Negeri Atas Angin merupakan daratan tinggi yang berada pada dua ribu meter di atas permukaan air laut. Dengan ketinggian tersebut, Negeri Atas Angin menjadi tempat dengan pemandangan paling syahdu di seluruh wilayah Kekaisaran Bulan Perak. Pada puncak ketinggian Negeri Atas Angin, terdapat gubuk reot dengan atap dedaunan kering dan dinding kayu yang nyaris dipenuhi lubang. Xiao Xian menganggap tempat itu sebagai rumah meski semua orang lebih setuju menyebutnya sebagai kandang sapi.
Setiap pagi datang, Xiao Xian akan menuruni gunung, berjalan sejauh tiga kilo meter lalu berhenti pada satu-satunya pohon beringin tua di desa Wu’an. Dengan kaki-kaki kecilnya, Xiao Xian terbiasa memanjat Beringin tua itu demi bisa melihat dengan jelas kegiatan latihan yang ada di Sekte Pedang Bambu. Sesekali, bocah berumur sepuluh tahun itu akan berangan-angan, andai ia hidup tak membawa kutukan, mungkin ia akan berada di dalam Sekte Pedang Bambu dan menjadi murid dalam di sana, memiliki teman, mendapat pengalaman, juga kenyang oleh makanan.
“Bodoh!” Xiao Xian kecil memukul keningnya sendiri. “Tentu saja itu sangat tidak mungkin!”
Bocah itu tersenyum kecut lantas mengamati kembali keseruan pembelajaran bela diri di Sekte Pedang Bambu. Jika ada gerakan yang berhasil ia ingat, Xiao Xian akan mempraktikkannya ketika tiba di gubuk. Tetapi jika ia gagal mengingat apapun, Xiao Xian akan menghukum dirinya dengan naik turun gunung membawa bongkahan batu seberat setengah tubuhnya. Dengan begitu, ia sama saja telah memaksa dirinya untuk mengingat gerakan-gerakan bela diri milik Sekte Pedang Bambu.
Ketika Xiao Xian sedang bersungguh sungguh mengamati sesi latihan, sebuah batu sebesar kepalan tangan tiba-tiba mendarat di pelipisnya. Darah segar segera mengalir dari permukaan kulit pelipisnya yang terluka. Bersamaan dengan kejadian tersebut, bunyi cekikikan bocah-bocah nakal terdengar dari arah bawah.
“Xiao Sialan, mengapa kau tak lompat saja dari sana lalu mati dengan tenang?!” Salah seorang bocah meneriaki Xiao Xian lalu kembali meledakkan tawa ejekan.
“Ya, aku yakin kabar kematianmu akan membahagiakan banyak orang! Kenapa kau tak mati saja, heh?!”
Xiao Xian merobek lengan pakaiannya demi membuat perban darurat di pelipis. Ia terlihat tak memiliki minat untuk menanggapi bocah-bocah yang merundungnya. Bukan karena ia tak marah melainkan karena ia memang kalah jumlah. Pernah suatu kali Xiao Xian mencoba melawan, tetapi hasilnya terlalu buruk untuk diingat.
Pletak… Pletak… Pletak…!
Beberapa kerikil kecil memberondong tubuh Xiao Xian dan diiringi dengan hujatan-hujatan kasar yang tak pantas didengar bocah seusia sepuluhan tahun.
‘Sial! Aku harus memanjat lebih tinggi!’ Xiao Xian membatin lantas berusaha meninggikan posisi. Setiap kali ada batu kecil yang mengenai tubuhnya, Xiao Xian akan mengaduh nyaris tanpa suara. Merintih kesakitan hanya akan membuat para perundung bersemangat untuk melukainya lagi dan lagi.
“Bocah-bocah nakal! Pergi kalian dari sini!”
Dari arah selatan, dua remaja pria tegah bergegas mendatangi beringin tua dan mengusir para pengganggu Xiao Xian. Dua bocah itu adalah Lei Xiu dan Wang Chong, keduanya merupakan murid dalam dari Sekte Pedang Bambu.
Setelah semua pengganggu Xiao Xian pergi karena takut akan kedatangan Lei Xiu dan Wangchong, suasana kembali hening. Pelan tapi pasti, Xiao Xian gemetaran sebab dua remaja yang datang itu memiliki usia lima tahun di atasnya. Jika mereka berdua hendak melakukan hal buruk padanya, Xiao Xian yakin akibatnya akan lebih fatal.
“A… Aku… tidak memiliki urusan dengan kalian…” Xiao Xian terbata-bata menata kalimat, ia berharap Dewa keberuntungan berkenan menolongnya kala itu.
Lei Xiu menyeringai lebar seraya menatap tajam ke arah Xiao Xian. “Bagaimana jika kami yang nyatanya memiliki urusan denganmu, bocah dekil?”
