Bab 5
"Ini nyangkut keuangan keluargaku, Ris. Ayahku kerja keras buat diriin kedai itu! Terus kamu mau ngancurin usaha ayahku gitu aja? Tolong hati kamu juga dipake! Jangan cuma gara-gara keserakahan uang atau dendam, kamu sampai tega ngancurin usaha orang!" tegur Haris.
Sebisa mungkin ia menahan diri agar tidak berteriak. la tidak ingin menarik perhatian. Apalagi kalau orang-orang sampai tahu kedatangannya mencari Aris karena kedai martabak miliknya kalah saing. Haris ingin menyelesaikan masalah dengan cara yang berkelas, bukan dengan adu jotos. Apalagi mereka juga saling kenal. la berharap bicara baik-baik akan membuat Aris paham dengan kegelisahannya. Tapi, ternyata sia-sia. Aris tetaplah seseorang yang tidak mau mengalah.
"Terus?" Aris menatap Haris sambil menggeleng gelengkan kepala. Dari sikapnya, artis itu seakan mengatakan kalau Haris sangatlah tidak bisa dimengerti. Terlihat sangat meremehkan.
"Duh, dengerin ya Ris, ini era globalisasi. Tolong pikiran kamu juga dilebarin ya. Atau coba deh kamu lihat tuh jalan-jalan aja hampir tiap tahun makin lebar, masa kamu nggak bisa belajar dari jalan raya? Mulai berpikir yang cerdas! Bukan salah aku juga kali buka usaha di sini. Aku punya hak kok, kecuali kalau aku minjem modal sama kamu! Jadi mending ya, kamu urusin deh tuh kedai kamu yang udah kayak kuburan. Bagusin biar pelanggan pada balik lagi. Jangan datang-datang malah nyalahin kafe yang aku buka pake duit aku sendiri!"
"Sialan!" umpat Aris.
"Kamu buang waktu aku aja!" Aris tiba-tiba saja menaikkan kaca mobil. Tidak lama kemudian, suara mesin mobil dinyalakan pun terdengar.
Haris mengetuk kaca mobil Aris.
"Ris!" panggilnya.
Aris tidak memedulikan panggilan Haris. BMW tipe terbaru itu mulai mundur sampai akhirnya keluar parkiran lalu melaju di jalan raya. Haris hanya bisa memandangi kepergian mobil artis itu dengan tatapan marah bercampur kecewa. Tubuhnya sudah basah kuyup sekarang.
***
Malam itu, Kirana masih melihat ke arah secarik kertas. Jumlah tagihan itu sebenarnya tidak seberapa dibandingkan bayarannya bermain sinetron. Masalahnya, untuk saat itu dia sedang tidak terlibat dalam proyek sinetron atau program televisi apa pun. Perputaran uang yang mengisi saldo rekeningnya berhenti sejak tujuh bulan yang lalu.
Kirana sempat .engecek saldo yang tersisa melalui layanan M-Banking. Ternyata hanya tersisa delapan ratus ribul Terpaut jauh dari angka lima belas juta!
"Apa hanya aku selebriti yang punya saldo cuma di bawah satu juta? Sekarang bagaimana aku bisa bayar tagihan ini? L"
Kirana meratap sambil menangis di kamarnya. Dia juga sempat memikirkan akibat jika tidak kunjung membayar tagihan kartunya. Dari adegan di salah satu episode sinetron yang pernah ia bintangi, debt collector akan datang menagih layaknya seorang preman. Rata-rata orang yang diperkerjakan sebagai debt collector itu bertubuh besar, bertato, dan memiliki suara lantang yang akan membuat bulu kuduk meremang.
Debt collector bahkan akan nekat memaksa agar sang pemilik rumah membayar tagihan kartunya atau dibuat babak belur karena tidak mau membayar juga. Mirisnya, sekarang Kirana nyaris mengalaminya dalam kehidupan nyata. Terlepas dari cahaya lampu sorot serta arahan sutradara, ia akan menghadapi debt collector itu sendirian.
