Bab72
Sutina membuang pandang.
"Tolong jangan begini," pinta Raka.
Tania hanya terdiam, dengan semua perlakuan mertuanya. Sudah biasa baginya, dituduh seperti ini.
Sutina pergi dari rumah kontrakan Raka, dengan perasaan teramat kesal.
"Bu, kok nggak minta uang tabungan Kakak? Nanti dihabiskan lagi oleh Tania," bisik Rina, ketika mereka berada di luar rumah kontrakan Raka.
Raka dan Tania, masih berdiri di muara pintu, menatap kedua wanita, yang tadinya membuat rusuh makan malam mereka.
"Besok kita kesini lagi, saat kakakmu berangkat kerja," ucap Sutina.
Mereka pun menaiki taksi, dan menuju pulang ke rumah.
Kedua perempuan licik itu, kini mulai menyusun strategi, untuk merebut uang tabungan Tania.Pagi itu, ketika Raka sudah berangkat kerja, mereka pun masuk langsung, ke dalam kontrakan itu.
"Tania, mana uang tabungan Raka?" tanya Sutina, sembari menengadahkan tangannya.
Tania yang barusan me
Bab73Karin terus memberikan semangat untuk Tania.Beruntungnya, Tania begitu patuh pada Karin, dan selalu mengikuti nasehatnya.Hingga kebahagiaan itu ada, Tania hamil, tepat ketika Raka, menerima kenaikan gaji."Apa, kamu hamil?" pekik Raka, ketika melihat garia dua, di testpack yang Tania perlihatnya.Kedua sejoli itu pun berpelukan penuh kasih sayang dan kebahagiaan."Alhamdulilah, Allah mengabulkan doa-doaku," ucap Tania, yang berada di dalam pelukan Raka."Iya sayang, akhirnya, kebahagiaanku kini lengkap," ungkap Raka.Pancaran kebahagiaan, terlihat jelas di kedua bola matanya.Tania pun berulang kali berucap sukur, atas semua kebahagiaan ini.Sedangkan Sutina yang mengetahui kabar ini dari Raka, bersikap biasa saja. Padahal, dia selalu mendesak Tania.Bukan karena ingin menimang cucu, hanya ingin membuktikan ke orang-orang. Bahwa, mereka berdua tidak mandul.______"Akhirnya, se
Bab74"Tania, sudah belum masaknya?" teriak Sutina, Raka yang semula terlelap, jadi terkejut. Suara Sutina mampu menembus dinding tembok kamar mereka.Raka pun bangkit dari peraduan, berjalan gontai menuruni anak tangga."Tania, kamu kok lelet banget sih masaknya!" celetuk Sutina. Sedangkan si bayi, masih digendong Rina."Bu, mending bantuin Tania, dari pada teriak-teriak," tegur Adam.Wajah Sutina mencebik."Bu, cepetan dong! Aku sudah nggak betah gini gendong nih bayi. Dia enak tidur, tanganku yang pegal." Rina berseru dengan kesal."Bentar. Ini nih Tania, nggak becus amat di lsuruh masak. Lelet, Ibu sudah sangat lapar," jawab Sutina dengan suara berteriak dari dapur."Kamu jadi perempuan kayak siput begini, bagaimana ngurus anak dan suami?" bentak Sutina lagi.Tania tetap diam, berusaha menguatkan diri, memotong beberapa sayuran, dengan kepala yang teramat pusing.Raka pun berjalan menuju dapu
Bab75Aku menghela napas berat, memandangi sejenak wajah Tania yang nampak acuh tak acuh."Raka, dibawah ada tamu," ucap Adam, yang masuk ke dalam kamar mereka.Kamar yang masih terbuka lebar itu pun, Raka tutup, ketika mengekor Adam kelantai bawah, menemui tamu yang datang."Ibu ...." Raka berseru, dengan sumringah, dia pun mencium punggung tangan mertuanya.Hanung dan Karin pun ikut datang, bersama dengan anak mereka juga."Ayo ke atas! Tania lagi di kamar bersama bayi kami," ucap Raka."Tania harus istirahat kali, Raka. Masa, kamu ajak mereka ke atas," ucap Sutina dengan wajah sinis."Bu, mereka datang jauh-jauh, pastilah ingin melihat Tania dan anak kami.""Halah, alasan saja, ntar paling minta duit," cibir Sutina."Bu, jangan keterlaluan kamu!" bentak Adam. "Ayo kita pulang, jangan bikin malu," lanjutnya.Hanung, Karin dan juga Ibu mereka, hanya berusaha menahan diri, meskipun merasa tersinggung, denga
