Share

Bab 8

Penulis: Dianita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 15:06:24
Matthew mencariku? Dia mencariku sampai ke rumah Cassey? Aku sulit memercayai kenyataan ini. Dia jelas-jelas begitu membenciku. Untuk apa dia mencariku?

Semalam aku memang pergi tanpa membawa uang sepeser pun. Ayahku saja tidak mencariku. Pasti Matthew datang untuk mendesakku meminta maaf kepada Yuna, 'kan?

Ketika teringat pada Matthew yang menyuruhku meminta maaf kepada Yuna semalam, aku tidak bisa menahan tawaku. Aku mengambil pensilku kembali dan menyahut, "Memangnya aku harus menemui dia kalau dia ingin bertemu denganku? Biarkan saja dia menunggu."

Nilai ujian simulasi sebelum liburan lebih rendah dua poin dari yang kuharapkan. Dua poin ini sudah bisa membuatku lebih unggul dalam ujian masuk universitas. Kenapa aku harus membuang-buang waktu untuk seseorang yang tidak penting?

Aku kembali memfokuskan diri untuk mengerjakan soal. Di sisi lain, Cassey malah merasa gelisah. Kalau bukan diam-diam melirikku, dia akan minum air atau pergi ke toilet.

Ponsel di atas meja terus bergetar. Setelah menolak panggilan itu, Cassey akhirnya tidak tahan lagi dan mengambil pensil dan soal yang kukerjakan. "Leila, jangan buat lagi. Beri tahu aku dulu apa yang kamu pikirkan."

Mataku agak berair karena terus menatap soal sejak tadi. Setelah Cassey mengambilnya, aku pun mengistirahatkan mataku. "Maksudnya gimana?"

Aku memejamkan mataku untuk sesaat. Ketika dibuka kembali, mataku terasa agak kering.

"Aku lagi bahas soal Matthew." Cassey duduk di sampingku, lalu memegang wajahku supaya menatapnya. "Kamu benaran mau menyerah? Jelas-jelas kamu sangat menyukainya dulu."

Seketika, hatiku terasa getir. Benar, dulu aku sangat menyukai Matthew dan hanya menginginkannya. Namun, jika ada yang terus menerus menyakitimu, sekalipun kamu menyukainya, kamu tetap harus mundur.

Aku sudah merasakan seperti apa pengejaran yang sia-sia. Perasaan itu sungguh lelah. Aku tidak ingin merasakan hal yang sama lagi.

"Mungkin aku tiba-tiba mendapat pencerahan." Aku menatap mata Cassey. "Ini seperti kamu yang tergila-gila pada idola hari itu. Kamu juga tiba-tiba nggak memperhatikannya lagi, 'kan?"

Cassey membantah, "Itu karena ada sesuatu yang lebih penting yang harus kukerjakan!"

"Aku juga sama." Aku tersenyum, lalu membantu Cassey merapikan rambut di telinganya. "Cassey, aku suka desain. Aku ingin melihat setiap wanita memakai pakaian yang cocok untuk mereka dan tampil percaya diri."

"Aku juga ingin melakukan hal lain, seperti membantu orang yang membutuhkan bantuan. Kalau soal cinta ...." Aku berjeda sebelum melanjutkan, "Cinta ini sangat menguras energi dan waktu. Aku ingin jadi diri sendiri yang terbaik."

Begitu mendengarnya, Cassey tiba-tiba memelukku. Dia berujar dengan iba, "Ya sudah. Kalau begitu, kamu bisa menjadi diri sendiri yang terbaik."

"Pasti." Aku tersenyum. Ketika aku hendak lanjut mengerjakan soal, tiba-tiba pelayan rumah Cassey berlari masuk dengan tergesa-gesa. "Nona, Tuan Matthew memanjat dinding."

"Apa?" Cassey meraih tanganku, lalu terbelalak dan melihat ke luar. "Matthew benaran memanjat dinding?"

"Ya."

Cassey menggebrak meja dan bangkit. Kemudian, dia menggulung lengan bajunya dan hendak keluar. "Leila, kamu tunggu saja aku di sini. Aku bakal usir dia!"

"Biar aku saja." Aku menahan Cassey, lalu melirik keluar. Pemuda yang memakai kaus putih tampak memanjat dinding dengan gesit. Padahal, di luar sana sedang hujan gerimis.

