"Jordi!" teriak Arfeen saat melihat salah satu pria mengayunkan parang ke tubuh Jordi yang tengah memungut senjata di dalam mobil.Dari ekor matanya, Jordi bisa melihat sang penyerang. Sebelum parang itu mendarat ke tubuhnya, ia menarik pintu mobil hingga parang itu mengenai bingkai bagian atas pintu mobil. Kemudian ia menendang tubuh orang itu hingga terpental ke belakang.Dengan segera Jordi keluar dari mobil dengan membawa dua katana. Ia melepaskan katana itu dari sarungnya."Presdir!" serunya melempar salah satu katana ke arah Arfeen.Arfeen yang masih sibuk menghindar sambil menyerang dengan tangan kosong itu pun menerima katana yang Jordi lempar. Dengan segera ia mengayunkan benda itu untuk menangkis serangan parang dari salah satu penyerangnya.Ia melempar serangan pria itu kemudian membalas serangan pria satunya lagi. Kita dengan katana di tangannya ia bisa mengimbangi serangan dua pria itu.Pertar
"Begal?" ulang Larena yang sedikit curiga.Meski sudah lama tak terdengar, tapi para begal masih suka berkeliaran. Membuat resah pawa warga. Apalagi jika sampai menelan korban jiwa."Ini tak mungkin begal kan?" terkanya.Arfeen membalas tatapan yang istri. "Tadi aku bersama teman, kami tidak sendiri.""Apa yang kukatakan? Menjadi pengawal Tuan Muda Mahesvara itu penuh dengan resiko. Kenapa kau tak resign saja?""Kalau resign aku jadi pengangguran lagi dong?Tiap hari Mama pasti akan teriak-teriak seperti orang gila!" keluh Arfeen."Kau mengatasi Mama gila?" sembur Larena.Arfeen menelan ludah. "Bukan begitu, wife. Tapi kau tahu sendiri kan Mama seperti apa! Kalau aku menganggur, pasti tiap hari ....""Iya iya iya. Tapi kau kan bisa cari pekerjaan lain!" potongnya kesal."Misal? Kau tahu aku belum lulus kuliah kan!""Kau bisa membantuku di La Viva. Aku yakin kau bisa m
Arfeen akhirnya meminum susu dan menghabiskan sandwichnya sesuai perintah sang istri. "Tadi kau berkirim pesan dengan siapa?" tanya Larena yang tak bisa menahan diri untuk bertanya. "Jordi.""Jordi?""Teman kerjaku, dia sedang mencari tahu siapa yang menyerang kami!"Larena tampak mengangguk. "Apakah dia sudah berhasil menemukan siapa orangnya?" "Jordi orang yang cukup cakap, tentu saja dia sudah menemukan siapa bedebah itu."Mata Larena melebar, ekspresinya seolah tak sabar ingin tahu. "Apa kau akan percaya jika kukatakan bedebah itu berasal dari keluarga Collins?" tanya Arfeen tanpa ekspresi. Larena tampak terperangah, "Ke-keluarga Collins? Tapi mereka sudah bangkrut.""Peter Collins, apa kau juga mengenalnya?""Peter? Jujur saja aku belum pernah bertemu dengannya. Tapi setahuku memang ada anggota keluarga Collins yang bernama Peter!" aku Larena dengan jujur. Larena memasang ekspresi heran. "Kau memang pernah mengalahkan Andrew di atas ring, tapi bukankah yang membuat keluarga
"Tak mengijinkanku pergi? Kau tak bisa seperti itu, aku saja tak pernah melarangmu pergi!" protesnya tak terima. "Kenapa aku tak bisa? Aku suamimu. Entah ada perjanjian atau pun tidak, selama kita terikat tali pernikahan. Aku tetap berhak melarangmu pergi jika tak berkenan!" Larena membuka mulut tanpa suara. "Jean akan memastikan keamananmu, dia cukup profesional. Jadi kau tak perlu khawatir!" "Aku masih bisa menjaga diri, lagipula aku tak biasa dikawal seperti itu!" "Jean ikut atau kau tak pergi sama sekali!" tegas Arfeen membuat Larena bungkam. Ia ingin protes lagi, namun sepertinya keberadaan Jean bisa membuatnya sedikit tenang. Ia juga khawatir jika teman-temannya akan merundungnya. Lagi pula ia kan owner dari La Viva. Tak heran jika bisa memiliki seorang bodyguard. "Baik!"Arfeen mengulas senyum. "Istriku memang manis!" pujinya mencubit ujung hidung yang mancung itu. "Kau kan masih terluka, memangnya tetap harus ikut outbound?""Ini wajib untukku. Ketua BEM yang menetapka
