Matthew membawaku ke kamarnya. Aku berpura-pura merasa tidak nyaman. Segera, dia menurunkanku ke ranjang.Aku mengepalkan tanganku, merasakan Matthew perlahan-lahan mendekat. Ketika bernapas, aku merasakan aroma kayu yang semakin kuat.Aku menjulurkan tangan ke nakas untuk mengambil lampu. Aku ingin menghantamkannya ke kepala Matthew. Namun, Matthew tiba-tiba menahan tanganku dan berujar, "Jangan bergerak."Suaranya terdengar rendah. Aku memelotot. Dia memiringkan kepalanya dan mencium telingaku. "Felly lagi mengawasi kita di luar."Setelah mendengarnya, aku tanpa sadar menatap Matthew. Dia menggenggam tanganku, sesekali mencium leherku. "Sabar sedikit. Saat aku memberi keluargamu proyek hari itu, Santos bisa melihat aku menyukaimu.""Belakangan ini, Keluarga Sanjaya punya proyek baru lagi. Santos meneleponku dan bilang kondisi kesehatan nenekmu buruk, jadi menyuruhku membawamu keluar bermain."Ciuman Matthew makin liar. Aku kesulitan bertahan. Entah dari mana tenagaku, aku sontak mend
Makanya, meskipun Felly memberiku obat dan ingin membuatku malu di hadapan semua orang, aku tidak ingin menggunakan cara yang sama untuk membalasnya."Aku bisa bantu." Matthew berkata, "Latar belakang Keluarga Hutama nggak termasuk buruk. Ini termasuk pilihan bagus untuk Santos."Aku menoleh, melihat Matthew memandang ke luar jendela. Malam ini terasa sangat panjang.Saat kapal berlabuh, Santos membawa sekelompok orang masuk. Mereka langsung menuju ke kamar Matthew. Dari kejauhan, terdengar suara Madhu yang berpura-pura menenangkan, "Santos, jangan marah. Semua bisa dibicarakan baik-baik."Segera, mereka mendorong pintu dan masuk. "Matthew, Leila bukan wanita sembarangan. Dia ...."Santos seketika tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Aku berdiri di belakangnya, berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. "Ada apa ini?"Matthew yang memakai pakaian serba hitam pun berjalan keluar. "Apa maksudmu, Pak?" Matthew melirik sekeliling. "Selain itu, ngapain kamu membawa begitu banyak orang kemari
Pada malam yang gelap gulita, bibir hangat Matthew Sanjaya mencium leherku. Aku memeluknya dengan erat, merasa senang sekaligus getir.Karena mabuk, gerakan Matthew menjadi semakin tergesa-gesa. Saat hasratku bangkit, aku tak kuasa bergumam, "Matt ...."Ting! Dering ponsel yang tajam malah menghancurkan suasana panas di kamar. Aku dan Matthew sama-sama menoleh, melihat nama yang tertera di layar ponsel.Yuna.Seketika, aku merasa sesak dan panik. Aku tidak bisa melihat ekspresi Matthew karena gelap, tetapi aku bisa merasakan kegoyahannya.Entah dari mana keberanianku, aku sontak mendongak dan menciumnya. Matthew malah mengelak tanpa ragu sedikit pun. Dia bangkit dan mengambil ponselnya.Terdengar suara lembut wanita dari ujung telepon. "Matt."Matthew langsung berjalan ke depan jendela tanpa menyalakan lampu. Di bawah sinar bulan, aku melihat ekspresi lembut pada wajahnya. Dia tidak pernah selembut itu padaku.Seluruh cinta di hatiku surut bak air pasang yang surut. Hatiku terasa dingi
