Bab 7
"Kalau gitu aku tunggu di mobil aja, ya?" ucap Kirana karena merasa canggung kalau harus ikut masuk ke villa.
Tempat itu terlihat sepi. Di halamannya yang ditumbuhi beberapa pohon pinus, tidak ada tanda-tanda diadakannya pesta barbeque. Padahal hujan sudah berhenti. Kalau ada acara yang diadakan Sandra dengan teman-teman lainnya kan rasanya kurang lengkap tanpa pesta barbeque.
Apalagi udara di sana sangat menusuk dan terasa dingin ke tulang sumsum. Kirana sampai menaikkan resleting jaketnya hingga sebatas leher. Dia bahkan memeluk tubuhnya sendiri untuk mengurangi hawa dingin. Sambil menghela napas. Kirana mengikuti permintaan Sandra dengan berat hati. la mulai bingung memikirkan bagaimana dirinya akan pulang.
Sandra seolah bisa membaca apa yang tengah Kirana cemaskan. Gadis di sampingnya itu mengutarakan sebuah perkataan yang seolah memahami situasi Kirana.
"Nanti kalau kamu udah ambil uangnya terserah kamu mau nginap di sini atau pulang. Kalau misalnya kamu mau pulang pakai aja mobil aku ini."
Perkataan Sandra membuat Kirana kecewa sekaligus lega. Gadis itu meminta dirinya untuk mengantarnya sampai ke villa, tetapi ternyata gadis itu malah bermaksud menginap di villa itu. Selain itu, alih alih memintanya ikut menginap, nada suaranya justru terdengar keberatan. Kirana juga tahu sendiri pasti risih kalau ada orang yang mengganggu kencan Sandra saat itu.
Tiba-tiba, terlintas di pikirannya kala dia merasakan saat Aris memutuskannya. Kirana berpikir sesaat. Ada baiknya ia memang pulang dengan mobil Sandra. Toh, sang pemilik kendaraan sudah memberinya izin. Namun, Kirana merasa lelah jika harus langsung pulang lagi ke rumah. Ia berharap bisa menemukan penginapan setelah menerima uang pinjaman dari Sandra.
Villa tersebut berada di pedalaman. Pom bensin, beberapa rumah makan, serta minimarket yang buka dua puluh empat jam juga berjarak sekitar dua ratus meter. Kirana berdiri di belakang Sandra dengan tidak sabar. Ia ingin mengambil uang itu lalu segera meninggalkan villa.
"Tuh, ada Ranti!" tunjuk Sandra.
Benar saja ucapan Sandra. Ternyata dia benar-benar mengadakan reuni untuk merayakan ulang tahunnya. Kirana sempat berpikir kalau Sandra berbohong.
Ranti terlihat sedang berbincang dengan Mila. Keduanya terlihat di balik tirai. Sandra menarik tangan Kirana untuk masuk. Di dalam ruangan itu ada Beni dan Haris yang juga tengah mengobrol.
"Nah, yang ulang tahun udah datang. Yuk, tiup lilin dulu, San!" Ranti meraih kue ulang tahun dari dalam lemari pendingin. Dia sengaja meletakkannya di sana agar krim coklat pada kue itu tak meleleh.
Beni merogoh korek gas dari dalam saku celananya. Dia hendak menyalakan lilin di kue ulang tahun Sandra. Namun, gadis itu menghentikan aksi Beni.
"Tunggu, Ben. Pacar aku belum datang," ucap Sandra.
Lalu, terdengar seseorang menekan bel pintu. Sandra lantas tersenyum bahagia.
"Nah, itu pacar aku datang," ucap Sandra lalu kemudian dia mengarah ke pintu utama villa tersebut.
Terdengar suara pintu berderit dan terbuka. Sandra langsung memberikan pelukan pada orang itu. Keduanya juga berciuman sekilas. Mereka bagaikan sepasang kekasih yang merasa dunia hanya milik mereka berdua.