Saat aku memandang keluar, Matthew juga melihatku. Kami bertemu pandang. Aku benar-benar tidak ingin membuang-buang waktu dengan Matthew. Namun, aku tidak ingin merepotkan Cassey.

"Kamu beri tahu dia, sebentar lagi aku keluar. Suruh dia tunggu." Usai menginstruksi pelayan, aku menyuruhnya mengambilkan payung untukku. Kemudian, perlahan-lahan aku berjalan ke luar.

Rintik hujan mengenai payung. Matthew berdiri di bawah pohon pinggir jalan. Auranya terlihat sangat dingin.

Aku berdiri diam di tempatku untuk sesaat. Sementara itu, Matthew mendongak menatapku. Matanya sangat jernih, tetapi tatapannya agak dingin. Bahkan, aku bisa melihat sedikit kegusaran?

Dari Matthew menelepon Cassey sampai sekarang, belum 20 menit berlalu. Namun, pria ini sudah begitu tidak sabar? Aku mengangkat alisku karena merasa lucu.

"Leila, hebat sekali kamu." Terdengar suara Matthew yang agak parau.

Aku mengelus pergelangan tanganku. Tanganku yang tadinya masih hangat kini telah menjadi dingin.

Di luar memang dingin. Jika itu dulu, aku pasti merasa kasihan pada Matthew karena khawatir dia jatuh sakit. Namun, sekarang aku hanya berpikir, apakah aku harus menyuruhnya menanggung biaya pengobatanku kalau aku jatuh sakit?

"Kenapa memangnya?" Aku menghampiri dengan memegang payung. Jarak di antara kami sekitar satu meter. Aku memiringkan kepalaku sedikit untuk menatapnya. "Kamu bilang aku hebat karena aku nggak langsung menemuimu atau karena aku membiarkanmu kehujanan?"

Wajah Matthew berangsur suram karena ucapanku. "Leila, kamu sengaja melakukan semua ini, 'kan?"

"Kamu sengaja membuatku marah dan bilang nggak menyukaiku lagi, 'kan? Kamu sengaja berhubungan dengan Keegan, 'kan? Kamu melakukan semua ini untuk membuatku cemburu dan panik, 'kan?"

"Lalu, apa lagi selanjutnya?" Setiap melontarkan satu kalimat, Matthew akan maju selangkah. Ketika dia selesai berbicara, dia sudah berdiri di bawah payungku. "Kamu masih punya tipu muslihat apa lagi?"

Ketika ke luar, sebenarnya aku tidak mengerti alasan Matthew mencariku. Namun, sekarang aku sudah mengerti.

Matthew mengira aku bermain tarik-ulur dengannya. Dia mengira aku sedang memainkan tipu muslihat.

Kami bertatapan selama beberapa detik. Kemudian, aku mengejek, "Kamu nggak merasa kamu terlalu percaya diri?"

Aku mundur selangkah dan menggeser payungku dari kepalanya. Rintik hujan mengalir hingga ke dagu dan bajunya.

Aku meneruskan, "Atau mungkin kemampuan sastramu terlalu sempurna sampai orang lain nggak bisa memahaminya lagi? Makanya, pemahamanmu menjadi terbalik, 'kan? Kamu nggak takut kamu dapat telur ayam saat ujian masuk universitas nanti?"

Begitu mendengar sindiranku, Matthew sontak menggertakkan gigi. "Leila!"

"Ya, aku di sini." Aku mengernyit dan mulai kehilangan kesabaranku. "Matthew, nggak usah kuat-kuat kalau bicara. Aku nggak tuli kok."

Ekspresi Matthew tampak tidak karuan. Pembuluh darah di dahinya sampai menggembung. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia berkata, "Kamu nggak boleh berhubungan dengan Keegan!"

"Kenapa?" Ekspresiku terlihat sinis. "Atas dasar apa kamu melarangku berteman dengan seseorang?"

"Pokoknya aku bilang nggak boleh!" Matthew juga mulai kehilangan kesabaran.

