Setelah Claudia pikirkan, tidak perlu ada yang harus dibicarakan. Dia hanya perlu menyerahkan ‘barang’ itu pada Ryuga lalu kembali pulang ke rumah.‘Ya, begitu, serahkan lalu pulang,’ ucap Claudia membatin. Karena seringkali apa yang dia pikirkan tidaklah sama dengan apa yang dia lakukan.Lalu Claudia merasakan sesuatu menyentuh keseluruhan pundaknya. Kepala Claudia menoleh sedikit dan menemukan jas hitam yang Ryuga pakai tersampir di pundaknya.“Pakai, Claudia,” titah Ryuga menundukkan pandangannya. Terdengar tidak ingin dibantah.Ingin menolak, tapi percuma saja bagi Claudia. Padahal dia sama sekali tidak kedinginan karena piyamanya panjang dan hangat.Claudia sepenuhnya menghadapkan tubuh pada pria itu. Kini Ryuga hanya mengenakan kaos putih yang tampak pas di tubuhnya. Membuatnya tidak kehilangan ketampanannya walau satu persen.“Kenapa menatapku seperti itu, Claudia?” tanya Ryuga setelah Claudia menatapnya lamat-lamat.Jelas pertanyaan itu membuat Claudia malu sendiri. Dia kedapa
Pertanyaan Ryuga menohok perasaan Claudia. Wanita itu sempat terdiam selama beberapa detik sebelum menganggukkan kepalanya.“Bisa, Ryuga,” jawabnya dengan suara yang lemah. Claudia menyadari satu hal jika dia sudah melakukan kesalahan dengan salah paham pada Ryuga. Seharusnya Claudia mengucapkan permintaan maaf. Tapi, alih-alih mengatakan itu Claudia malah mengatakan, “Kalau begitu, aku pulang ya.”Ucapan pamit itu hanya dibalas dekhaman oleh Ryuga. “Mmmm.”Mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh, Claudia beranjak pergi dari sana tanpa menatap Ryuga untuk terakhir kalinya.Ini adalah situasi yang langka bagi Claudia. Wanita itu membatin, ‘Seharusnya aku senang nggak, sih?’Sementara Ryuga hanya menatap punggung Claudia tanpa berniat mengejarnya. Membuat Claudia kebingungan sendiri. Bertanya-tanya dalam hatinya.Tidak ingin berpikir buruk, Claudia mencoba untuk tidak memikirkannya.“Udahlah, Clau, toh biasanya juga nggak masalah ‘kan sendiri?” tanya wanita itu dengan optimis.Dia me
Perasaan kecewa menggelayuti benak Claudia setelah menemukan Ryuga sudah pergi dengan mobil mewahnya. Wanita itu sama sekali tidak bisa tertidur, padahal Claudia sudah melakukan beberapa cara agar bisa terlelap.Terakhir Claudia bahkan melakukan peregangan dengan harapan dia akan lelah dan akan jatuh tertidur. Namun, usahanya itu gagal.Claudia menendang-nendang kakinya dibalik selimut ke udara. Begitulah cara Claudia meluapkan kegundahannya.“Aishh! Bagaimana ini?”Lalu Claudiia meraih ponselnya yang diletakkan di bawah bantal dan menyalakannya. Terlihat seorang pria yang diidolakannya masih menjadi tampilan layar kunci ponselnya.“Daripada uring-uringan tidak jelas, lebih baik aku melihat suamiku dulu,” gumamnya.Ya, benar, tidak ada yang salah dengar jika Claudia menyebutkan kata ‘suami’. Claudia selalu menganggap idola pria yang disenanginya sebagai suami sendiri. Mungkin kedengarannya gila, tapi itu tidak serius.Itu hanya sebuah cara Claudia untuk membahagiakan dirinya sendiri.