Perasaan yang sangat berbeda justru yang dirasakan orang-orang do sekitarnya. Kirana malah memilih menolehkan wajahnya pada Haris yang tersenyum kecut padanya. Lalu, saat Kirana menatap Mila, gadis itu malah menundukkan kepalanya karena canggung.
Sampai tiba-tiba saja, pria yang bersama Sandra itu memanggil nama Kirana dengan seruan. Sontak saja Kirana langsung terkejut kala hapal nada dari pita suara pria itu.
"Kirana?"
Reflek Kirana langsung menoleh ke arah sumber suara.
"A-Aris?!" serunya dengan tatapan tidak percaya.
Pandangannya malah terkunci pada lengan Sandra yang memeluk pinggang Aris.
'Nggak mungkin! Masa iya Aris sama Sandra pacaran?' batin Kirana berkecamuk di dalam hatinya berusaha untuk tak meyakini apa yang dia duga itu.
"Kenapa, Na? Kok malah bengong? Atau kamu lagi ngerasain seperti pernah mengalami kejadian ini? Eh tapi kan sekarang posisi kita udah kebalik," ujar Sandra yang seolah mencibir Kirana.
Gadis itu menatap Kirana sambil tersenyum mengejek. Kirana hanya bisa tertegun. Cairan saliva-nya terasa berat dia telan. Gadis itu malah kehilangan energi untuk menyahuti sindiran Sandra.
Pandangannya masih terarah pada sosok Aris. Pria yang baru saja memutuskannya dua bulan yang lalu itu bahkan masih menyimpan kemeja motif kotak-kotak warna merah pemberian Kirana. Tanpa malu, pria itu malah memakai kemeja pemberian Kirana yang sayangnya untuk memeluk wanita lain.
Kirana merasa dadanya sesak dan sulit untuk bernapas lega. Dia tidak tahu harus terharu karena Aris masih menyimpan hadiah ulang tahun darinya atau harus menangis karena sakit hati. Kemeja motif kotak-kotak warna merah itu telah menjadi saksi pengkhianatan sang mantan.
"Seharusnya kamu nggak perlu syok, Na. Toh kamu sama Aris juga udah putus. Iya, kan Sayang?" kata Sandra lagi.
Kali ini Sandra menoleh pada Aris yang masih terlihat salah tingkah. Bibir milik Sandra yang dipoles lipstik chanel nomor lima itu mengecup bibir Aris tanpa malu-malu. Kirana semakin terperangah melihatnya. Bukan hanya dia, tetapi empat orang di belakangnya juga tak menyangka kalau Sandra dan Aris senekat itu.
"Kalian apa-apaan, sih?!" seru Mila buka suara juga.
"Eh, aku hampir lupa kalau ada kalian. Nah, karena pacar aku udah datang, kita mulai yuk tiup lilinnya!" Sandra menggandeng tangan Aris dengan mesra.
Kecanggungan langsung tampak pada Beni, Haris, Ranti, dan Mila. Sandra meminta semuanya menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya. Dia juga meminta Beni untuk menyalakan lilin di kue ulang tahunnya.
Sandra tak peduli pada Kirana yang masih berdiri mematung. Pemandangan Sandra dan Aris yang saling memagut bibir mereka di hadapannya telah membuat luka di dalam hati Kirana yang menganga terbuka seolah ditaburi satu kantong garam. Luka yang pastinya terasa sangat perih.
Namun, Kirana mencoba menahan diri untuk tidak menangis meski kelopak matanya mulai bergetar. Gadis berusaha menguatkan dirinya sendiri kalau dirinya baik-baik saja. Haris tampak mendekat ke arah Kirana. Dia mencoba meraih tangan gadis itu tetapi langsung ditepis oleh Kirana.
"Dasar brengsek! Nggak tahu malu!" pekik Kirana seraya mengepalkan kedua tangannya.
