Arfeen tak sanggup menerima telepon dari sang istri. Ia sangat mencintai wanita itu. Larena adalah wanita pertama yang berhasil menyentuh hatinya. Wanita pertama yang membuatnya menginginkannya seperti orang gila. Namun ia harus menghadapi kenyataan pahit ini. Akibat kematian sang papa, ia yang harus menanggung akibatnya. Yang membuatnya marah karena yang menjadi korban bukan hanya dirinya, Amara pun ikut menjadi korban. Tapi bukankah karena hal itu juga ia bisa bertemu dengan Larena? Jika ia tak terusir dari klan Mahesvara, ia tak yakin akan bisa menikah dengan Larena. Jadi apakah ia harus berterima kasih jika begitu? Berterima kasih! Hati Arfeen ngilu memikirkan hal itu. Ia memilih untuk membersihkan diri ke kamar mandi dan langsung bergelung di balik selimut. Namun ia tak kunjung bisa memejamkan mata. Hanya bergulingan tak tentu. "Sial!" umpatnya membangkitkan diri untuk duduk menyibak selimut dengan kasar. Larena juga bangkit duduk dengan kesal. "Dia sebenarnya ke mana? Ke
"Arfeen kenapa, Ma?" tanya Larena mendekat. "Baiklah, kami akan ke sana!" saut Viera kemudian menutup teleponnya dan menaruh di meja. "Ma, ada apa dengan Arfeen?" desak Larena yang masih berdiri. "Suamimu itu, ternyata sikap berandalannya masih belum hilang ya! Pagi-pagi sudah berkelahi di jalanan dan sekarang berada di rumah sakit polri!" "Apa? Arfeen di rumah sakit?""Bukan itu yang perlu kita khawatirkan, tapi bagaimana kita harus menghadapi kepolisian. Mama paling malas berhubungan dengan polisi!" Larena tidak mempermasalahkan hal itu, ia sudah tahu siapa suaminya. Yang polisi saja bahkan akan gemetar jika tahu jati dirinya. Ia khawatir pada kondisi pemuda itu. Ia pun lekas kembali ke kamar untuk mengambil tas, "Mama mau ikut apa tidak?" tanya Larena saat melalui ruang makan. "Ikut ke mana?" tanya Vano yang baru keluar dari kamar. "Menantumu itu, pagi-pagi sudah merepotkan?" sungut Viera. "Rena, ada apa?""Kita bicara di jalan saja, Pa. Itu pun jika Papa mau ikut!"Vano y
Vano masih bergeming di tempatnya. Bahkan sampai Larrna kembali, ia seperti terlempar ke dunia lain. Menantu yang mulai berhasil mencuri hatinya, rupanya adalah putra dari Malik! Semua yang sudah Arfeen lakukan, membuatnya mulai menyukai pemuda itu. Tapi kenapa saat ia mulai bisa menerima pemuda itu sebagai menantunya ia harus menerima kenyataan pahit ini? Malik sudah membuat reputasinya hancur, membuat keluarganya hidup menderita selama bertahun-tahun. Bahkan kematian pria itu tidak akan sebanding dengan apa yang ia alami! Dokter dan beberapa perawat mulai memindahkan Arfeen ke ranjang dorong dan membawanya ke lift. Larena tentu saja menemani sang suami. Akan tetapi Vano dan Viera tidak ikut. Mereka memilih untuk pulang. Setelah mengetahui siapa sebenarnya Arfeen, mereka tak terlalu khawatir. Arfeen memiliki ribuan pengawal yang sangag terlatih yang rela mati demi melindungi nyawanya. Lalu apa yang perlu dikhawatirkan? Selama perjalanan ke rumah sakit Royal Medika yang Arfeen be
"Bagaimana Kak Jordi?" tanya Tio yang meminta persetujuan."Kau benar, percuma kita melunak. Mereka tidak akan menyerah. Eksekusi sekarang!" perintahnya lalu masuk ke dalam mobil. Tio dan Edi saling pandang untuk beberapa saat lalu memberi instruksi kepada semua teman-temannya untuk menyiapkan senjata karena mereka akan membumi hanguskan tempat itu. Sementara orang-orang di dalam sana tetap bersiapa dalam persembunyian. "Kenapa merrka berhenti menyerang?""Mungkin mereka sedang bereram masuk?" Rido menggeleng. "Tidak! Ini tidak akan baik. Ita harus pergi ke pintu rahasia!" ujarnya mulai berjalan mengendap namun tetap dengan gerakan cepat. Semua anak buahnya pun mengekori. Ketika sampai di pintu yang rupanya aksesnya berada di lantai, suara bum yang cukup besar menggema. Bersamaan dengan datangnya bola api yang sangat besar. Bukan hanya sekali, suara dentuman itu kembali datang menyusul. Dan susulannya jauh lebih dahsyat, hingga membuat beberapa orang terpental. Gedung itu mulai
