Bab 4
Hujan deras yang mengguyur kawasan kota dan sekitarnya itu membuat wajah Haris semakin muram. Dia sudah menekuk wajahnya sedari tadi. Dari meja kasir ia bisa melihat ekspresi ibunya yang terlihat tidak bersemangat. Ekspresi yang sama juga diperlihatkan ayahnya. Merasa tidak tahan melihat kemuraman dua orang paling berharga dalam hidupnya, Haris beranjak keluar.
Dari teras Martabak Laris, jelas pemandangan yang ada di seberang jalan dari sela-sela lalu lintas kendaraan dan barisan rinai hujan itu membuatnya muak. Sebuah kafe yang bangunan dan catnya masih baru, resmi dibuka satu minggu yang lalu. Haris membaca tulisan yang dicetak besar-besar pada sebuah baliho dan tertulis "Kafe Aris".
Terlihat kendaraan memenuhi parkiran kafe tersebut. Mulai dari sepeda motor hingga mobil, silih berganti keluar masuk tanpa henti. Semua pelayannya juga terlihat sangat sibuk. Pemandangan yang sangat ramai. Namun, kondisi yang sangat berbeda dengan parkiran kafe baru di seberang itu dengan kedai martabak milik ayahnya Haris. Kedai yang sejak jam satu siang dibuka itu kosong melompong. Bahkan sejak tadi pelanggan yang membeli hanya berjumlah tiga orang.
Meskipun dua tempat makan tersebut sama-sama dimiliki oleh pria bernama Aris, bukan berarti pemiliknya sama. Terang-terangan Aris juga menjelaskan hal itu di akun media sosialnya. Mereka dua orang yang berbeda tetapi saling mengenal. Itu juga masalahnya. Kalau saja mereka dua orang asing, mungkin Haris tidak akan kesal seperti sekarang pada Aris si artis itu.
Satu hal yang membuat Haris sakit hati karena kafe baru milik Aris itu menarik hampir seluruh pelanggan kedai martabak milik ayahnya. Apalagi dia menjual menu martabak yang sama yang memiliki slogan harga merakyat. Kafe tersebut menyediakan menu martabak beraneka rasa bukan hanya martabak kacang, ketan, dan telur seperti di tempat kedai ayahnya. Kafe tersebut juga melengkapi dengan aneka minuman kopi dan Thai Tea yang sedang kekinian. Menu yang lengkap dan menggugah selera serta harga terjangkau. Apalagi tempat itu juga dilengkapi WIFI. Sangat lengkap dan membuat anak-anak muda betah untuk nongkrong bersama. Hanya satu hari setelah kale tersebut resmi dibuka, kedai martabak ayahnya berubah sepi.
Haris menghela napas. la tahu membuka usaha menjadi hak siapapun yang punya modal. Yang ia sayangkan, kafe tersebut dibuka oleh Aris. Teman SMA yang menurutnya sama sekali tidak hidup kekurangan. Aris merupakan seorang pemain sinetron dengan honor puluhan juta per episode yang juga menjadi model iklan dan melayani endorse produk di akun instagramnya. la seharusnya bisa memberi kesempatan bagi orang lain mengais rezeki. Begitu keluhan Haris di dalam batinnya yang berkecamuk.
Haris sangat tahu bagaimana ayah dan ibunya jatuh bangun mendirikan kedai martabak itu. Ayahnya terkena PHK dan memakai modalnya untuk membuat usaha. Dia juga menabung sedikit demi sedikit sampai akhirnya Haris lulus kuliah. Martabak yang sudah berdiri selama lima tahun yang itu cukup terkenal Karena cita rasa yang enak dan lezat. Saat mereka berharap tinggal menikmati hasilnya, badai justru datang dari orang yang dikenalnya.
Haris menghampiri mobil Aris yang berada di kafe.
"Apa pendapatan jadi artis masih kurang juga buat kamu, Ris?" gumam Haris.
Saat Haris mengeluhkan hal itu, sebuah Mercedes hitam memasuki parkiran Kafe tersebut. Mobil Aris terlihat samar-samar di tengah derasnya hujan. Haris juga mendengar keluhan ibunya pada saat yang bersamaan. Sejak kafe tersebut resmi dibuka, ayahnya jadi sering mengeluh. Membuat Haris merasa dirinya perlu mengatakan sesuatu pada Aris.
Pria itu pun menyeberang jalan. Di bawah guyuran hujan yang membuat kaus dan rambutnya basah seketika, ia berdiri tepat di depan pintu mobil Aris. Tangannya mengetuk kaca BMW tersebut.
"Ris, ada yang mau aku omongin sama kamu," ucap Haris.