Sandra dan Aris langsung menoleh ke arah Kirana. Bahkan, Sandra sempat tertawa sinis sebelum berdeham sebentar. Kemudian dia melayangkan perkataan yang makin menohok Kirana.
"Sekarang kamu tahu alasan kenapa Aris ninggalin kamu, kan? Jawabannya ada di depan kamu. Dia ninggalin kamu karena aku," ucap Sandra penuh kebanggaan.
Gadis itu memberikan klarifikasi terkait kemesraannya dengan Aris sambil menunjuk dirinya sendiri. Kejujuran yang sangat melukai hati Kirana. Ekspresi Sandra terlihat penuh dendam.
"Terus kalau bicara soal malu, yang seharusnya malu itu siapa? Kamu masih merasa kalau baik-baik aja buat minjam uang ke aku, Na?"
Pertanyaan Sandra sukses membuat semua yang ada di villa itu terperanjat menatap Kirana dan Sandra bergantian.
*****
Bersambung.
Bab 8"Asal kamu tahu ya, Na, uang lima belas juta sih kecil buat aku. Tapi kalau ada orang lain yang tahu terus nyebarin gosip ini gimana? Kirana Ayu, artis yang jatuh bangkrut sampai nekat meminjam uang dari artis Sandra Ruwina yang jadi kekasih mantannya, gimana? Apalagi berita itu bukan berita gosip tapi berita fakta. Kamu siap buat hadapin pemberitaan itu?" tantang Sandra.Tangan Kirana mengepal. Sorot matanya tajam penuh kemarahan.Kirana merasa hatinya bagai cermin yang jatuh retak lalu makin hancur menjadi serpihan kaca kala semakin diinjak. Dia menyesal dan tidak berdaya karena uang. Kalau saja dia tahu semuanya akan begini, tentu saja Kirana tidak akan pernah meminta bantuan Sandra.Gadis
Bab 9"Na, kamu tuh pengecut tau nggak!"Mendengar teriakan Sandra yang membentaknya, bukan hanya Kirana yang langsung diam. Tapi seisi kelas juga. Mereka menoleh ke arah Sandra. Kirana yang tersadar, akhirnya mengerjap la melihat Sandra keluar dari kelas dan melihat punggung sahabatnya itu berbelok meninggalkan kelas menuju ke kelas yang dihuni dua Aris dan Haris.Merasa tidak terima, Kirana langsung mengejarnya. Dari jendela, Kirana bisa melihat anak-anak mengerumuni Haris sambil meledek dan bertepuk tangan. Kemudian, Kirana mendengar suara Sandra berteriak, "Stop, Ris! Jangan makan kuenya!"Teriakan Sandra sangat keras. Seketika, suara ledekan dan canda teman-teman sekelas Haris terhenti. Suara
Bab 10Begitu keluar dari toilet, Kirana memesan segelas teh manis panas dan juga semangkuk mie rebus. Dia sengaja meminta pelayan rumah makan untuk menambahkan irisan-irisan cabai rawit. Kirana berharap pedasnya cabai akan menghilangkan rasa sakit di hati juga kepalanya.Namun, gadis itu malah kehilangan selera makan. Tangannya hanya mengaduk aduk uraian mie rebus itu dengan garpu tanpa berselera menyuap ke mulutnya. Tangannya mengepal gagang garpu dengan geram.Kirana malah membayangkan garpu tersebut menusuk nusuk perut Aris hingga usus-ususnya beruraian keluar. Darah segar langsung muncrat membasahi. Dia bahkan membayangkan hal menjijikkan itu sampai perutnya terasa mualKirana akhirnya meraih teh manis la
Bab 11Pagi itu, Kirana keluar kamar masih dengan pakaian tidurnya. Hal yang tak biasa dia lakukan terjadi. Dia mengambil sapu ijuk dan mulai menyapu seluruh lantai rumah. Saat melewati pintu kamar kakaknya yang masih tertutup, Kirana memutuskan untuk menunda menyapu kamar Bagas karena mengira pria itu masih tidur."Pasti Kak Bagas masih tidur."Selesai menyapu, Kirana mengambil kain pel dan juga mengisi air hingga seperempat ember. Dia membersihkan lantainya. Setelah itu, Kirana bergegas mencuci baju. Ternyata cairan sabun cuci miliknya habis. Dengan dengusan sebal dia kembali ke kamar untuk mengambil uang."Hadeh … kenapa pakai habis segala sih tuh sabun," keluhnya.
