Share

Prank

Penulis: Rias Ardani
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-24 23:37:35

Bab81

"Tan ...."

"Kakak jahat ...." Tania berteriak keras. "Laki-laki apa semua sama? Brengsek semacam itu?"

"Tan, sabar," pinta Karin, menahan bahu Tania yang kini bergetar hebat.

Matanya di penuhi dengan amarah.

"Dan kamu, perempuan tidak tahu malu. Sekarang, kamu tinggalkan Kakakku," teriak Tania dengan emosi, sembari menunjuk-nunjuk ke arah wanita itu.

Wanita yang menjadi lara di kehidupan baru Karin dan Hanung.

"Maaf, pernikahan kami bukan untuk mainan. Biar bagaimana pun juga, aku kini istri Mas Hanung," sahut wanita itu, dia pun mendekat ke arah Hanung berdiri, dan memeluk lengan Hanung.

Karin merasa sesak melihat itu semua, dan bergegas membuang pandang.

"Keterlaluan. Pergilah, Kak! Aku takut, jika aku semakin keterlaluan."

"Ada apa ini?" tanya Raka setengah berlari, mendekati mereka.

"Kamu kenapa, Dek?" tanya Raka lagi, mendekati Tania dan Karin.

Tania tidak menjawab, wajahnya basah air mata

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Petaka Mendua   Dibawa pergi

    Bab82"Ibu, kok datang lagi.""Kenapa, nggak boleh? Apa cuma mereka yang boleh?" tunjuk Sutina.Wanita itu sangat kesal dan murka."Bu ...." Raka mencoba meraih tangan Ibunya, dan membawanya menjauh, dari hadapan keluarga Tania."Apa?" bentak Sutina, yang kini tersulut emosi."Bu, tolong jangan bikin masalah lagi, Raka mohon!" pinta Raka, dengan raut wajah mengiba.Sutina mendengkus. "Sialan. Untung saja Ibu datang, jika tidak, Ibu tidak akan pernah tahu, kelakuan besan yang memalukan," cibir Sutina."Ibu ada masalah apa? Selalu ikut campur masalah kami. Aku lelah, paham nggak sih. Ini rumahku, bukan rumah Ibu. Dengar baik-baik, Ibu itu benalu di rumah ini," teriak Tania.Bukan hanya berteriak, kini wanita satu anak itu, menangis histeris."Aku muak walau hanya mendengar suara wanita ini," tunjuk Tania. Dengan perasaan emosi, yang membuncah dalam dadanya.Tania meraih gelas di atas nakas, dan me

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-25
  • Petaka Mendua   Syok

    Bab83Sudah nyaris seminggu, Tania tidak bisa di hubungi. Raka merasa tidak kuasa tetap di rumah seorang diri, bermodal nekat, Raka pun melajukan mobilnya, ke kampung halaman istrinya.Bagi Raka, Tania dan anaknya adalah hal penting dalam hidupnya, tidak ada mereka, hidup Raka terasa hampa.Sesampainya di pekarangan rumah, Raka begitu sangat memohon. Agar, Tania tidak mengusirnya.Berkat rasa kasihan, Hanung pun mengizinkan Raka untuk masuk, dan menginap.Raka mencoba berbicara, dari hati ke hati, berdua dengan Tania."Maafkan, Mas. Terlahir menjadi suami yang penuh kekurangan," lirih Raka."Tidak!" sahut Tania datar. "Ibu kamu berhak atas kamu, Mas!" lanjut Tania, tanpa mau menatapku."Maaf, kalau sudah menyangkut Ibu, Mas tidak memiliki kekuatan. Bukan hanya takut menjadi durhaka saja, tapi kelak, kita pun akan menjadi orang tua. Seperti yang pernah orang katakan, bahwa orang semakin tua, dia akan semakin bersikap kekanak-kan

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • Petaka Mendua   Penyakit Lupa

    Bab84 - Pov Raka-"Dokter, apakah ini serius?" Syok, dan rasanya jantungku berhenti berdetak, kala menatap wajah kuyu istriku, Tania.Aku sulit mengerti dan rasanya tidak dapat aku terima kenyataan ini. Bagaimana mungkin, Tania yang masih berusia muda, harus menderita penyakit ini.Meskipun terlihat berat, Dokter pun akhirnya mau menjelaskan tentang penyakit yang Tania derita. Ia juga menyarankan, agar Tania jangan sering di tinggal seorang diri.Sebab, akan ada masanya, dimana Tania tidak lagi mampu untuk melakukan pekerjaan kecil seorang diri.Bahkan walau hanya untuk sekedar mengetik dan menerima panggilan telepon.Tania menangis terisak, aku memeluknya, mencoba untuk memenangkannya, meskipun aku sendiri rasanya mau mati mendengar semua ini."Lepas, lepaskan aku." Tania mencoba mendorongku.Namun aku berusaha memeluknya semakin erat."Kita harus berpisah! Aku tidak ingin menjadi beban kamu, mas."&nbs