Arfeen diam menatap sang istri, wanita di sisinya itu sungguh sangat mirip dengan sang Mama. Bagaimana ia tak jatuh cinta? Ia mengembangkan senyum. "Aku janji, aku akan memulangkan mereka semua. Aku akan menghapus praktek prostitusi di dalam semua clubku!"Larena mengerutkan kening. "Memangnya club malammu ada berapa?""Banyak!""Semuanya kan? Kau akan membersihkan semuanya kan?" "Seperti yang kau inginkan!"Larena menghela nafas lega sambil mengelus perutnya yang masih rata. Meski ia tak bisa melepaskan Arfeen sebagai Zagan, setidaknya ia bisa membuat pria itu mengurangi hal-hal yang negatif yang selama ini digelutinya. Ia ingin Arfeen bisa menjadi ayah yang bisa dicontoh dan dibanggakan oleh anak-anak mereka kelak. Larena terkejut saat tubuhnya tertarik ke arah sang suami. "Arfeen _" belum sempat ia berkomentar, mulut sang suami sudah menguasai bibirnya. Lembut dan basah, perlakuan Arfeen yang selalu hangat dan lembut membuatnya tak bisa menolak. Pemuda itu sangat pandai memper
Larena membuka mata, setelah perbincangan tadi ia merasa lelah dan akhirnya tertidur di sofa. Selain lelah ia membutuhkan waktu untuk berfikir. Dan ketika ia membuka mata, Arfeen sedang berbicara dengan Marvin Mahesvara. Kedua pria itu menoleh padanya. "Senang bertemu langsung denganmu, menantu!" sapa Marvin. "Tu-Tuan Marvin!" "Jangan memanggilku Tuan atau suamimu akan membunuhku!" ujar Marvin membuat Larena tertegun namun detik berikutnya terdengar tawa ringan. Marvin berjalan ke sofa dan duduk di tempat yang kosong. "Aku tak pernah menyangka jika keponakanku akhirnya menikah. Kupikir selamanya dia akan memilih menjadi bajingan!" "Jangan takut padaku, nanti Arfeen bisa menghajarku dikira aku sengaja menakutimu!" Mata Larena langsung menyapu ke arah sang suami, kemudian melirik Marvin sejenak. Sepertinya Marvin memang juga takut pada sosok Zagan. Hanya saja karena merupakan keluarga jadi ia bisa menyelipkan candaan. "Apa kau lapar?" tanya Arfeen yang tahu sang istri belum semp
"Apa itu benar, Ma?" tanya Tantra yang sudah berada di belakang Tania. Membuat wanita itu menoleh. "Arfeen akan membawa istrinya ke sini?"Tanpa menyakitkan mata. " Jangan berpikir macam-macam Tantra atau sepupumu itu bisa menghabisimu.""Jangan khawatir, Ma. Aku yakin Arfeen tidak akan mau terusir dari klan Maheswara untuk kedua kalinya!" jawab Tantra dengan serangai di wajah. Ia tahu Larena adalah salah satu wanita tercantik di kota, akan sangat rugi jika ia tak bisa menggoda kakak iparnya itu. Ia sangat yakin Arfeen akan lebih mementingkan kedudukannya sebagai pemimpin klan ketimbang wanita yang usianya jauh di atas dirinya itu. "Dengar, Tantra. Untuk saat ini sebaiknya kau jangan melawan Arfeen. Banyak pihak yang ingin menjatuhkan keluarga kita, dan hanya Arfeen yang bisa mengatasi semua ini!"Tania berjalan ke ruang tamu diekori sang putra. Mereka duduk di sana. "Lyra memang kuat, tapi tetap saja dia tak ada apa-apanya dibanding adik tirinya itu!""Tapi Lyra itu sangat licik,
"Siapa?" tanya Larena yang penasaran. "Jordi!" Arfeen menjawab singkat. "Maksudku siapa yang kalian bicarakan?""Oh! Henri."Larena mengerutkan kening. "Kau tak perlu memikirkannya, dia itu salah satu anggota federasi yang aku curigai berkhianat."Larena mengangguk pelan. "Kau meninggalkan anggota selama 6 tahun, kemungkinan ada yang berkhianat itu besar!" "Aku tak khawatirkan hal itu, masih banyak yang setia padaku di luar federasi. Bahkan aku bisa membangun kelompok baru, menakhlukan mereka yang mencoba berkhianat bukanlah hal yang sulit."Larena menelan ludah seketika. Mendengar penuturan sang suami ia bisa membayangkan seberapa besar kekuasaan pemuda itu. Arfeen menyantap kembali makanannya dengan santai. Larena melonjak saat Arfeen mencubit hidung mancungnya. "Lanjutkan makan, setelah itu istirahat. Atau jika kau ingin melakukan sesuatu!""Melakukan apa?" pikiran Larena sudah mengarah ke ranjang. "Berkeliling rumah mungkin, kau butuh beradaptasi di sini. Eh, tapi jangan!