Maaf up kemalemannn :")
Tapi, memangnya ada hantu berjenis pria tampan? Lalu bermasker pula?!Sosok yang Claudia duga sebagai hantu melepaskan bekapan tangannya sehingga Claudia bisa bicara sekarang, “Ryuga?!” serunya kaget.Dia mengais napas banyak-banyak seraya memalingkan wajah karena sosok tersebut tepat berada di hadapan Claudia.Pada detik yang sama, Ryuga menendang ujung pintu dengan kaki kirinya sehingga pintu tertutup rapat-rapat dengan bunyi yang nyaring.Claudia mengerjapkan mata, terkejut bukan main. Debar jantungnya mulai berdetak berlebihan, antara takut dan senang bahwa Ryuga ada di hadapannya.“Mmm, ini aku,” sahut Ryuga dengan enteng. Satu tangan Ryuga menarik masker putihnya turun lantas beralih meraih dagu Claudia agar wanita itu menatap lurus ke arahnya.Manik hitam Ryuga menyorotnya tajam dengan kedua alis yang bertaut. Ini tatapan yang sering Claudia lihat sejak awal-awal mengenal Ryuga.“Sudah ada lampu di sini. Kenapa tatapanmu masih menunjukkan kalau kamu takut, Claudia?” tanya Ryug
Alih-alih menjawab pertanyaan Claudia, Ryuga malah mendekatkan wajahnya. Refleks, Claudia memalingkan wajah ke arah samping, menghindar. Pun, Ryuga hanya menatap wajah Claudia dari jarak beberapa senti lalu mendengus tidak percaya. Ryuga … ditolak. Hening. Hanya napas keduanya yang saling bersahutan. Claudia merasa gugup bukan main. Takut jika membuat pria itu marah. Tapi, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan demikian. Maka, Claudia memutuskan untuk bicara terlebih dahulu. “Jangan lakukan apa pun pada Pak Dimitri, Ryuga,” ucap Claudia benar-benar serius. Sebelum Ryuga memprotesnya, Claudia menambahkan, “Bagaimana pun kontrak di antara kita masih berlaku ‘kan, Ryuga?” “Pak Dimitri hanya rekan dosen bagiku.” Claudia masih tetap dalam posisinya. Tidak mungkin Claudia membuat kepalanya menoleh karena Ryuga masih tepat di depan pipinya. Sial. “Katakan sambil melihatku, Claudia,” tantang Ryuga menarik mundur wajahnya. Namun, dia sama sekali tidak menjauhkan tubuhnya. Claudia mencob
Satu dua … lima detik Ryuga menunggu Claudia bersuara, namun yang Ryuga dengar hanya deru napas keduanya yang saling bersahutan.Meskipun saling bertatapan, Ryuga bisa melihat Claudia tampak memikirkan banyak hal. Satu yang tidak Ryuga temukan, yakni ketakutan yang ada dalam netra Claudia.“Apa pertanyaan itu terlalu sulit untuk kamu jawab, Claudia?”Kepala Ryuga rasanya menjadi pening. Sepertinya malam ini dia akan mandi dengan air dingin untuk menyegarkan baik pikiran maupun tubuhnya.“Uhm ….” Claudia menimbang, dia sudah mempersiapkan jawabannya.Namun, belum sempat berucap, Ryuga menyela, “Jawab saja antara ya atau tidak.” Itu jawaban pasti.“Tanpa tapi!” tegas Ryuga menambahkan.Seketika itu Claudia meneguk ludahnya. Dalam jawabannya memang terdapat kata hubung ‘tapi’. Jadi, bagaimana?“Kenapa tidak boleh tanpa tapi?” protes Claudia. Alisnya naik sebelah.Ryuga mendengus dan menyugar rambutnya ke belakang. Dia menusukkan lidahnya ke pipi sebelum menjawab Claudia, “Pertanyaanku bu