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • Petaka Mendua   Ini Mau Ibu

    Bab85 - pov Raka-"Apa? Alzheimer, kamu yakin Raka?" Ayah bertanya dengan nada setengah berteriak."Iya, Yah." Aku menjawab dengan lirih dan suara ini seakan tercekat di tenggorokan. "Penyakit itu perlahan-lahan akan membuat Tania melupakan Raka, Yah. Dan, dia juga akan melupakan kita semua."Tidak tahan lagi, bahkan sebagai laki-laki, aku kehilangan rasa malu. Aku menangis terisak, bercerita pada Ayah, walau hanya melalui sambungan telepon."Ya Allah, astagfirullah, menantuku." Terdengar suara lirih Ayah yang menyayat hati, aku merasa semakin pilu."Sekarang kondisinya bagaimana, Nak?""Terkadang Tania seperti berpikir keras, mungkin ia masih berusaha mengingat semua dengan baik."Tania sudah melupakan hal-hal kecil, meskipun ia akan kembali mengingat sesekali, namun hal itu sukses memacu jantungku setiap saat, takut, takut Tania benar-benar akan melupakan kami, dan ingatan itu selamanya akan m

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • Petaka Mendua   Nyaris Gila

    Bab86 - pov Raka-"Ada apa sih? Kalian ribut-ribut." Terdengar suara berat Ayah dari dalam rumah, ia berjalan menuju ke arah kami, dengan wajah yang terheran-heran.Ibu segera berlari ke arah Ayah, dan mulai playing victim."Anak kamu itu mengamuk, tuh liat tas aku dan Rina!" tunjuk Ibu dengan mengadu. "Raka sudah sangat keterlaluan, Yah. Masa dia memukuli tangan Rina dengan kayu."Ayah menoleh ke arahku dengan raut wajah penuh tanda tanya."Raka, apa yang terjadi?" tanya Ayah."Ibu merusuh ke rumah Raka, semua pekerja ia suruh keluar rumah dengan alasan beli ini itu, termasuk Tania. Hanya ada pengasuh yang masih di rumah. Ibu dan Rina mencuri uang dan juga perhiasan Tania."Ayah yang mendengar hal itu pun terlihat sangat marah dan wajahnya memerah. Ia berjalan cepat ke arahku dan merebut kayu dari genggaman tangan ini.Aku sedikit heran, namun setelah merebut kayu itu, Ayah menoleh ke arah Rina dan Ibu yang ter

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • Petaka Mendua   Meminjam uang

    Bab87 - pov Raka-Aku beranjak dari dudukku, dan memeluk Tania dari belakangnya. Ada perasaan sesak di dalam dada ini, Tania sukses membuatku ketakutan setiap hari."Tania, sayang. Mas mohon! Jangan begini, Mas tidak mau kehilangan kamu," ungkapku dengan terisak pelan.Aku memeluk tubuhnya dengan erat, seakan diri ini takut, takut akan kehilangan dia, dia yang memberiku cinta dan kasih sayang sedalam ini.Meskipun kutahu, mencintai makhluk hidup secara berlebihan, tidaklah baik. Namun faktanya, aku tidak kuasa menahan diri ini.Dia mentari di rumahku, dihidupku, juga hidup anakku. Bagaimana mungkin aku sanggup tanpa dia kelak? Oh Tuhan, aku tidak kuat, walau hanya membayangkannya.Tania masih muda, mengapa penyakit seperti itu sudah bersarang kepadanya. Apakah ini hukuman untukku? Karena lalai menjadi seorang suami yang baik? Ampuni aku Tuhan.Tubuhku bergetar hebat, membuat Tania berusaha mengurai pelukanku. Ia membalikan

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • Petaka Mendua   Terancam Batal