"Memangnya siapa kamu? Kamu berhak mengaturku?" Aku menyibakkan rambutku yang ditiup angin. Kemudian, aku tersenyum manis seperti yang biasa dilakukan Yuna. "Lebih tepatnya, apa hubunganmu denganku?"
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Diana Genot
bagus sangat bagus
goodnovel comment avatar
Diana Genot
lanjut dong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 9

    Aku mengamati ekspresi Matthew dengan saksama. Setelah aku melontarkan pertanyaan tadi, ekspresinya seketika dipenuhi kebencian. Sebenarnya aku juga tidak heran. Seseorang mencintaimu selama bertahun-tahun, terus berusaha mendekatimu sampai tidak memedulikan harga diri mereka. Kemudian, orang itu tiba-tiba mengatakan dia tidak mencintaimu lagi. Aku sekalipun tidak bisa percaya.Makanya, Matthew sulit menerima perubahanku yang mendadak ini. Dia juga memasang ekspresi penuh kebencian saat aku bertanya apa hubungannya denganku. Padahal, itu hanya pertanyaan biasa.Aku terkekeh-kekeh, lalu mundur dua langkah. "Nah, kamu nggak bisa jawab, 'kan? Aku serius saat aku bilang nggak menyukaimu lagi. Yang kulakukan selama ini juga bukan tarik-ulur."Matthew, percaya padaku. Aku nggak bakal mengganggumu lagi. Masih ada lima hari sebelum kita tamat sekolah. Setelah tamat, kita nggak bakal punya hubungan apa pun lagi.""Sebenarnya kota ini sangat kecil. Kecil sampai kita nggak bakal bertemu kalau mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 10

    "Sial sekali." Begitu melihat Yuna, Cassey langsung menunjukkan kebenciannya. Dia berbalik, lalu hendak menarikku pergi. "Leila, banyak lalat di sini. Kita ke toko lain saja."Aku melirik Yuna. Menurut pemahamanku padanya, wanita ini pasti akan mencari masalah. Suasana hatiku kurang baik. Aku malas berdebat dengannya.Aku langsung mengangguk. "Oke."Aku dan Cassey hendak berjalan keluar. Antek-antek Yuna melirik Yuna sekilas, lalu mencela, "Masih bisa sombong. Padahal, semua orang juga tahu keluarganya sudah mau bangkrut.""Jangan bicara begitu." Yuna berpura-pura hendak menghentikan teman-temannya."Siapa yang kamu bilang?" Cassey pun berbalik dan menghampiri antek-antek Yuna. Kemudian, dia mendorong Yuna."Ah!" Yuna menabrak gantungan baju di samping. Salah satu temannya buru-buru memapahnya. "Yuna, kamu baik-baik saja? Cassey, kenapa kamu mendorongnya?""Kenapa memangnya? Siapa suruh mulut kalian begitu busuk? Aku bisa saja menghajar kalian semua sampai babak belur!" Cassey sungguh

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 11

    Kini, hanya tersisa aku dan Matthew. Ini adalah pertemuan pertama aku dan Matthew setelah pertengkaran hari itu. Padahal, aku mengira kami tidak akan bertemu lagi untuk waktu yang lama.Namun, sepertinya takdir mempermainkanku. Kami bukan hanya bertemu dengan cepat, tetapi juga dengan cara seperti ini.Aku menatap Matthew yang berwajah suram dan mendekatiku dengan perlahan. Saat aku hendak mundur, dia tiba-tiba meraih pergelangan tanganku dan mengempaskanku di meja kasir.Kemudian, Matthew berdiri di depanku dan menahan tanganku. Sambil mencondongkan tubuhnya, dia menatapku dan bertanya, "Kalau aku dan Yuna bersama, siapa yang akan menjadi pasanganmu? Keegan atau pemuda kaya lain di Kota Nilam?"Aku terdengar seperti benda yang dipajang dan dijual. Meskipun kalimat seperti ini sudah pernah dilontarkannya, aku tetap merasa marah dan terhina.Aku menatap Matthew sambil menyunggingkan senyuman, lalu sengaja memprovokasinya. "Kamu rasa aku bakal pilih siapa?""Leila!" sergah Matthew dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 12

