Setengah tahun lalu, ada seorang gadis di Kota Nilam yang digosipkan tidak-tidak karena menolak pengakuan cinta seorang pemuda. Karena dihujat oleh teman-temannya, dia akhirnya tidak tahan dan memilih untuk bunuh diri.Masalah ini masih terukir dengan jelas di benak setiap orang. Namun, mereka malah memilih untuk melupakannya dan mengulangi kejadian yang sama."Apa urusannya denganmu? Kenapa kamu kepo sekali sih?" Cassey memelototi Yuna.Karena dimarahi, Yuna langsung memasang ekspresi sedih. "Aku nggak berniat jahat kok. Kenapa kamu galak sekali?"Aku tidak bisa menahan tawa melihat sikap Yuna yang begitu percaya diri. Aku menyelipkan rambutku ke belakang telinga, lalu menatapnya sambil berujar, "Ini karena kamu bicara omong kosong. Apa kamu tahu aku bisa menuntutmu atas pencemaran nama baik?"Yuna menatapku sambil mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Aku tidak menghiraukannya lagi dan menarik Cassey ke tempat duduk kami.Dua baris dari tempat dudukku, tampak Matthew sedang duduk
Setelah pertemuan kelas ini berakhir, berarti kerja keras kami selama tiga tahun ini juga berakhir. Menurut kebiasaan di Kota Nilam, hari ini akan diadakan pesta apresiasi untuk guru.Guru telah membimbing kami selama bertahun-tahun. Kami tentu harus mengucapkan terima kasih dengan mengadakan pesta.Selesai makan, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam lewat. Beberapa murid masih belum ingin pulang sehingga mengusulkan pergi ke KTV.Karena kami sudah cukup usia, wali kelas pun tidak melarang. Namun, dia mencari alasan untuk pulang supaya para anak muda bisa bersenang-senang.Aku tidak ingin berada di ruangan yang sama dengan Matthew, apalagi terus berwaspada dari Yuna si jalang. Aku juga ingin mencari alasan untuk pulang, tetapi Cassey memaksaku untuk ikut."Leila, gimana kalau kita minum sedikit nanti? Minum mojito gimana? Aku nggak pernah minum. Aku ingin sekali mencobanya. Apa rasanya enak?" Tatapan Cassey saat menatapku dipenuhi penantian.Aku tahu orang tua Cassey sangat ketat pada
Cassey bangkit dan hendak bertengkar dengan orang yang berbicara itu. Aku buru-buru menahannya, lalu menariknya untuk menghampiri mereka. "Ayo, siapa takut?"Mungkin karena aku menyetujui dengan sangat cepat, orang-orang itu tidak sempat bereaksi.Aku bertanya tentang aturan game, tetapi tidak ada yang merespons. Yosef yang bereaksi duluan, lalu bergeser supaya aku bisa duduk di sampingnya. Dia pun menjelaskan aturannya kepadaku.Aturannya sangat sederhana. Kami hanya perlu memutar botol bir di atas meja. Yang ditunjuk botol bir harus menjawab pertanyaan dari orang yang terpilih sebelumnya. Namun, kami juga boleh memilih dare.Selesai menjelaskan, Yosef bertanya, "Sudah ngerti?"Aku mengangguk. "Ngerti."Pada awal permainan, semua orang terlihat agak canggung. Pertanyaan mereka hanya sebatas siapa gadis tercantik di kelas menurutmu, apa ada orang yang kamu sukai, apa kamu pernah pacaran, apa hal paling memalukan yang pernah kamu lakukan, dan sebagainya.Lambat laun, pertanyaan mereka m
