"Apa maksudmu Vierra, bicara itu yang jelas!" suruh Vano sedikit murka mendengar penutupan sang istri. "Aku juga tidak tahu apa yang terjadi tapi itu yang dikatakan oleh Larena. Arfeen menemukan hasil autopsi Malik 6 tahun yang lalu yang kebetulan belum sempat dibaca oleh Tuan Radika.""Hasil autopsi Malik? Memangnya apa yang salah dengan hasil autopsinya? Malik meninggal karena kecelakaan mobil yang fatal!""Apa kau akan percaya dengan mudah jika Malik bisa mati begitu saja tanpa ada sesuatu?"Vano tercenung. "Soal kekuatan, kau bukan apa-apa dibandingkan Malik. Kecelakaan seperti itu tidak akan membunuhnya jika tak ada sesuatu. Dan aku yakin itulah yang ditemukan Arfeen dalam hasil autopsinya!"Vano tetap diam. "Dan selama ini ... Tuan Radika diam saja karena memang belum sempat memeriksa hasil autopsi itu!""Tapi kenapa itu berhubungan denganku? Aku tidak melakukan apa pun!" "Bukankah kalian bertemu sebelum Malik mengalami kecelakaan?" Vano terkesiap. Menggeser arah pandangnya
Semua orang setuju dengan usul Vanesa yang meminta Ferano untuk meminta foto tuan muda Mahesvara kepada Lyra."Benar, Kek. Tidak mungkin kan Nona Lyra tidak memiliki foto adiknya sendiri?" imbuh Gibran.Mereka mulai memiliki harapan untuk bisa mengenali wajah tuan muda Mahesvara. Kini semua anggota keluarga Jayendra tahu bahwa Lyra dan adiknya itu berada di jalan yang berseberangan. Jadin jika Lyra berpihak pada mereka, wanita iitu pasti mau membantu mereka untuk merealisasikan proyek saat ini. Jika proyek kali ini berhasil maka kleuarga Jayendra akan bangkit dan menjadi salh satuu keluarga berpengaruh di dalam negeri, bahkan mungkin sampai ke manca negara. "Baiklah, aku akan menghubungi Nona Lyra!" tukas Ferano mulai mencari kontakl Lyra. Setelah menemukan ia pun segera menghubungi.Kebetulan hari ini Lyra baru saja tiba dibandara. Ia enerima panggilan dari Ferano."Ada apa, Tuan Ferano?" tanyanya dengan nada yang iabuat sopan. "Nona Lyra, saya sennag sekali jika Anda sedag tidak
"Aku baik-baik saja, Wife. Kau tidak perlu terlalu khawatir.""Bagaimana aku tidak khawatir, kau baru saja keluar dari rumah sakit dan sekarang sudah ingin bekerja!""Ada banyak pekerjaan yang harus kuurus, jika aku terlalu banyak libur semuanya akan terbengkalai."Larena menatapnya, ia menggigit bibirnya sejenak. "Bolehkah aku pergi ke La Viva?""Untuk saat ini sepertinya belum aman?" jawab Arfeen dengan cepat seolah sudah menyiapkan jawaban itu. "Tapi aku takut berada di sini sendiri sementara kau bekerja.""Jean akan menemanimu!" "Kau ingin mengurungku?" tuding Larena kesal. "Jangan salah paham, Wife. Aku hanya ingin memastikanmu aman!" bujuknya. "Berikan saja bodyguard lebih, aku juga perlu mengurus La Viva!" Arfeen membalas tatapan sang istri. Ia juga tak ingin membuat wanita itu merasa dikurung. Itu bisa membuatnya stress, bukankah dia sedang hamil? Akhirnya Arfeen mengizinkan Larena untuk pergi ke La Viva dengan pengawalan yang ketat. Dalam perjalanan Larena harus menerim
Tubuh Gibran masih gemetaran, sebelum hari ini terjadi ia masih mampu untuk menyombongkan diri. Di matanya Arfeen masih sama seperti dulu, seorang menantu yang tidak berguna. Tapi sekarang nyalinya tiba-tiba saja menciut, bahkan untuk bertanya pun tenggorokannya terasa sangat sakit. Seperti ada sebongkah batu besar yang mengganjalnya. “Kau belum menjawab pertanyaanku, Gibran. Apa yang kau lakukan di sini?” ulang Arfeen degan nada lebih tegas. “Aku … aku ….” Gibran tidak melanjutkan kalimatnya. Iaa justru menjatuhkan diri di atas lutut. "Kak Arfeen, tolong maafkan aku. Jika selama ini aku kurang sopan terhadapmu!” Arfeen menyipitkan mata, bocah ini datang mengendap dan tiba-tiba saja berlutut padanya. Jadi apakah dia mendengar semua karyawan di sini memanggilnya, Presdir?Jadi Gibran berniat mencari muka padanya? Tapi tentu saja ia tidak akan memberi muka pada bocah brengsek seperti Gibran. “Kenapa kou giba-tiba saja bersikap sopan padaku, ini sangat aneh!”"Kak Arfeen, tolong ja
