bisa menjalankan kedua bisnis tanpa terendus. "Anak satu-satunya?"Berarti yang kita temui tadi bukanlah pemilik sesungguhnya. Bisa saja dia memang memimpin tapi di bisnis ilegal. Sedangkan Soraya mungkin saja tidak mengetahui apa-apa soal bisnis ilegal.Pertemuan aku dan Soraya terlalu janggal hanya untuk disebut sebagai kebetulan. Bahkan ada makna disetiap perkataannya. Coba saja kami bisa bertukar nomor ponsel atau sejenisnya mungkin aku bisa menghubunginya saat ini.Ha! Taman Hiburan. "Raka adakah Taman Hiburan di sekitar kota ini?""Ada, emangnya kenapa?" "Aku sudah membuat janji akan bertemu dengannya disana.""Dengan siapa?" Eva mengerutkan dahinya. Tentu saja dia kaget, selama ini segala jenis komunikasi tentang pekerjaan dia yang ha

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   9. Taruhan

    Pukul dua belas malam.Aku sedang berdiri di balkon. Menunggu Soraya. Konyol memang berpikir malam ini dia juga akan bersenandung disini. Sepertinya itu dia. Suara langkah kakinya semakin mendekat. "Tuan Muda.""Genta?" Aku masih mencari Soraya di balik tubuh Genta. "Sedang menunggu seseorang?""Iya. Tapi mungkin dia tidak akan datang malam ini.""Siapa?" "Dia bilang salah satu pasien VVIP rumah sakit ini?" Aku masih melihat Genta kebingungan. Apa reaksinya akan sama dengan Raka. "Aku akan minta bantuan Raka untuk mencari tahu tentang itu." Genta mulai menyamankan diri, bersandar di balkon sambil menikmati pemandangan kota. Raka? Berdoa saja semoga dia tidak heboh dan membuat dirinya berada dalam masalah, karena diam-diam menemuiku di rumah sakit. "Tuan Muda, suatu saat nanti jika semuanya sudah tenang. Bolehkah saya pergi melihat dunia?""Tentu saja. Makannya aku tidak bisa menunda-nunda hal ini lebih lama." "Terima kasih Tuan Muda sudah mengizinkanku." Ada seulas senyuman

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   8. Misi Selanjutnya

    "Yakin?" Genta memandang orang yang mengantri di bandara. Jujur aku tidak percaya diri. Jadi aku ajak saja semuanya sekalian. Termasuk semua anak buah di pelabuhan. Dibantu oleh Eva, kami memesan khusus penerbangan umum hanya untuk perjalanan kami. Jet pribadi yang di miliki keluarga Theodora di Bali tidak mampu menampung penumpang sebanyak ini. Kami gunakan saja fasilitas umum yang dimodifikasi sedikit demi kenyamanan kami maupun penumpang lainnya. "Gunanya bawa anak buah segini banyak apa coba?" Genta kembali berkomentar. "Ya enggak apa-apa dong. Makin banyak orang makin seru perjalanan kita." Raka menimpali dengan ceria. "Aku rasa tumbal segini cukup untuk menyelamatkan kita di situasi genting." Sekarang giliran Evan yang angkat bicara. "Heh! Maksudnya tumbal apaan?" Mulai lagi. Raka dan Evan bertengkar. Disana juga semuanya sudah dikoordinasi dengan baik oleh Eva. Dia sangat berjasa untuk urusan seperti ini. Mungkin jika semuanya sudah selesai aku akan mengangkat Eva men

DMCA.com Protection Status