"Arfeen, aku tak bisa bernafas!" keluh Larena. Arfeen mengendurkan pelukan namun tak melepaskan. Mereka berpelukan hingga terlelap. Selama beberapa hari Arfeen sengaja beristirahat di rumah. Jordi yang mewakili aktifitasnya di kantor mau pun Federasi. "Dia terluka dan tak mau dirawat di rumah sakit! Anak itu ... apakah dia sengaja ingin menghabisi dirinya sendiri?" seru Marvin ketika mendengar kabar tentang keponakannya. "Setahuku Arfeen memang belum memberitahu kepada istri dan keluarganya bahwa dia adalah anggota keluarga Mahesvara!" saut Tantra dengan seringai. "Dia lebih memilih tinggal di rumah mertua sebagai menantu tak berguna? Aku heran dengan anak itu! Apakah hidup di jalanan sudah membuatnya lemah?" "Tapi tak dipungkiri, meski Larena lebih tua dari Arfeen. Wanita itu memang menjadi salah satu wanita tercantik di kota. Dia itu ratu kecantikan. Saat ini La Viva menjadi perusahaan kosmetik nomor satu di negeri ini!" imbuh Tantra. "Aku cukup tahu seperti apa keponak
Arfeen menatap dalam wanita itu, ada rasa takut yang bisa ia lihat dari ekspresi sang istri. "Apa kau memiliki pengalaman buruk saat naik bis?" tanya Arfeen menerka.Larena membalas tatapan itu. "Dari mana kau tahu?""Tampak jelas dari wajahmu, tapi jika kau tak mau cerita juga tak apa!" Larena menggeleng pelan, "Dulu saat kami terpuruk, aku harus naik bis untuk ke sekolah. Di dalam bis itu ... ada seorang pria tak dikenal yang menggangguku terus. Kondisi bis cukup sepi, kami duduk di paling belakang. Bis itu tidak berhenti di sekolah, tapi melaju terus. Pria itu nyaris melecehkanku, sopirnya juga diam saja seolah tak peduli!" Arfeen memungut tangannya, menggenggam lembut. "Mungkin saat itu kau salah naik bis, tak apa. Yang penting kau selamat kan?" Larena mengangguk. "Aku berteriak dan mencoba lari, kebetulan ada polisi patroli yang melintas dan melihatku yang meminta tolong di jendela."Saat menceritakan itu tampak masih ada trauma yang bisa Arfeen rasakan pada sang istri. Ia p
Arfeen tak menggubris ocehan Devon. Selamabocah itu tidak bertindak keterlaluan lagi, ia tidak akan mempermasalahkan. Akan tetapi jika Devon masih terus mencari masalah dengannya, ia pasti akan bertindak dengan tegas. Arfeen memasuki bis. Mencari tempat duduk yang kosong. Ketika ia duduk, Ervan menyingkirkannya. "Ini tempat dudukku, minggir!" Tak ingin ribut ia pun mengalah, mencari tempat duduk lain. Dan ketika hendak duduk di tempat kosong lainnya, Romi mencegah. "Hei, ini milikku!" Pemuda itu mendudukan diri lebih dulu. Devon memasuki bis dan duduk di tempat yang kosong lainnya. Sekarang semua tempat duduk sudah penuh. Lalu ia akan duduk di mana? Berdiri? "Hei, kau duduk saja di lantai. Biasanya juga begitu kan?" "Orang rendahan ya duduknya di tempat yang paling rendah!" timpal Keysha disertai tawa yang disambut oleh yang lainnya. Frita yang duduk di depan menoleh, ia melihat Arfeen yang berdiri sementara bis sudah hendak berangkat. Jadi ia pun bangkit menghampiri Dito
Jordi membawa makanan itu ke hadapan Arfeen. "Saya akan memastikan keamanan Anda selama di sini!" ujarnya kemudian meninggalkan ruangan. Di Mahesvara Group. "Tuan Muda sedang tidak di sini, sepertinya akan aman jika kita mengadakan pertemuan!" usul Jay. "Ya, dan kita sangat beruntung karena adikku itu memilih orang baru sebagai sekretarisnya. Meski kita akan sulit mendapatkan informasi karena semuanya dikendalikan oleh Jordi. Tapi sepertinya ... kita bisa memberikan penawaran kepada pria itu!" "Jordi tampak begitu loyal terhadap Tuan Muda. Dia akan sulit dibujuk!" Lyra menyimpulkan senyum licik. "Kata siapa?" Ada ide brilian yang sedang menari-nari di otaknya. Ia yakin dengan cara ini Jordi akan berpaling dari Arfeen. GRAND ALDAMA RESORT Arfeen memasuki aula yang sudah dipenuhi oleh semua anggota yang ikut outbound ini. Frita sudah menyiapkan satu kursi untuknya, jadi ia tak mengkhawatirkan apa pun. Beberapa mahasiswi pun mulai berbisik. "Kudengar hari itu Frita meny