Aku yang masih berusia 18 tahun mengira ungkapan cinta adalah keberanian dan sesuatu yang tak boleh dilewatkan di masa remaja. Namun, sekarang aku ingin sekali menampar diri sendiri. Ini jelas bukan berani, tetapi bodoh!Untungnya, aku belum mengatakan apa-apa. Masih ada kesempatan untuk membalikkan situasi. Di kehidupan baru ini, aku tidak akan merayu Matthew lagi supaya kehidupanku tidak setragis yang sebelumnya.Aku menarik napas dalam-dalam, lalu mendekatkan mikrofon ke mulutku dan berucap dengan sungguh-sungguh, "Kamu benar. Aku sudah menyadari kesalahanku sekarang. Maaf atas semua ketidaknyamanan yang kamu rasakan sebelumnya. Tenang saja, aku sudah tobat. Mulai sekarang, nggak ada lagi cinta-cintaan. Aku akan fokus belajar dan mengejar impianku!"Matthew tampak terperangah. Sementara itu, aku buru-buru berlari menuruni panggung. Semua orang juga kebingungan."Leila nggak mau mengejar Matthew lagi?""Dia sudah menyerah? Sikap dingin Matthew membuat banyak wanita mundur, kecuali Le
Saat kelas malam, Matthew tidak datang lagi. Yuna juga pulang cepat.Matthew mendapat kuota di universitas ternama. Dengar-dengar, dia juga mendapat tawaran dari universitas luar negeri. Jadi, sebenarnya dia tidak perlu hadir lagi.Meskipun demikian, Matthew tetap datang ke sekolah, bahkan menolak tawaran universitas luar negeri. Semua orang tahu dia melakukan ini demi Yuna.Ketika melihat kedua kursi yang kosong itu, aku tak kuasa merasa getir. Apalagi, aku mulai pusing karena mengerjakan terlalu banyak soal.Malam harinya, aku pulang dengan suasana hati yang buruk. Saat melihat orang tuaku yang menyebalkan, hatiku semakin gusar. Aku pura-pura tidak melihat mereka dan hendak langsung naik.Santos bertanya, "Leila, gimana hasilnya? Kamu sudah bicara dengan Matthew?"Aku terkekeh-kekeh. "Memangnya dia berutang padaku? Atas dasar apa dia mau menandatangani kontrak ratusan miliar cuma karena aku minta?"Wajah Santos menjadi suram. Saat dia hendak mengamuk, Madhu yang duduk di samping lang
Pemuda itu bersandar di dinding sambil bermain ponsel. Dia menunduk sehingga terlihat bulu matanya yang panjang dan tebal. Auranya yang dingin membuatnya terlihat semakin tampan.Aku mencintainya selama lebih dari 10 tahun. Aku tidak mungkin bisa melupakannya semudah itu. Saat ini, jantungku pun berdetak sangat kencang.Seolah-olah mendengar suara langkah kaki, Matthew mendongak menatapku. Ketika kami bertatapan, dia tiba-tiba menyunggingkan bibirnya sedikit. Sepertinya suasana hatinya sedang baik.Meskipun aku tidak ingin mengejarnya lagi, bukan berarti aku melarang diriku untuk berinteraksi dengannya. Aku menyapa dengan canggung, "Kebetulan sekali, kamu juga mau ke toilet?"Begitu ucapan ini dilontarkan, aku sungguh membenci kebodohanku. Untungnya, Matthew tidak peduli. Dia melambaikan tangannya kepadaku. "Kemari."Aku pun bertanya, "Ada apa?"Matthew melirikku dengan dingin. Bisa dilihat bahwa tatapannya menjadi agak kesal. Dia mengulangi ucapannya, "Kemari."Aku menghampiri dengan
Seseorang segera berkata, "Matthew, Leila kelewatan sekali! Dia terus menindas Yuna!"Mata Yuna seketika memerah. Dia berujar dengan sedih, "Matt, aku nggak apa-apa kok. Leila mungkin salah paham."Tatapan dingin Matthew tertuju padaku. Suasana menjadi menegangkan. Kami bertatapan dengan ekspresi datar. Tanganku terkepal erat, hatiku dipenuhi ejekan. Pria ini ingin membela Yuna?Matthew tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke daftar nama. Setelah melihat beberapa saat, dia menatapku dan bertanya dengan alis berkerut, "Kenapa nilai sastramu rendah sekali?"Ekspresi Matthew terlihat serius, nada bicaranya juga terdengar kesal. Aku merasa ini adalah sebuah penghinaan. Jadi, pria ini ingin membantu Yuna melampiaskan amarahnya? Aku pun tersenyum dingin dan hendak membalas.Saat berikutnya, ekspresi Matthew tiba-tiba membaik. Dia meneruskan, "Keseluruhan nilaimu bagus juga. Semangat."Nada bicara Matthew terdengar datar, seolah-olah dia sedang membacakan ramalan cuaca hari ini. Sementara itu,