Aku mengernyit menatap botol yang menunjukku. Kebetulan sekali, yang dihukum sebelumnya adalah Matthew. Jadi, dia yang punya kesempatan untuk melontarkan pertanyaan kepadaku.Sebenarnya aku tidak ingin berpikiran buruk tentangnya. Namun, belakangan ini Matthew terus mencari masalah denganku. Aku rasa dia akan menyulitkanku lagi.Ketika masih mencintai Matthew, aku merasa dia mempersulitku karena peduli padaku. Setelah tersadarkan, aku merasa ada masalah dengan otakku.Siapa sangka, Matthew hanya menanyakan pertanyaan yang mudah, "Apa inisial pria yang kamu sukai?"Jika itu orang lain, pertanyaan ini tentu tidak sulit. Namun, aku tidak bisa menjawab.Meskipun akal sehatku menyuruhku menjauh dari Matthew, rasa suka yang ada sejak bertahun-tahun lamanya tidak mungkin hilang begitu saja.Diamku membuat Matthew mengernyit. Seorang teman berkata, "Memangnya pertanyaan Mathew begitu sulit? Dulu saat kamu mengejarnya, kulihat kamu nggak punya rasa malu. Kenapa sekarang malah malu-malu?"Ucapan
Bergantung kepada orang lain hanya akan membuatmu dibenci.Setelah muntah beberapa saat, aku merasa jauh lebih baik. Namun, aku terlihat sangat lesu. Karena tidak ingin kembali ke ruang privat lagi, aku mengeluarkan ponsel untuk mengirim pesan kepada Cassey. Aku menyuruhnya keluar supaya kita bisa pulang.Setelah keluar dari kamar mandi, aku perlahan-lahan berjalan ke luar KTV. Saat hampir tiba di pintu putar, aku tidak sengaja menabrak seseorang.Aku buru-buru meminta maaf. "Maaf, kamu baik-baik saja?"Tidak ada yang menyalahkanku. Aku mendongak dan mendapati Keegan sedang menatapku dengan tatapan nakal. "Seharusnya aku yang tanya. Sayang, kamu baik-baik saja? Soalnya tubuh sixpack ini sangat kuat."Ucapan Keegan ini sangat konyol, tetapi entah kenapa membuat suasana hatiku lebih baik. Namun, aku tidak ingin meladeninya. "Baguslah kalau kamu baik-baik saja. Aku pergi dulu."Usai berbicara, aku hendak pergi."Sebentar." Keegan malah mengejarku dan berkata, "Pertimbangkan dulu usulku."
Aku sungguh murka, tetapi suasana hati Matthew sepertinya sedang baik. Aku pun menggerutu dalam hati, 'Dasar aneh. Mood swing melulu seperti cewek.'Aku mendorong Matthew sambil memelotot. "Anjing baik nggak menghalangi jalan majikannya. Minggir."Aku pergi dengan marah. Siapa sangka, Yuna melihat semua yang terjadi di antaraku dan Matthew.Aku pulang dan mandi, lalu berdiri di depan cermin. Refleksi di dalam cermin tampak cantik dan memesona. Hanya saja, bibirnya agak merah.Ketika teringat Matthew menciumku dengan liar di koridor yang gelap tadi, hatiku menjadi sangat kacau.Matthew tidak menyukaiku, baik itu di kehidupan lampau atau kehidupan sekarang. Lantas, kenapa pria ini terus menggangguku?Aku meletakkan kedua tanganku di pinggir wastafel. Makin dipikirkan, tanganku terkepal makin erat.Beberapa saat kemudian, suasana hatiku menjadi lebih baik. Aku kembali ke kamar dan berbaring di ranjang.Meskipun mengantuk, aku malah tidak bisa tidur. Mungkin, ini karena aku minum alkohol t
Aku yang merasa tidak berdaya memutar bola mataku, lalu berjalan keluar. Keegan mengikutiku dan bertanya, "Kapan kamu datang ke Kota Jayed? Kenapa kamu melihat rumah? Apa kamu berencana beli rumah di Kota Jayed?"Aku mengabaikan Keegan. Tiba-tiba, Keegan bertanya lagi, "Apa keluargamu tahu kamu mau beli rumah di Kota Jayed?"Langkahku terhenti dan aku berbalik. Keegan tersenyum licik sembari menceletuk, "Akhirnya kamu berhenti."Aku mengepalkan tangan dengan erat dan bertanya seraya mengernyit, "Apa maksudmu?"Keegan mendekatiku, lalu tersenyum lebar dan menyahut, "Nggak ada maksud apa-apa. Aku hanya ingin menjamu kamu. Aku ini penduduk asli Kota Jayed. Berdasarkan hubungan kita, bukannya aku harus bawa kamu jalan-jalan di sini?""Nggak usah," balasku.Keegan mengusap dagunya sambil menimpali, "Apa kamu meminta diskon waktu beli rumah? Kalau nggak, aku beri tahu ....""Diam," sergahku. Melihat ekspresi Keegan yang percaya diri, aku benar-benar ingin menghajarnya.Dalam beberapa hari se