Bab 12Dengan hati-hati, Kirana berkata pada kakaknya yang sedang menyantap masakan buatannya dengan lahap. Gadis itu memberanikan diri sambil tersenyum yakin dan penuh percaya diri."Kak Bagas, aku mau nyari kerja," ucap Kirana.Seketika itu juga Bagas menghentikan kunyahan nasinya. Dia lalu menatap Kirana sambil mengangkat alis. Adik cantiknya itu balas menatapnya sambil menggagguk-angguk."Kamu mau cari kerja?""lya, Kak. Aku mau nyari kerja. Kalau nggak gini, bisa-bisa aku beneran jadi babak belur dihajar sama debt collector," kata Kirana meyakinkan kakaknya.Bayangan debt collector yang
Bab 1Rumah bertipe 27 dengan cat hijau muda itu tampak dipenuhi daun kering yang berserakan karena terus dibiarkan dalam waktu yang cukup lama.Daun-daun tersebut berasal dari pohon mangga di depan rumah yang daunnya berguguran di setiap musim panas itu. Daun kering itu terus menumpuk, bahkan sebagian yang berada di dasar juga mulai lembab dan membusuk.Bangunan yang tampak seperti rumah kosong itu sebenarnya berpenghuni. Hanya saja jika orang tidak tahu saat melintas pasti mengira rumah kosong.Sebenarnya, ada dua orang manusia yang tinggal di sana. Kakak beradik itu awalnya tinggal di rumah besar. Hanya saja setelah kedua orang tuanya mengalami kecelakaan mobil, keluarga Wijaya harus mengalami kebangkrutan.
Bab 2Pagi itu, Kirana mencuci mukanya lalu keluar kamar masih dengan pakaian tidur. Gadis itu mengambil sapu ijuk dan mulai menyapu seluruh lantai rumah. Saat melewati pintu kamar Bagas yang masih tertutup, dia memutuskan untuk menunda menyapu kamar sang kakak."Kak Bagas pasti masih tidur," gumamnya.Kirana yang selesai menyapu lalu mengambil kain pel dan juga mengisi air hingga seperempat ember. Dia tuangkan cairan pembersih lantai yang hampir habis. Namun, tak cukup untuk membuat campuran cairan pembersih untuk satu rumah.Kirana kembali ke kamar untuk mengambil uang. Gadis itu lalu pergi ke warung Bu Sari yang berjarak beberapa belas meter dari rumahnya untuk membeli cairan pel kemasan sachet. Langk
Bab 3Pagi itu Kirana sudah bangun lebih pagi dari biasanya hanya untuk menghentikan tukang sayur gerobak yang kerap melintas depan rumahnya. Dia hanya ingin membeli satu ikat sayur bayam yang masih bisa masuk di kantongnya.Kirana lalu memasak telur dadar dan sayur bayam untuk dirinya dan Bagas. Gadis itu hanya bisa memasak makanan yang sederhana. Dia lalu menyiapkan ke atas meja."Tumben masak," kata Bagas seraya duduk di kursi makan.Kirana hanya terdiam seraya menatap ke arah telur dadak yang dia acak-acak sedari tadi."Mana surat lamaran yang udah kamu buat? Daripada kamu jadi pengangguran di rumah. Enggak dapat duit juga, kan? Yang ada mal
Bab 12Dengan hati-hati, Kirana berkata pada kakaknya yang sedang menyantap masakan buatannya dengan lahap. Gadis itu memberanikan diri sambil tersenyum yakin dan penuh percaya diri."Kak Bagas, aku mau nyari kerja," ucap Kirana.Seketika itu juga Bagas menghentikan kunyahan nasinya. Dia lalu menatap Kirana sambil mengangkat alis. Adik cantiknya itu balas menatapnya sambil menggagguk-angguk."Kamu mau cari kerja?""lya, Kak. Aku mau nyari kerja. Kalau nggak gini, bisa-bisa aku beneran jadi babak belur dihajar sama debt collector," kata Kirana meyakinkan kakaknya.Bayangan debt collector yang