Kenapa selain Matthew, masih ada kakeknya, Sonny, pendiri Grup Sanjaya yang sudah lama pensiun, hadir di sini?Penyelenggara acara hari ini bisa dibilang adalah Keluarga Wirawan. Namun, Keluarga Wirawan merosot drastis. Yang berhubungan dengan mereka hanya beberapa keluarga yang berpura-pura kaya. Bagaimana bisa mereka mengundang kepala Keluarga Sanjaya yang dapat menggetarkan seluruh Kota Nilam?Aku mengernyit sambil menatap mereka. Kakek dan cucu itu juga menatapku. Yang satu terlihat dingin dan kesal, yang satu lagi terlihat berwibawa dan meremehkanku. Aku sangat familier dengan ekspresi mereka ini.Santos memanggilku lagi, tetapi aku masih tidak bereaksi. Wajahnya pun menjadi suram. Madhu yang berdiri di sampingnya buru-buru menghampiriku dan menarik lenganku.Di kehidupan lampau, aku hanya pernah bertemu Sonny tiga kali. Setiap kali bertemu, dia selalu menyulitkanku dan akhirnya mempermalukanku.Yuna adalah cucu perempuan teman seperjuangan Sonny. Keduanya telah menjodohkan cucu m
Makanya, meskipun Felly memberiku obat dan ingin membuatku malu di hadapan semua orang, aku tidak ingin menggunakan cara yang sama untuk membalasnya."Aku bisa bantu." Matthew berkata, "Latar belakang Keluarga Hutama nggak termasuk buruk. Ini termasuk pilihan bagus untuk Santos."Aku menoleh, melihat Matthew memandang ke luar jendela. Malam ini terasa sangat panjang.Saat kapal berlabuh, Santos membawa sekelompok orang masuk. Mereka langsung menuju ke kamar Matthew. Dari kejauhan, terdengar suara Madhu yang berpura-pura menenangkan, "Santos, jangan marah. Semua bisa dibicarakan baik-baik."Segera, mereka mendorong pintu dan masuk. "Matthew, Leila bukan wanita sembarangan. Dia ...."Santos seketika tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Aku berdiri di belakangnya, berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. "Ada apa ini?"Matthew yang memakai pakaian serba hitam pun berjalan keluar. "Apa maksudmu, Pak?" Matthew melirik sekeliling. "Selain itu, ngapain kamu membawa begitu banyak orang kemari
Matthew membawaku ke kamarnya. Aku berpura-pura merasa tidak nyaman. Segera, dia menurunkanku ke ranjang.Aku mengepalkan tanganku, merasakan Matthew perlahan-lahan mendekat. Ketika bernapas, aku merasakan aroma kayu yang semakin kuat.Aku menjulurkan tangan ke nakas untuk mengambil lampu. Aku ingin menghantamkannya ke kepala Matthew. Namun, Matthew tiba-tiba menahan tanganku dan berujar, "Jangan bergerak."Suaranya terdengar rendah. Aku memelotot. Dia memiringkan kepalanya dan mencium telingaku. "Felly lagi mengawasi kita di luar."Setelah mendengarnya, aku tanpa sadar menatap Matthew. Dia menggenggam tanganku, sesekali mencium leherku. "Sabar sedikit. Saat aku memberi keluargamu proyek hari itu, Santos bisa melihat aku menyukaimu.""Belakangan ini, Keluarga Sanjaya punya proyek baru lagi. Santos meneleponku dan bilang kondisi kesehatan nenekmu buruk, jadi menyuruhku membawamu keluar bermain."Ciuman Matthew makin liar. Aku kesulitan bertahan. Entah dari mana tenagaku, aku sontak mend