Kirana semakin merasa frustasi. Bukan nyawanya saja yang terancam, tapi juga karirnya di dunia hiburan akan terancam. Gadis itu langsung ngeri saat membayangkan dirinya menjadi korban tayangan infotainment maupun surat kabar dengan tajuk 'Seorang Artis Dibuat Babak Belur Karena Tidak Sanggup Membayar Utang' begitu pikiran buruk yang terlintas pada Kirana.
"Nggak! Aku nggak mau jadi korban infotainment. Dih, nggak berkelas banget kalau sampai aku masuk televisi lagi tapi beritanya nggak banget. Ini sih bukan prestasi, tapi aib!"
Kirana mengeluh dan menyerah. Ia merasa tidak sanggup memikirkan segala kemungkinan buruk yang bisa menimpanya kapanpun juga. Akhirnya, ia keluar kamar dan mencari keberadaan adiknya. Satu-satunya keluarga yang masih ia miliki. Kirana menemukan keberadaan Bagas yang sedang menonton pertandingan sepakbola di televisi.
"Kak Bagas," panggilnya dengan suara bergetar.
Sang kakak itu terlihat pura-pura tidak mendengar. Sebagai gantinya, Bagas meningkatkan volume televisi lalu menyalakan rokoknya. Kirana nyaris putus asa menyaksikan kepulan asap yang diembuskan Bagas.
"Kak, apa rokok lebih penting dari aku?" tanyanya saat menyaksikan sikap Bayas yang sangat tidak acuh.
Hal itu sampai membuatnya menghela napas. Meskipun ia duduk di sebelah kakaknya, seolah dirinya tidak kasat mata.
"Aku bukan kuntilanak, Kak, jadi please Kak Bagas lihat aku di sini! Kak Bagas!" panggil Kirana lagi dengan wajah memelas.
"Kak, tolongin aku dong. Aku takut kalau debt collector datang ke sini. Kak Bagas sayang kan sama aku? Biarpun aku jelek begini, yang kata Kak Bagas aku ini artis kurang terkenal, tetap aja kan kita ini saudara. Kita harus saling membantu. Iya, kan?" kata Kirana sambil menggoyang-goyangkan bahu Bagas.
Namun, kakaknya itu malah menyentakkan tangan Kirana sambil berdecak. Gadis itu masih belum menyerah. Kali ini isak tangisnya jauh lebih kencang.
"Aku mohon, Kak, tolong bantuin aku. Pinjam dulu uang Kak Bagas lima belas juta aja. Ayolah aku mohon! Cuma lima belas juta!" Kirana memohon.
Akhirnya, Bagas mau juga menoleh ke arahnya. Akan tepat tatapan pria itu sangat menyeramkan kala melihat Kirana dengannya tatapan garang.
"Kamu bilang utang lima belas juta itu cuma? Cuma lima belas juta? Gila kamu!"
Bagas menatap Kirana sambil berteriak membentak. Gadis itu langsung berusaha menenangkan kakaknya. la sudah lelah dan sakit kepala karena diomeli sejak tadi. la menghela napas dengan perasaan yang sangat sedih.
"Kak Bagas, aku tahu Kakak pasti marah. Tapi apa Kakak tega kalau aki ditagih debt collector? Kalau aku babak belur gimana? Belum lagi ibu-ibu tetangga yang suka rempong ngegosipin orang yang kesusahan. Kak Bagas nggak kasihan sama aku?" Kirana menatap Bagas dengan wajah memelas.
Bagas menarik napas dalam. Sepasang matanya terlihat mulai melunak.
"Kak Bagas kan udah bilang kamu harus bergaya sesuai isi kantong. Kita ini kan bukan orang kaya. Kita juga yatim piatu. Kalau sudah begini. siapa coba yang bisa bantu?"
"Kan ada Kak Bagas," sahut Kirana.