Setelah itu, Keegan tidak mencariku lagi. Aku pun merasa tenang. Aku menyuruh Cassey mengirimkan informasi tentang Keegan padaku, lalu aku mencari agen untuk membeli rumah itu.Pada saat membayar pelunasan, Keegan muncul. Dia menungguku di depan hotel. Aku menghampiri Keegan.Seperti biasanya, Keegan berbicara dengan santai, "Kamu sudah mau bayar pelunasan? Aku bisa bantu kamu bayar."Kulit Keegan sangat mulus. Melihat pipinya yang sedikit memerah, aku tiba-tiba teringat wanita di sanatorium. Aku menolak, "Nggak usah. Aku sanggup bayar sendiri."Keegan menarik lenganku, lalu mendorongku masuk ke mobil dan menceletuk, "Orang yang nggak mau memanfaatkan keuntungan di depannya itu bodoh."Selesai bicara, mobil Keegan melaju. Aku merasa tidak berdaya dipaksa masuk ke mobilnya. Namun, memang sayang kalau aku menolak diskon.Sesampainya di bagian pemasaran, aku baru tahu bangunan ini adalah milik keluarga Keegan. Aku merasa senang saat melihat diskon yang kudapatkan.Keegan bersandar di sofa
Makanya, meskipun Felly memberiku obat dan ingin membuatku malu di hadapan semua orang, aku tidak ingin menggunakan cara yang sama untuk membalasnya."Aku bisa bantu." Matthew berkata, "Latar belakang Keluarga Hutama nggak termasuk buruk. Ini termasuk pilihan bagus untuk Santos."Aku menoleh, melihat Matthew memandang ke luar jendela. Malam ini terasa sangat panjang.Saat kapal berlabuh, Santos membawa sekelompok orang masuk. Mereka langsung menuju ke kamar Matthew. Dari kejauhan, terdengar suara Madhu yang berpura-pura menenangkan, "Santos, jangan marah. Semua bisa dibicarakan baik-baik."Segera, mereka mendorong pintu dan masuk. "Matthew, Leila bukan wanita sembarangan. Dia ...."Santos seketika tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Aku berdiri di belakangnya, berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. "Ada apa ini?"Matthew yang memakai pakaian serba hitam pun berjalan keluar. "Apa maksudmu, Pak?" Matthew melirik sekeliling. "Selain itu, ngapain kamu membawa begitu banyak orang kemari
Matthew membawaku ke kamarnya. Aku berpura-pura merasa tidak nyaman. Segera, dia menurunkanku ke ranjang.Aku mengepalkan tanganku, merasakan Matthew perlahan-lahan mendekat. Ketika bernapas, aku merasakan aroma kayu yang semakin kuat.Aku menjulurkan tangan ke nakas untuk mengambil lampu. Aku ingin menghantamkannya ke kepala Matthew. Namun, Matthew tiba-tiba menahan tanganku dan berujar, "Jangan bergerak."Suaranya terdengar rendah. Aku memelotot. Dia memiringkan kepalanya dan mencium telingaku. "Felly lagi mengawasi kita di luar."Setelah mendengarnya, aku tanpa sadar menatap Matthew. Dia menggenggam tanganku, sesekali mencium leherku. "Sabar sedikit. Saat aku memberi keluargamu proyek hari itu, Santos bisa melihat aku menyukaimu.""Belakangan ini, Keluarga Sanjaya punya proyek baru lagi. Santos meneleponku dan bilang kondisi kesehatan nenekmu buruk, jadi menyuruhku membawamu keluar bermain."Ciuman Matthew makin liar. Aku kesulitan bertahan. Entah dari mana tenagaku, aku sontak mend