“Berhenti menggodaku, Ryuga,” ucap Claudia merengut pelan. “Aku … mau pulang.” Raut wajahnya terlihat memelas.Posisi Claudia seperti anak kucing yang sedang terjepit. Dia hanya bisa kembali menarik ujung kaos Ryuga. Pandangan Ryuga turun untuk melihat hal tersebut. Dia mendengus.“Oke.”Jawaban singkat Ryuga sontak membuat Claudia memelotot tidak percaya.‘Kenapa nggak daritadi, sih, Ryuga?’Baru Claudia akan menghela napas lega, tapi Ryuga menarik tangan Claudia hingga tubuhnya menempel padanya.Ya, Ryuga memeluk Claudia. Pria itu menaruh dagu di pundak wanitanya. Jika tangan kirinya sudah berfungsi dengan baik nanti, dia akan memeluk Claudia dengan kedua tangannya.“Kenapa, Ryuga?” tanya Claudia heran. Setelah itu, Claudia merasakan usapan lembut si belakang kepalanya. Siapa lagi jika bukan Ryuga yang melakukannya?“Meski amatir, kamu tampak keren saat bermain tadi, Claudia,” ucap Ryuga baru menyinggung soal pertandingan.Perasaan Claudia terenyuh. Claudia hanya bisa pasrah jika de
Setelah melalui hari yang padat, Claudia sudah memutuskan untuk tidur di jam tujuh malam. Dia memakai piyama dan sudah membaringkan diri di ranjang tidur.“Hmmm, selamat tidur Claudia. Terima kasih untuk kerja kerasmu hari ini,” ucapnya pada diri sendiri.Lima detik setelah memejamkan mata, tiba-tiba terlintas ingatan apa saja yang sudah terjadi hari ini. Dan ingatan yang muncul dalam kepalanya adalah tentang Ryuga.Cepat-cepat Claudia kembali membuka mata dan menggelengkan kepalanya keras-keras. Bukan hanya soal ingatan saja, Claudia seolah bisa merasakan sentuhan Ryuga pada bibirnya.Refleks Claudia menyentuh bibir cherry-nya dan bergumam, “Ngapain malah mikirin Ryuga coba Clau?” tanyanya tidak habis pikir.Karenanya, jantung Claudia jadi bertalu-talu lagi dengan cukup cepat. Claudia langsung mengubah posisi tidurnya menjadi miring. Netra matanya bisa langsung menemukan buket bunga yang diletakkannya di meja.Claudia menggigit bibir. Dalam batinnya dia berbicara, ‘Ah, aku belum semp
Rencana Claudia untuk tidur lebih awal tidaklah terlaksana. Dia bergegas ke supermarket depan tanpa berniat mengganti pakaiannya terlebih dahulu.‘Mau ketemu Ryuga ini kok, bukan ketemu Presiden,’ pikir Claudia.Toh piyamanya juga panjang dan tertutup. Claudia hanya membawa selembar uang yang ditaruh dibalik belakang case ponselnya serta barang tadi yang disimpan di saku celana.Tidak lupa, Claudia mengunci pintu sebelum pergi. Larissa memberikan kunci cadangan rumah pada Claudia semenjak dirinya tinggal di kamar loteng.Diam-diam Claudia bersyukur Dirga dan Aland sedang tidak di rumah. Kalau ada, dengan alasan apa Claudia harus pergi?Beberapa menit kemudian, Claudia sampai dengan selamat tanpa tersandung. Dia sengaja mengangkat celana piyamanya tinggi-tinggi agar lebih leluasa bergerak.Begitu Claudia masuk dan membuka pintu supermarket, seorang karyawan pemuda tempo lalu menyapanya dibalik kasir.“Selamat malam. Selamat datang di supermarket Impian,” ucapnya.Lalu dibalik bulu mata
Setelah Claudia pikirkan, tidak perlu ada yang harus dibicarakan. Dia hanya perlu menyerahkan ‘barang’ itu pada Ryuga lalu kembali pulang ke rumah.‘Ya, begitu, serahkan lalu pulang,’ ucap Claudia membatin. Karena seringkali apa yang dia pikirkan tidaklah sama dengan apa yang dia lakukan.Lalu Claudia merasakan sesuatu menyentuh keseluruhan pundaknya. Kepala Claudia menoleh sedikit dan menemukan jas hitam yang Ryuga pakai tersampir di pundaknya.“Pakai, Claudia,” titah Ryuga menundukkan pandangannya. Terdengar tidak ingin dibantah.Ingin menolak, tapi percuma saja bagi Claudia. Padahal dia sama sekali tidak kedinginan karena piyamanya panjang dan hangat.Claudia sepenuhnya menghadapkan tubuh pada pria itu. Kini Ryuga hanya mengenakan kaos putih yang tampak pas di tubuhnya. Membuatnya tidak kehilangan ketampanannya walau satu persen.“Kenapa menatapku seperti itu, Claudia?” tanya Ryuga setelah Claudia menatapnya lamat-lamat.Jelas pertanyaan itu membuat Claudia malu sendiri. Dia kedapa
