"Tapi ini aneh? Setahuku Nona Larena itu akan menikah dengan Damian Atmaja, mereka sudah menjalin hubungan cukup lama!" ujar seorang pria yang sedari tadi hanya menyimak. Semua mata mengarah padanya. "Damian Atmaja? Memang ... dulu aku sering melihatnya datang ke kompleks kita. Tapi sekarang pria itu seperti ditelan bumi!" saut temannya. "Dan tiba-tiba saja Larena menikah dengan seorang pria miskin. Tukang sapu jalan! Itu mengejutkan!" imbuh pria itu yang bernama Rudi. Rudi adalah putra RW setempat, ia memang menaruh hati pada Larena sejak dulu sebelum ia menikah. Sayangnya Larena sama sekali tak pernah meliriknya. Akhirnya ia menikahi wanita lain dan kini sudah memiliki dua orang anak. Meski begitu, ia tetap masih mengagumi Larena Jayendra. Dan ketika mengetahui bahwa suami Larena rupanya hanya seorang tukang sapu jalan! Perasaannya jadi tak menentu. Ada rasa senang karena ia bisa membalas sakit hatinya dengan merendahkan wanita itu yang bersuamikan seorang pria hina. Tapi ada
Arfeen mengeluarkan sebuah jarum di telapak tangannya. Ia akan siap jika ada serangan. Jordi memperhatikan tiap gerak-gerik setiap orang di hadapannya, termasuk sang bos. Ia tak pernah tahu jika bosnya itu memiliki senjata rahasia beruba jarum itu? Jika tak jeli tak ada yang tahu jika saat ini Arfeen tengah mempersiapkan sebuah senjata rahasia, namun mata Jordi terlalu detail untuk melewatkan hal itu. Ia telah belajar bagaimana mengamati sekitarnya sedetail mungkin tanpa ada yang terlewat meski hal terkecil sekali pun. Dari pengamatannya, K2 tengah mempersiapkan senjata di balik punggung. Jenderal Dirga dan Amar juga akan siap dengan senjata api mereka jika diperlukan. Sementara pria bernama Geofrey itu tampak tenang saja karena ada banyak anak buah yang siap melindunginya di sekeliling tempat itu. "Anak ingusan! Kau pernah menghilang dari peredaran. Maka kali ini kau pasti akan menghilang dari muka bumi!" seru Hariman mencabut senjata apinya, menodongkannya kepada Arfeen dan sia
"Kau mengenaliku?" tanya Arfeen menatap Baruna. "Maaf, Tuan. Video pernikahan Anda sempat viral di dunia Maya!" jawab Baruna menundukkan kepala. Arfeen pun tersenyum miring. Video itu? Meski sudah dihapus tetap saja sudah banyak yang menonton bahwa mungkin mendownload. "Baiklah, Tuan Geofrey. Sebelum kita sepakat, apakah ada yang ingin diperbarui lebih dulu tentang transaksinya?" tanya Arfeen beralih pada Geofrey. "Tentu saja, Tuan. Ada banyak hal yang perlu diperbarui!" saut Geofrey. Sementara Dirga masih mengamati wajah Arfeen. Ia juga sempat menonton video viral itu. Dan Ariel juga Bernah berkata bahwa yang ada dalam video itu adalah teman kampusnya. Lalu tempo hari, Ariel berkata baru saja dihajar oleh teman kampusnya yang bernama Arfeen Grafielo yang juga merupakan menantu dari Vano Jayendra. Jadi apakah Arfeen Grafielo dan Zagan adalah orang yang sama? Jika ia artinya putranya telah salah menyinggung seseorang. Semoga saja Zagan tidak tahu bahwa Ariel adalah putranya ata
"Jordi!" teriak Arfeen saat melihat salah satu pria mengayunkan parang ke tubuh Jordi yang tengah memungut senjata di dalam mobil.Dari ekor matanya, Jordi bisa melihat sang penyerang. Sebelum parang itu mendarat ke tubuhnya, ia menarik pintu mobil hingga parang itu mengenai bingkai bagian atas pintu mobil. Kemudian ia menendang tubuh orang itu hingga terpental ke belakang.Dengan segera Jordi keluar dari mobil dengan membawa dua katana. Ia melepaskan katana itu dari sarungnya."Presdir!" serunya melempar salah satu katana ke arah Arfeen.Arfeen yang masih sibuk menghindar sambil menyerang dengan tangan kosong itu pun menerima katana yang Jordi lempar. Dengan segera ia mengayunkan benda itu untuk menangkis serangan parang dari salah satu penyerangnya.Ia melempar serangan pria itu kemudian membalas serangan pria satunya lagi. Kita dengan katana di tangannya ia bisa mengimbangi serangan dua pria itu.Pertar