    Saat aku menghitung tabungan dan barang-barang berhargaku, pelayan memanggilku turun untuk makan. Aku mengiakan, lalu menaruh kembali semuanya dan bangkit untuk keluar.Kukira Keegan sudah pergi sejak tadi. Alhasil, dia malah duduk di kursi utama meja makan layaknya bos besar. Sementara itu, Santos duduk di sebelahnya.Aku hampir tidak bisa menahan tawaku. Biasanya, Santos selalu berlagak berkuasa di hadapanku dan Felly.Ketika melihatku turun, Santos segera memanggilku, "Leila, cepat kemari. Temani Keegan ngobrol. Orang tua sepertiku nggak tahu apa yang anak muda zaman sekarang sukai."Aku memegang pegangan tangga, lalu mengeluarkan ponselku dan menunjukkan layarku kepadanya sambil menyebutkan nominal yang kuinginkan tanpa bersuara.Saat berikutnya, notifikasi transferan terlihat di layar ponselku. Aku menghampiri mereka dengan perlahan sambil memeriksa. Seratus juta.Aku mencebik sambil meletakkan kedua tanganku di belakang punggung. Kemudian, aku berhenti berjalan dan berujar, "Hm,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 13

    Setelah ujian berakhir, malam itu juga aku demam tinggi. Ini mungkin karena aku terlalu tegang selama beberapa hari ini.Sehari sebelum mendapat pemberitahuan, kondisiku menjadi jauh lebih baik. Malam setelah hasil ujian keluar, aku langsung memeriksa nilaiku di internet.Nilai sempurna adalah 750 poin. Aku mendapat 713,5 poin. Nilaiku lebih tinggi 30 puluh poin dari nilai penerimaan Universitas Gading. Aku sangat puas dengan hasil ini. Akhirnya, aku bisa tidur nyenyak.Keesokan hari, aku bangun pagi-pagi sekali dan langsung siap-siap pergi ke sekolah. Setelah ujian berakhir, orang tua Cassey langsung membawanya ke luar negeri. Kami sudah tidak bertemu dua minggu lebih. Sekarang, kami bertemu kembali di gerbang sekolah.Cassey menggunting rambut panjangnya dan mengecatnya dengan warna maroon. Karena sudah tamat, pakaiannya pun tidak begitu tertutup lagi. Dia memakai rok pendek. Dia terlihat seperti tokoh anime yang turun ke dunia nyata.Ketika melihatku, Cassey sangat senang. Dia langs

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 14

    Setengah tahun lalu, ada seorang gadis di Kota Nilam yang digosipkan tidak-tidak karena menolak pengakuan cinta seorang pemuda. Karena dihujat oleh teman-temannya, dia akhirnya tidak tahan dan memilih untuk bunuh diri.Masalah ini masih terukir dengan jelas di benak setiap orang. Namun, mereka malah memilih untuk melupakannya dan mengulangi kejadian yang sama."Apa urusannya denganmu? Kenapa kamu kepo sekali sih?" Cassey memelototi Yuna.Karena dimarahi, Yuna langsung memasang ekspresi sedih. "Aku nggak berniat jahat kok. Kenapa kamu galak sekali?"Aku tidak bisa menahan tawa melihat sikap Yuna yang begitu percaya diri. Aku menyelipkan rambutku ke belakang telinga, lalu menatapnya sambil berujar, "Ini karena kamu bicara omong kosong. Apa kamu tahu aku bisa menuntutmu atas pencemaran nama baik?"Yuna menatapku sambil mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Aku tidak menghiraukannya lagi dan menarik Cassey ke tempat duduk kami.Dua baris dari tempat dudukku, tampak Matthew sedang duduk

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 15

    Setelah pertemuan kelas ini berakhir, berarti kerja keras kami selama tiga tahun ini juga berakhir. Menurut kebiasaan di Kota Nilam, hari ini akan diadakan pesta apresiasi untuk guru.Guru telah membimbing kami selama bertahun-tahun. Kami tentu harus mengucapkan terima kasih dengan mengadakan pesta.Selesai makan, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam lewat. Beberapa murid masih belum ingin pulang sehingga mengusulkan pergi ke KTV.Karena kami sudah cukup usia, wali kelas pun tidak melarang. Namun, dia mencari alasan untuk pulang supaya para anak muda bisa bersenang-senang.Aku tidak ingin berada di ruangan yang sama dengan Matthew, apalagi terus berwaspada dari Yuna si jalang. Aku juga ingin mencari alasan untuk pulang, tetapi Cassey memaksaku untuk ikut."Leila, gimana kalau kita minum sedikit nanti? Minum mojito gimana? Aku nggak pernah minum. Aku ingin sekali mencobanya. Apa rasanya enak?" Tatapan Cassey saat menatapku dipenuhi penantian.Aku tahu orang tua Cassey sangat ketat pada