"Aku bukan anak kecil … Daddy Ryuga.”Mendengar ucapan Claudia yang tampak malu-malu mau tidak mau membuat Ryuga menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum geli sendiri. Diabaikannya Tirta di sampingnya yang sudah kebingungan melihat Ryuga tersenyum seperti itu.‘Apa yang Claudia ucapkan padanya?’ heran Tirta sebab panggilan pengeras suara sudah dimatikan sehingga Tirta tidak bisa mendengar pembicaraan keduanya.Ryuga menjatuhkan kepala dan tubuhnya di punggung sofa selagi memainkan lidah di dalam mulutnya. Matanya terpejam, Ryuga sama sekali tidak berekspektasi Claudia akan memanggilnya demikian.“Benar, kamu bukan anak kecil, Claudia,” sahut Ryuga kembali membuka matanya. Dia menatap langit-langit ruangan.Bisa-bisanya Ryuga membayangkan visual Claudia di sana. Isi pikirannya sekarang penuh oleh wanita itu. Tidak ada ruangan kosong untuk memikirkan hal lain.“Anak kecil tidak mungkin menggodaku seperti yang kamu lakukan barusan, Claudia,” tambah Ryuga yang masih memperhatikan senyumnya
Mengabaikan tatapan Dirga, mata besar Aruna berbinar saat menatap Aland. Gadis itu menganggukkan kepalanya cepat.“Mau!!” sahut Aruna antusias. Aruna berpikir dengan sering bertemu Aland akan bagus untuk hubungan mereka di masa yang akan datang.“Makasih ya, Aland, kamu baik banget kayak Bu Claudia,” ucap Aruna dengan jujur.Dirga mendengus tidak percaya dia diabaikan begitu saja oleh kekasihnya. Sementara Aland tidak setuju. “Gue nggak sebaik Mbak Clau.”“Masa, sih?” Aruna bertanya dengan mata yang menyipit.Saat ini Dirga tidak dilibatkan dalam pembicaraan Aruna dan Aland sampai-sampai dia merasa bete sendiri. Kenapa Aruna malah banyak mengobrol dengan Aland dibandingkan dirinya?“Gue mau bungkus buat Mbak Clau dulu,” ucap Dirga di tengah-tengah keasyikan Aland dan Aruna.“Ya udah sana,” jawab Aland dengan enteng. Aruna juga kelihatan hanya menatap Dirga saja tanpa mengatakan apa-apa.Alhasil Dirga benar-benar pergi meninggalkan keduanya. Dan itu menjadi kesempatan bagi Aruna untuk
“Memikirkan apa, Aruna?”Melalui kaca spion tengah, Riel bisa melihat anak dari atasannya itu tampak melamunkan sesuatu. Jadi, dia memutuskan bertanya.Namun, pertanyaan Riel mendapatkan gelengan dari Aruna. Gadis itu hanya tengah terngiang-ngiang oleh ucapan Aland soal tadi. Aruna belum sempat menjawab karena Dirga sudah kembali ke meja.Pada titik itu, Aruna bersyukur karena dia takut salah bicara membalas pertanyaan Aland.“Ini kita sekalian jemput Daddy, Om Yel?” tanya Aruna membelokan topik. Lebih baik Aruna tidak memikirkan hal tersebut.Dibalik setir kemudi, Riel menganggukkan kepala. “Iya, Aruna. Dokter Tirta bilang, Pak Ryuga mabuk berat.”Begitulah informasi yang diterima Riel. Dia diberitahu bahwa supir yang sebelumnya membawa Ryuga sudah diminta untuk pulang terlebih dahulu. Tentu Ryuga sendiri yang memintanya. Alhasil Tirta langsung menghubungi Riel.“Daddy kok malah mabuk, sih,” gumam Aruna menghembuskan napas berat. “Kan Aruna nggak suka, itu juga nggak bagus buat keseh
Keesokan harinya, hampir saja Claudia dibuat kesiangan karena tidur terlalu nyenyak sampai-sampai Aland mengetuk kamar Claudia yang terkunci dari dalam.“Mbak Claudia!”Ketukan di pintu serta suara Aland yang cukup keras sukses membuat mata Claudia terbuka. Sejenak dia memandangi jendela yang masih terhalang oleh tirai. Ternyata … sudah pagi karena tampaknya langit sudah mulai terang.Namun, mata Claudia sangat berat sehingga hampir saja tertutup lagi. Tapi, sebelum itu terjadi suara Aland yang menggelegar kembali menyentak Claudia.“Ini Mbak mau bolos ngajar? Ya udah, sih, nggak apa-apa. Tapi, paling ntar potong gaji terus nggak jadi nonton konser idola Mbak!” Selepas mengatakan itu, Aland pergi tanpa memastikan Claudia benar-benar terbangun atau tidak.Pemuda itu bertaruh, Claudia pasti akan bangun. Dan tebakan Aland benar, sejurus kemudian, Claudia benar-benar bangun dari tidurnya. Dia langsung terduduk, mengucek mata, dan menyeret tubuhnya turun.“Semangat diri sendiri,” ucap Clau