Saat itu hanya pertolongan kakaknya yang ada dalam pikirannya. Suara Kirana pelan hingga nyaris tanpa suara. Tetapi, Bagas bisa mendengarnya.
Bagas langsung tergelak dan menatap sinis pada adiknya. Sementara itu, Kirana bergidik mendengar tawa pria itu. Semoga ini bukan firasat buruk.
"Kenapa harus aku? Kan yang senang-senang dan kenyang itu kamu sama teman-teman artis kamu itu? Ya minta tolong ke mereka dong? Mereka kan masih sering dapat job, pasti duitnya banyak, dong?" tukas Bagas.
Kirana tidak berani menyahut. la memilih menunduk saat kakaknya kembali mengomel. Gadis itu pun hanya bisa menghela napas.
*****
Bersambung.
Bab 6"Kalau teman-teman kamu nggak ada yang mau bantu, bawa aja tuh barisan sepatu sama tas bermerek kamu ke pegadaian! Gadaiin tuh sana!" ucap Bagas.Kirana sebenarnya sudah sangat lelah dihakimi. Namun, dia memilih mengalah jika dengan meluapkan segala kekesalannya, kakaknya itu bisa menolongnya."Mana bisa gadaiin yang kayak gitu? Harapan aku cuma kamu, Kak. Kita ini saudara. Meski nggak satu darah, tapi kita dibesarin dari kecil. Kita punya orang tua yang sama, lebih tepatnya orang tua kamu yang udah adopsi aku," keluh Kirana lemah."Iya, tahu. Tapi kan yang punya utang banyak itu kamu, bukan Kakak.Sahutan kakaknya itu sangat menohok sampai Kira
Bab 7"Kalau gitu aku tunggu di mobil aja, ya?" ucap Kirana karena merasa canggung kalau harus ikut masuk ke villa.Tempat itu terlihat sepi. Di halamannya yang ditumbuhi beberapa pohon pinus, tidak ada tanda-tanda diadakannya pesta barbeque. Padahal hujan sudah berhenti. Kalau ada acara yang diadakan Sandra dengan teman-teman lainnya kan rasanya kurang lengkap tanpa pesta barbeque.Apalagi udara di sana sangat menusuk dan terasa dingin ke tulang sumsum. Kirana sampai menaikkan resleting jaketnya hingga sebatas leher. Dia bahkan memeluk tubuhnya sendiri untuk mengurangi hawa dingin. Sambil menghela napas. Kirana mengikuti permintaan Sandra dengan berat hati. la mulai bingung memikirkan bagaimana dirinya akan pulang.
Bab 8"Asal kamu tahu ya, Na, uang lima belas juta sih kecil buat aku. Tapi kalau ada orang lain yang tahu terus nyebarin gosip ini gimana? Kirana Ayu, artis yang jatuh bangkrut sampai nekat meminjam uang dari artis Sandra Ruwina yang jadi kekasih mantannya, gimana? Apalagi berita itu bukan berita gosip tapi berita fakta. Kamu siap buat hadapin pemberitaan itu?" tantang Sandra.Tangan Kirana mengepal. Sorot matanya tajam penuh kemarahan.Kirana merasa hatinya bagai cermin yang jatuh retak lalu makin hancur menjadi serpihan kaca kala semakin diinjak. Dia menyesal dan tidak berdaya karena uang. Kalau saja dia tahu semuanya akan begini, tentu saja Kirana tidak akan pernah meminta bantuan Sandra.Gadis