    Bab88 - Pov Raka-Aku pun berdiri, mengikuti tarikan tangan Ibu di lenganku.Aku menatap Ibu, yang nampak puas melihatku menurutinya."Yasudah, kalau laki nggak boleh main di dapur! Ibu bantu Tania," pintaku, dengan tatapan tegas."Tania bisa sendiri, masa harus Ibu bantu."Lagi-lagi aku menghela napas berat, dan tetap berusaha tenang. Bang Juna mendekat ke arah aku dan Ibu, yang sedari tadi berdiri di muara dapur."Raka, di panggil Ayah." Bang Juna berkata, sembari meraih gelas minum di dispenser.Sebelum menemui Ayah, aku melihat istriku memilihi sayuran yang berantakan, dan di bantu yang lainnya.Sedangkan Kak Susi, tidak terlihat batang hidungnya.Aku pun bergegas keluar, menemui Ayah di ruang keluarga.Memang sudah menjadi kebiasaan kami, jika sudah berkumpul, ruang keluarga paling rame."Itu istri apa tawanan? Kesana kemari di awasi," ejek Bang Juna.Aku pun tidak perduli, dengan semua

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • Petaka Mendua   Minta Maaf

    Bab89"Saya mohon, saya mohon!" Tangis Rina, dengan tetap memeluk kaki calon mertuanya.Mama Ahmad menatap Rina, kemudian dia menatap Annisa anaknya."Rina, sudahlah, Nak. Mungkin, Ahmad bukan jodoh kamu," kata Sutina, berusaha lapang dada.Mama Ahmad yang terlihat tidak tega itu pun membungkuk, dan meraih kedua bahu Rina, meminta Rina untuk berdiri."Sebelum kamu benar-benar menghilangkan sifat kasarmu itu! Mama tidak akan izinkan kalian menikah," katanya. Sambil mengulas senyum, dan mengusap lembut pipi Rina."Jangan, tolong! Saya mohon." Rina masih terus mengiba.Namun Mama Ahmad melepaskan pegangan tangan Rina dengan perlahan, kemudian mengkode Annisa, untuk tetap meninggalkan kediaman rumah Sutina dan Adam.Rina menoleh ke arah Tania dengan terisak."Semua gara-gara kamu! Dasar pembawa sial," teriak Rina.Tania yang terkejut melepaskan pegangan tangannya dari nampan yang dia pegang. Hing

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-27

Bab terbaru

  • Petaka Mendua   Panik

    Bab110 "Tenang," seru Dewi, yang sadar, dari tadi majikannya tidak tenang. "Apaan sih." Tania kesal. Ia pun mengetikkan sebuah pesan singkat, dan mengirimnya kepada Raka, yang tengah sibuk meeting. "Aku menyesal, telah ada di saat keluarga kamu butuh. Sedangkan kamu, ah sudahlah. Kadang, kebaikan tidak harus dibalas dengan hal yang sama." Membaca pesan singkat dari Tania, Raka merasa tidak nyaman hati. Meskipun faktanya, proyek ini masih bisa dihandle anak buahnya. Namun Raka yang selalu bertanggung jawab penuh dengan pekerjaannya, tidak ingin melakukan kesalahan sama sekali.Sebab itulah, dia tidak ingin meninggalkan proyek ini. Namun membaca pesan singkat itu, mendadak Raka menjadi gusar. Ia pun tidak konsen, memulai pekerjaannya hari ini.______ Tania dan Dewi yang sudah sampai di rumah Sari, pun mulai bertanya banyak, tentang hal yang menimpa Karin. Sari mulai menceritakan semuanya secara detail. Wanita paru baya it

  • Petaka Mendua   Tidak Tenang

    Bab109"Maaf? Ada apa?" tanya Karin, sembari melepaskan diri, dari pelukan Hanung."Ya maaf," Hanung menunduk. "Aku berburuk sangka pada kamu dan Emilia. Aku nggak nyangka aja, anak kecil itu begitu dewasa.""Aku juga tidak menyangka, dia akan menolakku. Tapi aku lega, dia tidak melupakanku sama sekali," ucap Karin, sembari menyeka air matanya."Setidaknya, aku bisa melepas rindu. Melihat dia tumbuh dengan baik saja, aku sudah merasa tenang. Meskipun di lubuk hati yang paling dalam, aku tidak bahagia, merelakannya tetap di sana. Tapi aku ...."Karin menghela napas berat, ia mulai kesulitan untuk bicara. Wajah bahagia Emilia, saat bertemu dia tadi, selalu terngiang diingatan Karin.Apalagi, saat Emilia berkata kangen, membuat Karin semakin merasakan sakit luar biasa."Ya Allah, anakku!" pekik Karin, membuat Hanung sedikit terkejut.Karin menangis dengan meraung, layaknya anak kecil. Bahkan, dia tidak lagi duduk diata

