Keesokan harinya, hampir saja Claudia dibuat kesiangan karena tidur terlalu nyenyak sampai-sampai Aland mengetuk kamar Claudia yang terkunci dari dalam.“Mbak Claudia!”Ketukan di pintu serta suara Aland yang cukup keras sukses membuat mata Claudia terbuka. Sejenak dia memandangi jendela yang masih terhalang oleh tirai. Ternyata … sudah pagi karena tampaknya langit sudah mulai terang.Namun, mata Claudia sangat berat sehingga hampir saja tertutup lagi. Tapi, sebelum itu terjadi suara Aland yang menggelegar kembali menyentak Claudia.“Ini Mbak mau bolos ngajar? Ya udah, sih, nggak apa-apa. Tapi, paling ntar potong gaji terus nggak jadi nonton konser idola Mbak!” Selepas mengatakan itu, Aland pergi tanpa memastikan Claudia benar-benar terbangun atau tidak.Pemuda itu bertaruh, Claudia pasti akan bangun. Dan tebakan Aland benar, sejurus kemudian, Claudia benar-benar bangun dari tidurnya. Dia langsung terduduk, mengucek mata, dan menyeret tubuhnya turun.“Semangat diri sendiri,” ucap Clau
Sebelum Claudia turun dari kamarnya menuju dapur untuk sarapan, sudah ada Aland dan Dirga yang duduk di meja makan. Kelihatannya keduanya sedang akur-akur saja.Bahkan Aland dan Dirga membuat sarapan nasi goreng beserta telur ceplok spesial.“Ini kebanyakan minyak,” komentar Aland setelah mencicipi nasi goreng buatan keduanya.Kebetulan tadi Dirga yang menuangkan minyak. Jadi, pemuda itu mengerutkan kening lalu menyendok sedikit nasi goreng di atas wajan yang belum diangkat.Satu dua lima detik, Dirga menelan nasi goreng yang sudah dikunyahnya. Lantas dia mendecap lidah dan merasakan langit-langit mulutnya jadi berbeda.“Kayaknya … iya,” pikir Dirga.Kedua pemuda itu saling bertatapan dan tidak mengetahui jika Claudia tahu-tahu sudah ada di dapur dan memperhatikan kedua adiknya itu.“Kalian lagi ngapain?” tanya Claudia penasaran. Dia menaruh tas serta kanvas di atas kursi. Lalu memutuskan mendekat ke arah keduanya.Aland berbalik lebih dulu. Dia bersedekap dada selagi menatap kakak pe
Akibat pertanyaan Aland tadi, alhasil Claudia memikirkannya lagi saat jam pertama mengajarnya selesai.‘Apa iya gara-gara itu? Tapi, masa, sih?’ pikir Claudia tidak habis pikir. Dengan kesadaran penuh Claudia merabai bibirnya dengan satu tangan. Lalu Claudia menggigit bagian sariawannya yang berada tepat di pinggir bibir bawah.Tidak terlalu sakit, sih, hanya lidah Claudia gatal saja ingin menyentuhnya terus-menerus.‘Ish, Claudia … kurang kerjaan sekali kamu memikirkan hal itu,’ rutuknya kemudian. Rasa-rasanya lebih pantas dan lebih baik Claudia mengevaluasi pembelajarannya di kelas.Saat ini Claudia tengah duduk di kursi ruangan dosen mejanya. Dia tidak ada jadwal mengajar lagi sebelum mengisi kelas terakhir pukul sebelas di kelas non reguler B2.Tidak sengaja pandangan Claudia mengarah pada meja sebelahnya. Tentu itu masih meja Claire Lee. Perasaan Claudia … entahlah. Wanita itu memutuskan menatap berkas yang ada di mejanya saja.Tangan yang menyentuh bibirnya tadi beralih menyentu
Meja makan yang cukup untuk dua belas orang itu hanya diisi oleh Emma, Ratih, dan Aruna. Terlihat lengang untuk ukuran mansion yang luas di kediaman keluarga Daksa.Seperti biasa, Aruna meminum susu kotak strawberry-nya dengan serius sebelum melanjutkan ceritanya lagi tentang sosok yang dikaguminya.“Oh iya, Bu Claudia–“Claudia Claudia terus, tidak bisakah kamu membahas yang lain, Aruna?” sela Ratih melayangkan tatapan protesnya.“Kalau kamu tidak suka mendengarnya, kamu boleh pergi dari meja makan ini, Ratih.” Perkataan Emma yang lempeng itu membuat Ratih tersinggung sehingga adik iparnya itu pergi setelah memutar bola matanya.Aruna yang melihat itu mengerjapkan matanya, cukup terkejut mendapati Emma pertama kalinya berbicara seperti itu. Emma yang mengerti tatapan Aruna padanya lekas tersenyum.“Grammie masih ingin mendengar ceritamu soal Claudia. Abaikan saja soal Ratih, dia hanya merusak mood saja,” jelas Emma pada cucunya itu.Benar juga, pikir Aruna. Gadis muda tersebut pun me