"Wow!" Cassey berseru dengan kagum, "Leila, mereka lucu sekali. Aku hampir meleleh dibuat mereka!"Ketika melihat Cassey seperti ini, suasana hatiku menjadi lebih rileks.Sekitar 20 menit kemudian, rombongan lumba-lumba pergi dan tak terlihat lagi. Cassey merasa agak kecewa, tetapi aku merasa sangat puas.Yosef menghampiri untuk menggoda Cassey. Aku menatap keduanya, merasa ada yang aneh dari mereka.Pada akhirnya, aku pergi. Ketika aku mengambil jus, Matthew tiba-tiba menggenggam pergelangan tanganku. Aku mendongak menatapnya. Dia menyuruhku memandang ke arah matahari terbit.Aku mengikuti instruksinya, lalu melihat lumba-lumba pink mengapung di permukaan laut. Aku terkejut hingga menutup mulutku. Matthew bertanya, "Cantik nggak?"Aku mengangguk. Matthew berbisik di samping telingaku. "Dia punya nama."Aku menoleh. Matthew tersenyum dan meneruskan, "Namanya Pangsit."Pangsit .... Aku tiba-tiba teringat saat aku SMA 2, aku bersikeras makan bersama Matthew. Karena terlambat, yang tersis
Aku bergegas mundur dan menaruh tanganku di belakang punggung. Tangan Matthew sontak terbuka karena penolakanku yang terlalu besar. Pada akhirnya, dia menarik tangannya kembali dan berkata, "Tanganmu berdarah."Aku menggigit bibir tanpa menyahut. Saat ini, Cassey dan lainnya datang. Cassey membawa ember dan berlari menghampiri, lalu menunjukkan isinya kepadaku. "Leila, aku tangkap ubur-ubur. Yosef bilang ubur-uburnya akan bersinar di malam hari.""Serius?" Aku merasa lega. Aku menatap ubur-ubur setengah transparan di dalam ember. "Kita cari akuarium saja supaya dia punya tempat."Usai mengatakan itu, aku menarik Cassey ke kamar tanpa peduli pada Matthew. Tidak ada tempat untuk menaruh ubur-ubur. Pada akhirnya, Cassey mencari Yosef. Yosef memberikannya vas bunga transparan.Setelah memasukkan ubur-ubur ke vas, Cassey baru menyadari tanganku berdarah. Dia menarik tanganku dan berkata dengan alis berkerut, "Tanganmu ....""Nggak apa-apa." Aku melirik sekilas punggung tanganku yang berdara
Aku merasa sangat panas. Sekujur tubuhku seolah-olah dibakar api. Aku ingin menghindar, tetapi tidak tahu caranya.Mimpi buruk terus bermunculan. Aku bermimpi tentang kehidupan lampau saat Matthew pergi setelah menerima telepon dari Yuna, juga bermimpi saat Matthew memohon kepadaku untuk melepaskan Yuna di ruang privat.Pada akhirnya, adegan mimpiku berhenti. Saat itu, kami selesai berhubungan badan. Matthew menatapku layaknya sampah. "Leila, kamu menjijikkan sekali.""Bu ... bukan aku ...." Aku sontak membuka mata dan memandang langit-langit."Sudah bangun?" Terdengar suara Matthew di samping telingaku. Aku perlahan-lahan menoleh.Wajah Matthew agak berkumis. Dia terlihat sangat lelah. Entah berapa lama aku tertidur. Aku ingin mengambil ponsel, tetapi Matthew menahan tanganku."Jangan sembarangan gerak. Kamu lagi diinfus." Setelah mendengarnya, aku baru menyadari ada beberapa kantong cairan infus yang digantung."Berapa lama aku tidur?" tanyaku dengan susah payah. Tenggorokanku terasa
Pagi hari, aku dibangunkan oleh Cassey. Aku bersembunyi di dalam selimut. Dia menarikku dan bertanya, "Leila, kami mau pergi snorkeling. Kamu mau ikut nggak?""Nggak mau." Aku masih sangat ngantuk. Aku menunjukkan tanganku yang terluka kepadanya dan meneruskan, "Dokter bilang tanganku nggak boleh kena air."Setelah mendengarnya, Cassey baru ingat. Dia tidak membangunkanku lagi dan hanya berpesan beberapa hal sebelum pergi.Sekitar 5 menit kemudian, rasa kantukku malah hilang. Aku pun terpaksa bangkit dari ranjang. Selesai mandi, aku mencari baju di koper.Begitu koper dibuka, ternyata semua isinya adalah terusan. Aku mengambil sebuah terusan berwarna putih, lalu membentangkannya dan mendapati terusan itu hanya mencapai bagian atas pahaku.Aku mengernyit, lalu mengambil terusan berwarna biru lagi. Yang ini lebih panjang, tetapi ada lubang di punggung dan di pinggang. Pada akhirnya, aku memilih terusan berwarna hitam dengan garis leher V yang sangat ketat.Setelah mandi dan berganti paka