  • Petaka Mendua   Maaf

    Bab108"Ummi, Karin mohon!" pinta Karin, wanita itu pun berusaha bersimpuh.Namun Hanung mencegahnya."Mau memberikan Emilia baik-baik, atau lewat jalur hukum?" gertak Hanung.Mendengar ucapan suami baru Karin itu, Ummi melotot. Sedangkan Abah, berusaha untuk tetap tenang."Berani sekali kamu mengancam orang tua! Apakah kamu tidak di ajari Ibumu?" bentak Ummi.Mendengar dirinya disinggung. Sari hanya memusut dada, membesarkan rasa sabar, dan berpikir jernih."Ibu, istri saya ini, berhak atas anak ini. Dan Ibu, jangan coba menghalangi kami membawanya. Kecuali, Emilia menolaknya," terang Hanung dengan tegas.Ummi berjongkok, mensejajarkan wajahnya pada Emilia."Emil, kamu sayang Nenek, kan?" tanya Ummi.Emilia terisak. "Emilia sayang Nenek, juga Kakek. Tapi ...."Gadis kecil itu menghentikan ucapannya, dia menatap lekat wajah Neneknya yang sangat sedih."Tapi apa, Nak?" tanya Karin tidak sabar.

  • Petaka Mendua   Di Tolak

    Bab107Karin melangkah pelan, dia menuju pintu utama."Kak Karin," seru Aisya, yang baru keluar dari dapur.Karin berbalik badan, dan menoleh ke arah Aisya dengan terheran."Kamu ada disini?" tanya Karin, sambil mengucek matanya berkali-kali."Aish ....""Hhmm, ada apa?" Aisya tahu, bahwa Karin penasaran, dengan rumah yang kini dia tempati untuk tidur."Ini rumah teman Aish, kita kemalaman dijalan, kasihan Bang Hanung, sepertinya sangat lelah. Sedangkan perjalanan menuju kampung Abah, masih sangat jauh. Jadi, Aisya meminta izin teman umtuk menginap."Karin mengangguk. "Ayo tidur lagi," pinta Aish pada Karin.Karin pun percaya begitu saja, dan mau menuruti ucapan Aisya.Untung saja Aisya cepat tanggap, jika tidak, mungkin malam ini, mereka tidak jadi tidur lagi.Sebab jika Karin tahu, bahwa dia ada di kampungnya. Maka, dia akan terus mengomel hingga pagi, dan membuat kegaduhan.______Usai salat subu

  • Petaka Mendua   Penasaran

    Bab106Azzam meminta waktu, untuk berbicara dengan Aisya berdua saja."Ada apa?" tanya Aish, dia nampak sangat kesal, dengan keputusan Azzam, yang menolak memberikan alamat."Ummi dan Abah kembali ke kampung. Kata Ayah, mereka juga mengadakan sukuran, ulang tahun Emilia.""Kamu tidak bohongkan, Mas?" selidik Aisya. Seakan semua kebetulan, membuat Aisya meragu."Sebenarnya, Ummi dan Abah, sudah tiga hari ini, ada di kampung. Dan esok, adalah perayaan ulang tahun Emilia.""Alhamdulilah, Mas.""Eh, jadi dari tadi, Mas ngerjai aku?" pekik Aisya, yang tiba-tiba sadar.Azzam terkekeh. "Iya maaf."Bibir Aisya manyun, dia kesal, dengan ulah suaminya."Malam ini juga, kalian duluan saja ke kampung. Ibu beneran sakit.""Yakin, nggak lagi ngerjain aku?""Iya, bener.""Dirujuk ke rumah sakit beneran?""Iya, Mas akan langsung, menemui mereka nanti. Kamu bawa saja, kak Karin ke rumah kita. Tadi