Sebelum Claudia turun dari kamarnya menuju dapur untuk sarapan, sudah ada Aland dan Dirga yang duduk di meja makan. Kelihatannya keduanya sedang akur-akur saja.Bahkan Aland dan Dirga membuat sarapan nasi goreng beserta telur ceplok spesial.“Ini kebanyakan minyak,” komentar Aland setelah mencicipi nasi goreng buatan keduanya.Kebetulan tadi Dirga yang menuangkan minyak. Jadi, pemuda itu mengerutkan kening lalu menyendok sedikit nasi goreng di atas wajan yang belum diangkat.Satu dua lima detik, Dirga menelan nasi goreng yang sudah dikunyahnya. Lantas dia mendecap lidah dan merasakan langit-langit mulutnya jadi berbeda.“Kayaknya … iya,” pikir Dirga.Kedua pemuda itu saling bertatapan dan tidak mengetahui jika Claudia tahu-tahu sudah ada di dapur dan memperhatikan kedua adiknya itu.“Kalian lagi ngapain?” tanya Claudia penasaran. Dia menaruh tas serta kanvas di atas kursi. Lalu memutuskan mendekat ke arah keduanya.Aland berbalik lebih dulu. Dia bersedekap dada selagi menatap kakak pe
Jika Anjani sudah sampai di komplek perumahannya, maka Aruna masih dalam setengah perjalanan. Ryuga mengemudikan mobilnya dengan penuh kehati-hatian.“Pundakmu pasti pegal, Claudia,” ucap Ryuga selagi manik hitamnya memperhatikan dibalik spion tengah mobil.Claudia menggelengkan kepalanya. “Aku masih bisa menahannya, Ryuga,” balasnya sambil menundukkan pandangan agar bisa menatap wajah menggemaskan Aruna yang tampak damai.Bibir Claudia menyunggingkan senyum. Tangannya gatal untuk tidak menyentuh ujung hidung Aruna. Meskipun bukan putri kandung Ryuga, tapi Claudia rasa hidung Aruna dan Ryuga sangat mirip.Dan siapa sangka sentuhan jari telunjuk Claudia di hidung Aruna membuat gadis itu mengerutkan dahinya samar.“Aruna …,” panggil Claudia mengerjapkan matanya. Karena detik setelah itu, gadis yang sedang menyandarkan kepalanya di pundak Claudia mulai membuka mata.Suara erangan pelan terdengar. “Daddy ….” Pandangan Aruna yang sedikit mengabur mulai tampak jelas. Dia melihat Ryuga duduk
Claudia gamang. Dia ingin menjawab, tapi takut salah. Tapi, tidak dijawab sepertinya lebih salah lagi. Ekor mata Claudia melirik Ryuga, ‘Bisa-bisanya Ryuga menanyakan itu di saat seperti ini?’Kepala Ryuga menatap lurus ke depan. Dia mendengus tidak percaya. Rasa-rasanya Ryuga tidak akan berpikir selama itu jika Claudia menanyakan hal yang serupa.“Akan aku pikir-pikir dulu, Ryuga,” jawab Claudia pada akhirnya. Tepat setelah Claudia meluruskan pandangannya, matanya memicing untuk melihat dua orang gadis yang terlihat duduk di bawah pohon, lebih tepatnya yang satu tengah berbaring.Mulut Ryuga terbuka, hendak menimpali. Namun, tertahan oleh suara Claudia. Wanita itu juga mengarahkan jari telunjuknya ke depan, membuat manik hitam Ryuga bergerak mengikutinya.“I-itu Aruna dan Anjani, Ryuga!” seru Claudia. Wanita itu sama sekali tidak sedang berusaha mengalihkan topik. Karena untuk sekarang, lebih baik fokus pada Aruna.Ryuga memarkirkan mobilnya di tepi jalan tidak jauh dari tempat Aruna
