Usai pertemuannya dengan Jenderal Amar, Arfeen langsung pulang. Ia ingin segera istirahat karena hari ini sangat melelahkan. Larena sudah lelap saat ia sampai. Biasanya wanita itu akan menunggunya pulang, tapi mungkin karena terlalu lelah jadi tertidur lebih dulu. Arfeen menatap wajahnya yang pulas untuk beberapa waktu sebelum ia membersihkan diri di kamar mandi. Larena terbangun saat mendengar suara dering handphone yang berulang. Ia tahu itu handphone sang suami, jadi suaminya sudah pulang!Mungkin saja penting karena sang penelepon mengulangi hingga beberapa kali. Maka ia pun berinisiatif untuk mengangkat. Ia meraih benda itu di atas nakas. "Kakak?" desis Larena bingung. Apakah kakak yang dimaksud ini adalah keluarga yang pernah Arfeen ceritakan?Suara bunyi kamar mandi terbuka membuat Larena sedikit melonjak. Dengan cepat ia menutup layar handphone Arfeen dan meletakkan benda itu ke tempat semula.Dengan kilat pula ia kembali merebah, berpura-pura tertidur. Arfeen buru-buru
"Tapi kau memberikan proyek kepada mereka?" tanya Radika. "Untuk lebih mengenal trik apa yang mereka gunakan aku harus mengenal mereka!" saut Arfeen. Sekarang ia menatap sang kakek dengan penuh selidik. "Kakek tidak terlibat insiden Megaproyek kan?"Radika tertegun. "Apa maksudmu?""Ada konspirasi besar di dalam Megaproyek, yang entah melibatkan siapa saja. Yang jelas, Papa meninggal karena hendak membuka kasus Megaproyek kembali!"Radika benar-benar terperangah, Liam belum memberitahunya tentang hal ini karena khawatir akan kesehatan Radika. "Konspirasi?" beo Radika. "Megaproyek melibatkan Mahesvara dan juga Jayendra, disamping itu juga ada nama keluarga lain. Aku akan mencari tahu siapa saja yang terlibat konspirasi itu, aku sangat berharap Kakek sama sekali tidak terlibat!" "Kakek bahkan baru mengetahui akan hal ini, setahu Kakek ... Megaproyek dihentikan karena Vano melakukan kesalahan yang membuat proyek mengalami kerugian total!""Inilah yang janggal, Kek. Aku sangat yakin
Bukti! Itulah yang harusnya ia cari sebelum datang ke kediaman Vano Jayendra. Anika menggerutu sendiri karena terlalu gegabah. Karena terlalu marah ia tak berfikir sampai ke sana. Setelah mendengar cerita dari Devon ia langsung tancap gas ke kediaman Jayendra. Kenapa ia bisa begitu ceroboh?"Kau benar, aku memang tidak memiliki bukti. Tapi secepatnya ... aku pasti akan menyeretnya ke penjara. Dia harus membayar perbuatannya dengan mahal!" ujarnya bangkit berdiri. Viera mulai berfikir jika mungkin saja itu benar. Arfeen itu berasal dari jalanan, tak menutup kemungkinan jika menantunya itu melakukan hal diluar nalar dengan menganiaya orang! Awas saja jika itu benar, ia pasti akan menghajarnya lebih dulu sebelum memberikannya pada Anika."Saat ini Arfeen sedang ada di kantor, aku tak tahu dia pulang jam berapa. Jika kau ingin menunggu silakan, tapi aku harus pergi karena ada urusan!" Anika berdiri. "Aku akan kembali lagi nanti, dengan bukti yang bisa membawa menantu gembelmu ke penj
Tawa Ariel membuat Arfeen mengerutkan kening, sementara Jordi mengepalkan tinju. Ia tahu jika pemuda bernama Ariel itu pasti ingin merendahkan bosnya. "Apakah ada yang lucu, Ariel?" "Tentu saja! Kau yang lucu. Ha ... aaa ...." Arfeen hanya menyimpulkan senyum kecut. "Hei, kau!" seru Ariel pada security itu. "Seharusnya kau usir gembel ini dari sini, dia tidak akan mampu membayar kartu member. Eh tapi ...," ia kembali menatap Arfeen. "Mungkin sekarang kau sudah banyak uang ya? Kau kan menikahi Tante-tante tajir, dia pasti memberimu banyak uang kan?" Arfeen tak menyahut. "Tapi kenapa kau harus latihan menembak? Atau kau merangkap sebagai bodyguard istrimu? Dia kan ratu kecantikan, pasti menjadi incaran para rivalnya juga kan?" "Maaf, Ariel. Aku tak memiliki waktu untuk berdebat denganmu!" dalih Arfeen yang berharap Ariel segera pergi. Namun ucapan Arfeen justru membuat Ariel tersinggung. "Kau berani bersikap kurang ajar padaku? Kau sudah bosan hidup rupanya!" "Aku hanya sedang
Jordi tertegun atas ucapan Arfeen, jadi apakah ke depannya mereka akan sering menghadapi bahaya? Artinya ia memang harus banyak berlatih untuk melindungi tuannya itu. "Baik, Presdir."Jordi pergi ke meja di mana terdapat dua handuk putih di sana, ia mengambil satu untuk diberikan kepada Arfeen yang langsung menerimanya. Arfeen menggunakan handuk itu untuk mengeringkan keringat. Sementara Jordi mengeringkan keringatnya sendiri sebelum mengambil sebotol air mineral dingin untuk Arfeen. "Di mana handphoneku?" tanya Arfeen. Jordi lekas kembali ke meja untuk mengambil handphone Arfeen, berjalan cepat ke arah tuannya yang kini duduk di sofa. Arfeen ingin menghubungi Larena karena malam ini harus pulang larut. Wanita itu cepat mengangkat telepon darinya. "Halo!""Malam Wife, sedang apa?""Bersiap untuk pulang!""Kau pulang dikawal Jean seperti biasa ya, aku harus pulang sedikit malam kali ini!" Larena mengerucutkan bibir padahal ia tahu suaminya tak akan bisa melihat protesannya itu.
