Bab 3

Saat kelas malam, Matthew tidak datang lagi. Yuna juga pulang cepat.

Matthew mendapat kuota di universitas ternama. Dengar-dengar, dia juga mendapat tawaran dari universitas luar negeri. Jadi, sebenarnya dia tidak perlu hadir lagi.

Meskipun demikian, Matthew tetap datang ke sekolah, bahkan menolak tawaran universitas luar negeri. Semua orang tahu dia melakukan ini demi Yuna.

Ketika melihat kedua kursi yang kosong itu, aku tak kuasa merasa getir. Apalagi, aku mulai pusing karena mengerjakan terlalu banyak soal.

Malam harinya, aku pulang dengan suasana hati yang buruk. Saat melihat orang tuaku yang menyebalkan, hatiku semakin gusar. Aku pura-pura tidak melihat mereka dan hendak langsung naik.

Santos bertanya, "Leila, gimana hasilnya? Kamu sudah bicara dengan Matthew?"

Aku terkekeh-kekeh. "Memangnya dia berutang padaku? Atas dasar apa dia mau menandatangani kontrak ratusan miliar cuma karena aku minta?"

Wajah Santos menjadi suram. Saat dia hendak mengamuk, Madhu yang duduk di samping langsung menarik lengannya dan tersenyum lembut.

"Ayahmu nggak bermaksud begitu. Dia cuma ingin kamu membantunya membangun hubungan dengan Keluarga Sanjaya. Aku dengar hubunganmu dengan Matthew sangat baik belakangan ini. Gimana kalau ajak dia makan di rumah?"

"Nggak bisa." Aku langsung menolak, "Aku terus mengganggunya, jadi dia sangat membenciku. Sebaiknya kalian lupakan niat ini."

"Kenapa sikapmu buruk sekali?" sergah Santos.

"Leila, jangan buat ayahmu marah. Ayahku bekerja susah payah demi kamu. Kamu nggak ingin lihat perusahaan bangkrut, 'kan?" bujuk Madhu.

"Aku justru nggak sabar hari itu tiba." Aku tersenyum dingin. Dengan begitu, mereka tidak akan perlu terus-menerus hidup dari menjualku.

"Leila!"

Aku langsung naik dan masuk ke kamar, membiarkan Santos membentak di belakangku. Setelah menutup pintu, aku mengeluarkan ponsel untuk memeriksa tabunganku.

Saat aku SD, ibu kandungku, Lindsey, menemukan Santos dan Madhu berselingkuh. Madhu adalah sekretaris perusahaan. Mereka punya anak yang usianya selisih setengah tahun dariku.

Gugatan perceraian berlangsung selama setahun. Pada akhirnya, Lindsey mendapat sejumlah besar harta dan pergi ke luar negeri. Dia sudah menikah di sana dan punya anak kembar.

Sementara itu, Santos membawa Madhu dan anak haram itu pulang. Mereka menjadi keluarga yang utuh.

Hanya aku yang ditendang sana sini seperti bola. Tidak ada yang menginginkanku. Namun, orang tua sampah ini sangat dermawan soal uang. Mereka memberiku banyak uang.

Santos hanya pintar berselingkuh, tetapi kinerjanya sangat buruk. Di kehidupan lampau, aku terus mengejar Matthew, sampai-sampai orang-orang mengira aku adalah calon pacar Matthew. Santos menggunakan kesempatan ini untuk membangun hubungan dengan Keluarga Sanjaya, makanya perusahaan keluargaku bisa bertahan beberapa tahun.

Kemudian, Santos berinvestasi secara besar-besaran atas nama ayah mertuaku. Jika ada proyeknya yang gagal, dia akan mencari Matthew untuk meminta uang.

Meskipun Matthew tidak mengatakan apa pun di hadapanku, aku sering dikritik anggota Keluarga Sanjaya gara-gara tindakan Santos. Pada akhirnya, aku merasa malu dengan Matthew dan akhirnya hubungan kami semakin buruk.

Di kehidupan kali ini, aku pasti akan menghindari Matthew sejauh mungkin. Aku tidak ingin menjadi ATM Santos.

Dua hari kemudian setelah ujian simulasi kedua berakhir, sahabatku yang bernama Cassey membawaku ke KTV.

"Akhirnya selesai! Malam ini kita harus bersenang-senang. Kita belum merayakan ulang tahunmu." Cassey memutar tabung konfeti dan berseru, "Selamat ulang tahun, Leila!"

Konfeti beterbangan. Aku tergelak.

Aku dan Cassey adalah teman masa kecil. Di kehidupan lampau, aku masuk Universitas Gading demi Matthew, sedangkan Cassey masuk universitas lain.

