“Kami tidak saling kenal.”
Claudia menghela napas, bersyukur Ryuga masih memiliki kebaikan hati. Bisa gawat nasibnya kalau masalah kemarin malam terbongkar!
Namun, detik berikutnya, Claudia mendengar pria itu menambahkan, “Hanya saja, dia tampak amatir.”
Ucapan itu membuat Claudia menatap Ryuga dengan pelipis berkedut. Pria ini … sedang menyindirnya seperti saat kejadian di malam yang lalu!
Tidak terima disindir seperti itu, Claudia membalas, “Saya rasa, Bapak tidak berhak menilai saya seperti itu. Bukankah Bapak tidak mengenal saya? Atas dasar dan bukti apa Bapak bisa menyimpulkan bahwa saya amatir?”
“Apakah ucapan saya menyinggung perasaan Bu Claudia?”
‘YA MENURUT BAPAK!?’ Claudia merengut dalam hatinya sebagai respons ucapan Ryuga.
Bu Yuli sadar bahwa tampaknya terjadi kesalahpahaman. Dia menatap Ryuga lalu Claudia, dan akhirnya memutuskan untuk mengambil alih menjelaskan, “Claudia, maksud Pak Ryuga bukan seperti itu. Pak Ryuga taunya kamu dosen baru di sini, jadi mungkin Pak Ryuga khawatir kamu akan cukup kesulitan memegang program acara gelar seni ini.”
“Terima kasih, Bu Yuli. Anda bisa menangkap kekhawatiran yang saya maksud.” Manik hitam Ryuga tak lepas dari Claudia. “Saya tahu program acara ini sukses besar sebelumnya. Jadi, saya menginginkan hal yang sama di masa mendatang. Itu artinya, butuh seseorang yang profesional agar program ini bisa sukses lebih besar lagi. Seseorang yang tidak akan ‘lari’ dari masalah.”
Mendengar itu Claudia tertawa dalam hati. Dia tidak sebodoh itu sampai tidak menyadari kalau Ryuga sedang mengejeknya, orang yang ‘lari’ dari hotel di malam yang lalu.
Masih enggan mengalah, Claudia membalas, “Seandainya Pak Ryuga ingin mengetahui kemampuan saya sudah sehandal apa, saya dengan senang hati bersedia mengirimkan portofolio milik saya pada Pak Ryuga.”
Tunggu sebentar, Claudia merasa ada yang salah. Kenapa dia terdengar seperti sangat ingin terlibat dalam proyek ini? Bukankah tadi dia ingin menolaknya!?
Ketika Claudia sadar dirinya salah langkah, Ryuga sendiri tampak menyunggingkan senyuman. Layaknya seorang pemburu yang berhasil menangkap mangsa.
Di sisi lain, melihat Ryuga tersenyum, Bu Yuli terkejut, sebab Ryuga biasanya selalu memasang wajah datar dan bersikap dingin. Harus Bu Yuli akui, senyum Ryuga terlihat mahal.
“Saya tidak perlu portofolio Anda, Bu Claudia.” Ryuga kemudian bangkit dari sofa. “Saya perlu bukti hasil program acara ini akan seperti apa nantinya,” imbuhnya seraya berbalik dan berjalan menuju pintu keluar.
Bu Yuli cepat-cepat berdiri. “Pak Ryuga, ucapan Anda bermaksud untuk mengatakan … bahwa Anda menerima rekomendasi saya, begitu?”
Ryuga menghentikan langkah, lalu berbalik untuk menatap Bu Yuli. “Bu Claudia Mada tampak sangat percaya diri dengan kemampuannya.” Dia pun melirik ke arah Claudia. “Dengan begitu, mari kita lihat bagaimana dia bisa menangani program besar ini.”
Lalu setelah mengatakan itu, Ryuga benar-benar pergi, menghilang ke balik pintu yang tertutup.
Untuk sesaat, tidak ada yang bersuara, sampai akhirnya Bu Yuli cepat-cepat melompat ke arah Claudia. “Claudiaaaaa, congratulations sayang!” ucap wanita yang sudah memeluk Claudia dengan erat itu. “Hebatnya kamu dapat proyek besar di hari pertama kerja!”
Seharusnya ucapan selamat dari Bu Yuli itu membuat Claudia bahagia. Namun, entah kenapa ucapan itu malah membuat Claudia merasa putus asa.