Bab76Perlahan, Tania membuka matanya."Sampai kapan Ibu dan Rina terus datang ke rumah ini?" tanya Tania, tatapan matanya dingin kepada Raka, ada amarah yang dia pendam."Mas sudah minta Ayah untuk menjemput Ibu. Mungkin bentar lagi datang.""Aku capek, Mas."Raka merasa senang dan lega, akhirnya Tania mau menjelaskan apa yang dia rasakan."Sayang, jika Ibu berbuat seenaknya. Kamu berhak menolaknya."Tania masih terdiam. "Yasudah! Kamu duduk, ya."Raka membantu tubuh Tania, untuk duduk di bibir ranjang.Kemudian dia letakkan bingkisan yang dibawa ke samping ranjang."Jauh dari keluarga yang begitu menyayangiku, ternyata membuatku sangat tidak beruntung. Aku rindu pada mereka," lirih Tania.Raka menghela napas berat, keluarga yang dia harapakan akan menyayangi istrinya, malah bersikap sebaliknya.Tania pun kini mulai mengeluarkan isi hatinya, Raka hanya bisa terdiam."Kamu wanita hebat," bis
Bab77"Apa? Berani sekali kamu berteriak!" seru Sutina. Rina yang berdiri di sampingnya, pun menatap sinis ke arah Raka."Kakak ini kenapa sih, semenjak hidup enak dan punya segala, sudah hilang rasa hormat pada orang tua!" ucap Rina."Kalian itu yang kenapa? Lihat bayiku itu menangis, karena Ibu keterlaluan menggedor pintu dengan berteriak. Ini bukan hutan, Bu.""Siapa suruh kamu tutup pintu kamar, nggak sopan!" sahut Sutina, tanpa rasa bersalah sama sekali. "Mana kalungnya?" tanyanya lagi."Ya Allah, sabarkanlah hatiku, dari sikap Ibu yang semakin jauh berubah," batin Raka."Ya Allah, Ibu! Harus berapa kali lagi Raka jelaskan, itu kalung untuk Tania, bukan untuk Ibu. Kalau Ibu terus begini, Raka bisa depresi, Bu" jawab Raka, dengan menahan amarah di dalam dada. Lelaki itu, merasa mulai kehabisan kesabarannya kini."Dasar kamu ya! Mulai nggak adil sama Ibu.""Ya Allah." Raka nampak semakin lelah dengan sikap Sutina. 
Bab78Tania dilema, haruskah Karin dan Ibunya tahu, bagaimana kelakuan keluarga suaminya? Tania benar-benar bingung.Tania takut Ibunya tertekan. Juga Karin, mengingat bagaimana kisah perjalanan hidup Karin, hingga kini bahagia bersama Kakaknya.Itu tidaklah mudah, Tania berusaha kuat dan waras. Biar bagaimana pun juga, yang Tania lewati ini, tidak seberapa pahit, dengan apa yang pernah Karin ceritakan.Tania berusaha yakin, bahwa Allah, sendang menguji rumah tangganya. Wanita satu orang anak inipun sadar, bahwa bukan cuma dia yang tertekan, suaminya juga."Aku harus waras, dan bangkit lebih kuat lagi. Jika aku terus diam dan mengalah, yang ada, akulah yang akan kalah!" gumam Tania. Berusaha mensugesti dirinya sendiri._______"Makan yuk! Mas sudah masak tadi."Tania menatap lekat wajah Raka, yang begitu berusaha keras, menghiburnya sedari tadi."Siapa yang masak?" tanya Tania."Mas yang masak, ayo sayang! Nanti
Bab79Raka melakukan panggilan video ke nomor Tania, hanya ingin tau, dia dimana.Namun Tania tidak menjawab panggilan Raka, hingga terdengar suara pintu luar terbuka, Raka berpikir, mungkin itu Tania datang.Raka pun keluar kamar, dan menuruni anak tangga. Benar saja, Tania datang dengan membawa beberapa belanjaan di tangannya.Tania sumringah, ia langsung mencium punggung tangan Raka dengan takzim."Bagaimana hari ini? Kamu senang?" tanya Raka.Tania mengangguk. "Sangat, aku sangat senang," ungkapnya."Apa tuh, kamu hambur-hamburkan uang anakku?" tanya Sutina, yang membuat Raka, merasakan hal buruk akan terjadi.Namun, ada hal yang sulit Raka sembunyikan selain marah.Yaitu, tertawa, melihat penampilan Sutina yang nampak aneh."Kamu kenapa?" tanya Sutina, yang mulai tidak suka, melihat Raka dengan Tania menahan tawa."Bu, aku tahu Ibu hobi dandan, itulah yang membuat Ibu, nampak selalu can
Bab80"Lihat tuh, istri kamu! Benar-benar tidak sopan," kata Sutina pada Raka."Iya ih, songong banget," timpal Rina."Bu, Rina, kalian pulang saja, ya!" pinta Raka."Kok kamu gitu sih, Raka. Apa Ibu dan Rina nggak berhak ada di sini? Di rumah anak Ibu sendiri?""Bukannya begitu, Bu. Setiap kalian datang, rumah ini seakan hilang ketenangan. Istri Raka itu, butuh ketenangan pasca melahirkan, bukannya di buat stress dengan Ibu terus merepet.""Astaga, Raka. Perasaan, kamu sekarang ini mulai tidak bisa menjaga perasaan kami lagi.""Bukan gitu, Bu.""Alah, nyatanya begitu," sungut Sutina.Raka menarik napas dalam, dia tahu, tidak akan pernah menang, jika berdebat dengan Ibunya.Pak Mamat kembali masuk ke dalam ruang tamu."Maaf, Pak. Diluar, ada keluarga Bu Tania," lapor Pak Mamat."Kok nggak di bawa masuk?" tanya Raka."Beliau tidak ingin masuk.""Kenapa?""Kurang tahu,