Bab 9"Na, kamu tuh pengecut tau nggak!"Mendengar teriakan Sandra yang membentaknya, bukan hanya Kirana yang langsung diam. Tapi seisi kelas juga. Mereka menoleh ke arah Sandra. Kirana yang tersadar, akhirnya mengerjap la melihat Sandra keluar dari kelas dan melihat punggung sahabatnya itu berbelok meninggalkan kelas menuju ke kelas yang dihuni dua Aris dan Haris.Merasa tidak terima, Kirana langsung mengejarnya. Dari jendela, Kirana bisa melihat anak-anak mengerumuni Haris sambil meledek dan bertepuk tangan. Kemudian, Kirana mendengar suara Sandra berteriak, "Stop, Ris! Jangan makan kuenya!"Teriakan Sandra sangat keras. Seketika, suara ledekan dan canda teman-teman sekelas Haris terhenti. Suara
Bab 10Begitu keluar dari toilet, Kirana memesan segelas teh manis panas dan juga semangkuk mie rebus. Dia sengaja meminta pelayan rumah makan untuk menambahkan irisan-irisan cabai rawit. Kirana berharap pedasnya cabai akan menghilangkan rasa sakit di hati juga kepalanya.Namun, gadis itu malah kehilangan selera makan. Tangannya hanya mengaduk aduk uraian mie rebus itu dengan garpu tanpa berselera menyuap ke mulutnya. Tangannya mengepal gagang garpu dengan geram.Kirana malah membayangkan garpu tersebut menusuk nusuk perut Aris hingga usus-ususnya beruraian keluar. Darah segar langsung muncrat membasahi. Dia bahkan membayangkan hal menjijikkan itu sampai perutnya terasa mualKirana akhirnya meraih teh manis la
Bab 11Pagi itu, Kirana keluar kamar masih dengan pakaian tidurnya. Hal yang tak biasa dia lakukan terjadi. Dia mengambil sapu ijuk dan mulai menyapu seluruh lantai rumah. Saat melewati pintu kamar kakaknya yang masih tertutup, Kirana memutuskan untuk menunda menyapu kamar Bagas karena mengira pria itu masih tidur."Pasti Kak Bagas masih tidur."Selesai menyapu, Kirana mengambil kain pel dan juga mengisi air hingga seperempat ember. Dia membersihkan lantainya. Setelah itu, Kirana bergegas mencuci baju. Ternyata cairan sabun cuci miliknya habis. Dengan dengusan sebal dia kembali ke kamar untuk mengambil uang."Hadeh … kenapa pakai habis segala sih tuh sabun," keluhnya.
Bab 12Dengan hati-hati, Kirana berkata pada kakaknya yang sedang menyantap masakan buatannya dengan lahap. Gadis itu memberanikan diri sambil tersenyum yakin dan penuh percaya diri."Kak Bagas, aku mau nyari kerja," ucap Kirana.Seketika itu juga Bagas menghentikan kunyahan nasinya. Dia lalu menatap Kirana sambil mengangkat alis. Adik cantiknya itu balas menatapnya sambil menggagguk-angguk."Kamu mau cari kerja?""lya, Kak. Aku mau nyari kerja. Kalau nggak gini, bisa-bisa aku beneran jadi babak belur dihajar sama debt collector," kata Kirana meyakinkan kakaknya.Bayangan debt collector yang
Bab 1Rumah bertipe 27 dengan cat hijau muda itu tampak dipenuhi daun kering yang berserakan karena terus dibiarkan dalam waktu yang cukup lama.Daun-daun tersebut berasal dari pohon mangga di depan rumah yang daunnya berguguran di setiap musim panas itu. Daun kering itu terus menumpuk, bahkan sebagian yang berada di dasar juga mulai lembab dan membusuk.Bangunan yang tampak seperti rumah kosong itu sebenarnya berpenghuni. Hanya saja jika orang tidak tahu saat melintas pasti mengira rumah kosong.Sebenarnya, ada dua orang manusia yang tinggal di sana. Kakak beradik itu awalnya tinggal di rumah besar. Hanya saja setelah kedua orang tuanya mengalami kecelakaan mobil, keluarga Wijaya harus mengalami kebangkrutan.
