Bab 1
Rumah bertipe 27 dengan cat hijau muda itu tampak dipenuhi daun kering yang berserakan karena terus dibiarkan dalam waktu yang cukup lama.
Daun-daun tersebut berasal dari pohon mangga di depan rumah yang daunnya berguguran di setiap musim panas itu. Daun kering itu terus menumpuk, bahkan sebagian yang berada di dasar juga mulai lembab dan membusuk.
Bangunan yang tampak seperti rumah kosong itu sebenarnya berpenghuni. Hanya saja jika orang tidak tahu saat melintas pasti mengira rumah kosong.
Sebenarnya, ada dua orang manusia yang tinggal di sana. Kakak beradik itu awalnya tinggal di rumah besar. Hanya saja setelah kedua orang tuanya mengalami kecelakaan mobil, keluarga Wijaya harus mengalami kebangkrutan.
Dua kakak beradik bernama Bagas Indra Wijaya, lelaki berusia tiga puluh tahun itu tinggal bersama adik perempuannya yang bernama Kirana Ayu Wijaya yang berusia dua puluh tiga tahun. Keduanya memiliki sifat yang sama kerasnya. Keduanya sering terlibat perdebatan karena gaya hidup mereka yang sangat bertolak belakang.
Kirana memiliki paras cantik dan kulit kuning langsat yang mulus terawat. Posturnya yang tinggi 168 cm dan ramping membuat gadis itu terlihat memesona. Gadis memiliki profesi sebagai artis, artis pendatang baru tepatnya. Namun, hari itu semua keglamorannya berubah.
"Semua tabungan aku udah habis, Kak," ucap Kirana.
"Kakak nggak habis pikir ya, kok mau-maunya kamu terjebak sama si Aris. Bisnis bodong nggak jelas gitu aja diikuti. Akhirnya sekarang kejadian kan, kamu kena tipu."
"Tapi Aris nggak salah. Bukan dia pemilik bisnis itu, dia juga kena tipu," sahut Kirana.
"Tetep aja salah, Na, dia yang ajak kamu. Sekarang kamu mau kerja apa karir kamu aja hancur gitu. Pekerjaan yang kamu banggain itu nyatanya bisa hancur seketika kan karena image buruk. Sekarang kamu cuma jadi mantan artis!"
Sebutan yang dikatakan Bagas sangat mengiris hatinya. Sebutan mantan artis itu tidak hanya membuatnya kesal, tapi juga mengikis kepercayaan dirinya secara perlahan. Kirana menghela napas berat.
Setiap kali mereka berdebat tentang karir keartisannya yang sudah hancur, kalimat-kalimat bernada penghinaan lebih sering keluar dari mulut sang kakak.
Setelah berjalan mondar mandir dengan perasaan gelisah, akhirnya Kirana berdiri tepat di hadapan Bagas.
"Sekarang Kak Bagas mau nawarin aku kerjaan apaan?" tanya Kirana.
"Tuh liat sendiri!"
"Aku nggak mau!" tegas Kirana menolak.
"Kenapa, sih? Kamu gengsi, ya? Terus kamu bisa dapat makan dari gengsi au itu, hah?" tanya sang kakak dengan ekspresi kesal.
Kirana langsung melotot menanggapi pertanyaan yang menurutnya sudah jelas jawabannya itu. Bisa-bisanya Kak Bagas masih tanya kenapa dia menolak.
"Ini nggak salah, Kak?" Kirana mendengus kesal, "aku ini artis ftv sama bintang iklan, Kak! Aku seorang publik figur! Bisa-bisanya Kakak nawarin aku buat jadi cleaning service? Terus nanti aku nyapu, ngepel-ngepel lantai pakai kain pel dan kanebo, gitu?"
"Ya, lalu kenapa?"
"Itu di mall, Kak! Gimana nanti kalau teman teman artis aku yang lagi shopping lihat aku? Belum lagi kalau ada penggemar yang ngajak foto bareng? Mau ditaruh ke mana muka aku ini?!"
Kirana mulai menunjuk-nunjuk wajahnya sendiri dengan kesal.
