Sekar Pandan berkelit ke kiri dan kanan dari mata tajam golok lawannya. Secepat kilat kaki kirinya menghantam perut orang pertama. Orang itu berusaha menangkis tendangan Sekar Pandan. Mulutnya mendesis saat tangannya bersentuhan dengan kaki si gadis. Tangannya terasa patah karena kekuatan kaki Sekar Pandan demikian kuat.
"Gadis ini tidak bisa dianggap enteng," gumamnya. Temannya terlihat tengah mencecar Sekar Pandan dengan goloknya. Dia segera melompat untuk bergabung. Hati Sekar Pandan yang tengah dilanda marah pada Raden Prana Kusuma segera dilampiaskan pada dua anak buah Nyimas Tunjung.Selendang sutera jingga bergulung-gulung mengacaukan serangan dua lawannya. Di saat mereka kebingungan seperti itu, ujung selendang Sekar Pandan menghantam wajah mereka. Dua Algojo Pesanggrahan Nyimas terjengkang. Saat sinar bulan menerangi wajah mereka, wajah itu bewarna merah bekas sabetan selendang.Sekar Pandan terus mengejar dua lelaki berotot itu dengan serangan ka"Dia tidak akan bisa melakukannya. Sebentar lagi kejahatannya akan berakhir." Raden Prana Kusuma berusaha memastikan Nyimas Tunjung yang masih tergantung dengan kepala di bawah."Siapa sebenarnya kau, Kakang Prana Kusuma?" Nyimas Tunjung yang sudah tidak tahan dengan keadaannya kemudian bertanya."Kau tidak perlu tahu." Raden Prana Kusuma menjawab dengan dingin. Pemuda itu menatap langit-langit kamar. Di atas sana, tadi Sekar Pandan mengintipnya. Entah bagaimana perasaan gadis itu sekarang."Kau utusan kerajaan Majapahit?" tebak wanita itu."Kau terlalu mengada-ada. Aku hanya pendekar pengembara biasa dan Elang Gunung telah menyulut api permusuhan denganku." Ekor matanya melirik Nyimas Tunjung yang masih tergantung."Kalau begitu ajak serta aku, Kakang. Aku yakin jika berada di sampingmu akan aman dari Elang Gunung," rengek wanita itu. "Kau bukan pemuda sembarangan. Siapa julukanmu di dunia persilatan?""Julukan? Aku tidak punya
Pagi-pagi sekali Sekar Pandan mencari sungai untuk membersihkan diri. Seluruh tubuhnya dia gosok dengan rumput dan dedaunan hingga bau busuk itu hilang. "Bergantilah dengan kain kering ini. Jangan lupa lumuri tubuhmu dengan minyak ini juga." Raden Prana Kusuma meletakkan setumpuk kain jarik kering dan cupu kecil di atas batu. Tanpa melihat ke arah Sekar Pandan yang tengah mandi, pemuda itu melompati bebatuan lalu duduk bersila di atas batu besar membelakangi sungai.Saat Sekar Pandan telah menemukan sungai, Raden Prana Kusuma kembali menemui Nyimas Tunjung di Pesanggrahan Nyimas. Dia meminta dua lembar kain jarik untuk pakaian Sekar Pandan. Dia juga meminta minyak wangi pada perempuan itu. "Apakah gadis itu cantik?" Nyimas Tunjung bertanya dengan penuh kecemburuan. Itu karena dia telah jatuh cinta pada Raden Prana Kusuma pada pandangan pertama.Raden Prana Kusuma membungkus semua barang pesanannya pada selembar kain berwarna hitam. "Cantik. Sang
"Kau menggantungnya?" Tangan berkulit kuning buah langsat itu bergerak membentuk isyarat. Raden Prana Kusuma terdiam. Cuping telinganya bergerak-gerak. Di antara gemericik air sungai dia mendengar langkah kaki menginjak daun-daun kering. Saat kepalanya menoleh, tiga lelaki yang bertugas menjaga keamanan Pesanggrahan Nyimas berlompatan di atas batu-batu sungai.Sekar Pandan mengenali dua lelaki di antara mereka. Semalam dia telah menghajar mereka hingga masuk semak belukar. Tangan gadis itu mengepal dengan gemas. Sorot matanya tajam."Mereka Algojo Pesanggrahan Nyimas. Mau apa mereka ke sini?" gumam Raden Prana Kusuma. Pemuda itu mencium ada sesuatu yang ganjil atas kedatangan mereka.Tiga orang itu berdiri tepat di atas batu berjarak tiga tombak di depan Raden Prana Kusuma dan Sekar Pandan. Salah satu lelaki memelintir kumis tebalnya. Dua temannya memindai tubuh Sekar Pandan dari atas kepala hingga bawah."Rupanya kau di sini, gadis penyusup!" ben
Setelah puas menyampaikan isi hatinya, gadis berjuluk Dewi Bunga Malam itu pergi. Nyimas Tunjung tak mampu menahan karena dia masih kaget dengan pemandangan di depannya. Tanpa sengaja, matanya menangkap sebuah benda pusaka terselip di pinggang Sekar Pandan. Keris Naga Kemala menarik perhatiannya selain keanehan diri si gadis."Dia gadis bisu? Oh, Kakang Prana Kusuma. Kenapa kau memilih gadis seperti dia?" gumamnya tidak percaya. "Dan keris pusaka itu. Aku ingat dengan tokoh persilatan yang memiliki senjata keris bergagang kemala. Aih, kenapa aku lupa pendekar itu?"Nyimas Tunjung terus mengingat pemilik keris seperti yang dibawa Sekar Pandan. Tempatnya ini selalu dikunjungi orang-orang penting. Baik dari dunia persilatan maupun kerajaan. Tak heran jika telinganya selalu mendapat kabar apa saja dari mereka. Bahkan kabar yang disimpan Telik sandi kerajaan pun bisa dia korek. Dalam pelukan wanita itu, mereka akan mengatakan semuanya. Sekar Pandan berjalan te