Bab 12Dengan hati-hati, Kirana berkata pada kakaknya yang sedang menyantap masakan buatannya dengan lahap. Gadis itu memberanikan diri sambil tersenyum yakin dan penuh percaya diri."Kak Bagas, aku mau nyari kerja," ucap Kirana.Seketika itu juga Bagas menghentikan kunyahan nasinya. Dia lalu menatap Kirana sambil mengangkat alis. Adik cantiknya itu balas menatapnya sambil menggagguk-angguk."Kamu mau cari kerja?""lya, Kak. Aku mau nyari kerja. Kalau nggak gini, bisa-bisa aku beneran jadi babak belur dihajar sama debt collector," kata Kirana meyakinkan kakaknya.Bayangan debt collector yang
Bab 11Pagi itu, Kirana keluar kamar masih dengan pakaian tidurnya. Hal yang tak biasa dia lakukan terjadi. Dia mengambil sapu ijuk dan mulai menyapu seluruh lantai rumah. Saat melewati pintu kamar kakaknya yang masih tertutup, Kirana memutuskan untuk menunda menyapu kamar Bagas karena mengira pria itu masih tidur."Pasti Kak Bagas masih tidur."Selesai menyapu, Kirana mengambil kain pel dan juga mengisi air hingga seperempat ember. Dia membersihkan lantainya. Setelah itu, Kirana bergegas mencuci baju. Ternyata cairan sabun cuci miliknya habis. Dengan dengusan sebal dia kembali ke kamar untuk mengambil uang."Hadeh … kenapa pakai habis segala sih tuh sabun," keluhnya.
Bab 10Begitu keluar dari toilet, Kirana memesan segelas teh manis panas dan juga semangkuk mie rebus. Dia sengaja meminta pelayan rumah makan untuk menambahkan irisan-irisan cabai rawit. Kirana berharap pedasnya cabai akan menghilangkan rasa sakit di hati juga kepalanya.Namun, gadis itu malah kehilangan selera makan. Tangannya hanya mengaduk aduk uraian mie rebus itu dengan garpu tanpa berselera menyuap ke mulutnya. Tangannya mengepal gagang garpu dengan geram.Kirana malah membayangkan garpu tersebut menusuk nusuk perut Aris hingga usus-ususnya beruraian keluar. Darah segar langsung muncrat membasahi. Dia bahkan membayangkan hal menjijikkan itu sampai perutnya terasa mualKirana akhirnya meraih teh manis la
Bab 9"Na, kamu tuh pengecut tau nggak!"Mendengar teriakan Sandra yang membentaknya, bukan hanya Kirana yang langsung diam. Tapi seisi kelas juga. Mereka menoleh ke arah Sandra. Kirana yang tersadar, akhirnya mengerjap la melihat Sandra keluar dari kelas dan melihat punggung sahabatnya itu berbelok meninggalkan kelas menuju ke kelas yang dihuni dua Aris dan Haris.Merasa tidak terima, Kirana langsung mengejarnya. Dari jendela, Kirana bisa melihat anak-anak mengerumuni Haris sambil meledek dan bertepuk tangan. Kemudian, Kirana mendengar suara Sandra berteriak, "Stop, Ris! Jangan makan kuenya!"Teriakan Sandra sangat keras. Seketika, suara ledekan dan canda teman-teman sekelas Haris terhenti. Suara
Bab 8"Asal kamu tahu ya, Na, uang lima belas juta sih kecil buat aku. Tapi kalau ada orang lain yang tahu terus nyebarin gosip ini gimana? Kirana Ayu, artis yang jatuh bangkrut sampai nekat meminjam uang dari artis Sandra Ruwina yang jadi kekasih mantannya, gimana? Apalagi berita itu bukan berita gosip tapi berita fakta. Kamu siap buat hadapin pemberitaan itu?" tantang Sandra.Tangan Kirana mengepal. Sorot matanya tajam penuh kemarahan.Kirana merasa hatinya bagai cermin yang jatuh retak lalu makin hancur menjadi serpihan kaca kala semakin diinjak. Dia menyesal dan tidak berdaya karena uang. Kalau saja dia tahu semuanya akan begini, tentu saja Kirana tidak akan pernah meminta bantuan Sandra.Gadis
Bab 7"Kalau gitu aku tunggu di mobil aja, ya?" ucap Kirana karena merasa canggung kalau harus ikut masuk ke villa.Tempat itu terlihat sepi. Di halamannya yang ditumbuhi beberapa pohon pinus, tidak ada tanda-tanda diadakannya pesta barbeque. Padahal hujan sudah berhenti. Kalau ada acara yang diadakan Sandra dengan teman-teman lainnya kan rasanya kurang lengkap tanpa pesta barbeque.Apalagi udara di sana sangat menusuk dan terasa dingin ke tulang sumsum. Kirana sampai menaikkan resleting jaketnya hingga sebatas leher. Dia bahkan memeluk tubuhnya sendiri untuk mengurangi hawa dingin. Sambil menghela napas. Kirana mengikuti permintaan Sandra dengan berat hati. la mulai bingung memikirkan bagaimana dirinya akan pulang.