Karena pertolongan dua pemuda itu, Aruna dibaringkan di sisi lapangan tepat di bawah pohon yang cukup rindang sehingga tidak terpapar sinar matahari secara langsung.Usai membaringkan Aruna, Aland menatap ke arah gadis yang diduga sebagai teman larinya Aruna.“Kenapa Aruna bisa sampai pingsan segala?!” protesnya.Ditodong pertanyaan seperti itu, siapa yang tidak kesal? Anjani tidak merasa dirinya salah, alhasil dia menyahut santai. “Mana aku tahu. Kamu tanya Aruna saja.”Aland yang hendak menyahut lagi tertahan karena tangannya disentuh oleh pemuda yang bersamanya. “Tidak perlu marah-marah segala, Al. Mending kamu belikan Aruna minuman hangat.”“Sekalian sama minyak kayu putih, ya!” tambah Anjani. Takut disemprot lagi, Anjani menambahkan, “Biar Aruna cepet sadar ‘kan?!”Kalau bukan untuk Aruna, Aland mana mau. Mengembuskan napas berat, Aland pun berdiri lalu pergi meninggalkan keduanya.Entah kenapa Anjani merasa lucu melihat wajah kesal Aland yang tertahankan. Namun, fokusnya langsun
Tidak ingin menyia-nyiakan hari terakhir libur sebelum masuk perkuliahan, Aruna dan Anjani pagi-pagi sekali sudah siap dengan setelan training dan sweater rajut.Ya, keduanya memutuskan untuk berjalan sehat mengitari lapangan lari yang jaraknya tidak jauh dari kampus.“Nggak diantar Daddy kamu, Runa?” tanya Anjani begitu melihat Aruna yang datang turun dari ojek online.Aruna menggelengkan kepalanya. “Daddy lagi nggak ada.”“Emang Daddy kamu ke mana?” tanya Anjani lagi. Dia merasa penasaran. Anjani mengimbangi langkah Aruna untuk berjalan santai. Bukan berarti Anjani memutuskan tidak berlari seperti orang-orang di sekitarnya karena tahu Aruna memiliki asma, tapi itu karena Anjani malas saja. Dasar.Mata besar Aruna melirik teman dekatnya dengan senyum yang terlihat mengerikan. “Cari Mommy baru buat aku.”TUKKK“Aww, Anjani sakit!” ringis Aruna saat mendapatkan jitakan di pinggir dahinya.Tidak ada tanda-tanda Anjani menunjukkan perasaan bersalahnya. Dia malah mengajukan pertanyaan lag
Jika bukan karena alarm yang sudah menjerit-jerit, sepasang pria dan wanita yang tidur dalam satu ranjang itu tidak akan terbangun dalam bersamaan.Sang wanita berhasil membuka matanya lebih dulu. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, dia merasakan pergerakan dari sisi ranjangnya yang memang tidak begitu besar.Begitu menoleh, dia mendapati sesosok pria tampan yang tanpa mengenakan atasan juga tengah menolehkan kepalanya. Keduanya bertukar pandangan.“Saya bisa jelaskan–“Nggak perlu, gue inget apa yang terjadi semalam kok,” selanya dengan santai. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Dia kembali berucap, “Gue nggak akan minta pertanggung jawaban apa pun dari lo.” Nada bicaranya terdengar sangat serius sehingga membuat Sang pria mengerutkan dahinya samar.“Seharusnya saya bisa membantu Anda dengan cara yang lain, Nona Lilia.” Sang pria menyebutkan nama wanita yang terbaring di sebelahnya.‘Cara lain?’ batin Lilia sambil mendengus kasar. Satu-satunya cara yang ampuh untuk melep
Dilihat dari sudut mana pun, jika dari luar Claudia tampak baik-baik saja. Wanita itu baru saja berdiri dari kursi meja riasnya dan tengah memunguti kapas kotor untuk dibuangnya ke dalam tong sampah kecil di sudut ruangan.Namun, belum sempat beranjak pergi, ada sepasang tangan yang melingkari perutnya.“Ryuga,” tegur Claudia dengan suara yang mengalun lembut.Alih-alih mengerti maksud teguran halus itu, Ryuga malah sengaja mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping Claudia.“Biarkan seperti ini dulu. Aku masih merindukanmu, Claudia.” Suara rendah Ryuga yang berbisik tepat di belakang cuping telinga Claudia membuat wanita itu merasa kegelian.Pandangan keduanya beradu tatap melalui cermin rias milik Claudia. Manik hitam pria itu menyorotnya lembut. Dan sudah bisa dipastikan itu memicu debar di dada Claudia.Untuk mengalihkan itu, Claudia memutuskan bertanya selagi dirinya teringat, “Apa aku tidak salah dengar kamu menyebut nama Lilia, Ryuga? Apa terjadi sesuatu padanya?”Ryuga mende
