Perjalanan dari Beringin tua menuju ke Sekte Pedang Bambu merupakan perjalanan paling mendebarkan yang pernah dirasakan oleh Xiao Xian. Hal itu mengingatkannya pada tiga tahun silam kala Kasim Hong Li membawanya untuk pertama kali ke desa Wu’an. Tiga tahun sebelumnya, Xiao Xian adalah putra dari bangsawan terpandang di ibu kota Negeri Atas Angin. Meski terlahir sebagai anak keluarga bangsawan, Xiao Xian sama sekali tak merasakan masa indah atau kebahagiaan. Hal tersebut lantaran Xiao Xian hanya hidup dalam rumah pengasingan yang jauh dari kemegahan keluarga bangsawan.
Setiap tiga kali sehari, seorang pelayan akan mengirimkan makanan di pengasingan lalu pergi setelahnya. Meninggalkan Xiao Xian kecil sendirian. Bocah itu bahkan belum pernah mengenal atau bertemu dengan ayahnya. Suatu ketika, seorang kasim mendatangi pengasingan Xiao Xian dan mengatakan bahwa ayah Xiao Xian memerintahkannya untuk membawa Xiao Xian berguru ke sekte kecil di pegunungan yang bernama Sekte Pedang Bambu.
“Paman, apakah itu artinya aku akan memiliki teman?” tanya Xiao Xian pada kasim kala itu.
Si kasim ingin menjawab tetapi air mata mendahuluinya. Ia benar-benar tak tega untuk mengatakan hal yang sebenarnya terjadi adalah, Xiao Xian akan dibuang ke Wu’an. Ayah Xiao Xian akan menganggap keberadaannya tak pernah ada, dan tak mau ambil peduli kalaupun terjadi sesuatu yang buruk pada Xiao Xian ketika tiba di Wu’an.
“Paman, apakah sekte Pedang Bambu akan menjadi rumah baruku?!”
Lagi, si kasim hanya membisu dengan bulir air mata menumpuk di pelupuk. Andai diizinkan, ia akan memilih untuk mengadopsi Xiao Xian dan membesarkan bocah malang itu di keluarga kecilnya. Sayang, ayah Xiao Xian menolak keras, ia hanya mau Xiao Xian dibuang sejauh mungkin dan Wu’an adalah tempat yang tepat.
Maka, tiga tahun lalu itu si kasim dan Xiao Xian melakukan perjalanan satu bulan penuh menuju ke desa Wu’an. Begitu tiba di Wu’an lebih tepatnya di sekte Pedang Bambu, Xiao Xian segera disambut layaknya tamu agung sebab latar belakang Xiao Xian memang dari keluarga terpandang. Selepas kepulangan Kasim Hong Li, pihak sekte memperlakukan Xiao Xian layaknya permata berharga. Xiao Xian diberi fasilitas mewah juga pelayanan yang lebih layak ketimbang murid murid sekte yang lain.
“Jika hidup di sekte seenak ini, mengapa aku baru dimasukkan ke sini sekarang?” Itu adalah kalimat yang terucap di benak Xiao Xian satu detik sebelum bencana berawal.
Kala itu, seorang penatua sekte mendatangi kediaman Xiao Xian dan memberikan tagihan mahal atas biaya pelayanan Xian Xian selama tiga bulan. Xiao Xian mengerutkan dahi karena uang yang diberikan kasim Hong Li hanya bisa membayar 10% dari tagihan tersebut. Itu artinya, masih ada 90% lagi yang harus ia bayarkan. Ketika Xiao Xian kebingungan dan khawatir, penatua yang mendatanginya seketika menepuk jidat.
“Aiyo… Kenapa aku bodoh sekali,” ucapnya seraya menepuk jidat cukup keras. “Bukankah aku bisa tandang ke ibu kota dan mengantarkan tagihan ini kepada ayahmu? Ah, bisa jadi dia akan memberikan imbalan lebih.” Penatua itu bergumam pelan, tanpa diketahui Xiao Xian apa maksudnya, sebab ia memang masih terlalu muda untuk memahami situasinya kala itu.
Dua bulan berselang setelah kepergian penatua ke ibu kota, ia kembali ke sekte dengan wajah muram sekaligus memendam amarah. Ia menuturkan pada petinggi-petinggi sekte lain bahwa keluarga Xiao Xian tak bersedia membayar tagihan sebab mereka telah memutuskan hubungan kekeluargaan dengan Xiao Xian.
“Kau salah mengirim tagihan, dia bukan lagi bagian dari keluarga kami. Silakan kembali sebelum kami memaksa.”
Itu adalah ucapan dari ayah Xiao Xian yang masih diingat dengan jelas oleh si penatua. Ia pun muntab dan saat itu juga Xiao Xian diusir dari sekte Pedang Bambu.