"Kamu itu aneh deh. Nyari kerja nggak mau, eh sekalinya ditawarin kerjaan malah marah-marah. Pakai mikirin soal teman-teman artis lagi. Emang mereka bakalan mau nyapa kalau ketemu au yang lagi megang gagang sapu? Paling mereka pura-pura nggak kenal. Dan itu tadi penggemar kata kamu? Setenar apa sih kamu. Kamu tuh cuma artis papan bawah, Na," sahut Bagas santai.
"What?! Artis papan bawah kata Kakak?!" Kirana sampai terbelalak.
Kirana tidak mengira sang kakak akan menganggap remeh sesuatu yang justru dia takutkan. Kak Bagas sama sekali tidak mengerti kecemasan yang dirasakan seorang publik figur.
"Makanya itu, kalau Kakak mau nawarin pekerjaan itu yang serius dong! Selevel gitu sama profesi aku. Paling nggak jadi staf kantoran. Lha ini jadi cleaning service! Ini sih namanya bukan menuju hidup yang lebih baik. Tapi udah jatuh ketimpa tangga, karir aku hancur sehancur-hancurkan!" keluh Kirana.
"Kenapa harus malu? Kak Bagas aja nggak malu kerja jadi cleaning service," kata Bagas mengenai profesinya.
Sang kakak berkata sambil menyeruput segelas kopi susu instan yang berisi tinggal setengahnya. Kirana memandangi kakaknya sambil menghela napas dan mengerucutkan bibirnya.
"Wajahlah Kakak kan cuma lulusan SMP, beda sama aku!"
"Kamu tahu kan alasan Kakak nggak mau lanjut sekolah karena siapa?"
Perkataan kakaknya langsung menusuk Kirana dan membuat gadis itu diam. Kak Bagas memilih tidak melanjutkan SMA karena Kirana padahal saat itu dia berada di tingkat akhir. Kecelakaan yang merenggut nyawa orang tua mereka membuat mereka harus menanggung hutang sang ayah.
Ayahnya seorang pengrajin furniture yang cukup terkenal kala itu. Hanya saja hutang sang ayah di bank cukup banyak dan membuat rumah mereka disita. Bagas memilih berjuang bekerja serabutan agar Kirana masih dapat mengenyam pendidikan.
Bagas memang sangat bangga dengan pekerjaannya. Sudah tiga tahun ini dia menggeluti profesi sebagai cleaning service di sebuah mal di kawasan Jakarta Selatan. Ijazah pria itu yang hanya tamatan SMP, membuatnya kesulitan melamar pekerjaan di Ibu Kota.
Tentu saja, Kirana harusnya berterima kasih pada Bagas yang mengorbankan masa depannya demi dia. Sang kakak berhasil membuat Kirana lulus sebagai Diploma tiga Ilmu Ekonomi di salah satu universitas swasta. Hanya saja Kirana bertemu dengan Aris yang membuatnya terjun di dunia entertaiment.
"Terus, emang kalau kakaknya jadi cleaning service, adiknya juga harus jadi cleaning service juga, gitu?" tanya Kirana.
"Kamu kayaknya mandang pekerjaan Kakak rendah banget, deh?" tanya sang kakak setelah meletakan gelas kopinya yang sudah habis. Dia menatap adiknya dengan sinis.
"Bukan gitu, Kak Bagas," sahut Kirana.
"Hari gini mah hidup di Jakarta makan gengsi nggak bakalan kenyang, Na!" potong Bagas sebelum adiknya kembali menyuarakan alasannya.
Seketika Kirana semakin kesal. Perkataan Bagas barusan sangat menamparnya. Dia tidak mengira kakaknya akan menyindirya seperti itu.
"Beda Kak, beda! Kak Bagas itu laki-laki, sedangkan aku ini perempuan! Harusnya Kakak mikir ke arah sana!"
"Justru Kak Bagas yang nggak ngerti ke mana arah pikiran kamu!" Bagas melipat kedua tangan di depan dada. Sepasang mata cokelat miliknya menyoroti sang adik dengan tatapan tajam.
"Maksudnya?" tanya Kirana tidak mengerti.
"Maksudnya itu, emangnya kenapankalau kamu perempuan? Cleaning service yang perempuan juga banyak kol di mall. Di tempat Kakak aja ada sepuluh orang cleaning service yang perempuan!" sahut Bagas dengan nada kesal.