Dengan gaya yang angkuh, Aris hanya menurunkan kaca mobil. Tanpa membuka pintu. apalagi menawarkan Haris masuk ke mobilnya. Membuat Haris semakin geram atas sikapnya. Dasar kurang ajar!
"Kok, malah diam? Aku lagi buru-buru, Ris. Kalau ada yang penting omongin aja sekarang. Kamu pasti tahu kan kalau aku orang sibuk? Aku bukan sembarang orang yang bisa kamu berhentiin tengah jalan kayak gini. Dengar ya, meski aku sama kamu saling kenal tetap aja ada prosedurnya. Kamu itu harus ketemu manajer aku dulu biar kamu tahu kalau setiap detik yang aku punya itu mahal banget!" gerutu Aris.
"Soal kafe punya kamu. Ada yang perlu kita omongin," kata Haris menghentikan ocehan Aris.
Dari tempatnya berdiri ia bisa melihat kalau Aris mengenakan kemeja warna hijau pastel. Mata Haris mulai terasa perih karena air hujan. Namun, hatinya terasa panas dengan sikap angkuh Aris. Temannya itu sama sekali belum berubah.
"Kafe milik aku?" Aris mengernyit.
"lya. Ini soal kafe kamu."
"Sorry Ris, tapi aku nggak ngerasa perlu bahas soal kafe aku sama kamu. Emang kamubmau nanam modal di kafe aku? Nggak, kan?"
"Kafe kamu itu udah ngambil hampir semua pelanggan kedai martabak ayahku!" decak Haris.
"Terus?" tanya Aris. Ekspresinya yang meremehkan membuat Haris mulai tersulut emosi.
"Kamu sengaja, kan?" tanya Haris, dengan sorot meminta kejujuran.
"Sengaja apanya?" Aris terlihat heran. Haris tahu, tingkahnya itu pastilah hanya akting. Berpura-pura bodoh atau cerdas sekalipun sangat gampang bagi seorang aktor.
"Kamu sengaja kan buka kafe di sini?" sahut Haris sambil menunjuk tempatnya berpijak.
"Aku tau kalau kamu sampai ngebujuk yang punya tanah biar mau jual tempat ini buat kamu. Bahkan yang aku dengar kamu sampai mau naikin harga dua kali lipat demi tanah ini!"
"Ngomong apa sih kamu!"
"Aku tahu dari zaman sekolah kamu tuh nggak suka sama aku, apalagi pas kamu kalah saing dari aku buat dapetin si Milla. Tapi nggak kayak gini juga kali, Ris! Tingkah mu itu bikin aku eneg. Kamu itu sumpah kekanakan banget!" pekik Haris.
Aris tertawa sinis.
"Gila! Percaya diri amat. Duh, dengerin ya, Ris, aku bikin kafe di sini bukan soal itu kali. Jangan salah paham, Bro, aku nggak dendam sama kamu. Udah kejadian dari SMA itu udah lama banget, please deh kalau bego tuh jangan dipelihara! Ini murni bisnis!" tegas Aris mengejek.
"Bisnis yang dilandasi dendam, kan?" tebak Haris.
"Terserah kamu aja deh!" sahut Aris yang tak mau menoleh ke arah Haris bahkan keluar dari mobilnya. Seolah dia sengaja membiarkan teman semasa SMA nya itu basah kuyup.
"Liat aku, aku lagi ngomong sama kamu!" pekik Haris.
"Minggir, aku banyak urusan!" Aris gantian berseru.
"Dengerin aku dulu!" Haris sampai menggebrak pintu mobil milik sang artis itu.
*****
Bersambung.
