"Kau pergi ke bar?" tanya Larena yang terkejut. "Aduh, Larena ... bukankah suamimu tadi bilang dia mengawal Tuan Muda dari klan Mahesvara itu. Pasti Tuan Muda itu yang bersenang-senang di bar, dulu ... meskipun masih sangat muda tapi dia itu adalah pecinta wanita!" oceh Viera. Ucapan Viera sungguh membuat Arfeen mengeraskan rahang. Mertuanya itu sedang menjelekkan dirinya di depan Larena? Tapi apa yang dikatakan sang mama mertua memang tidak bohong. Ia memang seperti itu kan? Tapi itu dulu, sebelum ia menikah dengan Larena. "Tidak sepenuhnya seperti itu sayang, Tuan Muda hanya ingin memberi pelajaran pada teman kampusnya yang dulu pernah merendahkan dirinya!" saut Arfeen membala diri. "Merendahkan?" "Kalian pasti tahu kan jika Tuan Muda pernah terusir dari klan Mahesvara karena sebuah kesalah pahaman?" "Apa pun itu tapi ... aku tak suka jika kau suka main ke bar!" "Aku hanya mengawal!" "Sepertinya Tuan Muda itu bisa memberikan pengaruh buruk padamu!" "Jangan berpikiran negati
"Kenapa, Ma?" tanya Arfeen lagi."Kau masih bertanya, ini juga ada hubungannya denganmu. Karena Larena memutuskan untuk mempertahankan pria rendahan sepertimu ... Papa mencabut semua dana di La Viva!""Tapi bukankah aku sudah memperbaiki itu?"Viera menyimpulkan senyum kecut, "Kau pikir itu cukup? Nyatanya suamiku kian diremehkan oleh keluarga besarnya!"Arfeen menoleh Vano yangtetap menyantap sarapannya dengan santai. Muncul senyum aneh di bibir Arfeen. "Mama tidak perlu khawatir, Tuan Muda tak benar-benar menjalin kerja sama dengan Jaya Abadi Corp. Dia hanya ingin menyelidiki tentang Megaproyek, siapa sebenarnya yang menciptakan konspirasi dalam Megaproyek!" Tubuh Vano membatu, menantunya itu ingin membantu tuan muda Mahesvara menyelidiki tentang Megaproyek? Vano menenggak air mineralnya, "Baiklah, Arfeen. Jika kau bisa membersihkan namaku di dunia bisnis. Mungkin aku bisa mempertimbangkan statusmu di rumah ini!" Itu adalah syarat yang Vano berikan. Sebuah kesempatan yang memang
"Baiklah, Jordi. Jadi lain kali aku boleh ngobrol dengan ibumu kan?" tanya Arfeen. "Tentu saja, Presdir! Jadi sekarang ke mana? Kembali ke kantor?" "Ke kampus! Aku ada kelas.""Kita sungguh mencancel semua meeting hari ini?" "Tidak juga, ada beberapa yang diwakili oleh Liam. Dia masih memegang kendali Mahesvara Group!""Tapi Presdir, bagaimana jika di kampus akan terjadi hal seperti kemarin? Maksud saya ... para gadis itu!" "Ouh!" Arfeen menggaruk batang hidung. "Jujur, aku pernah mengalami hal itu. Beberapa tahun lalu, tapi tidak seperti sekarang!" Ia mengingat masa di mana dulu saat dirinya belum terusir. Di sekolah dan kampus pun ia dikelilingi para gadis cantik. Meski ia tetap bersikap dingin, tapi ada saja yang mencoba mendekatinya. "Ini akan menjadi tugas berat untuk saya, Tuan. Saya tak pernah menghadapi para gadis yang mengerikan!"Arfeen justru tertawa. Ketika sampai kampus, Arfeen melepas jas, dasi lalu mengeluarkan bagian bawah kemeja yang biasa tersimpan rapi di dal
"Sekarang?" Frita mengangguk tanpa ragu. Jordi sedikit bingung, tak mungkin ia pergi kan? Secara bosnya masih di kampus. "Bagaimana jika lain kali, aku tak bisa meninggalkan Presdir sendiri!" tolaknya. Wajah ceria Frita langsung berubah masam dengan bibir manyun. "Katakan saja memang kau tak mau mengenalkan aku pada ibumu kan? Kau tidak serius denganku kan? Kau hanya mencari keuntungan saja dari tubuhku!" kesalnya berbalik dan hendak melangkah. "Frita bukan begitu!" ujar Jordi menghentikan langkah Frita. "Tugas utamaku adalah mendampingi Presdir, di jam kerja aku tak bisa meninggalkannya!" Frita masih tak berbalik, meski ia mengerti akan hal itu. Ia sendiri tak ingin melawan Arfeen sekarang. "Bagaimana jika ... sepulang kerja nanti. Kau mau aku jemput di mana?" Wajah Frita langsung bersinar bak rembulan. Jordi bersedia membiarkan dirinya menjenguk sang ibu? Apakah artinya pria itu serius padanya? Ia lekas berbalik. "Jemput aku di rumah, jam 8!" "Jam 8? Di rumahmu? Tap
