"Bagaimana Kak Jordi?" tanya Tio yang meminta persetujuan."Kau benar, percuma kita melunak. Mereka tidak akan menyerah. Eksekusi sekarang!" perintahnya lalu masuk ke dalam mobil. Tio dan Edi saling pandang untuk beberapa saat lalu memberi instruksi kepada semua teman-temannya untuk menyiapkan senjata karena mereka akan membumi hanguskan tempat itu. Sementara orang-orang di dalam sana tetap bersiapa dalam persembunyian. "Kenapa merrka berhenti menyerang?""Mungkin mereka sedang bereram masuk?" Rido menggeleng. "Tidak! Ini tidak akan baik. Ita harus pergi ke pintu rahasia!" ujarnya mulai berjalan mengendap namun tetap dengan gerakan cepat. Semua anak buahnya pun mengekori. Ketika sampai di pintu yang rupanya aksesnya berada di lantai, suara bum yang cukup besar menggema. Bersamaan dengan datangnya bola api yang sangat besar. Bukan hanya sekali, suara dentuman itu kembali datang menyusul. Dan susulannya jauh lebih dahsyat, hingga membuat beberapa orang terpental. Gedung itu mulai
Arfeen diam menatap sang istri, wanita di sisinya itu sungguh sangat mirip dengan sang Mama. Bagaimana ia tak jatuh cinta? Ia mengembangkan senyum. "Aku janji, aku akan memulangkan mereka semua. Aku akan menghapus praktek prostitusi di dalam semua clubku!"Larena mengerutkan kening. "Memangnya club malammu ada berapa?""Banyak!""Semuanya kan? Kau akan membersihkan semuanya kan?" "Seperti yang kau inginkan!"Larena menghela nafas lega sambil mengelus perutnya yang masih rata. Meski ia tak bisa melepaskan Arfeen sebagai Zagan, setidaknya ia bisa membuat pria itu mengurangi hal-hal yang negatif yang selama ini digelutinya. Ia ingin Arfeen bisa menjadi ayah yang bisa dicontoh dan dibanggakan oleh anak-anak mereka kelak. Larena terkejut saat tubuhnya tertarik ke arah sang suami. "Arfeen _" belum sempat ia berkomentar, mulut sang suami sudah menguasai bibirnya. Lembut dan basah, perlakuan Arfeen yang selalu hangat dan lembut membuatnya tak bisa menolak. Pemuda itu sangat pandai memper
Larena membuka mata, setelah perbincangan tadi ia merasa lelah dan akhirnya tertidur di sofa. Selain lelah ia membutuhkan waktu untuk berfikir. Dan ketika ia membuka mata, Arfeen sedang berbicara dengan Marvin Mahesvara. Kedua pria itu menoleh padanya. "Senang bertemu langsung denganmu, menantu!" sapa Marvin. "Tu-Tuan Marvin!" "Jangan memanggilku Tuan atau suamimu akan membunuhku!" ujar Marvin membuat Larena tertegun namun detik berikutnya terdengar tawa ringan. Marvin berjalan ke sofa dan duduk di tempat yang kosong. "Aku tak pernah menyangka jika keponakanku akhirnya menikah. Kupikir selamanya dia akan memilih menjadi bajingan!" "Jangan takut padaku, nanti Arfeen bisa menghajarku dikira aku sengaja menakutimu!" Mata Larena langsung menyapu ke arah sang suami, kemudian melirik Marvin sejenak. Sepertinya Marvin memang juga takut pada sosok Zagan. Hanya saja karena merupakan keluarga jadi ia bisa menyelipkan candaan. "Apa kau lapar?" tanya Arfeen yang tahu sang istri belum semp
"Apa itu benar, Ma?" tanya Tantra yang sudah berada di belakang Tania. Membuat wanita itu menoleh. "Arfeen akan membawa istrinya ke sini?"Tanpa menyakitkan mata. " Jangan berpikir macam-macam Tantra atau sepupumu itu bisa menghabisimu.""Jangan khawatir, Ma. Aku yakin Arfeen tidak akan mau terusir dari klan Maheswara untuk kedua kalinya!" jawab Tantra dengan serangai di wajah. Ia tahu Larena adalah salah satu wanita tercantik di kota, akan sangat rugi jika ia tak bisa menggoda kakak iparnya itu. Ia sangat yakin Arfeen akan lebih mementingkan kedudukannya sebagai pemimpin klan ketimbang wanita yang usianya jauh di atas dirinya itu. "Dengar, Tantra. Untuk saat ini sebaiknya kau jangan melawan Arfeen. Banyak pihak yang ingin menjatuhkan keluarga kita, dan hanya Arfeen yang bisa mengatasi semua ini!"Tania berjalan ke ruang tamu diekori sang putra. Mereka duduk di sana. "Lyra memang kuat, tapi tetap saja dia tak ada apa-apanya dibanding adik tirinya itu!""Tapi Lyra itu sangat licik,
"Siapa?" tanya Larena yang penasaran. "Jordi!" Arfeen menjawab singkat. "Maksudku siapa yang kalian bicarakan?""Oh! Henri."Larena mengerutkan kening. "Kau tak perlu memikirkannya, dia itu salah satu anggota federasi yang aku curigai berkhianat."Larena mengangguk pelan. "Kau meninggalkan anggota selama 6 tahun, kemungkinan ada yang berkhianat itu besar!" "Aku tak khawatirkan hal itu, masih banyak yang setia padaku di luar federasi. Bahkan aku bisa membangun kelompok baru, menakhlukan mereka yang mencoba berkhianat bukanlah hal yang sulit."Larena menelan ludah seketika. Mendengar penuturan sang suami ia bisa membayangkan seberapa besar kekuasaan pemuda itu. Arfeen menyantap kembali makanannya dengan santai. Larena melonjak saat Arfeen mencubit hidung mancungnya. "Lanjutkan makan, setelah itu istirahat. Atau jika kau ingin melakukan sesuatu!""Melakukan apa?" pikiran Larena sudah mengarah ke ranjang. "Berkeliling rumah mungkin, kau butuh beradaptasi di sini. Eh, tapi jangan!