Bab 5"Ini nyangkut keuangan keluargaku, Ris. Ayahku kerja keras buat diriin kedai itu! Terus kamu mau ngancurin usaha ayahku gitu aja? Tolong hati kamu juga dipake! Jangan cuma gara-gara keserakahan uang atau dendam, kamu sampai tega ngancurin usaha orang!" tegur Haris.Sebisa mungkin ia menahan diri agar tidak berteriak. la tidak ingin menarik perhatian. Apalagi kalau orang-orang sampai tahu kedatangannya mencari Aris karena kedai martabak miliknya kalah saing. Haris ingin menyelesaikan masalah dengan cara yang berkelas, bukan dengan adu jotos. Apalagi mereka juga saling kenal. la berharap bicara baik-baik akan membuat Aris paham dengan kegelisahannya. Tapi, ternyata sia-sia. Aris tetaplah seseorang yang tidak mau mengalah."Terus?" Aris menatap Haris sambil menggeleng gel
Bab 6"Kalau teman-teman kamu nggak ada yang mau bantu, bawa aja tuh barisan sepatu sama tas bermerek kamu ke pegadaian! Gadaiin tuh sana!" ucap Bagas.Kirana sebenarnya sudah sangat lelah dihakimi. Namun, dia memilih mengalah jika dengan meluapkan segala kekesalannya, kakaknya itu bisa menolongnya."Mana bisa gadaiin yang kayak gitu? Harapan aku cuma kamu, Kak. Kita ini saudara. Meski nggak satu darah, tapi kita dibesarin dari kecil. Kita punya orang tua yang sama, lebih tepatnya orang tua kamu yang udah adopsi aku," keluh Kirana lemah."Iya, tahu. Tapi kan yang punya utang banyak itu kamu, bukan Kakak.Sahutan kakaknya itu sangat menohok sampai Kira
Bab 7"Kalau gitu aku tunggu di mobil aja, ya?" ucap Kirana karena merasa canggung kalau harus ikut masuk ke villa.Tempat itu terlihat sepi. Di halamannya yang ditumbuhi beberapa pohon pinus, tidak ada tanda-tanda diadakannya pesta barbeque. Padahal hujan sudah berhenti. Kalau ada acara yang diadakan Sandra dengan teman-teman lainnya kan rasanya kurang lengkap tanpa pesta barbeque.Apalagi udara di sana sangat menusuk dan terasa dingin ke tulang sumsum. Kirana sampai menaikkan resleting jaketnya hingga sebatas leher. Dia bahkan memeluk tubuhnya sendiri untuk mengurangi hawa dingin. Sambil menghela napas. Kirana mengikuti permintaan Sandra dengan berat hati. la mulai bingung memikirkan bagaimana dirinya akan pulang.
Bab 8"Asal kamu tahu ya, Na, uang lima belas juta sih kecil buat aku. Tapi kalau ada orang lain yang tahu terus nyebarin gosip ini gimana? Kirana Ayu, artis yang jatuh bangkrut sampai nekat meminjam uang dari artis Sandra Ruwina yang jadi kekasih mantannya, gimana? Apalagi berita itu bukan berita gosip tapi berita fakta. Kamu siap buat hadapin pemberitaan itu?" tantang Sandra.Tangan Kirana mengepal. Sorot matanya tajam penuh kemarahan.Kirana merasa hatinya bagai cermin yang jatuh retak lalu makin hancur menjadi serpihan kaca kala semakin diinjak. Dia menyesal dan tidak berdaya karena uang. Kalau saja dia tahu semuanya akan begini, tentu saja Kirana tidak akan pernah meminta bantuan Sandra.Gadis
Bab 9"Na, kamu tuh pengecut tau nggak!"Mendengar teriakan Sandra yang membentaknya, bukan hanya Kirana yang langsung diam. Tapi seisi kelas juga. Mereka menoleh ke arah Sandra. Kirana yang tersadar, akhirnya mengerjap la melihat Sandra keluar dari kelas dan melihat punggung sahabatnya itu berbelok meninggalkan kelas menuju ke kelas yang dihuni dua Aris dan Haris.Merasa tidak terima, Kirana langsung mengejarnya. Dari jendela, Kirana bisa melihat anak-anak mengerumuni Haris sambil meledek dan bertepuk tangan. Kemudian, Kirana mendengar suara Sandra berteriak, "Stop, Ris! Jangan makan kuenya!"Teriakan Sandra sangat keras. Seketika, suara ledekan dan canda teman-teman sekelas Haris terhenti. Suara
Bab 10Begitu keluar dari toilet, Kirana memesan segelas teh manis panas dan juga semangkuk mie rebus. Dia sengaja meminta pelayan rumah makan untuk menambahkan irisan-irisan cabai rawit. Kirana berharap pedasnya cabai akan menghilangkan rasa sakit di hati juga kepalanya.Namun, gadis itu malah kehilangan selera makan. Tangannya hanya mengaduk aduk uraian mie rebus itu dengan garpu tanpa berselera menyuap ke mulutnya. Tangannya mengepal gagang garpu dengan geram.Kirana malah membayangkan garpu tersebut menusuk nusuk perut Aris hingga usus-ususnya beruraian keluar. Darah segar langsung muncrat membasahi. Dia bahkan membayangkan hal menjijikkan itu sampai perutnya terasa mualKirana akhirnya meraih teh manis la
Bab 11Pagi itu, Kirana keluar kamar masih dengan pakaian tidurnya. Hal yang tak biasa dia lakukan terjadi. Dia mengambil sapu ijuk dan mulai menyapu seluruh lantai rumah. Saat melewati pintu kamar kakaknya yang masih tertutup, Kirana memutuskan untuk menunda menyapu kamar Bagas karena mengira pria itu masih tidur."Pasti Kak Bagas masih tidur."Selesai menyapu, Kirana mengambil kain pel dan juga mengisi air hingga seperempat ember. Dia membersihkan lantainya. Setelah itu, Kirana bergegas mencuci baju. Ternyata cairan sabun cuci miliknya habis. Dengan dengusan sebal dia kembali ke kamar untuk mengambil uang."Hadeh … kenapa pakai habis segala sih tuh sabun," keluhnya.