Pertanyaan Ryuga menohok perasaan Claudia. Wanita itu sempat terdiam selama beberapa detik sebelum menganggukkan kepalanya.“Bisa, Ryuga,” jawabnya dengan suara yang lemah. Claudia menyadari satu hal jika dia sudah melakukan kesalahan dengan salah paham pada Ryuga. Seharusnya Claudia mengucapkan permintaan maaf. Tapi, alih-alih mengatakan itu Claudia malah mengatakan, “Kalau begitu, aku pulang ya.”Ucapan pamit itu hanya dibalas dekhaman oleh Ryuga. “Mmmm.”Mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh, Claudia beranjak pergi dari sana tanpa menatap Ryuga untuk terakhir kalinya.Ini adalah situasi yang langka bagi Claudia. Wanita itu membatin, ‘Seharusnya aku senang nggak, sih?’Sementara Ryuga hanya menatap punggung Claudia tanpa berniat mengejarnya. Membuat Claudia kebingungan sendiri. Bertanya-tanya dalam hatinya.Tidak ingin berpikir buruk, Claudia mencoba untuk tidak memikirkannya.“Udahlah, Clau, toh biasanya juga nggak masalah ‘kan sendiri?” tanya wanita itu dengan optimis.Dia me
“Kamu lihat Aruna, Claudia?”Usai keluar dari ruangan pintu darurat, Ryuga melirik Claudia dan baru menanyakan soal putrinya. Sebelum tiba di kampus, selain mengirimkan pesan pada Bu Yuli, Ryuga juga mengirimkan pesan untuk Aruna.Tapi, tidak ada tanda-tanda Aruna membalas pesan bahkan membacanya.Claudia menggelengkan kepalanya ragu. “Aku belum bertemu Aruna hari ini, Ryuga.” Pun, Claudia sendiri tidak keluar jauh-jauh dari ruangan dosen dan prodi.Menelisik raut wajah tampan Ryuga yang tampak gelisah, Claudia memberikan rematan halus pada tangan pria itu. Pandangannya jatuh ke arah jam tangan yang dipakainya, mengira-ngira waktu yang tersisa sebelum acara dimulai.Lantas Claudia menatap Ryuga lagi. Dia meneguk ludahnya dalam-dalam. “Kamu keberatan kalau aku meminta bantuan Dirga untuk mencari Aruna, Ryuga?”Mendengar nama Dirga disebut, Ryuga menaikkan kedua alisnya. “Pemuda itu belum pergi, Claudia?”Ryuga tidak lupa pembicaraan Dirga dan Aruna di ruang tamu rumahnya pagi itu. Dan
Dua puluh menit lagi seminar untuk career preparation dalam acara Job Fair yang diadakan kampus Tuma akan segera dimulai. Selaku dosen muda yang ikut dilibatkan, Claudia seharusnya saat ini tengah ada di aula acara tersebut. “Kenapa Tante Yuli mengajakku untuk berbicara di sini?” tanya Claudia keheranan. Dia membiarkan punggungnya bersandar di dinding tembok sambil kedua tangan tengah memeluk dirinya sendiri. Pandangan Claudia mengedar ke sekeliling, tidak ada apa pun di dalam ruangan pintu darurat. Hanya ada sebuah tangga untuk akses dari ruangan atas yang belum sepenuhnya jadi. Lima menit yang lalu Tante Yuli menemui Claudia seraya mengatakan, ‘Sebelum acara, bisa kamu ke ruangan pintu tangga darurat dekat gedung prodi kita, Clau? Ada hal penting yang Tante ingin bicarakan.’ Alih-alih mengajaknya berbicara di ruangan fakultas, Bu Yuli malah mengajaknya berbicara di ruangan pintu darurat. Sekon berikutnya, Claudia tersentak. Dia segera menegakkan tubuhnya. ‘Tunggu … Tante Yuli tida