Dia merasa seperti kelinci yang sudah masuk jebakan singa!
Dan lagi, ini hari pertama Claudia bekerja. Kenapa bebannya sudah seberat ini?
Menyadari Claudia melamun, Bu Yuli pun melepaskan pelukannya dan menatap Claudia dengan bertanya-tanya, “Claudia? Kok bengong sih?!” Dia melanjutkan, “Oh, Tante tahu. Kamu pasti kelewat seneng sampai bingung ‘kan?! Nggak masalah, Tante akan pandu kamu perihal program ini agar kamu bisa buktiin sama Pak Ryuga kalau–”
“Tan,” potong Claudia selagi menggigit bagian bibir dalamnya tanpa sadar. Dia menatap sang tante yang terdiam dan menatapnya bingung. “Aku … aku harus keluar dulu!”
“Loh, kok!?”
Claudia melepaskan pegangan Bu Yuli dan berkata seraya berlari keluar ruangan, “Nanti Claudia ke sini lagi!”
“Clau!”
Belum sempat Bu Yuli mengatakan apa pun, Claudia sudah lebih dulu pergi meninggalkan ruangan Dekan dengan tergesa.
Pokoknya, bagaimanapun, Claudia harus memastikan untuk menyelesaikan salah paham dan memastikan Ryuga tidak akan buka mulut tentang apa yang terjadi di antara mereka kepada siapa pun!
‘Di mana Ryuga!?’ batin Claudia bertanya-tanya. Sampai akhirnya di ujung pandangannya, sosok Ryuga berjalan di kejauhan. “Itu dia!”
Claudia gegas berusaha mengejar Ryuga. Namun, entah kenapa langkah pria itu begitu cepat!
'Astaga, apakah selain Presdir, diam-diam dia juga berprofesi sebagai atlet lari?! Jalannya cepet banget!’
Claudia melihat pria itu berbelok ke satu arah, dan hal itu membuat gadis tersebut mempercepat langkahnya. Namun, begitu sampai di tempat, dia bingung lantaran hanya ada tangga darurat dan jalan lurus ke depan.
‘Masa iya dia masuk tangga darurat?’ pikir Claudia. ‘Buat apa?!’
Baru saja bertanya begitu, tiba-tiba sebuah tangan langsung terjulur untuk meraih pinggang Claudia dan menariknya masuk ke dalam pintu tangga darurat.
“Ah! Mmph!”
Sempat memekik lantaran kaget, suara Claudia dengan cepat dibungkam oleh tangan besar yang menutup mulutnya. Punggungnya yang membentur dinding akibat himpitan tubuh tinggi menjulang di depan membuat Claudia sedikit takut, sampai akhirnya dia mengangkat pandangan dan melihat sosok yang berdiri di hadapannya.
Wajah dengan sepasang manik hitam tajam, hidung mancung, bibir tipis menggoda, dan rahang tegas itu sangatlah familier. Sama persis dengan wajah pria yang kemarin malam hampir tidur dengannya dan juga pria yang dia temui di ruang dekan tadi.
'Pak Ryuga ….’