"Ha? Ba-bayi?" beo Larena."Kau tidak berfikir untuk menunda kehamilan kan?" tanya Arfeen membuat Larena menelan ludah. Menunda kehamilan? Larena bahkan tak berfikir sama sekali akan hal itu. Ia hanya mencoba menjalani pernikahan ini seperti kesepakatan mereka. "Aku ... tidak melakukan program apa pun."Arfeen mengulum senyum. "Good! Usiamu memang sudah tak diperbolehkan menunda kehamilan, atau kau tidak akan bisa hamil!" Larena sedikit terperangah, ia menyadari berapa usianya sekarang! Memang sudah seharusnya ia memiliki anak. Saat pikiran Larena melalang buana, Arfeen justru mengambil kesempatan itu untuk memagut bibir ranum sang istri. Kedua mata Larena melotot saking terkejutnya, namun ciuman lembut itu berhasil menyihirnya. Membuatnya membalas tiap kecup yang sang suami berikan. Arfeen bangkit membawa Larena bersamanya lalu mengangkat tubuh wanita itu, mendudukkannya di meja tanpa melepaskan pagutan. Tangan Larena mulai meremasi otot-otot di lengan Arfeen. Ia memang selalu
Arfeen mencoba mempertahankan keseimbangan mobil itu agar tak terbalik. Mobil itu hanya berputar beberapa kali lalu menabrak bagian belakang mobil lain yang melaju. Tak elak, kecelakaan beruntun pun terjadi. "Sial! Sepertinya mereka sungguh ingin membunuhku!" umpat Arfeen kesal. Ia melaju lagi ke tepi jalanan. "Sayang! Sayang!" panggil Arfeen. Larena membuka mata perlahan. "Kita masih hidup?" nafasnya terengah. "Tentu saja, aku tak akan membiarkan kita terbunuh. Bukankah aku berjanji menemanimu sampai menua!" Ia masih sempat menyelipkan canda. Kesadaran Larena kembali saat ia merasakan ada sesuatu di telapak tangan. Pandangannya jatuh ke telapak tangannya sendiri, di mana di sana sudah ada sebuah senjata api. Terang saja ia melotot. "Kunci pintunya dari dalam, aku akan menghadapi mereka. Jika ada bahaya yang datang padamu, tembak saja. Dan jika keadaannya tak memungkinkan, pergilah dari sini!" perintahnya. Larena menggeleng, "Tidak, aku tidak bisa menembak. Dan aku juga
"Apa? Hanya kecelakaan beruntun? Bagaimana bisa?" tanya Larena heran. Jelas-jelas semalam pihak kepolisian meminta mereka untuk memberikan kesaksian pagi ini. Tapi kenapa hari ini justru yang tersiar fakta yang berbeda? Hanya kecelakaan beruntun. Dan penyebab kecelakaan ialah rem mobil salah satu mobil blong. Ini tak masuk diakal? Larena melirik sang suami. "Apa ini ada hubungannya denganmu?" "Apa maksudmu?" tanya Arfeen membalas tatapan itu. "Kau dekat dengan Tuan Muda Mahesvara kan? Mungkin saja penyerang pertama mengincar bosmu itu, mereka adalah keluarga yang sangat berpengaruh. Tentu saja mereka tak ingin kasusnya ditangani pihak kepolisian!" "Kau terlalu jauh berfikir, sayang!" "Tidak, Arfeen. Apalagi jika benar bahwa klan Mahesvara memegang kendali dunia bawah. Mereka bisa melakukan apa pun, bahkan membeli hukum sekalipun!" Karena tampak cemas dan takut. Arfeen menyentuh wajah wanita itu dengan lembut. Larena sedikit terperanjat, ia mengangkat pandangan hingga ma
Pria itu merasa lega karena akhirnya ia bisa melihat cahaya, sebelumnya ia berada di dalam karung. Itu yang membuatnya merasa gelap. Ia pun mengangkat pandangan ke atas perlahan. "Arfeen?" desisnya. Amarah langsung tersulut. "Pengecut! Berani sekali kau menculikku. Lepaskan aku dan mari kita bertarung lagi!" tantang Robert. Seringai miring terlukis di wajah Arfeen. "Tak masalah jika kau hanya berniat menyakitiku, Robert. Tapi kau telah membahayakan nyawa istriku, itu yang membuatku marah!" "Tapi bukan berarti kau melakukan hal pengecut macam ini, lepaskan aku?" Ia meronta. "Memangnya kau mau apa jika kulepaskan? Melawanku? Kau yakin mampu mengalahkan aku?" Arfeen berjongkok di depan wajah Robert. Robert menatapnya penuh benci. "Kau tampak sangat membenciku, Robert! Baiklah ... kita bertarung sekali lagi. Kali ini ... di tempat yang sangat menyenangkan!" ujarnya kembali berdiri. Ia pun memberi isyarat kepada anak buahnya untuk melepas ikatan Robert. Begitu ikatan Robert