"Wow!" Cassey berseru dengan kagum, "Leila, mereka lucu sekali. Aku hampir meleleh dibuat mereka!"Ketika melihat Cassey seperti ini, suasana hatiku menjadi lebih rileks.Sekitar 20 menit kemudian, rombongan lumba-lumba pergi dan tak terlihat lagi. Cassey merasa agak kecewa, tetapi aku merasa sangat puas.Yosef menghampiri untuk menggoda Cassey. Aku menatap keduanya, merasa ada yang aneh dari mereka.Pada akhirnya, aku pergi. Ketika aku mengambil jus, Matthew tiba-tiba menggenggam pergelangan tanganku. Aku mendongak menatapnya. Dia menyuruhku memandang ke arah matahari terbit.Aku mengikuti instruksinya, lalu melihat lumba-lumba pink mengapung di permukaan laut. Aku terkejut hingga menutup mulutku. Matthew bertanya, "Cantik nggak?"Aku mengangguk. Matthew berbisik di samping telingaku. "Dia punya nama."Aku menoleh. Matthew tersenyum dan meneruskan, "Namanya Pangsit."Pangsit .... Aku tiba-tiba teringat saat aku SMA 2, aku bersikeras makan bersama Matthew. Karena terlambat, yang tersis
Aku bergegas mundur dan menaruh tanganku di belakang punggung. Tangan Matthew sontak terbuka karena penolakanku yang terlalu besar. Pada akhirnya, dia menarik tangannya kembali dan berkata, "Tanganmu berdarah."Aku menggigit bibir tanpa menyahut. Saat ini, Cassey dan lainnya datang. Cassey membawa ember dan berlari menghampiri, lalu menunjukkan isinya kepadaku. "Leila, aku tangkap ubur-ubur. Yosef bilang ubur-uburnya akan bersinar di malam hari.""Serius?" Aku merasa lega. Aku menatap ubur-ubur setengah transparan di dalam ember. "Kita cari akuarium saja supaya dia punya tempat."Usai mengatakan itu, aku menarik Cassey ke kamar tanpa peduli pada Matthew. Tidak ada tempat untuk menaruh ubur-ubur. Pada akhirnya, Cassey mencari Yosef. Yosef memberikannya vas bunga transparan.Setelah memasukkan ubur-ubur ke vas, Cassey baru menyadari tanganku berdarah. Dia menarik tanganku dan berkata dengan alis berkerut, "Tanganmu ....""Nggak apa-apa." Aku melirik sekilas punggung tanganku yang berdara
Aku merasa sangat panas. Sekujur tubuhku seolah-olah dibakar api. Aku ingin menghindar, tetapi tidak tahu caranya.Mimpi buruk terus bermunculan. Aku bermimpi tentang kehidupan lampau saat Matthew pergi setelah menerima telepon dari Yuna, juga bermimpi saat Matthew memohon kepadaku untuk melepaskan Yuna di ruang privat.Pada akhirnya, adegan mimpiku berhenti. Saat itu, kami selesai berhubungan badan. Matthew menatapku layaknya sampah. "Leila, kamu menjijikkan sekali.""Bu ... bukan aku ...." Aku sontak membuka mata dan memandang langit-langit."Sudah bangun?" Terdengar suara Matthew di samping telingaku. Aku perlahan-lahan menoleh.Wajah Matthew agak berkumis. Dia terlihat sangat lelah. Entah berapa lama aku tertidur. Aku ingin mengambil ponsel, tetapi Matthew menahan tanganku."Jangan sembarangan gerak. Kamu lagi diinfus." Setelah mendengarnya, aku baru menyadari ada beberapa kantong cairan infus yang digantung."Berapa lama aku tidur?" tanyaku dengan susah payah. Tenggorokanku terasa
Pagi hari, aku dibangunkan oleh Cassey. Aku bersembunyi di dalam selimut. Dia menarikku dan bertanya, "Leila, kami mau pergi snorkeling. Kamu mau ikut nggak?""Nggak mau." Aku masih sangat ngantuk. Aku menunjukkan tanganku yang terluka kepadanya dan meneruskan, "Dokter bilang tanganku nggak boleh kena air."Setelah mendengarnya, Cassey baru ingat. Dia tidak membangunkanku lagi dan hanya berpesan beberapa hal sebelum pergi.Sekitar 5 menit kemudian, rasa kantukku malah hilang. Aku pun terpaksa bangkit dari ranjang. Selesai mandi, aku mencari baju di koper.Begitu koper dibuka, ternyata semua isinya adalah terusan. Aku mengambil sebuah terusan berwarna putih, lalu membentangkannya dan mendapati terusan itu hanya mencapai bagian atas pahaku.Aku mengernyit, lalu mengambil terusan berwarna biru lagi. Yang ini lebih panjang, tetapi ada lubang di punggung dan di pinggang. Pada akhirnya, aku memilih terusan berwarna hitam dengan garis leher V yang sangat ketat.Setelah mandi dan berganti paka