"Ya ampun, Kak Bagas!" pekik Kirana sambil mengelus dada.
"Kakak tega lihat aku ngepel-ngepel di mall? Kakak tega sama adiknya sendiri?"
Bagas terlihat semakin jengkel dengan sikap adiknya. Pria itu lalu menuju halaman dan memanaskan motor bebek butut miliknya itu. Sementara Kirana hanya bisa duduk di sofa dengan lemas. Suara hujan deras lantas terdengar mengguyur asbes rumah. Seolah menjadi latar musik yang mengiringi kesedihan gadis itu.
Kirana mulai membayangkan dirinya mengenakan seragam cleaning service berkeliling mall sambil menenteng gagang sapu. Gadis itu sampai bergidik sambil mengangkat kedua tangannya seraya memandangi semua kukunya yang sudah dimeni pedi minggu lalu di salon dengan biaya tiga ratus ribu.
Kemudian, rasa jijik menghinggap kala dia juga membayangkan jika ada pengunjung mall yang muntah. Mau tidak mau, dia harus membersihkan muntah tersebut dengan tangannya sendiri!
Kirana tidak rela jika jemarinya yang terawat itu harus memeras kain pel. Apalagi sampai membersihkan muntahan orang lain. Jangankan melakukan hal itu, dirinya saja merasa jijik menyapu halaman rumahnya yang hanya dipenuhi sampah dedaunan.
Pandangannya kembali pada Bagas. Ditatapnya lekat-lekat sang kakak.
Pekerjaan yang ditawarkan pria bertubuh lebih pendek darinya itu sama sekali tidak cocok dengan dirinya yang selalu ingin tampil bersih, glamor dan lekat dengan gaya hidup selebritis.
"Pokoknya aku nggak mau jadi cleaning service!" teriak Kirana saat Bagas mulai melaju meninggalkan halaman rumah.
*****
Bersambung.
Bab 2Pagi itu, Kirana mencuci mukanya lalu keluar kamar masih dengan pakaian tidur. Gadis itu mengambil sapu ijuk dan mulai menyapu seluruh lantai rumah. Saat melewati pintu kamar Bagas yang masih tertutup, dia memutuskan untuk menunda menyapu kamar sang kakak."Kak Bagas pasti masih tidur," gumamnya.Kirana yang selesai menyapu lalu mengambil kain pel dan juga mengisi air hingga seperempat ember. Dia tuangkan cairan pembersih lantai yang hampir habis. Namun, tak cukup untuk membuat campuran cairan pembersih untuk satu rumah.Kirana kembali ke kamar untuk mengambil uang. Gadis itu lalu pergi ke warung Bu Sari yang berjarak beberapa belas meter dari rumahnya untuk membeli cairan pel kemasan sachet. Langk
Bab 3Pagi itu Kirana sudah bangun lebih pagi dari biasanya hanya untuk menghentikan tukang sayur gerobak yang kerap melintas depan rumahnya. Dia hanya ingin membeli satu ikat sayur bayam yang masih bisa masuk di kantongnya.Kirana lalu memasak telur dadar dan sayur bayam untuk dirinya dan Bagas. Gadis itu hanya bisa memasak makanan yang sederhana. Dia lalu menyiapkan ke atas meja."Tumben masak," kata Bagas seraya duduk di kursi makan.Kirana hanya terdiam seraya menatap ke arah telur dadak yang dia acak-acak sedari tadi."Mana surat lamaran yang udah kamu buat? Daripada kamu jadi pengangguran di rumah. Enggak dapat duit juga, kan? Yang ada mal