Bab 6"Kalau teman-teman kamu nggak ada yang mau bantu, bawa aja tuh barisan sepatu sama tas bermerek kamu ke pegadaian! Gadaiin tuh sana!" ucap Bagas.Kirana sebenarnya sudah sangat lelah dihakimi. Namun, dia memilih mengalah jika dengan meluapkan segala kekesalannya, kakaknya itu bisa menolongnya."Mana bisa gadaiin yang kayak gitu? Harapan aku cuma kamu, Kak. Kita ini saudara. Meski nggak satu darah, tapi kita dibesarin dari kecil. Kita punya orang tua yang sama, lebih tepatnya orang tua kamu yang udah adopsi aku," keluh Kirana lemah."Iya, tahu. Tapi kan yang punya utang banyak itu kamu, bukan Kakak.Sahutan kakaknya itu sangat menohok sampai Kira
Bab 5"Ini nyangkut keuangan keluargaku, Ris. Ayahku kerja keras buat diriin kedai itu! Terus kamu mau ngancurin usaha ayahku gitu aja? Tolong hati kamu juga dipake! Jangan cuma gara-gara keserakahan uang atau dendam, kamu sampai tega ngancurin usaha orang!" tegur Haris.Sebisa mungkin ia menahan diri agar tidak berteriak. la tidak ingin menarik perhatian. Apalagi kalau orang-orang sampai tahu kedatangannya mencari Aris karena kedai martabak miliknya kalah saing. Haris ingin menyelesaikan masalah dengan cara yang berkelas, bukan dengan adu jotos. Apalagi mereka juga saling kenal. la berharap bicara baik-baik akan membuat Aris paham dengan kegelisahannya. Tapi, ternyata sia-sia. Aris tetaplah seseorang yang tidak mau mengalah."Terus?" Aris menatap Haris sambil menggeleng gel
Bab 4Hujan deras yang mengguyur kawasan kota dan sekitarnya itu membuat wajah Haris semakin muram. Dia sudah menekuk wajahnya sedari tadi. Dari meja kasir ia bisa melihat ekspresi ibunya yang terlihat tidak bersemangat. Ekspresi yang sama juga diperlihatkan ayahnya. Merasa tidak tahan melihat kemuraman dua orang paling berharga dalam hidupnya, Haris beranjak keluar.Dari teras Martabak Laris, jelas pemandangan yang ada di seberang jalan dari sela-sela lalu lintas kendaraan dan barisan rinai hujan itu membuatnya muak. Sebuah kafe yang bangunan dan catnya masih baru, resmi dibuka satu minggu yang lalu. Haris membaca tulisan yang dicetak besar-besar pada sebuah baliho dan tertulis "Kafe Aris".Terlihat kendaraan memenuhi parkiran kafe tersebut. Mulai dari sepeda motor hi