“Penatua Mao, bukankah dia masih terlalu kecil untuk hidup sendiri?” Zhang Liao meminta Penatua Mao untuk mempertimbangkan ulang keputusan pengusiran Xiao Xian.
Bukannya mereda, Penatua Mao justru kian meledak-ledak. “Guru Zhang, kau tak tahu bagaimana keluarganya tak memberi muka padaku, pada sekte kita. Aku atas nama Sekte Pedang Bambu tak terima rumah kita diinjak oleh keluarga bangsawan itu. Dan, coba pikirkan, jika ayahnya saja telah membuang dan memutus hubungan keluarga, seharusnya kau bisa mengerti bahwa bocah ini adalah bocah pembawa sial!”
Kalimat tersebut dilontarkan tepat di depan mata Xiao Xian, membuat bocah itu merasakan seolah langit telah runtuh dan menghantam kepalanya. Ia ingin menjerit atau menangis atau memeluk siapapun yang bisa ia peluk, tetapi, ia bahkan tak memiliki apa-apa dan siapa-siapa. Xiao Xian kecil hanya bergetar-getar menahan tangis.
Dengan penuh penyesalan, Zhang Liao mengantar kepergian Xiao Xian hingga ke gerbang sekte. Pria berusia awal tigapuluhan tahun itu sebenarnya juga ingin mengadopsi Xiao Xian tetapi julukan pembawa sial telah melekat di tubuh Xiao Xian, jelas itu akan menyulitkan posisi Zhang Liao andai ia benar-benar mengadopsi Xiao Xian.
“Xian’er yang baik, di puncak gunung sana, terdapat sebuah bukit kecil yang memiliki pemandangan paling indah di seluruh wilayah ini. Pergilah ke sana, setiap pagi dan sore, kau bisa melihat pemandangan sinar matahari terbit dan terbenam. Aku yakin, kau akan selalu terpukau dengan keindahan alam di sana. Sesekali, guru akan mengunjungimu, hiduplah dengan baik. Aku tahu kau adalah anak yang kuat.”
Begitulah kalimat perpisahan yang diucapkan Zhang Liao kepada Xiao Xian. Nyatanya, setelah tiga tahun berjalan, Zhang Liao tak pernah sekali pun menjenguk Xiao Xian. Hal tersebut juga yang saat ini tengah membuat Xiao Xian berbunga-bunga, Lei Xiu dan Wang Chong baru saja memberitahunya jika Guru Zhang mencarinya.
Seingat Xiao Xian, hanya Zhang Liao satu-satunya orang di Sekte Pedang Bambu yang menaruh kepedulian kepadanya.
“Kakak, apakah Guru Zhang benar-benar terpukau dengan kemampuanku?” Xiao Xian tak henti-hentinya gembira sebab Wang Chong memang memberikan kata-kata manis nan palsu kepada Xiao Xian.
“Tentu saja Guru Zhang terpukau! Kau akan tahu sendiri setelah kita tiba di sekte!”
Wang Chong tertawa kecil sementara Lei Xiu menyeringai lebar dan menampakkan tatapan sinis ke arah punggung Xiao Xian yang berjalan mendahuluinya.
Hari itu, beberapa guru dan penatua di Sekte Pedang Bambu tengah menghadiri pertemuan penting antar sekte di luar Wu’an. Zhang Liao termasuk dalam jajaran guru yang menghadiri pertemuan dan jelas tidak sedang berada di sekte sebagaimana dengan apa yang dituturkan Wang Chong juga Lei Xiu. Keduanya berbohong demi bisa membawa Xiao Xian ke dalam sekte. Sudah sekian lama Wang Chong dan teman-temannya ingin membawa Xiao Xian tetapi selama ada Zhang Liao di dalam sekte, Wang Chong khawatir rencana busuknya akan digagalkan Zhang Liao.‘Cih, bocah sialan, tak ada lagi yang akan melindungimu kali ini. Kalaupun kau tewas di tangan kami, tak seorang pun akan merasa kehilangan karenamu!’ Wang Chong membatin mana kala ia dan Lei Xiu telah berhasil membawa Xiao Xian menginjak gerbang masuk sekte.“Akhirnya kita tiba, Kakak… Di mana Guru Zhang, junior ingin segera menemuinya.” Xiao Xian berdecak gembira, benar-benar tak menyangka akan bisa menginj