Bab 12Dengan hati-hati, Kirana berkata pada kakaknya yang sedang menyantap masakan buatannya dengan lahap. Gadis itu memberanikan diri sambil tersenyum yakin dan penuh percaya diri."Kak Bagas, aku mau nyari kerja," ucap Kirana.Seketika itu juga Bagas menghentikan kunyahan nasinya. Dia lalu menatap Kirana sambil mengangkat alis. Adik cantiknya itu balas menatapnya sambil menggagguk-angguk."Kamu mau cari kerja?""lya, Kak. Aku mau nyari kerja. Kalau nggak gini, bisa-bisa aku beneran jadi babak belur dihajar sama debt collector," kata Kirana meyakinkan kakaknya.Bayangan debt collector yang
Bab 12Dengan hati-hati, Kirana berkata pada kakaknya yang sedang menyantap masakan buatannya dengan lahap. Gadis itu memberanikan diri sambil tersenyum yakin dan penuh percaya diri."Kak Bagas, aku mau nyari kerja," ucap Kirana.Seketika itu juga Bagas menghentikan kunyahan nasinya. Dia lalu menatap Kirana sambil mengangkat alis. Adik cantiknya itu balas menatapnya sambil menggagguk-angguk."Kamu mau cari kerja?""lya, Kak. Aku mau nyari kerja. Kalau nggak gini, bisa-bisa aku beneran jadi babak belur dihajar sama debt collector," kata Kirana meyakinkan kakaknya.Bayangan debt collector yang
Bab 11Pagi itu, Kirana keluar kamar masih dengan pakaian tidurnya. Hal yang tak biasa dia lakukan terjadi. Dia mengambil sapu ijuk dan mulai menyapu seluruh lantai rumah. Saat melewati pintu kamar kakaknya yang masih tertutup, Kirana memutuskan untuk menunda menyapu kamar Bagas karena mengira pria itu masih tidur."Pasti Kak Bagas masih tidur."Selesai menyapu, Kirana mengambil kain pel dan juga mengisi air hingga seperempat ember. Dia membersihkan lantainya. Setelah itu, Kirana bergegas mencuci baju. Ternyata cairan sabun cuci miliknya habis. Dengan dengusan sebal dia kembali ke kamar untuk mengambil uang."Hadeh … kenapa pakai habis segala sih tuh sabun," keluhnya.
Bab 10Begitu keluar dari toilet, Kirana memesan segelas teh manis panas dan juga semangkuk mie rebus. Dia sengaja meminta pelayan rumah makan untuk menambahkan irisan-irisan cabai rawit. Kirana berharap pedasnya cabai akan menghilangkan rasa sakit di hati juga kepalanya.Namun, gadis itu malah kehilangan selera makan. Tangannya hanya mengaduk aduk uraian mie rebus itu dengan garpu tanpa berselera menyuap ke mulutnya. Tangannya mengepal gagang garpu dengan geram.Kirana malah membayangkan garpu tersebut menusuk nusuk perut Aris hingga usus-ususnya beruraian keluar. Darah segar langsung muncrat membasahi. Dia bahkan membayangkan hal menjijikkan itu sampai perutnya terasa mualKirana akhirnya meraih teh manis la
Bab 9"Na, kamu tuh pengecut tau nggak!"Mendengar teriakan Sandra yang membentaknya, bukan hanya Kirana yang langsung diam. Tapi seisi kelas juga. Mereka menoleh ke arah Sandra. Kirana yang tersadar, akhirnya mengerjap la melihat Sandra keluar dari kelas dan melihat punggung sahabatnya itu berbelok meninggalkan kelas menuju ke kelas yang dihuni dua Aris dan Haris.Merasa tidak terima, Kirana langsung mengejarnya. Dari jendela, Kirana bisa melihat anak-anak mengerumuni Haris sambil meledek dan bertepuk tangan. Kemudian, Kirana mendengar suara Sandra berteriak, "Stop, Ris! Jangan makan kuenya!"Teriakan Sandra sangat keras. Seketika, suara ledekan dan canda teman-teman sekelas Haris terhenti. Suara