Melihat seringai seram di wajah Lei Xiu, tubuh Xiao Xian seolah kehilangan tulang belulangnya. Badannya lemas dan bibirnya memucat. Sementara itu, terlihat dari atas, Wang Chong tiba-tiba memukul belakang kepala Lei Xiu. “Bodoh! Kau telah menakutinya! Sialan!”
Lei Xiu merintih sementara Wang Chong mendongakkan kepala ke atas, tatapannya teduh dan senyumnya ramah. Wang Chong membuat gerakan isyarat seolah meminta Xiao Xian turun dari ketinggian. “Adik kecil, kemarilah. Kau sungguh beruntung, guru Zhang ingin mengangkatmu menjadi murid!” tutur Wang Chong penuh kelembutan.
Hal pertama yang terucap di bibir Xio Xian adalah, ‘Tidak mungkin!’. Berulang kali Xiao Xian meneriakkan kalimat tersebut di kepalanya tetapi raut teduh Wang Chong telah berhasil merobohkan prasangka buruk yang selalu menjadi hal pertama di kepalanya.
“Mengapa guru Zhang ingin mengangkatku menjadi murid? Bukankah semua orang menganggapku sebagai pembawa sial?!”
Wang Chong dan Lei Xiu terbahak bersamaan, ketika Lei Xiu hendak membuka suara, Wang Chong memukulnya lagi. “Kau bisa menakutinya lagi kalau buka suara!”
“Baiklah… Baiklah… Kau saja yang mengatakan.” Lei Xiu mendengkus kesal seraya mengusap-usap tengkuknya yang nyeri sementara Wang Chong telah beralih pandangan ke Xiao Xian.
“Adik kecil, bukankah kau bisa melakukan beberapa gerakan dari sekte kami? Guruku terpukau karena kau bisa melakukannya tanpa bimbingan seorang guru. Sebuah kehormatan bagi kami bisa mengundang junior untuk masuk ke sekte. Turunlah, kami akan mengantarmu ke sekte.”
Xiao Xian menelan ludah, ia tak melihat adanya gurat kebohongan di wajah Wang Chong sehingga bocah itu memutuskan untuk menuruni Beringin tua dan ikut ke mana Wang Chong juga Lei Xiu akan membawanya.
Lei Xiu bertepuk tangan dari bawah. “Pilihan bagus, Bocah Dekil! Ah, maksudku, adik kecil! Kau akan menjadi jagoan terkuat jika belajar langsung dari guru Zhang!”
“Ucapkan selamat tinggal pada kesendirianmu selama ini. Kau akan menjadi bagian dari sekte kami.” Wang Chong menambahi, membuat Xiao Xian benar-benar merasa tengah melayang di udara. Tiga tahun berada dalam pengasingan dan dikucilkan nyatanya membuat Xiao Xian tengah kenyang akan penderitaan. Dan, kala itu, dua malaikat kebaikan tengah datang menghampirinya sekaligus berjanji akan mengentaskannya dari kubangan lumpur penderitaan.
Xiao Xian telah siap menyambut kegembiraan, hidungnya kembang kembis karena bahagia. Tentu saja, ia tak tahu bahwa itu adalah awal mula ia akan mengenal kehidupan layaknya di neraka.
“Kakak, aku sudah tak sabar ingin bertemu dengan Guru Zhang!” Xiao Xian memekik gembira setelah tubuhnya berada di atas tanah.
Secara bersamaan, Lei Xiu dan Wang Chong menyeringai lebar.