“Ay ay, Aruna hadirrr, Bu Claudia!” Tidak usah bertanya betapa senangnya Aruna mendapatkan telepon itu dari calon Mommy-nya. Gadis itu langsung mengangkatnya. Emma mencondongkan tubuh ke arah Aruna lantas mencolek lengan cucunya tersebut. Wanita paruh baya itu juga senang dan terlebih penasaran. “Sayang, tolong keraskan panggilan teleponnya.” Mendengar suara Emma, Claudia langsung kicep. Dia merasa mendapatkan kejutan. Tubuhnya menegak dalam duduknya. Aruna menuruti permintaan Emma untuk menyalakan pengeras suara. “Aruna … kamu lagi di mana?” tanya Claudia pelan, memastikan. Ketika Claudia menanyakan itu, suara lembutnya telah terdengar oleh anggota keluarga Daksa sehingga yang menjawab pertanyaan tersebut adalah Emma. Selanjutnya Aruna menyesali keputusannya karena dia kalah cepat oleh Sang Grammie untuk berbicara dengan Claudia. “Aruna sedang di mansion Tante, Claudia. Kamu mau mampir hari ini? Sudah lama semenjak terakhir kali kamu datang ke sini, sayang.” Emma berharap dala
“Pak Dimitri?!” panggil Claudia setelah menyadari siapa sosok pria bertubuh jangkung yang tahu-tahu sudah berdiri di depan meja kerjanya.Claudia buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam tas. Wanita itu membatin, ‘Sejak kapan Pak Dimitri ada di sini? Dia dengar pembicaraanku tidak, ya?’ panik Claudia.Melalui tatapannya, Claudia seakan memberitahu kekhawatiran yang dimilikinya pada Dimitri. Jadi pria berkacamata min itu menyeletuk, “Saya akan pura-pura tidak mendengar apa yang Bu Clau ucapkan saat di telepon barusan.”Entah Claudia harus senang atau tetap gelisah mendengar pengakuan Dimitri. Itu artinya pria itu mendengar jelas.‘Ya ampun, aku tadi bilang apa? Daddy-nya Aruna?!’ batin Claudia. Pipinya kembali memerah. Namun, Claudia berusaha mengendalikan dirinya.“Terima kasih atas pengertiannya, Pak Dimi,” ucap Claudia melemparkan senyumnya dengan canggung. Dia lalu bertanya, “Apa Pak Dimi mencari saya?”Pasalnya Dimitri berdiri di depan meja dosennya. Sudah pasti Dimitri memiliki ke
Beberapa detik kemudian, Claudia baru menyadari jika dia tidak perlu menanyakan itu pada Dimitri.Wanita itu membuang wajah. ‘Suka-suka aku mau menyukai pria yang seperti apa,’ ucap Claudia dalam hatinya.Pandangan Claudia beralih lagi menatap Dimitri tepat di maniknya. Dia tidak merasakan debar kala dirinya menatap Ryuga. Itu artinya sudah dipastikan, Claudia tidak menyukai Dimitri.“Itu hak Bu Clau, tentu saja …,” ucap Dimitri sambil tetap tersenyum. Raut wajahnya masih terlihat seperti tadi. Namun, matanya menyorot kecewa.“Saya tidak berhak melarang atau menghakimi pilihan pria Bu Claudia. Mengenai perasaan saya, itu jelas bukan tanggung jawab Bu Clau. Itu urusan saya,” jelas Dimitri lebih lanjut.Pada titik itu Claudia menatap Dimitri tidak mengerti. Sesaat pria itu menunjukkan kalau dia seperti keberatan, tapi sesaat lagi, Dimitri seolah tidak masalah jika Claudia berujung menolaknya.Dimitri semakin mengukir senyum di bibirnya. “Tidak perlu Bu Claudia jawab. Saya tahu … saya di
Jam mengajar Claudia sudah selesai pada pukul satu lebih lima menit. Namun, mahasiswa di kelas non reguler weekend sempat menahan Claudia terlebih dahulu.“Bu Clau, kami punya sesuatu buat Ibu.”Begitu awal mulanya hingga beberapa dari mereka maju menghampirinya dan memberikan beberapa barang: mulai dari surat, kertas watercolor yang sudah berisi gambar, cokelat batangan, camilan ringan bahkan sabun mandi dengan merk nama-nya.Lebih berkesannya lagi, wajah dari sabun merk tersebut diganti oleh wajah Claudia yang ditempel dengan selotip bening.“Ehh, Ibu baru tahu loh kalau ada sabun merk ini,” celetuk Claudia dibuat speechless. Matanya mengerjap lucu.Ketika menerima sabun dengan tiga warna yang berbeda dengan masing-masing sebanyak lima buah membuat Claudia mengerjapkan matanya. Kedua tangannya sudah penuh oleh macam-macam hadiah tersebut.Salah satu seorang gadis yang memberikan sabun tersebut menyeletuk, “Saya juga nggak sengaja lihat, Bu Clau. Ternyata ada … saya sengaja kasih Ibu