Bab 4Hujan deras yang mengguyur kawasan kota dan sekitarnya itu membuat wajah Haris semakin muram. Dia sudah menekuk wajahnya sedari tadi. Dari meja kasir ia bisa melihat ekspresi ibunya yang terlihat tidak bersemangat. Ekspresi yang sama juga diperlihatkan ayahnya. Merasa tidak tahan melihat kemuraman dua orang paling berharga dalam hidupnya, Haris beranjak keluar.Dari teras Martabak Laris, jelas pemandangan yang ada di seberang jalan dari sela-sela lalu lintas kendaraan dan barisan rinai hujan itu membuatnya muak. Sebuah kafe yang bangunan dan catnya masih baru, resmi dibuka satu minggu yang lalu. Haris membaca tulisan yang dicetak besar-besar pada sebuah baliho dan tertulis "Kafe Aris".Terlihat kendaraan memenuhi parkiran kafe tersebut. Mulai dari sepeda motor hi
Bab 5"Ini nyangkut keuangan keluargaku, Ris. Ayahku kerja keras buat diriin kedai itu! Terus kamu mau ngancurin usaha ayahku gitu aja? Tolong hati kamu juga dipake! Jangan cuma gara-gara keserakahan uang atau dendam, kamu sampai tega ngancurin usaha orang!" tegur Haris.Sebisa mungkin ia menahan diri agar tidak berteriak. la tidak ingin menarik perhatian. Apalagi kalau orang-orang sampai tahu kedatangannya mencari Aris karena kedai martabak miliknya kalah saing. Haris ingin menyelesaikan masalah dengan cara yang berkelas, bukan dengan adu jotos. Apalagi mereka juga saling kenal. la berharap bicara baik-baik akan membuat Aris paham dengan kegelisahannya. Tapi, ternyata sia-sia. Aris tetaplah seseorang yang tidak mau mengalah."Terus?" Aris menatap Haris sambil menggeleng gel
Bab 6"Kalau teman-teman kamu nggak ada yang mau bantu, bawa aja tuh barisan sepatu sama tas bermerek kamu ke pegadaian! Gadaiin tuh sana!" ucap Bagas.Kirana sebenarnya sudah sangat lelah dihakimi. Namun, dia memilih mengalah jika dengan meluapkan segala kekesalannya, kakaknya itu bisa menolongnya."Mana bisa gadaiin yang kayak gitu? Harapan aku cuma kamu, Kak. Kita ini saudara. Meski nggak satu darah, tapi kita dibesarin dari kecil. Kita punya orang tua yang sama, lebih tepatnya orang tua kamu yang udah adopsi aku," keluh Kirana lemah."Iya, tahu. Tapi kan yang punya utang banyak itu kamu, bukan Kakak.Sahutan kakaknya itu sangat menohok sampai Kira
Bab 7"Kalau gitu aku tunggu di mobil aja, ya?" ucap Kirana karena merasa canggung kalau harus ikut masuk ke villa.Tempat itu terlihat sepi. Di halamannya yang ditumbuhi beberapa pohon pinus, tidak ada tanda-tanda diadakannya pesta barbeque. Padahal hujan sudah berhenti. Kalau ada acara yang diadakan Sandra dengan teman-teman lainnya kan rasanya kurang lengkap tanpa pesta barbeque.Apalagi udara di sana sangat menusuk dan terasa dingin ke tulang sumsum. Kirana sampai menaikkan resleting jaketnya hingga sebatas leher. Dia bahkan memeluk tubuhnya sendiri untuk mengurangi hawa dingin. Sambil menghela napas. Kirana mengikuti permintaan Sandra dengan berat hati. la mulai bingung memikirkan bagaimana dirinya akan pulang.