**
Melihat Claudia mematung karena terlewat kaget, Ryuga berujar dengan suara dalam yang menggelitik telinga, “Bernapas, Claudia.” Sadar dengan dirinya yang tidak bernapas sedari tadi, detik itu Claudia langsung menarik napas sebanyak mungkin. Usai membenarkan napasnya, Claudia yang telah kembali tenang pun langsung menjauhkan tangan Ryuga dari mulutnya. Dia pun bertanya, “Kenapa Anda menarik saya ke sini? Apa yang Anda ingin lakukan?!” Claudia sedikit waspada. Ryuga menatap Claudia dengan mata memicing, tampak sangat mengintimidasi. “Kamu tidak sadar apa kesalahanmu pada saya?” Pertanyaan itu membuat Claudia bingung. “Saya tidak paham maksud Bapak,” balasnya. Ryuga menautkan alis. “Tidak paham?” Tangan Ryuga memukul tembok di sisi kepala Claudia, dan dia mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu. “Haruskah aku mengucapkan setiap hal yang salah dari ulahmu yang melarikan diri dari hotel?!” Ah, tentu saja. Claudia pergi meninggalkan Ryuga tanpa berpamitan, dan hal itu pasti membuat Ryu
Claire menampakkan senyum yang sangat manis. “Benar, ‘kan? Dosen baru di sini ‘kan ada gue sama lo, jadi akan lebih baik kalau lo sekalian ikut bantu ngerjain juga. Anggap kita sama-sama cari pengalaman.” Claudia terdiam, tak langsung menjawab permintaan Claire. Sejujurnya, Claudia sudah sangat sering melakukan tugas seperti ini jauh sebelum dirinya menjadi dosen. Lagi pula, dulu dia juga pernah menjabat sebagai seorang asisten dosen, jadi tugas seperti ini sangat biasa, itu alasan Bu Desi sepertinya tidak memberikan tugas serupa kepadanya dan hanya kepada Claire saja. Namun, sekarang Claire mengatakan seperti ini …. “Kok muka lo begitu, Clau? Lo keberatan?” tanya Claire, membuat Claudia tersentak. “Oh, eh … enggak, Claire.” Claudia berpikir sejenak. Agaknya memang tidak adil kalau Claire mengerjakan tugas seperti ini sendirian, jadi dia pun mengalah. “Oke … kita kerjain bareng aja,” jawab Claudia pada akhirnya, membuat Claire tersenyum lebar. “Yes! Claudia memang yang terba
Melihat betapa garangnya sosok Ryuga, Claudia tanpa sadar mengambil langkah mundur ke belakang. Satu langkah maju dari Ryuga, maka Claudia akan melangkah mundur, begitu terus sampai akhirnya punggung wanita itu menabrak tembok. “P-P-Pak Ryuga …,” panggil Claudia dengan suara mencicit, takut. “M-maaf, Pak.” “Untuk?” Suara Ryuga benar-benar tidak ramah. Dia jelas marah besar. “Saya nggak bermaksud ingkar janji atau kabur, Pak. Tapi saya ….” Claudia menggigit bibirnya, agak malu mengakui, tapi tidak ada pilihan. “Saya lupa ….” “Lupa?” Suara Ryuga seakan merendah satu oktaf, membuat seluruh tubuh Claudia bergidik. Claudia menutup mata erat dan berceloteh, “Saya mendadak harus membantu rekan saya menyelesaikan tugas hingga lembur sendirian, Pak! Bukan sengaja atau pun kabur, tolong Pak Ryuga maafkan saya!” Usai mengatakan semua itu, Claudia baru tersadar betapa cepat jantungnya berdetak. Dia tidak tahu apakah Ryuga menerima permintaan maafnya, tapi dia pasrah. Lagi pula, memang itu k
*Siang tadi* Setelah pergi meninggalkan kampus dan kembali ke kantor, Ryuga masih terus terngiang-ngiang ucapan Claudia sebelumnya yang mengira bahwa dirinya seorang gigolo. Untuk kesekian kali, alis Ryuga menukik dengan tajam. Menandakan jika pria itu tengah kesal. Tepat sebelum langkahnya sampai di lobby, Ryuga mendadak berhenti, lalu menoleh ke Riel, sang asisten pribadi, yang berada di sebelahnya. “Pak, Anda baik-baik saja?” tanya Riel yang merasa kebingungan dengan sikap Ryuga. Setelah terdiam beberapa saat, Ryuga bertanya, “Dari penampilan saya, menurutmu saya orang yang seperti apa?” Riel agak terkejut dengan pertanyaan itu, tapi kemudian dia menatap Ryuga saksama sebelum menjawab, “Pak Ryuga adalah orang hebat dan berwibawa yang pantas memimpin perusahaan. Sebagai Presdir Daksa Company, Bapak–” “Oke, cukup,” potong Ryuga dengan alis menekuk tajam, merasa jawaban bawahannya agak dilebih-lebihkan. “Katakan pada saya, apa wajar bila ada orang yang mengira saya seorang … p