"Begal?" ulang Larena yang sedikit curiga.Meski sudah lama tak terdengar, tapi para begal masih suka berkeliaran. Membuat resah pawa warga. Apalagi jika sampai menelan korban jiwa."Ini tak mungkin begal kan?" terkanya.Arfeen membalas tatapan yang istri. "Tadi aku bersama teman, kami tidak sendiri.""Apa yang kukatakan? Menjadi pengawal Tuan Muda Mahesvara itu penuh dengan resiko. Kenapa kau tak resign saja?""Kalau resign aku jadi pengangguran lagi dong?Tiap hari Mama pasti akan teriak-teriak seperti orang gila!" keluh Arfeen."Kau mengatasi Mama gila?" sembur Larena.Arfeen menelan ludah. "Bukan begitu, wife. Tapi kau tahu sendiri kan Mama seperti apa! Kalau aku menganggur, pasti tiap hari ....""Iya iya iya. Tapi kau kan bisa cari pekerjaan lain!" potongnya kesal."Misal? Kau tahu aku belum lulus kuliah kan!""Kau bisa membantuku di La Viva. Aku yakin kau bisa m
Arfeen akhirnya meminum susu dan menghabiskan sandwichnya sesuai perintah sang istri. "Tadi kau berkirim pesan dengan siapa?" tanya Larena yang tak bisa menahan diri untuk bertanya. "Jordi.""Jordi?""Teman kerjaku, dia sedang mencari tahu siapa yang menyerang kami!"Larena tampak mengangguk. "Apakah dia sudah berhasil menemukan siapa orangnya?" "Jordi orang yang cukup cakap, tentu saja dia sudah menemukan siapa bedebah itu."Mata Larena melebar, ekspresinya seolah tak sabar ingin tahu. "Apa kau akan percaya jika kukatakan bedebah itu berasal dari keluarga Collins?" tanya Arfeen tanpa ekspresi. Larena tampak terperangah, "Ke-keluarga Collins? Tapi mereka sudah bangkrut.""Peter Collins, apa kau juga mengenalnya?""Peter? Jujur saja aku belum pernah bertemu dengannya. Tapi setahuku memang ada anggota keluarga Collins yang bernama Peter!" aku Larena dengan jujur. Larena memasang ekspresi heran. "Kau memang pernah mengalahkan Andrew di atas ring, tapi bukankah yang membuat keluarga
"Tak mengijinkanku pergi? Kau tak bisa seperti itu, aku saja tak pernah melarangmu pergi!" protesnya tak terima. "Kenapa aku tak bisa? Aku suamimu. Entah ada perjanjian atau pun tidak, selama kita terikat tali pernikahan. Aku tetap berhak melarangmu pergi jika tak berkenan!" Larena membuka mulut tanpa suara. "Jean akan memastikan keamananmu, dia cukup profesional. Jadi kau tak perlu khawatir!" "Aku masih bisa menjaga diri, lagipula aku tak biasa dikawal seperti itu!" "Jean ikut atau kau tak pergi sama sekali!" tegas Arfeen membuat Larena bungkam. Ia ingin protes lagi, namun sepertinya keberadaan Jean bisa membuatnya sedikit tenang. Ia juga khawatir jika teman-temannya akan merundungnya. Lagi pula ia kan owner dari La Viva. Tak heran jika bisa memiliki seorang bodyguard. "Baik!"Arfeen mengulas senyum. "Istriku memang manis!" pujinya mencubit ujung hidung yang mancung itu. "Kau kan masih terluka, memangnya tetap harus ikut outbound?""Ini wajib untukku. Ketua BEM yang menetapka