"Kau tahu apa ini?" tanya Arfeen memamerkan benda di tangannya. Kedua mata Regan membeliak menatap suntikan di tangan Arfeen. Ia memang tak tahu apa isi cairan dalam suntikan itu. Tapi ia yakin itu pasti berbahaya. "Tentu saja kau ingat kan kenapa adikku bisa tiba-tiba terkena serangan jantung?" tanya Arfeen membuat Regan menelan ludah. "Kau juga akan mengalami hal yang sama."Arfeen menekan kepala Regan ke lantai, dengan cepat ia menancapkan jarum suntik itu ke leher Regan, menelan hingga seluruh cairan masuk ke dalam tubuh pria itu. Setelah mencabut benda itu ia membuangnya begitu saja. Regan meraba bekas suntikan itu. "Kau?""Kau akan segera menyusul keluargamu ke neraka. Berharap saja ada keajaiban bantuan datang tiba-tiba!" ujar Arfeen menepuk pipi Regan sebelum beranjak meninggalkan ruangan. Regan berusaha bangkit, namun entah mengapa seluruh tubuhnya melemas. Yang ia tahu jika cairan itu sama dengan yang pernah Panji berikan pada Amara, cairan itu tidak membuat tubuhnya l
"Apa kau meragukan kekuasaanku, Jay?" "Bukan begitu, Nona. Hanya saja terkadang pengkhianat itu bisa berasal dari mana saja, bahkan orang terdekat sekalipun!" "Kau sedang menyindirku?" "Tidak, Nona. Sungguh! Saya hanya ingin agar Anda lebih berhati-hati." "Aku tahu apa yang kulakukan!" dengusnya kesal. "Tuan Muda mulai berkomunikasi dengan petinggi pemerintah, sesegera mungkin ... Tuan Muda pasti akan disetujui oleh semua anggota untuk menjadi ketua federasi. Ini akan memperkuat kedudukannya." "Adikku masih terlalu muda, dia masih membutuhkan banyak pengalaman. Kita lihat saja, sampai di mana dia bisa memimpin federasi. Karena Federasi bukanlah sembarang kelompok mafia, tapi lebih dari itu!" "Tapi sejak dini Tuan Muda sudah sangat terlatih!" cemas Jay. Lyra menyilangkan kakinya, meletakkan kedua tangan di sisi kursi. "Tidak ada manusia sempurna di dunia ini, Jay. Setiap orang memiliki satu kecacatan!" "Seperti aku yang cacat hanya karena seorang wanita, status genderku mem
"Siapa yang kau maksud?" tanya Dirga yang ragu untuk menebak. Amar tak langsung menjawab. Ia juga tak ingin menyebutkan secara gamblang siapa orang yang ia maksud. "Apakah kau sungguh tidak tahu, Jenderal?" pancingnya. "Jangan berbelit-belit, Amar. Kau tahu aku tak suka tebak-tebakan!""Siapa yang mengajakmu main tebak-tebakan? Aku hanya menyarankan seseorang yang sangat berpengaruh, yang sangat pantas dari siapa pun untuk memimpin operasi ini!""Kau tidak menyebutkan nama, lalu bagaimana aku tahu.""Bisnis ini cukup berbahaya, karena rekan kita juga adalah jaringan hitam internasional. Mereka bisa saja berbuat curang atau mengkhianati kita. Tapi jika pria ini bersama kita, mereka tidak akan berani!" "Katakan saja siapa dia?" geram Dirga."Zagan. Tuan Zagan."Jawaban Amar membuat Dirga melotot. "Z-Zagan?"Amar mengangguk. "Tuan Zagan sudah kembali, sekarang auranya lebih kuat. Aku yakin jika dia memimpin jaringan hitam, maka tidak akan ada yang berani menyentuh kelompok itu!" "Di