Bab 8"Asal kamu tahu ya, Na, uang lima belas juta sih kecil buat aku. Tapi kalau ada orang lain yang tahu terus nyebarin gosip ini gimana? Kirana Ayu, artis yang jatuh bangkrut sampai nekat meminjam uang dari artis Sandra Ruwina yang jadi kekasih mantannya, gimana? Apalagi berita itu bukan berita gosip tapi berita fakta. Kamu siap buat hadapin pemberitaan itu?" tantang Sandra.Tangan Kirana mengepal. Sorot matanya tajam penuh kemarahan.Kirana merasa hatinya bagai cermin yang jatuh retak lalu makin hancur menjadi serpihan kaca kala semakin diinjak. Dia menyesal dan tidak berdaya karena uang. Kalau saja dia tahu semuanya akan begini, tentu saja Kirana tidak akan pernah meminta bantuan Sandra.Gadis
Bab 9"Na, kamu tuh pengecut tau nggak!"Mendengar teriakan Sandra yang membentaknya, bukan hanya Kirana yang langsung diam. Tapi seisi kelas juga. Mereka menoleh ke arah Sandra. Kirana yang tersadar, akhirnya mengerjap la melihat Sandra keluar dari kelas dan melihat punggung sahabatnya itu berbelok meninggalkan kelas menuju ke kelas yang dihuni dua Aris dan Haris.Merasa tidak terima, Kirana langsung mengejarnya. Dari jendela, Kirana bisa melihat anak-anak mengerumuni Haris sambil meledek dan bertepuk tangan. Kemudian, Kirana mendengar suara Sandra berteriak, "Stop, Ris! Jangan makan kuenya!"Teriakan Sandra sangat keras. Seketika, suara ledekan dan canda teman-teman sekelas Haris terhenti. Suara
Bab 12Dengan hati-hati, Kirana berkata pada kakaknya yang sedang menyantap masakan buatannya dengan lahap. Gadis itu memberanikan diri sambil tersenyum yakin dan penuh percaya diri."Kak Bagas, aku mau nyari kerja," ucap Kirana.Seketika itu juga Bagas menghentikan kunyahan nasinya. Dia lalu menatap Kirana sambil mengangkat alis. Adik cantiknya itu balas menatapnya sambil menggagguk-angguk."Kamu mau cari kerja?""lya, Kak. Aku mau nyari kerja. Kalau nggak gini, bisa-bisa aku beneran jadi babak belur dihajar sama debt collector," kata Kirana meyakinkan kakaknya.Bayangan debt collector yang
Bab 11Pagi itu, Kirana keluar kamar masih dengan pakaian tidurnya. Hal yang tak biasa dia lakukan terjadi. Dia mengambil sapu ijuk dan mulai menyapu seluruh lantai rumah. Saat melewati pintu kamar kakaknya yang masih tertutup, Kirana memutuskan untuk menunda menyapu kamar Bagas karena mengira pria itu masih tidur."Pasti Kak Bagas masih tidur."Selesai menyapu, Kirana mengambil kain pel dan juga mengisi air hingga seperempat ember. Dia membersihkan lantainya. Setelah itu, Kirana bergegas mencuci baju. Ternyata cairan sabun cuci miliknya habis. Dengan dengusan sebal dia kembali ke kamar untuk mengambil uang."Hadeh … kenapa pakai habis segala sih tuh sabun," keluhnya.
Bab 10Begitu keluar dari toilet, Kirana memesan segelas teh manis panas dan juga semangkuk mie rebus. Dia sengaja meminta pelayan rumah makan untuk menambahkan irisan-irisan cabai rawit. Kirana berharap pedasnya cabai akan menghilangkan rasa sakit di hati juga kepalanya.Namun, gadis itu malah kehilangan selera makan. Tangannya hanya mengaduk aduk uraian mie rebus itu dengan garpu tanpa berselera menyuap ke mulutnya. Tangannya mengepal gagang garpu dengan geram.Kirana malah membayangkan garpu tersebut menusuk nusuk perut Aris hingga usus-ususnya beruraian keluar. Darah segar langsung muncrat membasahi. Dia bahkan membayangkan hal menjijikkan itu sampai perutnya terasa mualKirana akhirnya meraih teh manis la
Bab 9"Na, kamu tuh pengecut tau nggak!"Mendengar teriakan Sandra yang membentaknya, bukan hanya Kirana yang langsung diam. Tapi seisi kelas juga. Mereka menoleh ke arah Sandra. Kirana yang tersadar, akhirnya mengerjap la melihat Sandra keluar dari kelas dan melihat punggung sahabatnya itu berbelok meninggalkan kelas menuju ke kelas yang dihuni dua Aris dan Haris.Merasa tidak terima, Kirana langsung mengejarnya. Dari jendela, Kirana bisa melihat anak-anak mengerumuni Haris sambil meledek dan bertepuk tangan. Kemudian, Kirana mendengar suara Sandra berteriak, "Stop, Ris! Jangan makan kuenya!"Teriakan Sandra sangat keras. Seketika, suara ledekan dan canda teman-teman sekelas Haris terhenti. Suara