Aku melihat jam di ponsel. Ternyata baru pukul 3 subuh lewat. Karena tidak ingin mengganggu Cassey, aku mengambil selimut dari lemari dan menaruhnya di bahuku. Kemudian, aku keluar untuk melihat bintang.Mungkin ada yang salah dengan cuaca tahun ini. Aku merasa angin yang bertiup agak panas.Setelah jauh dari kota, bintang di langit menjadi lebih terang. Pemandangan seperti ini tidak bisa dilihat di kota.Sesaat setelah aku duduk bersila, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Aku menoleh. Ternyata Matthew keluar dari pintu lain dan berdiri di depan pagar pembatas.Matthew masih mengenakan pakaian sebelumnya. Ketika dia melangkah keluar dari kegelapan, entah mengapa aku merasa dia terlihat seperti orang yang kesepian.Aku menggeleng, merasa pemikiranku ini agak konyol. Matthew selalu disanjung oleh orang-orang. Bagaimana mungkin orang seperti ini merasa kesepian?Ketika aku hendak kembali, tiba-tiba Matthew mengeluarkan sebungkus rokok dan menyalakannya. Asap mengepul. Aku melihat Ma
Entah mengapa, aku merasa agak malu. Aku yang ingin menghindar lagi sontak mematung. Matthew memanggil, "Hm?"Aku menggigit bibirku, lalu sengaja menyahut dengan tidak acuh, "Aku nggak ingin lihat."Senyuman di bibir Matthew menjadi makin jelas. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Gimana kalau aku ingin kamu lihat?"Seketika, telingaku merasa geli. Aku sontak memalingkan wajah. Matthew juga menoleh untuk melihatku. Tiba-tiba, jarak di antara kami pun menjadi sangat dekat. Dekat sampai aku bisa mencium aroma krim cukurnya."Sudah selesai." Terdengar suara dokter. Aku sontak tersadar kembali, lalu menyingkirkan tangan Matthew yang menutup mataku.Dokter sudah melepaskan sarung tangannya. Dia menginstruksi, "Tanganmu nggak boleh kena air selama tiga hari. Jangan sering digerakkan juga. Aku akan membantumu mengganti perban setiap hari.""Setengah bulan juga sembuh." Dokter sedang membereskan kotak P3K. Dia menambahkan, "Oh ya, benang yang kupakai untuk kecantikan. Jadi, nggak usah khawatir
Para pria di tempat juga tidak sempat bereaksi. Aku hanya bisa menyaksikan Prilly melemparkan pecahan gelas kepadaku. Aku tanpa sadar menjulurkan tangan. Saat berikutnya, pecahan gelas menggores punggung tanganku.Seketika, pecahan gelas yang ternodai darahku pun terjatuh ke lantai. Aku kesakitan hingga berjongkok.Cassey segera maju untuk memapahku. "Leila ...."Matthew dan Yosef buru-buru menghampiri dari dek. Ketika melihat tanganku berdarah, wajah Matthew menjadi suram. Dia mendekatiku, lalu mengambil kain bersih untuk menekan tanganku. "Sakit sekali ya?"Aku sangat takut sakit, tetapi juga sangat pintar menahan sakit. Sebelumnya saat demam tinggi, Aku sama sekali tidak menangis. Namun, kali ini mataku malah berkaca-kaca. Aku mendongak menatap Matthew, melihat kecemasan pada tatapannya."Ya, sakit ...." Setelah mendengar jawabanku, Matthew menjadi panik. Dia menyuruh Yosef memanggil dokter yang mengikuti perjalanan ini, lalu menggendongku ke kamar."Nggak apa-apa, dokter akan seger