“Saya sudah menyebarkan undangan pernikahan Anda dan Bu Claudia pada kolega penting dari Daksa Company, Pak Ryuga. Kemungkinan besar … kolega yang hadir saat acara seminar nanti sudah menerima undangan pernikahan Anda, Pak.”Pandangan Ryuga terangkat, menatap lurus ke arah sekretarisnya yang sedang menjelaskan di kursi depan mobil. Sang sekretaris lanjut bicara, “Semoga saja itu tidak membuat Anda merasa tidak nyaman ada di sana, Pak Ryuga.”Sang sekretaris hanya mengikuti perintah Ryuga yang sudah menjadwalkan untuk mengirimkan undangan tiga hari sebelum acara. “Kerja bagus,” angguk Ryuga. “Terima kasih banyak, Diana,” ucap Ryuga dengan nada suara yang terdengar tulus.Di depan sana, sesaat Diana merasa tertegun. Wanita itu terkekeh sambil mengibaskan tangan ke udara, “Tolong jangan seperti itu, Pak Ryuga. Sudah tugas saya untuk membantu–“Terima kasih sudah mengurungkan niat pengunduran diri dari perusahaan, Diana.” Tanpa Diana, jadwal kegiatannya pasti akan sangat berantakan. Mesk
Seorang pria cenderung mengikuti logika dibandingkan perasaannya. Riel termasuk pria dengan tipe pertama. Akan tetapi, sepertinya itu tampak berbeda dengan apa yang baru saja dilakukannya. Dengan kesadaran penuh, kini Riel tengah berdiri di sebuah kamar flat–tempat yang baru didatanginya kedua kali. Tangan kanannya sudah terangkat, hendak mengetuk pintu. Namun, mendadak Riel ragu. Tapi, sudah terlanjur disini …. Alhasil tangannya menggantung di udara. Riel membuang wajah sekaligus mengembuskan napas kasarnya. Bertepatan dengan itu, pintu kamar flat tersebut terbuka dari dalam. Refleks, Riel kembali meluruskan pandangan. Maniknya langsung bersitatap dengan sosok penghuni kamar pemilik flat. Bibir Riel sudah terbuka, hendak mengatakan sesuatu selagi dia menurunkan tangan. Namun, sebelum suaranya mengudara, mulutnya dibungkam oleh sebuah tangan mungil di hadapannya. Jarak keduanya dekat sekali. Riel bisa merasakan deru napas pendek wanita di hadapannya. Sementara sang wanita juga bi
Selagi Ryuga mengambil tab dan catatan di ruangan kerjanya, secara bersamaan dia mendapatkan panggilan telepon dari Riel. Pria dengan tahun kelahiran yang sama dengan Claudia itu menanyakan satu dua hal terkait kontrak kerjasama dengan perusahaan lain.“Besok aku tinjau kembali terkait kontrak dari perusahaan yang kamu maksud, Riel. Sekarang, aku harus menemui Claudia dulu.” Dengan kata lain, Ryuga sedang tidak mau diganggu.Bisa berduaan dengan Claudia adalah waktu emas bagi Ryuga. Jadi, tidak boleh disia-siakan.“Baik, Pak Ryuga.”Ibu jari Ryuga yang hendak menekan tombol merah di layar ponsel tertahan saat mendengar suara Riel bicara lagi di seberang sana. “Apa Anda sedang bersama Bu Claudia, Pak Ryuga?”Mendapatkan pertanyaan itu, Ryuga mengurungkan niat untuk mengakhiri panggilan. Dia menautkan alis. “Kenapa kamu ingin tahu, Riel?” tanyanya dengan nada cukup sinis.Riel menahan napas menyadari betapa bodohnya pertanyaan itu. Dia sesaat lupa jika Ryuga benar-benar bersikap posesif
Keputusan Aruna sudah benar dengan tidak ingin menambah urusan Claudia lebih banyak. Kini Claudia tengah dibuat pusing karena Emma menodongkan pertanyaan yang cukup membuat Claudia kepikiran.‘Memikirkan jawaban untuk pertanyaan Tante Em jauh lebih sulit dibandingkan memikirkan jawaban untuk pertanyaan mahasiswa,’ batin Claudia seraya menggeleng-gelengkan kepala.Saking fokus berpikir sambil melamun, Claudia sampai tidak lagi mengikuti alur cerita film yang tengah ditontonnya sejak lima belas menit lalu bersama Ryuga. Merasa diabaikan, Ryuga berusaha mencari perhatian. Bersama Claudia, Ryuga merasa menjadi pria yang haus dengan atensi dan juga … sentuhan.Demikian, Ryuga mengubah posisinya yang duduk menjadi terbaring dengan kepala yang sengaja dijatuhkan di atas paha wanita itu.Tindakan kecil Ryuga tersebut berhasil membuyarkan lamunan Claudia. Pandangan Claudia turun dan langsung bertukar pandangan dengan manik hitam Ryuga.“Beritahu aku apa yang mengganggu pikiranmu saat ini, Clau