Diam-diam gadis berambut hitam dan panjang bergelombang itu melirik semua tamu. Jantungnya berdegup kencang. Mereka semua terlihat menyimak ucapan orang itu."Aku tidak peduli dia mendapat dukungan Pendekar Pedang Sulur Naga atau tidak," sahut Ki Pring Ireng tenang sambil tetap menikmati minumannya. Lelaki itu memang seperti telah mabuk, tetapi pikiran dan tubuhnya masih segar bugar."Aku juga tidak peduli dengan pendekar plin plan itu. Dulu dia pura-pura menjadi pendekar budiman yang selalu menolong yang lemah. Toh akhirnya sekarang dia menunjukkan jati diri yang sebenarnya. Dia memang pengecut!" Orang itu makin ketus memaparkan masa lalu Pendekar Pedang Sulur Naga di hadapan para pengunjung Pesanggrahan Nyimas. Darah Sekar Pandan mendidih. Gadis itu memang kurang begitu tahu tentang sepak terjang ayahnya di Jawa Dwipa ini. Namun, jika ada yang menjelekkan nama ayahnya, dia akan memberi pelajaran pada orang itu.Sekar Pandan mengepalkan tangan d
Sekar Pandan terus mendekati Iblis Penyedot Nyawa. Lelaki yang telah kehilangan gigi-giginya itu mendengkus marah. Dia memang tokoh dari golongan dunia persilatan yang membingungkan. Dilihat dari tingkah polahnya pada wanita, sudah dipastikan dia dari golongan hitam. Namun, semua temannya dari golongan putih. Bahkan bicaranya seolah membela tokoh-tokoh persilatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai budi luhur dan kehormatan seorang pendekar.Tangan kanannya yang terhalang meja kayu berputar pelan. Saat tangan itu berputar, sebuah asap hitam tipis keluar dari sela jarinya. Bola mata hitamnya terus mengawasi gerak gerik gadis remaja yang makin mendekat dengan senyum mengejek. Itu bukan senyum kawan yang ingin bergabung untuk menghukum Pendekar Pedang Sulur Naga. "Siapa kau, Gadis kecil?" desisnya dengan mulut berdarah.Sekar Pandan tetap tersenyum manis padanya. Langkahnya ringan. Semua mata memperhatikan gadis itu. Nyimas Tunjung yang penasaran dengan Sekar
"Kalian tidak akan bisa lari dari kami!" Ki Pring Ireng berjumpalitan di atas kepala Raden Prana Kusuma dan Sekar Pandan yang terluka. Lelaki berkulit gelap karena panas matahari itu berdiri tegak di hadapan mereka. Tidak lama kemudian Pendekar Tongkat Genta Emas juga telah sampai.Dua pendekar tangguh ini memiliki ilmu berlari cepat di atas para pendekar yang lain. Ki Pring Ireng menatap Sekar Pandan yang terhuyung karena luka di punggungnya."Kau Dewi Bunga Malam?" tanyanya. Sekar Pandan meringis menahan sakit. Gadis itu merasakan bahwa pisau yang masih menancap di punggungnya mengandung racun. Dia mencari sesuatu dari balik ikat pinggangnya. Gadis berkalung kerang itu menelan sebutir obat pulung yang bisa menawarkan racun."Kau pemilik Pedang Sulur Naga. Jangan-jangan kau dan Mahisa Aji telah bekerja sama untuk membantu Paksi Jingga merebut perguruan Tangan Seribu." Pendekar Tongkat Genta Emas menuduh Sekar Pandan dengan suara lantang.Nyimas
Sekar Pandan merapikan rambut panjangnya setelah itu digelung jadi satu ke atas. Sebuah ranting kering yang ia temukan di dekat kakinya, disematkan ke gelungan ala kadarnya. Melihat itu, Raden Prana Kusuma teringat cara Putri Dewi Gayatri menggelung rambutnya hingga terlihat rapi.Tanpa meminta persetujuan si gadis, tangannya melepas gelung rambut Sekar Pandan. Sekar Pandan melotot tak suka."Diamlah. Aku hanya ingin merapikan gelung rambutmu." Pemuda berkulit bersih itu mulai memainkan tangannya untuk membuat rambut panjang dan tebal itu rapi. Menggelung rambut wanita ternyata tidak semudah perkiraan. Pikirannya terus mengingat gerakan tangan teman kecilnya saat menggelung rambut. Berkali-kali rambut itu digelung, berkali-kali juga rambut Sekar Pandan terlepas kembali.Sekar Pandan segera meraih tangan Raden Prana Kusuma untuk berhenti. Gadis itu menggeleng. "Tenang saja. Aku pasti bisa merapikan rambutmu. Hanya saja ... kau harus diam dan bersabar."