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 16

    Cassey bangkit dan hendak bertengkar dengan orang yang berbicara itu. Aku buru-buru menahannya, lalu menariknya untuk menghampiri mereka. "Ayo, siapa takut?"Mungkin karena aku menyetujui dengan sangat cepat, orang-orang itu tidak sempat bereaksi.Aku bertanya tentang aturan game, tetapi tidak ada yang merespons. Yosef yang bereaksi duluan, lalu bergeser supaya aku bisa duduk di sampingnya. Dia pun menjelaskan aturannya kepadaku.Aturannya sangat sederhana. Kami hanya perlu memutar botol bir di atas meja. Yang ditunjuk botol bir harus menjawab pertanyaan dari orang yang terpilih sebelumnya. Namun, kami juga boleh memilih dare.Selesai menjelaskan, Yosef bertanya, "Sudah ngerti?"Aku mengangguk. "Ngerti."Pada awal permainan, semua orang terlihat agak canggung. Pertanyaan mereka hanya sebatas siapa gadis tercantik di kelas menurutmu, apa ada orang yang kamu sukai, apa kamu pernah pacaran, apa hal paling memalukan yang pernah kamu lakukan, dan sebagainya.Lambat laun, pertanyaan mereka m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03

Bab terbaru

  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 100

    Makanya, meskipun Felly memberiku obat dan ingin membuatku malu di hadapan semua orang, aku tidak ingin menggunakan cara yang sama untuk membalasnya."Aku bisa bantu." Matthew berkata, "Latar belakang Keluarga Hutama nggak termasuk buruk. Ini termasuk pilihan bagus untuk Santos."Aku menoleh, melihat Matthew memandang ke luar jendela. Malam ini terasa sangat panjang.Saat kapal berlabuh, Santos membawa sekelompok orang masuk. Mereka langsung menuju ke kamar Matthew. Dari kejauhan, terdengar suara Madhu yang berpura-pura menenangkan, "Santos, jangan marah. Semua bisa dibicarakan baik-baik."Segera, mereka mendorong pintu dan masuk. "Matthew, Leila bukan wanita sembarangan. Dia ...."Santos seketika tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Aku berdiri di belakangnya, berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. "Ada apa ini?"Matthew yang memakai pakaian serba hitam pun berjalan keluar. "Apa maksudmu, Pak?" Matthew melirik sekeliling. "Selain itu, ngapain kamu membawa begitu banyak orang kemari

  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 99

    Matthew membawaku ke kamarnya. Aku berpura-pura merasa tidak nyaman. Segera, dia menurunkanku ke ranjang.Aku mengepalkan tanganku, merasakan Matthew perlahan-lahan mendekat. Ketika bernapas, aku merasakan aroma kayu yang semakin kuat.Aku menjulurkan tangan ke nakas untuk mengambil lampu. Aku ingin menghantamkannya ke kepala Matthew. Namun, Matthew tiba-tiba menahan tanganku dan berujar, "Jangan bergerak."Suaranya terdengar rendah. Aku memelotot. Dia memiringkan kepalanya dan mencium telingaku. "Felly lagi mengawasi kita di luar."Setelah mendengarnya, aku tanpa sadar menatap Matthew. Dia menggenggam tanganku, sesekali mencium leherku. "Sabar sedikit. Saat aku memberi keluargamu proyek hari itu, Santos bisa melihat aku menyukaimu.""Belakangan ini, Keluarga Sanjaya punya proyek baru lagi. Santos meneleponku dan bilang kondisi kesehatan nenekmu buruk, jadi menyuruhku membawamu keluar bermain."Ciuman Matthew makin liar. Aku kesulitan bertahan. Entah dari mana tenagaku, aku sontak mend