Setelah lulus, Cassey melanjutkan studi di luar negeri dan mengambil alih bisnis keluarganya. Sementara itu, setelah aku menikah, ibu Matthew memintaku mengundurkan diri dari pekerjaan dan menjadi ibu rumah tangga.

Saat itu, Cassey memakiku karena terlalu lemah, "Apa gunanya kamu belajar dengan giat saat SMA? Leila, kamu bakal nyesal nanti!"

Yang dikatakan Cassey benar-benar terjadi.

Saat ini, Cassey berkata dengan misterius, "Aku punya kejutan untukmu."

Cassey membuka pintu, lalu teman-teman sekelasku masuk dan berseru, "Selamat ulang tahun, Leila!"

Aku tersenyum, lalu tiba-tiba melihat seseorang masuk lagi. Pemuda bertubuh tinggi dan tegap, berkarisma. Begitu dia masuk, suasana di ruangan ini menjadi berbeda.

Matthew? Ngapain dia datang? Senyuman membeku di wajahku.

Di kehidupan lampau, setelah cintaku ditolak, aku tetap meminta Matthew menghadiri pesta ulang tahunku. Matthew memang datang, tetapi tidak membawakan apa pun. Meskipun begitu, aku tetap merasa senang dan duduk di sampingnya dengan jantung berdebar-debar.

Namun, kali ini aku tidak mengundangnya.

Setelah menatap mata dingin itu, aku mengalihkan pandangan dengan tidak acuh. Kemudian, aku duduk di tempat yang paling jauh darinya.

Cassey menggodaku, "Apa yang kamu lakukan? Dia sudah datang lho! Ayo, beraksi!"

Ternyata Cassey biang keroknya! Aku menggertakkan gigi sebelum menyahut, "Terima kasih. Pasti susah mengajaknya kemari, 'kan?"

"Nggak kok, justru sangat mudah. Dia langsung menyetujui undanganku."

"Hah?"

Di kehidupan lampau, aku jelas-jelas membujuknya dengan susah payah. Kenapa Cassey malah semudah itu?

Saat melihatku hanya diam, Cassey terkejut. "Kamu benaran mau menyerah? Aku tahu kamu sangat menyukainya dulu."

Aku malas menjelaskan terlalu banyak sehingga hanya menyahut dengan singkat, "Demi masuk ke Universitas Gading, aku harus fokus belajar, bukan pikirin cinta!"

Karena ruangan ini sangat bising, aku tidak mengecilkan suaraku. Siapa sangka, kebetulan lagu yang diputar habis sehingga orang-orang mendengar suaraku.

Suasana menjadi hening. Suhu di ruangan seolah-olah bertambah dingin. Orang-orang yang duduk di sekitar Matthew tak kuasa bergidik.

Aku tetap berekspresi tenang, tetapi tidak berani melirik Matthew. Pada akhirnya, aku berkata, "Aku ke toilet dulu."

Aku langsung melarikan diri. Cassey mencairkan suasana. "Siapa yang pilih lagu ini? Ayo, nyanyi lagi."

Suasana di ruangan menjadi meriah kembali. Hanya saja, Matthew yang berwajah masam tampak meninggalkan ruangan.

Begitu Matthew keluar, beberapa teman pria yang duduk di sampingnya pun mengikutinya.

"Apa Leila lagi main tarik-ulur? Dia mengundang Matthew kemari, tapi malah bicara begitu."

"Sepertinya sih bukan. Soalnya dia juga nggak menyatakan cinta waktu itu. Apa dia memang sudah menyerah?"

"Cepat sekali menyerahnya. Sepertinya dia nggak serius sama Matthew."

Yosef yang berdiri di samping buru-buru menyela, "Jangan sembarangan tebak!"

Orang-orang ini tidak bisa melihat sesuram apa wajah Matthew sekarang?

Yosef adalah teman masa kecil Matthew. Dia tentu bisa merasakan bahwa suasana hati Matthew sangat buruk sekarang.

Yosef berdeham. "Kalian juga tahu sesuka apa Leila sama Matthew. Dia mengejar Matthew dua tahun, jadi nggak mungkin menyerah begitu saja. Aku rasa Leila takut nggak bisa masuk Universitas Gading dan nggak bisa bersama Matthew, makanya fokus belajar dulu."

"Masuk akal." Para teman pria itu mengiakan.

Ketika melihat ekspresi Matthew membaik, Yosef diam-diam menyeka keringat dan menahan tawa dalam hati.

Setelah berdiam di toilet cukup lama, aku hendak keluar. Aku berharap Matthew sudah pergi. Seharusnya memang seperti itu karena dia memang tidak sabaran.

Namun, saat membuka pintu dan mendongak, aku malah melihat sosok familier itu. Kenapa pria ini masih di sini?