“Tidak ada siapa-siapa?!” Xiao Xian menjerit tertahan. Jelas jelas ia merasakan adanya hembusan napas, tak hanya suara tetapi juga sensasi dingin seperti ditiup-tiup, ia yakin ia benar-benar merasakan hembusan napas sesuatu.‘Hhh… Hhhh… Hhh…’Kali itu, hembusan napas terasa kembali, yaitu tepat di sebelah kiri telinga Xiao Xian. Xiao Xian melompat mundur dan menggosok telinganya dengan tangan gemetaran. Tak menunggu lama, Xiao Xian berlari ke arah pintu tetapi anehnya, sekencang apapun ia berlari menuju ke pintu perpustakaan lama, jarak keduanya seolah tak pernah berkurang.Keringat dingin mulai mengucur di pelipis Xiao Xian, membuat lukanya yang menganga terasa perih kembali setelah terkena kucuran keringat.“Aku tidak percaya hantu! Lagi pula, ini masih siang! Siapa sebenarnya yang sedang mengerjaiku, keluarlah, kita selesaikan ini secara jantan!” Xiao Xian menjerit sekuat tenaga, nyatanya, tak se
Xiao Xian tak memahami apa maksud dari pria tembus pandang itu tetapi yang jelas, ia yakin itu bukanlah hal yang baik. Ia segera berlari menuju ke pintu keluar tetapi tiba-tiba, tubuhnya seperti terhisap oleh pusaran angin lalu semuanya menjadi gelap gulita.Bug!!!Tubuh Xiao Xian menghantam permukaan yang keras. Bocah itu mendesis kesakitan lalu membuka mata lebar-lebar dan menemukan dirinya tengah berada di ruang temaram tanpa atap dan tanpa lantai. Kebingungan segera menyergapnya, Xiao Xian menghentak-hentakkan kaki ke lantai yang terlihat seperti udara bebas.“Apa lagi ini?!” Xiao Xian bergumam setengah mengumpat. Rasa-rasanya, seumur hidupnya ia selalu bertemu dengan kesialan bertubi-tubi.“Bocah… Aku belum memperkenalkan diri, bukan?”Seketika, mata Xiao Xian menyisir ke seluruh ruangan, berusaha menemukan keberadaan pria tembus pandang. Tetapi, ia tak menemukan apapun selain udara kosong dan ruang aneh yang tak
Negeri Atas Angin merupakan daratan tinggi yang berada pada dua ribu meter di atas permukaan air laut. Dengan ketinggian tersebut, Negeri Atas Angin menjadi tempat dengan pemandangan paling syahdu di seluruh wilayah Kekaisaran Bulan Perak. Pada puncak ketinggian Negeri Atas Angin, terdapat gubuk reot dengan atap dedaunan kering dan dinding kayu yang nyaris dipenuhi lubang. Xiao Xian menganggap tempat itu sebagai rumah meski semua orang lebih setuju menyebutnya sebagai kandang sapi. Setiap pagi datang, Xiao Xian akan menuruni gunung, berjalan sejauh tiga kilo meter lalu berhenti pada satu-satunya pohon beringin tua di desa Wu’an. Dengan kaki-kaki kecilnya, Xiao Xian terbiasa memanjat Beringin tua itu demi bisa melihat dengan jelas kegiatan latihan yang ada di Sekte Pedang Bambu. Sesekali, bocah berumur sepuluh tahun itu akan berangan-angan, andai ia hidup tak membawa kutukan, mungkin ia akan berada di dalam Sekte Pedang Bambu dan menjadi murid dalam di sana, memiliki teman, mendapat pe
Xiao Xian tak memahami apa maksud dari pria tembus pandang itu tetapi yang jelas, ia yakin itu bukanlah hal yang baik. Ia segera berlari menuju ke pintu keluar tetapi tiba-tiba, tubuhnya seperti terhisap oleh pusaran angin lalu semuanya menjadi gelap gulita.Bug!!!Tubuh Xiao Xian menghantam permukaan yang keras. Bocah itu mendesis kesakitan lalu membuka mata lebar-lebar dan menemukan dirinya tengah berada di ruang temaram tanpa atap dan tanpa lantai. Kebingungan segera menyergapnya, Xiao Xian menghentak-hentakkan kaki ke lantai yang terlihat seperti udara bebas.“Apa lagi ini?!” Xiao Xian bergumam setengah mengumpat. Rasa-rasanya, seumur hidupnya ia selalu bertemu dengan kesialan bertubi-tubi.“Bocah… Aku belum memperkenalkan diri, bukan?”Seketika, mata Xiao Xian menyisir ke seluruh ruangan, berusaha menemukan keberadaan pria tembus pandang. Tetapi, ia tak menemukan apapun selain udara kosong dan ruang aneh yang tak