Perjalanan dari Beringin tua menuju ke Sekte Pedang Bambu merupakan perjalanan paling mendebarkan yang pernah dirasakan oleh Xiao Xian. Hal itu mengingatkannya pada tiga tahun silam kala Kasim Hong Li membawanya untuk pertama kali ke desa Wu’an. Tiga tahun sebelumnya, Xiao Xian adalah putra dari bangsawan terpandang di ibu kota Negeri Atas Angin. Meski terlahir sebagai anak keluarga bangsawan, Xiao Xian sama sekali tak merasakan masa indah atau kebahagiaan. Hal tersebut lantaran Xiao Xian hanya hidup dalam rumah pengasingan yang jauh dari kemegahan keluarga bangsawan.Setiap tiga kali sehari, seorang pelayan akan mengirimkan makanan di pengasingan lalu pergi setelahnya. Meninggalkan Xiao Xian kecil sendirian. Bocah itu bahkan belum pernah mengenal atau bertemu dengan ayahnya. Suatu ketika, seorang kasim mendatangi pengasingan Xiao Xian dan mengatakan bahwa ayah Xiao Xian memerintahkannya untuk membawa Xiao Xian berguru ke sekte kecil di pegunungan yang bernama Sekte Ped
Hari itu, beberapa guru dan penatua di Sekte Pedang Bambu tengah menghadiri pertemuan penting antar sekte di luar Wu’an. Zhang Liao termasuk dalam jajaran guru yang menghadiri pertemuan dan jelas tidak sedang berada di sekte sebagaimana dengan apa yang dituturkan Wang Chong juga Lei Xiu. Keduanya berbohong demi bisa membawa Xiao Xian ke dalam sekte. Sudah sekian lama Wang Chong dan teman-temannya ingin membawa Xiao Xian tetapi selama ada Zhang Liao di dalam sekte, Wang Chong khawatir rencana busuknya akan digagalkan Zhang Liao.‘Cih, bocah sialan, tak ada lagi yang akan melindungimu kali ini. Kalaupun kau tewas di tangan kami, tak seorang pun akan merasa kehilangan karenamu!’ Wang Chong membatin mana kala ia dan Lei Xiu telah berhasil membawa Xiao Xian menginjak gerbang masuk sekte.“Akhirnya kita tiba, Kakak… Di mana Guru Zhang, junior ingin segera menemuinya.” Xiao Xian berdecak gembira, benar-benar tak menyangka akan bisa menginj
“Tidak ada siapa-siapa?!” Xiao Xian menjerit tertahan. Jelas jelas ia merasakan adanya hembusan napas, tak hanya suara tetapi juga sensasi dingin seperti ditiup-tiup, ia yakin ia benar-benar merasakan hembusan napas sesuatu.‘Hhh… Hhhh… Hhh…’Kali itu, hembusan napas terasa kembali, yaitu tepat di sebelah kiri telinga Xiao Xian. Xiao Xian melompat mundur dan menggosok telinganya dengan tangan gemetaran. Tak menunggu lama, Xiao Xian berlari ke arah pintu tetapi anehnya, sekencang apapun ia berlari menuju ke pintu perpustakaan lama, jarak keduanya seolah tak pernah berkurang.Keringat dingin mulai mengucur di pelipis Xiao Xian, membuat lukanya yang menganga terasa perih kembali setelah terkena kucuran keringat.“Aku tidak percaya hantu! Lagi pula, ini masih siang! Siapa sebenarnya yang sedang mengerjaiku, keluarlah, kita selesaikan ini secara jantan!” Xiao Xian menjerit sekuat tenaga, nyatanya, tak se
Xiao Xian tak memahami apa maksud dari pria tembus pandang itu tetapi yang jelas, ia yakin itu bukanlah hal yang baik. Ia segera berlari menuju ke pintu keluar tetapi tiba-tiba, tubuhnya seperti terhisap oleh pusaran angin lalu semuanya menjadi gelap gulita.Bug!!!Tubuh Xiao Xian menghantam permukaan yang keras. Bocah itu mendesis kesakitan lalu membuka mata lebar-lebar dan menemukan dirinya tengah berada di ruang temaram tanpa atap dan tanpa lantai. Kebingungan segera menyergapnya, Xiao Xian menghentak-hentakkan kaki ke lantai yang terlihat seperti udara bebas.“Apa lagi ini?!” Xiao Xian bergumam setengah mengumpat. Rasa-rasanya, seumur hidupnya ia selalu bertemu dengan kesialan bertubi-tubi.“Bocah… Aku belum memperkenalkan diri, bukan?”Seketika, mata Xiao Xian menyisir ke seluruh ruangan, berusaha menemukan keberadaan pria tembus pandang. Tetapi, ia tak menemukan apapun selain udara kosong dan ruang aneh yang tak
Xiao Xian tak memahami apa maksud dari pria tembus pandang itu tetapi yang jelas, ia yakin itu bukanlah hal yang baik. Ia segera berlari menuju ke pintu keluar tetapi tiba-tiba, tubuhnya seperti terhisap oleh pusaran angin lalu semuanya menjadi gelap gulita.Bug!!!Tubuh Xiao Xian menghantam permukaan yang keras. Bocah itu mendesis kesakitan lalu membuka mata lebar-lebar dan menemukan dirinya tengah berada di ruang temaram tanpa atap dan tanpa lantai. Kebingungan segera menyergapnya, Xiao Xian menghentak-hentakkan kaki ke lantai yang terlihat seperti udara bebas.“Apa lagi ini?!” Xiao Xian bergumam setengah mengumpat. Rasa-rasanya, seumur hidupnya ia selalu bertemu dengan kesialan bertubi-tubi.“Bocah… Aku belum memperkenalkan diri, bukan?”Seketika, mata Xiao Xian menyisir ke seluruh ruangan, berusaha menemukan keberadaan pria tembus pandang. Tetapi, ia tak menemukan apapun selain udara kosong dan ruang aneh yang tak