  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 98

    "Wow!" Cassey berseru dengan kagum, "Leila, mereka lucu sekali. Aku hampir meleleh dibuat mereka!"Ketika melihat Cassey seperti ini, suasana hatiku menjadi lebih rileks.Sekitar 20 menit kemudian, rombongan lumba-lumba pergi dan tak terlihat lagi. Cassey merasa agak kecewa, tetapi aku merasa sangat puas.Yosef menghampiri untuk menggoda Cassey. Aku menatap keduanya, merasa ada yang aneh dari mereka.Pada akhirnya, aku pergi. Ketika aku mengambil jus, Matthew tiba-tiba menggenggam pergelangan tanganku. Aku mendongak menatapnya. Dia menyuruhku memandang ke arah matahari terbit.Aku mengikuti instruksinya, lalu melihat lumba-lumba pink mengapung di permukaan laut. Aku terkejut hingga menutup mulutku. Matthew bertanya, "Cantik nggak?"Aku mengangguk. Matthew berbisik di samping telingaku. "Dia punya nama."Aku menoleh. Matthew tersenyum dan meneruskan, "Namanya Pangsit."Pangsit .... Aku tiba-tiba teringat saat aku SMA 2, aku bersikeras makan bersama Matthew. Karena terlambat, yang tersis

  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 97

    Aku bergegas mundur dan menaruh tanganku di belakang punggung. Tangan Matthew sontak terbuka karena penolakanku yang terlalu besar. Pada akhirnya, dia menarik tangannya kembali dan berkata, "Tanganmu berdarah."Aku menggigit bibir tanpa menyahut. Saat ini, Cassey dan lainnya datang. Cassey membawa ember dan berlari menghampiri, lalu menunjukkan isinya kepadaku. "Leila, aku tangkap ubur-ubur. Yosef bilang ubur-uburnya akan bersinar di malam hari.""Serius?" Aku merasa lega. Aku menatap ubur-ubur setengah transparan di dalam ember. "Kita cari akuarium saja supaya dia punya tempat."Usai mengatakan itu, aku menarik Cassey ke kamar tanpa peduli pada Matthew. Tidak ada tempat untuk menaruh ubur-ubur. Pada akhirnya, Cassey mencari Yosef. Yosef memberikannya vas bunga transparan.Setelah memasukkan ubur-ubur ke vas, Cassey baru menyadari tanganku berdarah. Dia menarik tanganku dan berkata dengan alis berkerut, "Tanganmu ....""Nggak apa-apa." Aku melirik sekilas punggung tanganku yang berdara

  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 96

    Aku merasa sangat panas. Sekujur tubuhku seolah-olah dibakar api. Aku ingin menghindar, tetapi tidak tahu caranya.Mimpi buruk terus bermunculan. Aku bermimpi tentang kehidupan lampau saat Matthew pergi setelah menerima telepon dari Yuna, juga bermimpi saat Matthew memohon kepadaku untuk melepaskan Yuna di ruang privat.Pada akhirnya, adegan mimpiku berhenti. Saat itu, kami selesai berhubungan badan. Matthew menatapku layaknya sampah. "Leila, kamu menjijikkan sekali.""Bu ... bukan aku ...." Aku sontak membuka mata dan memandang langit-langit."Sudah bangun?" Terdengar suara Matthew di samping telingaku. Aku perlahan-lahan menoleh.Wajah Matthew agak berkumis. Dia terlihat sangat lelah. Entah berapa lama aku tertidur. Aku ingin mengambil ponsel, tetapi Matthew menahan tanganku."Jangan sembarangan gerak. Kamu lagi diinfus." Setelah mendengarnya, aku baru menyadari ada beberapa kantong cairan infus yang digantung."Berapa lama aku tidur?" tanyaku dengan susah payah. Tenggorokanku terasa

  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 95

    Pagi hari, aku dibangunkan oleh Cassey. Aku bersembunyi di dalam selimut. Dia menarikku dan bertanya, "Leila, kami mau pergi snorkeling. Kamu mau ikut nggak?""Nggak mau." Aku masih sangat ngantuk. Aku menunjukkan tanganku yang terluka kepadanya dan meneruskan, "Dokter bilang tanganku nggak boleh kena air."Setelah mendengarnya, Cassey baru ingat. Dia tidak membangunkanku lagi dan hanya berpesan beberapa hal sebelum pergi.Sekitar 5 menit kemudian, rasa kantukku malah hilang. Aku pun terpaksa bangkit dari ranjang. Selesai mandi, aku mencari baju di koper.Begitu koper dibuka, ternyata semua isinya adalah terusan. Aku mengambil sebuah terusan berwarna putih, lalu membentangkannya dan mendapati terusan itu hanya mencapai bagian atas pahaku.Aku mengernyit, lalu mengambil terusan berwarna biru lagi. Yang ini lebih panjang, tetapi ada lubang di punggung dan di pinggang. Pada akhirnya, aku memilih terusan berwarna hitam dengan garis leher V yang sangat ketat.Setelah mandi dan berganti paka