“Tidak ada siapa-siapa?!” Xiao Xian menjerit tertahan. Jelas jelas ia merasakan adanya hembusan napas, tak hanya suara tetapi juga sensasi dingin seperti ditiup-tiup, ia yakin ia benar-benar merasakan hembusan napas sesuatu.‘Hhh… Hhhh… Hhh…’Kali itu, hembusan napas terasa kembali, yaitu tepat di sebelah kiri telinga Xiao Xian. Xiao Xian melompat mundur dan menggosok telinganya dengan tangan gemetaran. Tak menunggu lama, Xiao Xian berlari ke arah pintu tetapi anehnya, sekencang apapun ia berlari menuju ke pintu perpustakaan lama, jarak keduanya seolah tak pernah berkurang.Keringat dingin mulai mengucur di pelipis Xiao Xian, membuat lukanya yang menganga terasa perih kembali setelah terkena kucuran keringat.“Aku tidak percaya hantu! Lagi pula, ini masih siang! Siapa sebenarnya yang sedang mengerjaiku, keluarlah, kita selesaikan ini secara jantan!” Xiao Xian menjerit sekuat tenaga, nyatanya, tak se
Hari itu, beberapa guru dan penatua di Sekte Pedang Bambu tengah menghadiri pertemuan penting antar sekte di luar Wu’an. Zhang Liao termasuk dalam jajaran guru yang menghadiri pertemuan dan jelas tidak sedang berada di sekte sebagaimana dengan apa yang dituturkan Wang Chong juga Lei Xiu. Keduanya berbohong demi bisa membawa Xiao Xian ke dalam sekte. Sudah sekian lama Wang Chong dan teman-temannya ingin membawa Xiao Xian tetapi selama ada Zhang Liao di dalam sekte, Wang Chong khawatir rencana busuknya akan digagalkan Zhang Liao.‘Cih, bocah sialan, tak ada lagi yang akan melindungimu kali ini. Kalaupun kau tewas di tangan kami, tak seorang pun akan merasa kehilangan karenamu!’ Wang Chong membatin mana kala ia dan Lei Xiu telah berhasil membawa Xiao Xian menginjak gerbang masuk sekte.“Akhirnya kita tiba, Kakak… Di mana Guru Zhang, junior ingin segera menemuinya.” Xiao Xian berdecak gembira, benar-benar tak menyangka akan bisa menginj
Perjalanan dari Beringin tua menuju ke Sekte Pedang Bambu merupakan perjalanan paling mendebarkan yang pernah dirasakan oleh Xiao Xian. Hal itu mengingatkannya pada tiga tahun silam kala Kasim Hong Li membawanya untuk pertama kali ke desa Wu’an. Tiga tahun sebelumnya, Xiao Xian adalah putra dari bangsawan terpandang di ibu kota Negeri Atas Angin. Meski terlahir sebagai anak keluarga bangsawan, Xiao Xian sama sekali tak merasakan masa indah atau kebahagiaan. Hal tersebut lantaran Xiao Xian hanya hidup dalam rumah pengasingan yang jauh dari kemegahan keluarga bangsawan.Setiap tiga kali sehari, seorang pelayan akan mengirimkan makanan di pengasingan lalu pergi setelahnya. Meninggalkan Xiao Xian kecil sendirian. Bocah itu bahkan belum pernah mengenal atau bertemu dengan ayahnya. Suatu ketika, seorang kasim mendatangi pengasingan Xiao Xian dan mengatakan bahwa ayah Xiao Xian memerintahkannya untuk membawa Xiao Xian berguru ke sekte kecil di pegunungan yang bernama Sekte Ped
Negeri Atas Angin merupakan daratan tinggi yang berada pada dua ribu meter di atas permukaan air laut. Dengan ketinggian tersebut, Negeri Atas Angin menjadi tempat dengan pemandangan paling syahdu di seluruh wilayah Kekaisaran Bulan Perak. Pada puncak ketinggian Negeri Atas Angin, terdapat gubuk reot dengan atap dedaunan kering dan dinding kayu yang nyaris dipenuhi lubang. Xiao Xian menganggap tempat itu sebagai rumah meski semua orang lebih setuju menyebutnya sebagai kandang sapi. Setiap pagi datang, Xiao Xian akan menuruni gunung, berjalan sejauh tiga kilo meter lalu berhenti pada satu-satunya pohon beringin tua di desa Wu’an. Dengan kaki-kaki kecilnya, Xiao Xian terbiasa memanjat Beringin tua itu demi bisa melihat dengan jelas kegiatan latihan yang ada di Sekte Pedang Bambu. Sesekali, bocah berumur sepuluh tahun itu akan berangan-angan, andai ia hidup tak membawa kutukan, mungkin ia akan berada di dalam Sekte Pedang Bambu dan menjadi murid dalam di sana, memiliki teman, mendapat pe