Bab 5

Seseorang segera berkata, "Matthew, Leila kelewatan sekali! Dia terus menindas Yuna!"

Mata Yuna seketika memerah. Dia berujar dengan sedih, "Matt, aku nggak apa-apa kok. Leila mungkin salah paham."

Tatapan dingin Matthew tertuju padaku. Suasana menjadi menegangkan. Kami bertatapan dengan ekspresi datar. Tanganku terkepal erat, hatiku dipenuhi ejekan. Pria ini ingin membela Yuna?

Matthew tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke daftar nama. Setelah melihat beberapa saat, dia menatapku dan bertanya dengan alis berkerut, "Kenapa nilai sastramu rendah sekali?"

Ekspresi Matthew terlihat serius, nada bicaranya juga terdengar kesal. Aku merasa ini adalah sebuah penghinaan. Jadi, pria ini ingin membantu Yuna melampiaskan amarahnya? Aku pun tersenyum dingin dan hendak membalas.

Saat berikutnya, ekspresi Matthew tiba-tiba membaik. Dia meneruskan, "Keseluruhan nilaimu bagus juga. Semangat."

Nada bicara Matthew terdengar datar, seolah-olah dia sedang membacakan ramalan cuaca hari ini. Sementara itu, aku terperangah dan menatapnya dengan heran. Matthew ... salah makan obat?

Ketika melihatku mematung, Matthew menegur dengan dingin, "Kalau ada waktu, lebih baik pergi belajar. Bukan malah bengong atau pikir yang aneh-aneh."

Usai melontarkan itu, Matthew langsung berjalan pergi, sama sekali tidak menghiraukan reaksiku.

Semua orang menatap punggung Matthew dengan bingung. Tadi pria ini memarahi Leila, 'kan? Seharusnya begitu, 'kan?

Aku jauh lebih terkejut daripada mereka. Namun, begitu melihat ekspresi Yuna, suasana hatiku menjadi jauh lebih baik. Yuna ingin mempertahankan citra lembutnya, tetapi ekspresinya menjadi sangat masam.

Aku terkekeh-kekeh, lalu membawa Cassey pergi. Setelah kembali ke ruang kelas, aku mendapati Matthew tidak ada di sini. Aku duduk dan membolak-balikkan buku di atas meja. Tiba-tiba, aku merasa sangat familier.

Bukankah ini buku yang diberikan wali kelas di kehidupan lampau? Saat itu, aku merasa heran karena soal-soal di dalam seperti dirapikan khusus untuk melatih kelemahanku. Kenapa buku ini ada di tas yang diberikan Matthew?

"Leila, tadi Matthew memujimu, 'kan?" Cassey yang tiba-tiba melontarkan pertanyaan membuatku tersadar dari lamunanku. Aku bisa merasakan kegembiraan pada nada bicaranya.

Derrick yang duduk di belakang tiba-tiba berkata, "Hari ini Matthew bakal ikut lomba di luar negeri. Dia seharusnya sudah dalam perjalanan ke bandara. Kenapa malah muncul di sekolah?"

"Mungkin sejalan, jadi dia singgah untuk melihat nilai dulu?"

"Bandara dan sekolah nggak sejalan, bahkan sangat jauh" Derrick mendorong kacamatanya dan meneruskan," Lagian, dia nggak ikut ujian. Ngapain dia lihat nilai?"

Aku menatap buku di depanku. Entah mengapa, hatiku tidak bisa tenang. Di kehidupan lampau, setiap kali aku meraih sedikit pencapaian, aku akan langsung pamer di depan Matthew.

Namun, Matthew tidak pernah tersenyum kepadaku. Setiap patah kata yang dilontarkannya hanya ingin menurunkan semangatku. Tadi, Matthew malah muncul dan memuji prestasiku?

Saat ini, Yuna dan lainnya berjalan masuk. Terdengar seruan seseorang. "Yuna, demi melihat nilaimu, Matthew sampai singgah sebentar. Dia sayang sekali padamu!"

Suasana hati Yuna seketika membaik. Dia menyahut dengan manis, "Aku juga nggak nyangka dia bakal kemari."

Misteri terpecahkan! Aku ingin sekali menampar diriku yang berpikir terlalu jauh tadi! Aku menenangkan diri dan fokus mengerjakan soal lagi. "Semangat, semangat!"