  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 94

    Aku melihat jam di ponsel. Ternyata baru pukul 3 subuh lewat. Karena tidak ingin mengganggu Cassey, aku mengambil selimut dari lemari dan menaruhnya di bahuku. Kemudian, aku keluar untuk melihat bintang.Mungkin ada yang salah dengan cuaca tahun ini. Aku merasa angin yang bertiup agak panas.Setelah jauh dari kota, bintang di langit menjadi lebih terang. Pemandangan seperti ini tidak bisa dilihat di kota.Sesaat setelah aku duduk bersila, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Aku menoleh. Ternyata Matthew keluar dari pintu lain dan berdiri di depan pagar pembatas.Matthew masih mengenakan pakaian sebelumnya. Ketika dia melangkah keluar dari kegelapan, entah mengapa aku merasa dia terlihat seperti orang yang kesepian.Aku menggeleng, merasa pemikiranku ini agak konyol. Matthew selalu disanjung oleh orang-orang. Bagaimana mungkin orang seperti ini merasa kesepian?Ketika aku hendak kembali, tiba-tiba Matthew mengeluarkan sebungkus rokok dan menyalakannya. Asap mengepul. Aku melihat Ma

  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 93

    Entah mengapa, aku merasa agak malu. Aku yang ingin menghindar lagi sontak mematung. Matthew memanggil, "Hm?"Aku menggigit bibirku, lalu sengaja menyahut dengan tidak acuh, "Aku nggak ingin lihat."Senyuman di bibir Matthew menjadi makin jelas. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Gimana kalau aku ingin kamu lihat?"Seketika, telingaku merasa geli. Aku sontak memalingkan wajah. Matthew juga menoleh untuk melihatku. Tiba-tiba, jarak di antara kami pun menjadi sangat dekat. Dekat sampai aku bisa mencium aroma krim cukurnya."Sudah selesai." Terdengar suara dokter. Aku sontak tersadar kembali, lalu menyingkirkan tangan Matthew yang menutup mataku.Dokter sudah melepaskan sarung tangannya. Dia menginstruksi, "Tanganmu nggak boleh kena air selama tiga hari. Jangan sering digerakkan juga. Aku akan membantumu mengganti perban setiap hari.""Setengah bulan juga sembuh." Dokter sedang membereskan kotak P3K. Dia menambahkan, "Oh ya, benang yang kupakai untuk kecantikan. Jadi, nggak usah khawatir

  • Pesona Primadona yang Mengacaukan Hidupku   Bab 92

    Para pria di tempat juga tidak sempat bereaksi. Aku hanya bisa menyaksikan Prilly melemparkan pecahan gelas kepadaku. Aku tanpa sadar menjulurkan tangan. Saat berikutnya, pecahan gelas menggores punggung tanganku.Seketika, pecahan gelas yang ternodai darahku pun terjatuh ke lantai. Aku kesakitan hingga berjongkok.Cassey segera maju untuk memapahku. "Leila ...."Matthew dan Yosef buru-buru menghampiri dari dek. Ketika melihat tanganku berdarah, wajah Matthew menjadi suram. Dia mendekatiku, lalu mengambil kain bersih untuk menekan tanganku. "Sakit sekali ya?"Aku sangat takut sakit, tetapi juga sangat pintar menahan sakit. Sebelumnya saat demam tinggi, Aku sama sekali tidak menangis. Namun, kali ini mataku malah berkaca-kaca. Aku mendongak menatap Matthew, melihat kecemasan pada tatapannya."Ya, sakit ...." Setelah mendengar jawabanku, Matthew menjadi panik. Dia menyuruh Yosef memanggil dokter yang mengikuti perjalanan ini, lalu menggendongku ke kamar."Nggak apa-apa, dokter akan seger

DMCA.com Protection Status