Bab 11Pagi itu, Kirana keluar kamar masih dengan pakaian tidurnya. Hal yang tak biasa dia lakukan terjadi. Dia mengambil sapu ijuk dan mulai menyapu seluruh lantai rumah. Saat melewati pintu kamar kakaknya yang masih tertutup, Kirana memutuskan untuk menunda menyapu kamar Bagas karena mengira pria itu masih tidur."Pasti Kak Bagas masih tidur."Selesai menyapu, Kirana mengambil kain pel dan juga mengisi air hingga seperempat ember. Dia membersihkan lantainya. Setelah itu, Kirana bergegas mencuci baju. Ternyata cairan sabun cuci miliknya habis. Dengan dengusan sebal dia kembali ke kamar untuk mengambil uang."Hadeh … kenapa pakai habis segala sih tuh sabun," keluhnya.
Bab 10Begitu keluar dari toilet, Kirana memesan segelas teh manis panas dan juga semangkuk mie rebus. Dia sengaja meminta pelayan rumah makan untuk menambahkan irisan-irisan cabai rawit. Kirana berharap pedasnya cabai akan menghilangkan rasa sakit di hati juga kepalanya.Namun, gadis itu malah kehilangan selera makan. Tangannya hanya mengaduk aduk uraian mie rebus itu dengan garpu tanpa berselera menyuap ke mulutnya. Tangannya mengepal gagang garpu dengan geram.Kirana malah membayangkan garpu tersebut menusuk nusuk perut Aris hingga usus-ususnya beruraian keluar. Darah segar langsung muncrat membasahi. Dia bahkan membayangkan hal menjijikkan itu sampai perutnya terasa mualKirana akhirnya meraih teh manis la
Bab 9"Na, kamu tuh pengecut tau nggak!"Mendengar teriakan Sandra yang membentaknya, bukan hanya Kirana yang langsung diam. Tapi seisi kelas juga. Mereka menoleh ke arah Sandra. Kirana yang tersadar, akhirnya mengerjap la melihat Sandra keluar dari kelas dan melihat punggung sahabatnya itu berbelok meninggalkan kelas menuju ke kelas yang dihuni dua Aris dan Haris.Merasa tidak terima, Kirana langsung mengejarnya. Dari jendela, Kirana bisa melihat anak-anak mengerumuni Haris sambil meledek dan bertepuk tangan. Kemudian, Kirana mendengar suara Sandra berteriak, "Stop, Ris! Jangan makan kuenya!"Teriakan Sandra sangat keras. Seketika, suara ledekan dan canda teman-teman sekelas Haris terhenti. Suara
Bab 8"Asal kamu tahu ya, Na, uang lima belas juta sih kecil buat aku. Tapi kalau ada orang lain yang tahu terus nyebarin gosip ini gimana? Kirana Ayu, artis yang jatuh bangkrut sampai nekat meminjam uang dari artis Sandra Ruwina yang jadi kekasih mantannya, gimana? Apalagi berita itu bukan berita gosip tapi berita fakta. Kamu siap buat hadapin pemberitaan itu?" tantang Sandra.Tangan Kirana mengepal. Sorot matanya tajam penuh kemarahan.Kirana merasa hatinya bagai cermin yang jatuh retak lalu makin hancur menjadi serpihan kaca kala semakin diinjak. Dia menyesal dan tidak berdaya karena uang. Kalau saja dia tahu semuanya akan begini, tentu saja Kirana tidak akan pernah meminta bantuan Sandra.Gadis
Bab 7"Kalau gitu aku tunggu di mobil aja, ya?" ucap Kirana karena merasa canggung kalau harus ikut masuk ke villa.Tempat itu terlihat sepi. Di halamannya yang ditumbuhi beberapa pohon pinus, tidak ada tanda-tanda diadakannya pesta barbeque. Padahal hujan sudah berhenti. Kalau ada acara yang diadakan Sandra dengan teman-teman lainnya kan rasanya kurang lengkap tanpa pesta barbeque.Apalagi udara di sana sangat menusuk dan terasa dingin ke tulang sumsum. Kirana sampai menaikkan resleting jaketnya hingga sebatas leher. Dia bahkan memeluk tubuhnya sendiri untuk mengurangi hawa dingin. Sambil menghela napas. Kirana mengikuti permintaan Sandra dengan berat hati. la mulai bingung memikirkan bagaimana dirinya akan pulang.