Semua yang dilakukan Matthew tidak ada hubungannya denganku. Aku sudah lelah menghadapi diriku yang terus kehilangan kendali atas emosiku karena Matthew!

Setelah fokus belajar, waktu berlalu dengan cepat. Pada ujian simulasi ketiga, nilaiku menempati urutan ke-10.

Lagi-lagi, Matthew muncul hanya untuk melihat daftar nama. Kemudian, dia pergi dengan terburu-buru dan tidak pernah datang lagi.

Bisa dilihat bahwa Matthew sangat peduli kepada Yuna. Aku tidak peduli. Namun, aku terus mendapat informasi tentang Matthew dari Derrick.

"Matthew dapat juara pertama. Dia diundang profesor peraih hadiah Nobel untuk belajar bersamanya. Ini kesempatan langka!"

"Matthew sudah pulang. Tapi, ayahnya menyuruhnya membantu mengelola perusahaan. Dia sibuk sekali."

"Matthew ke luar negeri lagi. Dia harus menghadiri konferensi internasional dan membantu keluarganya bernegosiasi."

Entah dari mana Derrick mendapatkan semua informasi ini. Dia mengetahui semua hal yang dilakukan Matthew, bahkan selalu melaporkannya kepadaku. Jika bukan karena aku ingin meminta bimbingannya, aku pasti sudah pindah tempat duduk.

Namun, sepertinya Matthew tidak sesibuk ini di kehidupan lampau? Seingatku saat SMA 3, Matthew selalu datang ke sekolah. Aku pun selalu meminta bimbingannya setiap hari.

Seminggu sebelum ujian masuk universitas, Santos tiba-tiba menggila. Dia memaksaku menghadiri sebuah pesta bersamanya.

Aku mengerjakan soal sambil menolak dengan kesal, "Nggak mau."

Santos menggebrak meja. "Leila! Jangan lupa kamu masih pakai uangku! Kamu juga tinggal di rumahku!"

Aku sungguh kehabisan kata-kata. Aku baru berusia 18 tahun 3 bulan. Santos malah memperhitungkan hal ini denganku?

Saat melihatku tidak peduli, Santos mengalah sedikit. "Leila, ayolah, tolong ayahmu ini. Kamu suka rok Galaxy, 'kan? Nanti Ayah belikan yang terbaru."

Aku meletakkan pensilku, lalu menjulurkan tangan dengan ekspresi datar. "Aku mau lima set."

Merek Galaxy tidak murah. Harga untuk lima set setidaknya miliaran. Aku tidak sembarangan meminta. Aku hanya ingin Santos membuat pengorbanan besar.

Sesuai dugaan, ekspresi Santos tampak masam untuk sesaat. Dia memaksakan diri untuk menyetujui, "Oke."

Keesokan malam, aku mengikuti Santos ke sebuah hotel. Santos sibuk berinteraksi dengan orang-orang, jadi aku hanya memakan kue di piringku.

"Cantik, mau minum bersama?" Segelas sampanye disodorkan ke hadapanku. Aku mendongak, lalu melihat sepasang mata yang dipenuhi senyuman. Jelas sekali, pria ini adalah playboy.

Wajahnya agak familier, tetapi aku tidak bisa ingat dia siapa. Aku menghindar, lalu menyahut, "Maaf sekali, aku belum cukup usia."

Pria itu termangu sejenak sebelum bereaksi kembali. "Memangnya ada aturan nggak boleh minum kalau belum cukup usia?"

Memang tidak ada. Aku tersenyum sopan. "Aku alergi alkohol."

Alasan ini pun membuat pemuda itu tertawa terbahak-bahak. Seketika, ekspresi mesumnya itu menghilang.

Mata besar itu menatapku lekat-lekat. "Boleh kenalan nggak? Namaku Keegan."

Keegan? Aku terkejut dan akhirnya ingat siapa pemuda ini.

Keegan bertanya dengan tersenyum, "Siapa namamu?"

"Leila, kemari dulu. Sapa Matthew!" Tiba-tiba, terdengar suara Santos dari belakang.

Aku tanpa sadar menoleh. Setelah melihat pemandangan di belakang, darahku seketika bergejolak! Santos, apa yang ingin dia lakukan?