"Arfeen, aku tak bisa bernafas!" keluh Larena. Arfeen mengendurkan pelukan namun tak melepaskan. Mereka berpelukan hingga terlelap. Selama beberapa hari Arfeen sengaja beristirahat di rumah. Jordi yang mewakili aktifitasnya di kantor mau pun Federasi. "Dia terluka dan tak mau dirawat di rumah sakit! Anak itu ... apakah dia sengaja ingin menghabisi dirinya sendiri?" seru Marvin ketika mendengar kabar tentang keponakannya. "Setahuku Arfeen memang belum memberitahu kepada istri dan keluarganya bahwa dia adalah anggota keluarga Mahesvara!" saut Tantra dengan seringai. "Dia lebih memilih tinggal di rumah mertua sebagai menantu tak berguna? Aku heran dengan anak itu! Apakah hidup di jalanan sudah membuatnya lemah?" "Tapi tak dipungkiri, meski Larena lebih tua dari Arfeen. Wanita itu memang menjadi salah satu wanita tercantik di kota. Dia itu ratu kecantikan. Saat ini La Viva menjadi perusahaan kosmetik nomor satu di negeri ini!" imbuh Tantra. "Aku cukup tahu seperti apa keponak
Arfeen terpaku menatap sosok di depannya itu. "Bella! Apa yang kau lakukan di sini?" "Menyelamatkanmu dari para gadis itu, apalagi?" jawab wanita itu dengan senyum hangat. "Aku masih bisa mengatasi mereka sendiri!" "Oya, lalu kenapa kau lari?" "Aem!" Arfeen kebingungan untuk menjawab. "Ayolah, Arfeen. Kau memang seorang Casanova, tapi kau benci dikerubungi para gadis. Seharusnya kau menempatkan pengawalan ketat untuk mengantisipasi. Di acara seperti ini sudah pasti jati dirimu akan terbongkar!" Arfeen menghela nafas panjang. "Terima kasih, tapi aku harus pergi!" ia hendak melangkah namun Bella kembali menyandarkan tubuhnya menggunakan telunjuk. "Kau mau aku berteriak bahwa kau sedang melecehkan aku?" Arfeen menyimpulkan senyum miring. "Kau mengancamku?" "Aku hanya ... argh!" kalimat Bella belum berlanjut karena Arfeen sudah lebih dulu membalik tubuh wanita itu yang kini justru dirinya yang bersandar tembok dengan tangan Arfeen di lehernya. "Dengar Bella, sudah aku katakan
"Rena, apa kau tega pada Kakek?" seru Ferano yang mencoba membujuk cucunya. Dua orang polisi sudah memegangi lengannya kanan dan kiri. "Larena, Papa sudah tua. Tega sekali kalian lalukan itu?" seru Arland tak terima. "Kami masih keluargamu!""Keluarga!" desis Arfeen dengan kecut, "Keluarga tidak menumbalkan anggota keluarganya sendiri."Arland menatap tajam kepada Arfeen. "Ini pasti ulahmu kan?" ia hendak menyerang nalun lekas digentikan oleh anak buah Arfeen. Kedua tangannya dicengkeram dan langsung diborgol ke belakang. "Lepaskan aku!"Buk!Satu tinju mendarat di wajah Arland. Nyaris semua anggota keluarga Jayendra sudah ditahan. "Arfeen!""Lancang kau hanya menyebutkan nama saja, panggil Tuan Zagan!" seru Gray. Mereka semua membeliak, Tuan Zagan?Jadi Arfeen ... Arfeen adalah Tuan Muda Mahesvara? Kenapa Lyra tak pernah memberitahu? "Tuan Muda, kami tidak melakukan kesalahan apa pun padamu. Tolong ampuni kami!" pinta Radika. Arfeen mengeraskan rahang. "Korban kecelakaan Papa
"Ahk, jangan terlalu kencang. Itu menyakitiku!"Seketika kedua mata Larena mendelik, ia melepas peluknya dna menatap wajah di bawahnya. Mata pemuda itu sudah membuka, tengah menatapnya. "Kau ... kau sudah siuman?" beonya. Arfeen mengulum senyum. "Jadi ... pesonaku begitu mengagumkan ya, sampai kau jatuh cinta berkali-kali?" celetuknya memainkan satu alis. "Sejak kapan kau sadar?" tanya Larena mencubit perut Arfeen. "Argh ... sakit, Wife. Sakit, aku masih sakit kenapa kau menganiaya aku?" protesnya mengelus bekas cubitan sang istri. Larena menatap wajah di depannya masih dengan tatapan tak percaya. "Sejak kapan kau sadar? Kau sengaja ingin membuatku takut? Hah?" air mata langsung mengalir deras di pipinya. Arfeen menyentuh pipi sang istri, mengusap cairan hangat itu dengan ibu jarinya. "Maaf!" ucapnya lirih. Larena pun langsung merebahkan diri ke pelukannya."Kenapa kau lakukan itu?" isaknya, "Aku pikir ... kau akan benar-benar meninggalkan aku ... jangan seperti itu lagi ...