Tampak seorang pemuda tengah berdiri seorang diri di dekat tempat pembelian tiket masuk. Dia baru saja membeli dua tiket untuk masuk ke dalam wahana bermain. Bibir tipisnya mengulas senyum kecil menatap tiket di tangannya lamat-lamat. Satu tiket untuk dirinya dan satu lagi untuk seorang gadis berharga baginya. Membayangkan keduanya akan menghabiskan waktu berdua membuat Dirga tersenyum sendiri. Detik berikutnya, Dirga menggelengkan kepalanya. Jangan senang dulu, pikirnya. Lantas Dirga meluruskan pandangannya. Dari jarak satu meter, Dirga melihat Aruna berjalan tidak sendirian. Gadis itu ditemani dua sosok yang sangat Dirga kenali. "Apa itu Aland sama Anjani?" gumam Dirga seraya melorotkan kacamata hitamnya ke bawah. Kedua alis Dirga menukik kesal. Sepertinya tebakannya tidak meleset. Aruna memang datang bersama Aland dan Anjani. "Udah lama nunggunya, Dir?" Hilang sudah sapaan manis dari Aruna yang biasa diucapkannya pada Dirga. Kini, Aruna tampak kehilangan minat untuk berbicara
Jika Ryuga dan Claudia tengah sibuk dan kewalahan karena baik Emma maupun Ratih mulai membahas tentang pernikahan, di sisi lain mobil yang dikendarai Aland baru saja tiba di depan kompleks perumahan Anjani. Tampak Anjani yang ke luar dari pos satpam. Gadis itu sepertinya menunggu di sana. Dia berlarian kecil sehingga membuat poninya bergerak lucu. “Pagi, Runa!” panggil Jani seraya mendekat ke arah mobil. Dibalik poninya yang sedikit menutupi pandangan, dia bisa melihat sosok lain selain Aruna di mobil tersebut. Demikian, Anjani sedikit memiringkan kepalanya untuk menatap ke arah sosok tersebut. Dia tidak lagi terkejut sebab Aruna sudah memberitahunya tentang sosok itu. Karena itulah Anjani setuju untuk ikut. Aruna melambaikan tangan lalu mengembangkan senyum cerahnya dan membalas, “Pagi, Jani. Ayo masuk!” titah Aruna. Detik setelah Aruna mengatakan itu, Aland–sosok lain dan tidak bukan di sebelah Aruna ke luar dari mobil. “Mau ke mana, Om Aland?” tanya Aruna keheranan. Pandangann
Emma mengabaikan Ryuga karena dua hal, pertama karena ternyata Ryuga sudah sembuh. Itu bisa dipastikan saat Emma melihat putra semata wayangnya itu bisa berdiri dan menimpali ucapannya. Dan yang kedua jelas karena Claudia Mada. Emma meneriaki nama wanita itu sekali lagi sesaat sebelum si pemilik nama ke luar dari salah satu ruangan yang ada di rumah Ryuga. “Tante Emma?” panggil Claudia pelan saat melihat sosok Emma. Dalam hatinya Claudia berbicara, ‘Apa tamu barusan itu Tante Emma?’ “Syukurlah ….” Ekspresi wajah Emma yang panik kini perlahan berubah menjadi raut wajah penuh kelegaan. Dia mengelus dadanya perlahan. Baru saja Emma mendapati Claudia keluar dari ruangan kerja Ryuga, bukan dari kamar. Hal itu membuat Emma merasa lega tanpa mengetahui kejadian beberapa saat lalu dirinya datang. Dia mendekati Claudia dengan langkah tergopoh-gopoh. “Kamu di sini karena mendengar Ryuga sakit, Clau?” Seketika Claudia meringis. Dia menatap Emma dengan pandangan tidak enak. “I–iya, Tan