Aku melihat jam di ponsel. Ternyata baru pukul 3 subuh lewat. Karena tidak ingin mengganggu Cassey, aku mengambil selimut dari lemari dan menaruhnya di bahuku. Kemudian, aku keluar untuk melihat bintang.Mungkin ada yang salah dengan cuaca tahun ini. Aku merasa angin yang bertiup agak panas.Setelah jauh dari kota, bintang di langit menjadi lebih terang. Pemandangan seperti ini tidak bisa dilihat di kota.Sesaat setelah aku duduk bersila, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Aku menoleh. Ternyata Matthew keluar dari pintu lain dan berdiri di depan pagar pembatas.Matthew masih mengenakan pakaian sebelumnya. Ketika dia melangkah keluar dari kegelapan, entah mengapa aku merasa dia terlihat seperti orang yang kesepian.Aku menggeleng, merasa pemikiranku ini agak konyol. Matthew selalu disanjung oleh orang-orang. Bagaimana mungkin orang seperti ini merasa kesepian?Ketika aku hendak kembali, tiba-tiba Matthew mengeluarkan sebungkus rokok dan menyalakannya. Asap mengepul. Aku melihat Ma
Entah mengapa, aku merasa agak malu. Aku yang ingin menghindar lagi sontak mematung. Matthew memanggil, "Hm?"Aku menggigit bibirku, lalu sengaja menyahut dengan tidak acuh, "Aku nggak ingin lihat."Senyuman di bibir Matthew menjadi makin jelas. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Gimana kalau aku ingin kamu lihat?"Seketika, telingaku merasa geli. Aku sontak memalingkan wajah. Matthew juga menoleh untuk melihatku. Tiba-tiba, jarak di antara kami pun menjadi sangat dekat. Dekat sampai aku bisa mencium aroma krim cukurnya."Sudah selesai." Terdengar suara dokter. Aku sontak tersadar kembali, lalu menyingkirkan tangan Matthew yang menutup mataku.Dokter sudah melepaskan sarung tangannya. Dia menginstruksi, "Tanganmu nggak boleh kena air selama tiga hari. Jangan sering digerakkan juga. Aku akan membantumu mengganti perban setiap hari.""Setengah bulan juga sembuh." Dokter sedang membereskan kotak P3K. Dia menambahkan, "Oh ya, benang yang kupakai untuk kecantikan. Jadi, nggak usah khawatir
Para pria di tempat juga tidak sempat bereaksi. Aku hanya bisa menyaksikan Prilly melemparkan pecahan gelas kepadaku. Aku tanpa sadar menjulurkan tangan. Saat berikutnya, pecahan gelas menggores punggung tanganku.Seketika, pecahan gelas yang ternodai darahku pun terjatuh ke lantai. Aku kesakitan hingga berjongkok.Cassey segera maju untuk memapahku. "Leila ...."Matthew dan Yosef buru-buru menghampiri dari dek. Ketika melihat tanganku berdarah, wajah Matthew menjadi suram. Dia mendekatiku, lalu mengambil kain bersih untuk menekan tanganku. "Sakit sekali ya?"Aku sangat takut sakit, tetapi juga sangat pintar menahan sakit. Sebelumnya saat demam tinggi, Aku sama sekali tidak menangis. Namun, kali ini mataku malah berkaca-kaca. Aku mendongak menatap Matthew, melihat kecemasan pada tatapannya."Ya, sakit ...." Setelah mendengar jawabanku, Matthew menjadi panik. Dia menyuruh Yosef memanggil dokter yang mengikuti perjalanan ini, lalu menggendongku ke kamar."Nggak apa-apa, dokter akan seger