Bab75
Aku menghela napas berat, memandangi sejenak wajah Tania yang nampak acuh tak acuh.
"Raka, dibawah ada tamu," ucap Adam, yang masuk ke dalam kamar mereka.
Kamar yang masih terbuka lebar itu pun, Raka tutup, ketika mengekor Adam kelantai bawah, menemui tamu yang datang.
"Ibu ...." Raka berseru, dengan sumringah, dia pun mencium punggung tangan mertuanya.
Hanung dan Karin pun ikut datang, bersama dengan anak mereka juga.
"Ayo ke atas! Tania lagi di kamar bersama bayi kami," ucap Raka.
"Tania harus istirahat kali, Raka. Masa, kamu ajak mereka ke atas," ucap Sutina dengan wajah sinis.
"Bu, mereka datang jauh-jauh, pastilah ingin melihat Tania dan anak kami."
"Halah, alasan saja, ntar paling minta duit," cibir Sutina.
"Bu, jangan keterlaluan kamu!" bentak Adam. "Ayo kita pulang, jangan bikin malu," lanjutnya.
Hanung, Karin dan juga Ibu mereka, hanya berusaha menahan diri, meskipun merasa tersinggung, denga
Bab76Perlahan, Tania membuka matanya."Sampai kapan Ibu dan Rina terus datang ke rumah ini?" tanya Tania, tatapan matanya dingin kepada Raka, ada amarah yang dia pendam."Mas sudah minta Ayah untuk menjemput Ibu. Mungkin bentar lagi datang.""Aku capek, Mas."Raka merasa senang dan lega, akhirnya Tania mau menjelaskan apa yang dia rasakan."Sayang, jika Ibu berbuat seenaknya. Kamu berhak menolaknya."Tania masih terdiam. "Yasudah! Kamu duduk, ya."Raka membantu tubuh Tania, untuk duduk di bibir ranjang.Kemudian dia letakkan bingkisan yang dibawa ke samping ranjang."Jauh dari keluarga yang begitu menyayangiku, ternyata membuatku sangat tidak beruntung. Aku rindu pada mereka," lirih Tania.Raka menghela napas berat, keluarga yang dia harapakan akan menyayangi istrinya, malah bersikap sebaliknya.Tania pun kini mulai mengeluarkan isi hatinya, Raka hanya bisa terdiam."Kamu wanita hebat," bis
Bab77"Apa? Berani sekali kamu berteriak!" seru Sutina. Rina yang berdiri di sampingnya, pun menatap sinis ke arah Raka."Kakak ini kenapa sih, semenjak hidup enak dan punya segala, sudah hilang rasa hormat pada orang tua!" ucap Rina."Kalian itu yang kenapa? Lihat bayiku itu menangis, karena Ibu keterlaluan menggedor pintu dengan berteriak. Ini bukan hutan, Bu.""Siapa suruh kamu tutup pintu kamar, nggak sopan!" sahut Sutina, tanpa rasa bersalah sama sekali. "Mana kalungnya?" tanyanya lagi."Ya Allah, sabarkanlah hatiku, dari sikap Ibu yang semakin jauh berubah," batin Raka."Ya Allah, Ibu! Harus berapa kali lagi Raka jelaskan, itu kalung untuk Tania, bukan untuk Ibu. Kalau Ibu terus begini, Raka bisa depresi, Bu" jawab Raka, dengan menahan amarah di dalam dada. Lelaki itu, merasa mulai kehabisan kesabarannya kini."Dasar kamu ya! Mulai nggak adil sama Ibu.""Ya Allah." Raka nampak semakin lelah dengan sikap Sutina. 
Bab78Tania dilema, haruskah Karin dan Ibunya tahu, bagaimana kelakuan keluarga suaminya? Tania benar-benar bingung.Tania takut Ibunya tertekan. Juga Karin, mengingat bagaimana kisah perjalanan hidup Karin, hingga kini bahagia bersama Kakaknya.Itu tidaklah mudah, Tania berusaha kuat dan waras. Biar bagaimana pun juga, yang Tania lewati ini, tidak seberapa pahit, dengan apa yang pernah Karin ceritakan.Tania berusaha yakin, bahwa Allah, sendang menguji rumah tangganya. Wanita satu orang anak inipun sadar, bahwa bukan cuma dia yang tertekan, suaminya juga."Aku harus waras, dan bangkit lebih kuat lagi. Jika aku terus diam dan mengalah, yang ada, akulah yang akan kalah!" gumam Tania. Berusaha mensugesti dirinya sendiri._______"Makan yuk! Mas sudah masak tadi."Tania menatap lekat wajah Raka, yang begitu berusaha keras, menghiburnya sedari tadi."Siapa yang masak?" tanya Tania."Mas yang masak, ayo sayang! Nanti