Dibalik Ryuga dan Claudia yang kini sudah tiba di flat, lain lagi Riel yang harus terjebak bersama Idellia. Pria itu kesulitan mencari celah untuk melarikan diri sebab Idellia yang kini setengah mabuk tampak gelonjotan di lengannya.Kewarasan Idellia pasti berkurang sebab dia dengan berani menyentuh lengan bisep Riel yang tampak berotot. Idellia bergumam, “Wow, ototmu besar juga!”Ekspresi Riel menunjukkan kerisihannya. Dia belum pernah bertemu wanita seagresif Idellia. Maka, sehalus mungkin Riel mencoba menepis lengan Idellia.Selain dia tidak suka bersikap kasar pada wanita, Idellia adalah teman dari Claudia.“Saya harus pergi, Nona Idellia. Sepertinya Pak Ryuga dan Bu Claudia juga sudah tidak lagi di Club,” beritahu Riel sambil menundukkan wajah untuk melihat ke arah kepala Idellia yang sekarang tengah bersandar di sebelah pundaknya.Pria itu mengembuskan napas beratnya. Kalau seperti ini, bagaimana caranya agar dia pergi?“Kamu … pergi?” lirih Idellia. “Jangannnn~,” jawabnya denga
Untuk apa menghindar jika tidak mempunyai salah? Lagipula … percuma saja menghindari Ryuga. Ditambah posisi untuk Claudia kabur sangat tidak memungkinkan karena kedua tangan Ryuga mencengkram sisi-sisi kursi yang diduduki Claudia. Wanita itu merasakan detak jantungnya meningkat kala bersinggungan mata dengan manik hitam Ryuga. Sesaat Claudia memejamkan matanya, ‘Astaga … jantungku.’ Rasanya seperti ingin meledak. Bertepatan Claudia membuka mata, suara berat Ryuga mengudara, “Ikut aku sekarang, Claudia!” Ucapannya jelas tidak ingin dibantah. Begitu tangan kiri Ryuga menyentuh lengannya, pandangan Claudia turun untuk melihat. Entah sejak kapan gips di tangan Ryuga berhasil dilepaskan. Tapi, yang pasti Claudia merasa bersyukur. Claudia tidak terlalu memperhatikan saat acara pameran berlangsung tadi. Sekarang, tahu-tahu saja Ryuga melepaskan lengan Claudia. Manik hitamnya menyorot Claudia tajam. “Mau aku gendong atau berjalan sendiri, Claudia?” tanyanya tidak sabar. Ditambah kedua
Pencahayaan lampu yang berkelap-kelip itu tidak terbiasa dilihat oleh netra mata Claudia sehingga dia membutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi. Selain itu, ada hal lain yang membuat Claudia tiba-tiba saja menolak bergabung ke lantai dansa.“Nanti aku menyusul. Aku merasa haus, ingin pesan minuman,” beritahu Claudia beralibi.Untung saja yang lain tidak curiga. Zoya menyahut, “Oke, Clau.” Lantas Zoya, Praya, dan Fanya berlalu pergi. Meninggalkan Claudia dan Lilia yang berdiri bersisian.Claudia menolehkan wajahnya ke arah Lilia. “Kamu … mau pesan minuman juga, Lilia?”Wanita itu merespons dengan menganggukkan kepala. Lalu Lilia baru menolehkan wajahnya. Tanpa mengatakan apa pun, dia menyambar lengan Claudia dan menariknya pergi menuju meja bartender.Claudia pasrah saja tangannya ditarik karena sejujurnya dia sudah tidak memiliki energi apa pun. Pandangannya tampak kosong dan Claudia tidak memperhatikan kondisi sekitar, termasuk ekspresi wajah Lilia yang tampak berubah sedikit gelisah.