  • Petaka Mendua   Pupus Lagi

    Bab105Melihat wajah Hanung yang sangat datar, menimbulkan tanya dihati Karin. Wanita itu, yang tadinya sangat bersemangat, kini tiba-tiba meredup, seperti lilin yang menyala, kemudian padam tertiup angin."Ada apa?" tanya Karin, dengan perasaan, yang mulai tidak nyaman."Karin, Emilia itu bagian dari masa lalu. Dan kami, kami masa depanmu!" ucap Hanung. Membuat Karin merasa syok, begitu juga dengan Aisya, yang tidak sengaja, mendengar ucapan Hanung."Mas, tega sekali kamu berkata begitu!" lirih Karin. "Tidak ada yang kata masa lalu buat anak. Emilia itu darah dagingku, cinta pertama dalam hidupku. Dia yang mengajari aku jadi Ibu. Dan kamu, memintaku melupakannya? Jahat kamu!" kata Karin dengan terisak."Bukan begitu, Karin. Mas tidak minta, kamu untuk melupakan Emilia. Aku mengerti, tidak ada mantan anak. Tapi tidak bisakah, kamu hanya fokus kepada kami? Dan Emilia, biarkan dia, hanya ada di hati kamu.""Apa? Maksudnya apa?""Ya, kam

  • Petaka Mendua   Mendapatkan Alamat

    Bab104"Suami kamu!"Aisya terdiam, melihat Azzam yang nampak kusut."Suami Aisya?" tanya Hanung pada Karin. Karin mengangguk.Sari memegang bahu Aish. "Hadapi, dan selesaikan baik-baik," ucap Sari."Iya, Aish. Bagaimana pun juga, dia masih suami kamu," timpal Karin.Meskipun rasa hati teramat berat, Aisya tetap, mengikuti saran mereka.Karin keluar dari mobil, membuka pintu pagar. Dan mobil Hanung pun, memasuki pekarangan rumah."Masuklah, Zam!" seru Karin, sembari berjalan, menuju ke arah rumahnya.Mobil Hanung pun menepi, mereka semua keluar. Sedangkan Karin, membuka pintu rumah.Azzam pun berjalan ke depan pintu pagar, semberi menatap istrinya, yang baru keluar dari mobil.Aisya melangkah, mendekati Azzam."Masuk dulu, Mas!" ucap Aisya dengan lembut.Azzam pun mengangguk, mengikuti langkah Aisya. Ada debaran rasa gugup, yang mengganggunya kini.Karin duduk bersama anaknya Aisy

  • Petaka Mendua   Pemakaman

    Bab103Saat itu, pukul 05.30 sore. Sesampainya Raka di rumah Sutina, hanya ada beberapa tetangga dekat rumah, yang berada di rumah duka.Raka menepikan mobilnya, bergegas keluar dan sedikit tergopoh. Di dalam rumah, ada keluarga besar Tania, juga Sutina dan Rina."Ayah!" lirih Raka. Sutina tidak mau menoleh ke arah Raka, begitu juga dengan Tania.Kedua wanita ini, merasa sangat terluka, dengan perlakuan Raka. Mereka merasa, Raka abai dan begitu mementingkan perasaannya sendiri."Ayah, maafkan Raka ....""Ibu," lirihnya, berusaha memegangi tangan Sutina. Sutina hanya bisa terisak, dia tidak mampu berkata-kata lagi.Secapat ini, Tuhan memisahkan mereka. Bahkan selama ini, Sutina merasa banyak salah dan berdosa pada suaminya.Namun apalah daya, mereka di pisahkan oleh maut, yang di perantai tangan anak kandungnya sendiri."Kamu kemana saja?" tanya Sutina dengan pelan, ketika Raka memeluk ibunya."Ma

  • Petaka Mendua   Kabar Duka

    Bab102Aisya menulis alamat Karin disecarik kertas. Sebab itulah, dia melupakan ponselnya, dan fokus memegangi alamat rumah Karin.Kini Aisya merasa was-was, kalau Azzam, akan datang menyusulnya ke rumah Karin.Ia pun kembali memencet tombol bell berulang kali, hingga pintu rumah, bercat putih itu kini terbuka."Kak Karin," pekik Aisya. Sambil melambaikan tangan.Karin yang melihat di depan pintu pagar itu Aisya, sedikit berlari ke dalam rumah, dan gegas meraih kunci pagar.Ia pun tidak sabar, ingin berpelukan dengan Aisya, adik yang sangat dia rindukan selama ini.Karin keluar rumah, dan membuka kunci pagar. Aisya mendorong pelan pagar, yang sudah tidak terkunci lagi.Mereka saling berpelukan, melepas sejuta rasa rindu yang mendalam.Sedangkan anak Aisya, hanya menatap heran.Kakak beradik itu menangis terisak, dan melupakan si kecil yang menatap heran pada mereka."Siapa Rin?" tanya Sari, yang

DMCA.com Protection Status