Bab79Raka melakukan panggilan video ke nomor Tania, hanya ingin tau, dia dimana.Namun Tania tidak menjawab panggilan Raka, hingga terdengar suara pintu luar terbuka, Raka berpikir, mungkin itu Tania datang.Raka pun keluar kamar, dan menuruni anak tangga. Benar saja, Tania datang dengan membawa beberapa belanjaan di tangannya.Tania sumringah, ia langsung mencium punggung tangan Raka dengan takzim."Bagaimana hari ini? Kamu senang?" tanya Raka.Tania mengangguk. "Sangat, aku sangat senang," ungkapnya."Apa tuh, kamu hambur-hamburkan uang anakku?" tanya Sutina, yang membuat Raka, merasakan hal buruk akan terjadi.Namun, ada hal yang sulit Raka sembunyikan selain marah.Yaitu, tertawa, melihat penampilan Sutina yang nampak aneh."Kamu kenapa?" tanya Sutina, yang mulai tidak suka, melihat Raka dengan Tania menahan tawa."Bu, aku tahu Ibu hobi dandan, itulah yang membuat Ibu, nampak selalu can
Bab80"Lihat tuh, istri kamu! Benar-benar tidak sopan," kata Sutina pada Raka."Iya ih, songong banget," timpal Rina."Bu, Rina, kalian pulang saja, ya!" pinta Raka."Kok kamu gitu sih, Raka. Apa Ibu dan Rina nggak berhak ada di sini? Di rumah anak Ibu sendiri?""Bukannya begitu, Bu. Setiap kalian datang, rumah ini seakan hilang ketenangan. Istri Raka itu, butuh ketenangan pasca melahirkan, bukannya di buat stress dengan Ibu terus merepet.""Astaga, Raka. Perasaan, kamu sekarang ini mulai tidak bisa menjaga perasaan kami lagi.""Bukan gitu, Bu.""Alah, nyatanya begitu," sungut Sutina.Raka menarik napas dalam, dia tahu, tidak akan pernah menang, jika berdebat dengan Ibunya.Pak Mamat kembali masuk ke dalam ruang tamu."Maaf, Pak. Diluar, ada keluarga Bu Tania," lapor Pak Mamat."Kok nggak di bawa masuk?" tanya Raka."Beliau tidak ingin masuk.""Kenapa?""Kurang tahu,
Bab81"Tan ....""Kakak jahat ...." Tania berteriak keras. "Laki-laki apa semua sama? Brengsek semacam itu?""Tan, sabar," pinta Karin, menahan bahu Tania yang kini bergetar hebat.Matanya di penuhi dengan amarah."Dan kamu, perempuan tidak tahu malu. Sekarang, kamu tinggalkan Kakakku," teriak Tania dengan emosi, sembari menunjuk-nunjuk ke arah wanita itu.Wanita yang menjadi lara di kehidupan baru Karin dan Hanung."Maaf, pernikahan kami bukan untuk mainan. Biar bagaimana pun juga, aku kini istri Mas Hanung," sahut wanita itu, dia pun mendekat ke arah Hanung berdiri, dan memeluk lengan Hanung.Karin merasa sesak melihat itu semua, dan bergegas membuang pandang."Keterlaluan. Pergilah, Kak! Aku takut, jika aku semakin keterlaluan.""Ada apa ini?" tanya Raka setengah berlari, mendekati mereka."Kamu kenapa, Dek?" tanya Raka lagi, mendekati Tania dan Karin.Tania tidak menjawab, wajahnya basah air mata
Bab82"Ibu, kok datang lagi.""Kenapa, nggak boleh? Apa cuma mereka yang boleh?" tunjuk Sutina.Wanita itu sangat kesal dan murka."Bu ...." Raka mencoba meraih tangan Ibunya, dan membawanya menjauh, dari hadapan keluarga Tania."Apa?" bentak Sutina, yang kini tersulut emosi."Bu, tolong jangan bikin masalah lagi, Raka mohon!" pinta Raka, dengan raut wajah mengiba.Sutina mendengkus. "Sialan. Untung saja Ibu datang, jika tidak, Ibu tidak akan pernah tahu, kelakuan besan yang memalukan," cibir Sutina."Ibu ada masalah apa? Selalu ikut campur masalah kami. Aku lelah, paham nggak sih. Ini rumahku, bukan rumah Ibu. Dengar baik-baik, Ibu itu benalu di rumah ini," teriak Tania.Bukan hanya berteriak, kini wanita satu anak itu, menangis histeris."Aku muak walau hanya mendengar suara wanita ini," tunjuk Tania. Dengan perasaan emosi, yang membuncah dalam dadanya.Tania meraih gelas di atas nakas, dan me
Bab83Sudah nyaris seminggu, Tania tidak bisa di hubungi. Raka merasa tidak kuasa tetap di rumah seorang diri, bermodal nekat, Raka pun melajukan mobilnya, ke kampung halaman istrinya.Bagi Raka, Tania dan anaknya adalah hal penting dalam hidupnya, tidak ada mereka, hidup Raka terasa hampa.Sesampainya di pekarangan rumah, Raka begitu sangat memohon. Agar, Tania tidak mengusirnya.Berkat rasa kasihan, Hanung pun mengizinkan Raka untuk masuk, dan menginap.Raka mencoba berbicara, dari hati ke hati, berdua dengan Tania."Maafkan, Mas. Terlahir menjadi suami yang penuh kekurangan," lirih Raka."Tidak!" sahut Tania datar. "Ibu kamu berhak atas kamu, Mas!" lanjut Tania, tanpa mau menatapku."Maaf, kalau sudah menyangkut Ibu, Mas tidak memiliki kekuatan. Bukan hanya takut menjadi durhaka saja, tapi kelak, kita pun akan menjadi orang tua. Seperti yang pernah orang katakan, bahwa orang semakin tua, dia akan semakin bersikap kekanak-kan