Diancam seperti itu, Mila pun ketakutan. Matanya berkaca-kaca dan dia pun menghentakkan kaki kesal sebelum buru-buru keluar dari ruangan.Setelah memastikan Mila ke luar, Ryuga menghela napas. Dia tidak pernah nyaman bersikap kasar pada wanita, tapi untuk wanita seperti Mila, dia terpaksa. Sudah sering wanita-wanita seperti itu mengambil kesempatan atas kebaikannya untuk menciptakan rumor palsu!Usai mendudukkan diri di kursi kebesarannya, Ryuga merogoh ponsel di saku kemejanya. Dia menghubungi seseorang, dan tak lama panggilan itu pun diangkat.“Halo, Ryuga! Tumben telepon? Kenapa? Senang ya, dikunjungi Mila??”Mendengar suara tantenya, Ratih, Ryuga memasang wajah buruk. Jadi, benar dugaannya. Semua adalah ulah Ratih. Ratih adalah adik dari ayah Ryuga. Setelah bertahun-tahun ibu dan ayah Ryuga gagal menjodohkannya dengan wanita pilihan mereka, Ratih pun dimintai tolong untuk mempertemukan Ryuga dengan sejumlah wanita kalangan atas, seperti Mila tadi.“Tante sebaiknya berhenti,” ucap
Masih terkaget-kaget di tempatnya, Claudia menganga. Ryuga bilang apa tadi? Menikah? Apa pria ini sudah kehilangan kewarasannya?! Dengan usaha untuk tetap tersenyum tenang, Claudia bertanya dengan sedikit bergetar, “P-Pak Ryuga bercanda ….” Pandangan Ryuga berubah dingin. “Kamu keberatan?” Nada bicaranya kembali rendah, sangat rendah … seperti ingin menenggelamkan nyali Claudia. Tenggorokan Claudia terasa kering. “B-bukan keberatan, Pak. Tapi … tapi ….” Claudia memutar otak, sebelum kemudian mendapat sebuah balasan. “Tapi saya berasal dari keluarga biasa! Tidak pantas untuk Bapak!” Itu benar. Keluarga Claudia tidak kaya maupun ternama, jelas tidak pantas untuk sosok Ryuga yang berasal dari keluarga Daksa yang terkenal itu. Ditambah lagi dengan latar belakang Claudia yang baru lulus dan bekerja menjadi seorang dosen, tidak ada pencapaian apa pun yang menonjol yang membuatnya setara dengan seorang Ryuga. Demikian, apa yang membuat Ryuga ingin menikah dengannya!? Di saat ini, Ryug
“Bapak nggak mau nunggu di mobil aja?” Claudia menjawab pertanyaan Ryuga dengan pertanyaan. Karena bagi Claudia rasanya aneh apabila Ryuga ikut dengannya ke apartemen Claire. Apa kata Claire nanti? “Nggak, saya ikut. Saya bilang sandiwaranya bisa dimulai sekarang,” tegas Ryuga. Maka, Claudia tidak ada pilihan lain selain mengiakan ucapan Ryuga. Keduanya berjalan melewati meja resepsionis untuk menuju lift. Lantas Claudia merogoh ponsel di dalam tasnya untuk menghubungi Claire. “Aku udah sampe di apart, Claire. Tapi, lupa apart kamu ada di lantai berapa,” keluh Claudia. “Sering ke sini tetep aja lo lupa. Clau … Clau. Apart gue lantai 31,” ucap Claire ketus. Melalui ekor matanya, Ryuga melirik Claudia yang sedang meringis menanggapi ucapan Claire. Entah apa maksud tatapannya itu. Claudia berucap, “Maaf, aku beneran lupa. Ya udah aku ke situ sekarang ya, Claire.” Masuk ke dalam lift bersama Ryuga
Claire tampak kaget dengan balasan ketus pria tersebut, begitu pula dengan Claudia. Wanita tersebut menyikut lengan pria itu, mengisyaratkan agar dia diam. Namun, Ryuga malah semakin menjadi. “Apa? Apa aku salah?” tanya pria tersebut sembari menatap Claire. “Sudah minta tolong, tapi tidak bisa menyambut dengan lebih baik. Tidak tahu diri.” Dia melipat tangan dan membuang wajah kesal. Claudia menggigit bibirnya, tidak tahu lagi harus bicara apa. Akhirnya, dia menatap Claire dengan wajah tak berdaya. “T-tolong abaikan dia, Claire. Aku baru tiba, kok.” Dia mengeluarkan dokumen yang telah dicetak kepada Claire. “Ini dokumennya.” “O-oh, ya ….” Claire tampak masih terkejut dengan sosok pria tampan yang datang bersama Claudia. Dia sama sekali tidak menyangka temannya itu akan tiba dengan orang lain. Seorang pria tampan pula! Penasaran, Claire pun bertanya, “Ini … siapa, Clau?” Mata Claire menggerayangi sosok Ryuga, m