"Keluarga Adipradana?" seru Vano. "Kau dan Arfeen?""Iya, Tuan. Saya dan Presdir sama-sama mimiliki darah kleuarga Adipradana. Presdir ... adalah cucu dari Jenderal Wira Adipradana!"Vano menghela nafas dalam. Pantas saja Arfeen berbeda dari semua keluarga Mahesvara yang lainnya. Anak itu jelas memiliki jiwa seorang pemimpin. Ternyata di dalam darahnya mengalir darah orang hebat. Larena sangat beruntung bisa menikahi dengannya. "Golongan darah Anda sama dengan pasien?" tanya si dokter. "Iya, Dok. Anda bisa mengambil sebanyak yang dibutuhkan!" jawabnya dengan iklas. "Mari ikut saya!"Jordi tetap harus melakukan mengecekan terlebih dahulu, setelah cocok baru transfusi bisa dilakukan. Beruntung Arfeen hanya membutuhkan dua kantung darah, sehingga masih bisa mengambil dari tubuh Jordi. Di luar ruangan, Larena masih menangis. Bahkan tangisnya kian pilu. Arfeen rela mengorbankan nyawa demi dirinya, pemuda itu membuktikan kata-kata yang rela mati demi dirinya. Sementara ia ... apa yang
"Arfeen!" suara Larena bergetar. Ia menggengam erat tangan pemuda itu yang terasa sangat dingin. Biasanya tangan Arfeen sangat hangat! Sekarang, ia benar-benar takut jika pemuda itu akan pergi untuk selamanya. Larena meletakan telapak tangan itu ke pipinya yang basah oleh cairan hangat yang tak bisa ia bendung. Berharap tangan dingin itu akan menghangat, nyatanya justru kian dingin. Ia bahkan menggosok telapak tangan Arfeen dengan kedua tangannya lalu kembali menempelkan pada pipinya. Tapi tetap tak berhasil. Dokter sedang mencoba menghentikan pendarahan di luka Arfeen. Peluru yang mengenainya berkaliber cukup besar, itu mengakibatkan darah terus mengalir keluar meski posisi Arfeen terngkurap. Tapi tak mungkin melakukan tindakan untuk mengeluarkan pelurunya di dalam helikopter. Sang dokter tak ingin mengambil resiko. Larena sungguh tak tega melihat kondisi punggung pemuda itu, tangisnya semakin menjadi. Berkali-kali ia mengecupi telapak tangan Arfeen yang ia genggam. Bahkan keti
"Larena!"Larena menghentikan langkah dua meter di hadapan Arfeen. Arfeen langsung berhambur memeluk wanita itu, Larena sama sekali tak memberikan respon apa pun. wanita itu hanya mematung, membiarkan sang suami memeluk tubuhnya. Karena mungkin saja itu akan menjadi pelukan terakhir mereka. Jujur saja Larena merasa merindukan pelukan itu. Ketika berada di dalam pelukan Arfeen ia merasa sangat tenang. Tapi ia hanya memikirkan bayi yang ada dalam kandungannya. Lyra bilang jika bayi itu lahir laki-laki maka itu akan menjadi ancaman, maka wanita itu akan datang untuk menghabisi putranya. Untuk itu ia harus menjauh dari Arfeen. Lagipula apa yang dilakukan lelaki itu juga banyak membuatnya kecewa. "Kau baik-baik saja kan? Lyra tidak menyakitimu?"Larena hanya menggeleng. Arfeen tampak sangat bahagia lalu memeluknya sekali lagi namun kali ini Larena menolak pelukannya. Hal itu membuat Arfeen terpaku. "Ada apa?""Aku ingin kita tetap berpisah!" pinta Larena. "Berpisah? Sayang!""Jang