Bab 6"Kalau teman-teman kamu nggak ada yang mau bantu, bawa aja tuh barisan sepatu sama tas bermerek kamu ke pegadaian! Gadaiin tuh sana!" ucap Bagas.Kirana sebenarnya sudah sangat lelah dihakimi. Namun, dia memilih mengalah jika dengan meluapkan segala kekesalannya, kakaknya itu bisa menolongnya."Mana bisa gadaiin yang kayak gitu? Harapan aku cuma kamu, Kak. Kita ini saudara. Meski nggak satu darah, tapi kita dibesarin dari kecil. Kita punya orang tua yang sama, lebih tepatnya orang tua kamu yang udah adopsi aku," keluh Kirana lemah."Iya, tahu. Tapi kan yang punya utang banyak itu kamu, bukan Kakak.Sahutan kakaknya itu sangat menohok sampai Kira
Bab 5"Ini nyangkut keuangan keluargaku, Ris. Ayahku kerja keras buat diriin kedai itu! Terus kamu mau ngancurin usaha ayahku gitu aja? Tolong hati kamu juga dipake! Jangan cuma gara-gara keserakahan uang atau dendam, kamu sampai tega ngancurin usaha orang!" tegur Haris.Sebisa mungkin ia menahan diri agar tidak berteriak. la tidak ingin menarik perhatian. Apalagi kalau orang-orang sampai tahu kedatangannya mencari Aris karena kedai martabak miliknya kalah saing. Haris ingin menyelesaikan masalah dengan cara yang berkelas, bukan dengan adu jotos. Apalagi mereka juga saling kenal. la berharap bicara baik-baik akan membuat Aris paham dengan kegelisahannya. Tapi, ternyata sia-sia. Aris tetaplah seseorang yang tidak mau mengalah."Terus?" Aris menatap Haris sambil menggeleng gel
Bab 4Hujan deras yang mengguyur kawasan kota dan sekitarnya itu membuat wajah Haris semakin muram. Dia sudah menekuk wajahnya sedari tadi. Dari meja kasir ia bisa melihat ekspresi ibunya yang terlihat tidak bersemangat. Ekspresi yang sama juga diperlihatkan ayahnya. Merasa tidak tahan melihat kemuraman dua orang paling berharga dalam hidupnya, Haris beranjak keluar.Dari teras Martabak Laris, jelas pemandangan yang ada di seberang jalan dari sela-sela lalu lintas kendaraan dan barisan rinai hujan itu membuatnya muak. Sebuah kafe yang bangunan dan catnya masih baru, resmi dibuka satu minggu yang lalu. Haris membaca tulisan yang dicetak besar-besar pada sebuah baliho dan tertulis "Kafe Aris".Terlihat kendaraan memenuhi parkiran kafe tersebut. Mulai dari sepeda motor hi