“Tidak ada siapa-siapa?!” Xiao Xian menjerit tertahan. Jelas jelas ia merasakan adanya hembusan napas, tak hanya suara tetapi juga sensasi dingin seperti ditiup-tiup, ia yakin ia benar-benar merasakan hembusan napas sesuatu.‘Hhh… Hhhh… Hhh…’Kali itu, hembusan napas terasa kembali, yaitu tepat di sebelah kiri telinga Xiao Xian. Xiao Xian melompat mundur dan menggosok telinganya dengan tangan gemetaran. Tak menunggu lama, Xiao Xian berlari ke arah pintu tetapi anehnya, sekencang apapun ia berlari menuju ke pintu perpustakaan lama, jarak keduanya seolah tak pernah berkurang.Keringat dingin mulai mengucur di pelipis Xiao Xian, membuat lukanya yang menganga terasa perih kembali setelah terkena kucuran keringat.“Aku tidak percaya hantu! Lagi pula, ini masih siang! Siapa sebenarnya yang sedang mengerjaiku, keluarlah, kita selesaikan ini secara jantan!” Xiao Xian menjerit sekuat tenaga, nyatanya, tak se
Hari itu, beberapa guru dan penatua di Sekte Pedang Bambu tengah menghadiri pertemuan penting antar sekte di luar Wu’an. Zhang Liao termasuk dalam jajaran guru yang menghadiri pertemuan dan jelas tidak sedang berada di sekte sebagaimana dengan apa yang dituturkan Wang Chong juga Lei Xiu. Keduanya berbohong demi bisa membawa Xiao Xian ke dalam sekte. Sudah sekian lama Wang Chong dan teman-temannya ingin membawa Xiao Xian tetapi selama ada Zhang Liao di dalam sekte, Wang Chong khawatir rencana busuknya akan digagalkan Zhang Liao.‘Cih, bocah sialan, tak ada lagi yang akan melindungimu kali ini. Kalaupun kau tewas di tangan kami, tak seorang pun akan merasa kehilangan karenamu!’ Wang Chong membatin mana kala ia dan Lei Xiu telah berhasil membawa Xiao Xian menginjak gerbang masuk sekte.“Akhirnya kita tiba, Kakak… Di mana Guru Zhang, junior ingin segera menemuinya.” Xiao Xian berdecak gembira, benar-benar tak menyangka akan bisa menginj
Perjalanan dari Beringin tua menuju ke Sekte Pedang Bambu merupakan perjalanan paling mendebarkan yang pernah dirasakan oleh Xiao Xian. Hal itu mengingatkannya pada tiga tahun silam kala Kasim Hong Li membawanya untuk pertama kali ke desa Wu’an. Tiga tahun sebelumnya, Xiao Xian adalah putra dari bangsawan terpandang di ibu kota Negeri Atas Angin. Meski terlahir sebagai anak keluarga bangsawan, Xiao Xian sama sekali tak merasakan masa indah atau kebahagiaan. Hal tersebut lantaran Xiao Xian hanya hidup dalam rumah pengasingan yang jauh dari kemegahan keluarga bangsawan.Setiap tiga kali sehari, seorang pelayan akan mengirimkan makanan di pengasingan lalu pergi setelahnya. Meninggalkan Xiao Xian kecil sendirian. Bocah itu bahkan belum pernah mengenal atau bertemu dengan ayahnya. Suatu ketika, seorang kasim mendatangi pengasingan Xiao Xian dan mengatakan bahwa ayah Xiao Xian memerintahkannya untuk membawa Xiao Xian berguru ke sekte kecil di pegunungan yang bernama Sekte Ped
Negeri Atas Angin merupakan daratan tinggi yang berada pada dua ribu meter di atas permukaan air laut. Dengan ketinggian tersebut, Negeri Atas Angin menjadi tempat dengan pemandangan paling syahdu di seluruh wilayah Kekaisaran Bulan Perak. Pada puncak ketinggian Negeri Atas Angin, terdapat gubuk reot dengan atap dedaunan kering dan dinding kayu yang nyaris dipenuhi lubang. Xiao Xian menganggap tempat itu sebagai rumah meski semua orang lebih setuju menyebutnya sebagai kandang sapi. Setiap pagi datang, Xiao Xian akan menuruni gunung, berjalan sejauh tiga kilo meter lalu berhenti pada satu-satunya pohon beringin tua di desa Wu’an. Dengan kaki-kaki kecilnya, Xiao Xian terbiasa memanjat Beringin tua itu demi bisa melihat dengan jelas kegiatan latihan yang ada di Sekte Pedang Bambu. Sesekali, bocah berumur sepuluh tahun itu akan berangan-angan, andai ia hidup tak membawa kutukan, mungkin ia akan berada di dalam Sekte Pedang Bambu dan menjadi murid dalam di sana, memiliki teman, mendapat pe