Bab 8"Asal kamu tahu ya, Na, uang lima belas juta sih kecil buat aku. Tapi kalau ada orang lain yang tahu terus nyebarin gosip ini gimana? Kirana Ayu, artis yang jatuh bangkrut sampai nekat meminjam uang dari artis Sandra Ruwina yang jadi kekasih mantannya, gimana? Apalagi berita itu bukan berita gosip tapi berita fakta. Kamu siap buat hadapin pemberitaan itu?" tantang Sandra.Tangan Kirana mengepal. Sorot matanya tajam penuh kemarahan.Kirana merasa hatinya bagai cermin yang jatuh retak lalu makin hancur menjadi serpihan kaca kala semakin diinjak. Dia menyesal dan tidak berdaya karena uang. Kalau saja dia tahu semuanya akan begini, tentu saja Kirana tidak akan pernah meminta bantuan Sandra.Gadis
Bab 7"Kalau gitu aku tunggu di mobil aja, ya?" ucap Kirana karena merasa canggung kalau harus ikut masuk ke villa.Tempat itu terlihat sepi. Di halamannya yang ditumbuhi beberapa pohon pinus, tidak ada tanda-tanda diadakannya pesta barbeque. Padahal hujan sudah berhenti. Kalau ada acara yang diadakan Sandra dengan teman-teman lainnya kan rasanya kurang lengkap tanpa pesta barbeque.Apalagi udara di sana sangat menusuk dan terasa dingin ke tulang sumsum. Kirana sampai menaikkan resleting jaketnya hingga sebatas leher. Dia bahkan memeluk tubuhnya sendiri untuk mengurangi hawa dingin. Sambil menghela napas. Kirana mengikuti permintaan Sandra dengan berat hati. la mulai bingung memikirkan bagaimana dirinya akan pulang.
Bab 6"Kalau teman-teman kamu nggak ada yang mau bantu, bawa aja tuh barisan sepatu sama tas bermerek kamu ke pegadaian! Gadaiin tuh sana!" ucap Bagas.Kirana sebenarnya sudah sangat lelah dihakimi. Namun, dia memilih mengalah jika dengan meluapkan segala kekesalannya, kakaknya itu bisa menolongnya."Mana bisa gadaiin yang kayak gitu? Harapan aku cuma kamu, Kak. Kita ini saudara. Meski nggak satu darah, tapi kita dibesarin dari kecil. Kita punya orang tua yang sama, lebih tepatnya orang tua kamu yang udah adopsi aku," keluh Kirana lemah."Iya, tahu. Tapi kan yang punya utang banyak itu kamu, bukan Kakak.Sahutan kakaknya itu sangat menohok sampai Kira
Bab 5"Ini nyangkut keuangan keluargaku, Ris. Ayahku kerja keras buat diriin kedai itu! Terus kamu mau ngancurin usaha ayahku gitu aja? Tolong hati kamu juga dipake! Jangan cuma gara-gara keserakahan uang atau dendam, kamu sampai tega ngancurin usaha orang!" tegur Haris.Sebisa mungkin ia menahan diri agar tidak berteriak. la tidak ingin menarik perhatian. Apalagi kalau orang-orang sampai tahu kedatangannya mencari Aris karena kedai martabak miliknya kalah saing. Haris ingin menyelesaikan masalah dengan cara yang berkelas, bukan dengan adu jotos. Apalagi mereka juga saling kenal. la berharap bicara baik-baik akan membuat Aris paham dengan kegelisahannya. Tapi, ternyata sia-sia. Aris tetaplah seseorang yang tidak mau mengalah."Terus?" Aris menatap Haris sambil menggeleng gel
Bab 4Hujan deras yang mengguyur kawasan kota dan sekitarnya itu membuat wajah Haris semakin muram. Dia sudah menekuk wajahnya sedari tadi. Dari meja kasir ia bisa melihat ekspresi ibunya yang terlihat tidak bersemangat. Ekspresi yang sama juga diperlihatkan ayahnya. Merasa tidak tahan melihat kemuraman dua orang paling berharga dalam hidupnya, Haris beranjak keluar.Dari teras Martabak Laris, jelas pemandangan yang ada di seberang jalan dari sela-sela lalu lintas kendaraan dan barisan rinai hujan itu membuatnya muak. Sebuah kafe yang bangunan dan catnya masih baru, resmi dibuka satu minggu yang lalu. Haris membaca tulisan yang dicetak besar-besar pada sebuah baliho dan tertulis "Kafe Aris".Terlihat kendaraan memenuhi parkiran kafe tersebut. Mulai dari sepeda motor hi