Larena cukup puas dengan ekspresi seluruh anggota keluaganya. Bukannya ia tak peduli dengan mereka tapi ia hanya ingin meminta pertanggungjawaban mereka selama ini. Ketika dulu papanya harus tersingkir, tak ada satu pun dari mereka yang membela atau paling tidak menyelidiki lebih dulu apakah benar papanya bersalah atau tidak! Mereka juga membuang papanya, membuang keluarganya, membuat mereka hidup menderita selama bertahun-tahun dan harus mampu berdiri sendiri untuk bisa kembali bangkit.Larena masih bisa merasakan sakitnya. Meskipun setelah La Viva mulai menunjukkan akan menjadi salah satu penghasilan yang luar biasa sang kakek menawarkan investasi dana. Ia terpaksa menerima karena memang saat itu sangat susah untuk mencari investor, sementara untuk bisa berkembang pesat La Viva membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dan ketika identitas Arfeen sebagai seorang tukang sapu jalan ketika menikahinya terungkap sang kakek langsung mencabut semua dana investasi di La Viva. Membuatnya haru
"Bella, apa yang kau lakukan di ruanganku?" tanya Arfeen denga keterkejutannya mendapati wanita itu ada di ruangannya. Bella yang tengah duduk di sofa sambil memainkan gawainya pun bangkit berdiri dengan senyum."Menunggumu!""Diana!" teriak Arfeen membuat wanita yang duduk di meja depan tergopoh menghampiri. "I-iya, Presdir!" Pantas saja wanita itu ketakutan setengah mati saat dirinya kembali dari ruang meeting. Rupanya karena ada penyusup. "Kenapa dia bisa ada di ruangaku?""Maaf, Presdir. Nona Bella memaksa untuk masuk ke ruangan Anda!""Seharusnya kau tahu siapa saja yang boleh memasuki ruangan ini!"Diana sekarang memang menjabat menjadi asisten sekretaris. Meski tidak sesuai dengan keinginannya untuk menjadi sekretaris Arfeen tapi asisten sekretaris masih lebih baik daripada hanya menjadi manager atau staf biasa. Setidaknya ia masih bisa lebih dekat dengan Arfeen. Ia juga tahu apa saja kegiatan pria itu selama setidaknya 12 jam yang bahkan mungkin istrinya pun tidak tahu."
Arfeen memungut tangan sang istri, menggengamnya erat. "Wife, aku bicara jujur padamu. Sejak kita bersama, kau satu-satunya wanita dalam hidupku. Dan aku tidak peenah menginginkan wanita lain selain dirimu!"Ucapan Arfeen terdengar meyakinkan, tentu saja ia ingin percaya. Tapi mengetahui di masa lalu Arfeen seringnya berganti wanita membuat hati Larena ragu. Arfeen juga tahu tak semudah itu membuat sang istri percaya. Ia akan memberi waktu daripada wanita itu tertekan lalu berpengaruh pada kesehatan dirinya dan juga bayinya. "Ok, membuktikan dengan ucapan itu tak mudah. Tapi aku pasti akan membuktikan bahwa aku tidak berbohong! Kau bisa memeriksa pakaian dan tubuhku, apakah ada parfum wanita yang menempel selain parfummu?"Larena terkesiap. Ketika Bella melewatinya tadi ia sempat mencium aroma parfumnya. Tentu ia bisa mengenali. Jika memang tak ada aroma paefum Bella pada tubuh Arfeen berarti suaminya tidak berbohong. Akhirnya Larena mendekatkan wajah ke tubuh sang suami. Menghidu
Arfeen terpaku mendapati sang mertua ada di kantornya. Vano bangit dari duduk, menghampirinya bersama Viera. "Sedang apa kau di sini?" tanya Arfeen sedikit dingin. Ia ingin memangil Vano denbgan sebutan papa seperti biasanya. Tapi tenggorokannya terasa sangat sakit. "Aku ingin menemui putriku, aku masih papanya!" ucap Vano dengan ekspresi yang sama dinginnya. "Lagipula katamu ... kita harus bicara!"Semua mata yang melihat bisa merasakan ketegangan di antara mertua dan menantu itu. Ada aura permusuhan yang jelas kentara. Arfeen bukannya membenci Vano, tapi ia terlanjur menyayangi pria itu seperti papanya sendiri. Dan kenyataan pahit yang ia temukan jelas menggoreskan luka di hatinya. Vano juga merasakan hal yang sama. Ia mulai menyukai Arfen sebagai menantu, dan ketika ia tahu bahwa Arfeen adalah putra Malik. Hatinya juga hancur. Saat Malik masih hidup, Arfeen jarang tampil di muka umum. Anak itu sengaja disembunyikan karena dialah yang akan menjadi penerus klan Mahesvara yang h