Arfeen mengancingkan kemeja setelah membersihkan diri di kamar mandi, pandangannya lurus ke arah sang istri yang tengah memeluk guling di balik selimut. Ia menyambar jas di dalam lemari, mengenakanya dengan kilat, memakai jam tangan, memungut dompet, handphone dan kunci mobil. Ia bergegas meninggalkan kamar, berpapasan dengan Jean di teras. "Bos, Anda mau pergi?" "Ya, jaga istriku dengan baik. JIka dia bertanya ke mana aku, katakan saja aku sedang pergi ke markas untuk mengatasi masalah federasi!" "Anda tidak memanggil Jordi?" "Dia ada di sana." "Biarkan Agha yang mengantar Anda, Bos!" "Tidak perlu, aku kan pergi sendiri." "Tapi Anda baru keluar dari rumah sakit." "Apa kau baru saja mengenalku, Jean?" Jean bungkam, ia tahu bosnya itu bukanlah orang awam yang akan mengeluh dengan luka seperti itu. Tapi tetap saja ia khawatir. "Terakhir Anda pergi tanpa pengawalan, Anda berakhir di rumah sakit, Bos!"Arfeen menghentikan langkah di pintu mobil. "Jangan terlalu dekat!" ujarnya
"Aku tak seratus persen percaya padanya, Jordi!""Jangan khawatir, tapi dia akan tahu jika diawasi.""Kita tak perlu mengawasinya. Oya, apakah kalian sudah mendapatakn informasi tentang pria yang meneror istriku?" "Maafkan saya, Presdir. Orang itu sama sekali tak memiliki catatan yang bisa kami dapat. Dia sangat pandai menyelinap, cukup sulit untuk bisa mengatasinya.""Artinya ... kau bahkan belum tahu di mana dia tinggal?" cibir Arfeen berjalan ke sofa dan mendudukan diri. Jordi tak menjawab. Baru kali ini ada orang yang sangat sulit untuk dicari informasinya seakan-akan orang itu sama sekali tidak memiliki identitas. Siapa sebenarnya pria itu? Dan kenapa harus meneror istri bosnya. Apakah ada yang membayarnya? Atau dia bekerja sendiri?Tapi rasanya tidak mungkin jika dia bekerja sendiri, pasti ada seseorang di balik teror itu?Kali ini Jordi merasa gagal dalam tugas, hanya untuk mencari tahu satu orang saja ia belum bisa mendapatkan informasi apapun. Tapi tentu saja dia tidak aka
"Apa maksudmu Vierra, bicara itu yang jelas!" suruh Vano sedikit murka mendengar penutupan sang istri. "Aku juga tidak tahu apa yang terjadi tapi itu yang dikatakan oleh Larena. Arfeen menemukan hasil autopsi Malik 6 tahun yang lalu yang kebetulan belum sempat dibaca oleh Tuan Radika.""Hasil autopsi Malik? Memangnya apa yang salah dengan hasil autopsinya? Malik meninggal karena kecelakaan mobil yang fatal!""Apa kau akan percaya dengan mudah jika Malik bisa mati begitu saja tanpa ada sesuatu?"Vano tercenung. "Soal kekuatan, kau bukan apa-apa dibandingkan Malik. Kecelakaan seperti itu tidak akan membunuhnya jika tak ada sesuatu. Dan aku yakin itulah yang ditemukan Arfeen dalam hasil autopsinya!"Vano tetap diam. "Dan selama ini ... Tuan Radika diam saja karena memang belum sempat memeriksa hasil autopsi itu!""Tapi kenapa itu berhubungan denganku? Aku tidak melakukan apa pun!" "Bukankah kalian bertemu sebelum Malik mengalami kecelakaan?" Vano terkesiap. Menggeser arah pandangnya