Suara lembut itu membuat Tantra terpaku, rahangnya langsung mengeras menatap sepupunya. Wanita itu! Darah keluarga Wijaya rupanya lebih kuat di tubuh Lyra daripada keluarga Mahesvara. "Kau tak sepantasnya melakukan ini terhadap Kakek, Lyra.""Apakah aku meminta pendapatmu?" tanya Lyra sinis. Tentu saja hal itu membuat tangan terasa sedikit marah. Tapi Tantra tahu harusnya ia tak berdebat dengan Lyra. Sejak awal Lyra memang yang selalu menghasut dirinya untuk merasa iri kepada Arfeen. Bahkan selalu mendorongnya untuk membenci sepupunya itu. Tapi rupanya itu semua ada niat picik! Lyra hanya memanfaatkann dirinya untuk membenci Arfeen. Karena wanita itu membutuhkan dukungan. Tantra yang saat itu masih polos selalu berhasil termakan oleh bujukan dari Lyra untuk membenci Arfeen. Sejak kecil Lyra selalu berpura-pura baik di depan Arfeen dan juga selalu keluarga. Tapi di belakang ia selaku menatap Arfeen penuh benci. "Lyra, Seharusnya kau tak perlu melakukan ini!" ucap Radika. "Aku t
"Tantra!" desis Radika dengan bibir gemetar. Meski Tantra tak memiliki kelebihan seperti Arfeen, tapi pemuda itu tetap cucunya. "Tuan Muda, Tantra!" desis Liam."Kakek, jangan pikirkan aku!" seru Tantra yang sama sekali tak ada rasa takut. "Kelangsungan Klan Mahesvara jauh lebih penting dari nyawaku yang sama sekali tak berharga!" Tantra memberanikan diri berucap demikian. Ia masih ingin hidup, tapi jika hanya karena dirinya akuenya klan Mahesvara harus hancur, ia tidak akan pernah rela. Seumur hidupnya ia belum bisa memberikan kontribusi apa pun untuk keluarganya. Paling tidak nyawanya bisa berarti untuk bisa menyelamatkan kekuasaan klan Mahesvara. Ia yakin Arfeen mampu membawa keluarga Mahesvara menjadi lebih berjaya. Apalagi jika dalam pertarungan ini mereka menang. Maka ia tidak akan menyesal mati untuk itu. "Sepertinya kakekmu tidak menyayangimu, Tuan Muda Tantra. Sayang sekali ... harusnya kau memilih pihak yang benar untuk bisa mendapatkan hakmu!" Maher sengaja mengatakan
Arfeen memutuskan untuk mendekat. "Jadi kalian semua bersatu untuk menjatuhkan aku? Ini sangat menarik!" Dewa menyimpulkan senyum getir. "Andai saja sejak awal kau mau mengalah, ini tidak akan terjadi. Aku pasti akan memberikan dukungan kepada klan Mahesvara, dan kita bisa bersama menjadi lebih besar!" Arfeen menimpai dengan tawa ringan yang getir. "Maaf, Tuan Dewa Wijaya. Aku tidak membutuhkan dukunganmu untuk bisa berjaya. Aku masih memiliki kemampuan!" "Sombong sekali, kau hanya beruntung karena terlahir sebagai anak lelaki, Arfeen. Jika tidak! Kau pasti sudah buang ke tong sampah!""Yakin? Aku ragukan itu, Kakek memiliki alasan kuat kenapa mempertahankan aku. Karena pada kenyataannya ... akulah yang kelak akan membuat nama Mahesvara semakin besar. Kau tidak percaya itu?""Jangan pernah bermimpi, karena hari ini ... akan menjadi hari terakhirmu menghela nafas!"Arfeen menaruh telunjuk di bibirnya seolah sedang berfikir. "Sayangnya setelah aku pikirkan ... hari ini tidak akan me