Bab 8"Asal kamu tahu ya, Na, uang lima belas juta sih kecil buat aku. Tapi kalau ada orang lain yang tahu terus nyebarin gosip ini gimana? Kirana Ayu, artis yang jatuh bangkrut sampai nekat meminjam uang dari artis Sandra Ruwina yang jadi kekasih mantannya, gimana? Apalagi berita itu bukan berita gosip tapi berita fakta. Kamu siap buat hadapin pemberitaan itu?" tantang Sandra.Tangan Kirana mengepal. Sorot matanya tajam penuh kemarahan.Kirana merasa hatinya bagai cermin yang jatuh retak lalu makin hancur menjadi serpihan kaca kala semakin diinjak. Dia menyesal dan tidak berdaya karena uang. Kalau saja dia tahu semuanya akan begini, tentu saja Kirana tidak akan pernah meminta bantuan Sandra.Gadis
Bab 7"Kalau gitu aku tunggu di mobil aja, ya?" ucap Kirana karena merasa canggung kalau harus ikut masuk ke villa.Tempat itu terlihat sepi. Di halamannya yang ditumbuhi beberapa pohon pinus, tidak ada tanda-tanda diadakannya pesta barbeque. Padahal hujan sudah berhenti. Kalau ada acara yang diadakan Sandra dengan teman-teman lainnya kan rasanya kurang lengkap tanpa pesta barbeque.Apalagi udara di sana sangat menusuk dan terasa dingin ke tulang sumsum. Kirana sampai menaikkan resleting jaketnya hingga sebatas leher. Dia bahkan memeluk tubuhnya sendiri untuk mengurangi hawa dingin. Sambil menghela napas. Kirana mengikuti permintaan Sandra dengan berat hati. la mulai bingung memikirkan bagaimana dirinya akan pulang.
Bab 6"Kalau teman-teman kamu nggak ada yang mau bantu, bawa aja tuh barisan sepatu sama tas bermerek kamu ke pegadaian! Gadaiin tuh sana!" ucap Bagas.Kirana sebenarnya sudah sangat lelah dihakimi. Namun, dia memilih mengalah jika dengan meluapkan segala kekesalannya, kakaknya itu bisa menolongnya."Mana bisa gadaiin yang kayak gitu? Harapan aku cuma kamu, Kak. Kita ini saudara. Meski nggak satu darah, tapi kita dibesarin dari kecil. Kita punya orang tua yang sama, lebih tepatnya orang tua kamu yang udah adopsi aku," keluh Kirana lemah."Iya, tahu. Tapi kan yang punya utang banyak itu kamu, bukan Kakak.Sahutan kakaknya itu sangat menohok sampai Kira
Bab 5"Ini nyangkut keuangan keluargaku, Ris. Ayahku kerja keras buat diriin kedai itu! Terus kamu mau ngancurin usaha ayahku gitu aja? Tolong hati kamu juga dipake! Jangan cuma gara-gara keserakahan uang atau dendam, kamu sampai tega ngancurin usaha orang!" tegur Haris.Sebisa mungkin ia menahan diri agar tidak berteriak. la tidak ingin menarik perhatian. Apalagi kalau orang-orang sampai tahu kedatangannya mencari Aris karena kedai martabak miliknya kalah saing. Haris ingin menyelesaikan masalah dengan cara yang berkelas, bukan dengan adu jotos. Apalagi mereka juga saling kenal. la berharap bicara baik-baik akan membuat Aris paham dengan kegelisahannya. Tapi, ternyata sia-sia. Aris tetaplah seseorang yang tidak mau mengalah."Terus?" Aris menatap Haris sambil menggeleng gel
Bab 4Hujan deras yang mengguyur kawasan kota dan sekitarnya itu membuat wajah Haris semakin muram. Dia sudah menekuk wajahnya sedari tadi. Dari meja kasir ia bisa melihat ekspresi ibunya yang terlihat tidak bersemangat. Ekspresi yang sama juga diperlihatkan ayahnya. Merasa tidak tahan melihat kemuraman dua orang paling berharga dalam hidupnya, Haris beranjak keluar.Dari teras Martabak Laris, jelas pemandangan yang ada di seberang jalan dari sela-sela lalu lintas kendaraan dan barisan rinai hujan itu membuatnya muak. Sebuah kafe yang bangunan dan catnya masih baru, resmi dibuka satu minggu yang lalu. Haris membaca tulisan yang dicetak besar-besar pada sebuah baliho dan tertulis "Kafe Aris".Terlihat kendaraan memenuhi parkiran kafe tersebut. Mulai dari sepeda motor hi