Daddy Ryuga alias Daddy Aruna ada di (i.g) story-ku yaa. Boleh mampir kalau mau lihat Ryuga versi kaos-an wkwk
“Pak Dimitri?!” panggil Claudia setelah menyadari siapa sosok pria bertubuh jangkung yang tahu-tahu sudah berdiri di depan meja kerjanya.Claudia buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam tas. Wanita itu membatin, ‘Sejak kapan Pak Dimitri ada di sini? Dia dengar pembicaraanku tidak, ya?’ panik Claudia.Melalui tatapannya, Claudia seakan memberitahu kekhawatiran yang dimilikinya pada Dimitri. Jadi pria berkacamata min itu menyeletuk, “Saya akan pura-pura tidak mendengar apa yang Bu Clau ucapkan saat di telepon barusan.”Entah Claudia harus senang atau tetap gelisah mendengar pengakuan Dimitri. Itu artinya pria itu mendengar jelas.‘Ya ampun, aku tadi bilang apa? Daddy-nya Aruna?!’ batin Claudia. Pipinya kembali memerah. Namun, Claudia berusaha mengendalikan dirinya.“Terima kasih atas pengertiannya, Pak Dimi,” ucap Claudia melemparkan senyumnya dengan canggung. Dia lalu bertanya, “Apa Pak Dimi mencari saya?”Pasalnya Dimitri berdiri di depan meja dosennya. Sudah pasti Dimitri memiliki ke
Beberapa detik kemudian, Claudia baru menyadari jika dia tidak perlu menanyakan itu pada Dimitri.Wanita itu membuang wajah. ‘Suka-suka aku mau menyukai pria yang seperti apa,’ ucap Claudia dalam hatinya.Pandangan Claudia beralih lagi menatap Dimitri tepat di maniknya. Dia tidak merasakan debar kala dirinya menatap Ryuga. Itu artinya sudah dipastikan, Claudia tidak menyukai Dimitri.“Itu hak Bu Clau, tentu saja …,” ucap Dimitri sambil tetap tersenyum. Raut wajahnya masih terlihat seperti tadi. Namun, matanya menyorot kecewa.“Saya tidak berhak melarang atau menghakimi pilihan pria Bu Claudia. Mengenai perasaan saya, itu jelas bukan tanggung jawab Bu Clau. Itu urusan saya,” jelas Dimitri lebih lanjut.Pada titik itu Claudia menatap Dimitri tidak mengerti. Sesaat pria itu menunjukkan kalau dia seperti keberatan, tapi sesaat lagi, Dimitri seolah tidak masalah jika Claudia berujung menolaknya.Dimitri semakin mengukir senyum di bibirnya. “Tidak perlu Bu Claudia jawab. Saya tahu … saya di
Jam mengajar Claudia sudah selesai pada pukul satu lebih lima menit. Namun, mahasiswa di kelas non reguler weekend sempat menahan Claudia terlebih dahulu.“Bu Clau, kami punya sesuatu buat Ibu.”Begitu awal mulanya hingga beberapa dari mereka maju menghampirinya dan memberikan beberapa barang: mulai dari surat, kertas watercolor yang sudah berisi gambar, cokelat batangan, camilan ringan bahkan sabun mandi dengan merk nama-nya.Lebih berkesannya lagi, wajah dari sabun merk tersebut diganti oleh wajah Claudia yang ditempel dengan selotip bening.“Ehh, Ibu baru tahu loh kalau ada sabun merk ini,” celetuk Claudia dibuat speechless. Matanya mengerjap lucu.Ketika menerima sabun dengan tiga warna yang berbeda dengan masing-masing sebanyak lima buah membuat Claudia mengerjapkan matanya. Kedua tangannya sudah penuh oleh macam-macam hadiah tersebut.Salah satu seorang gadis yang memberikan sabun tersebut menyeletuk, “Saya juga nggak sengaja lihat, Bu Clau. Ternyata ada … saya sengaja kasih Ibu
“Penyebabnya tidak penting, Ryuga,” jawab Claudia setelah beberapa saat terdiam. Dia memalingkan wajah, menatap keluar jendela mobil.Beberapa detik berikutnya, Claudia bisa merasakan pria itu menggeser posisi duduknya agar lebih mendekat padanya.‘Ryuga mau apa?’ bingung Claudia.Sebuah tangan meraih dagunya pelan dengan lembut. Menggunakan jempol tangan dan jari telunjuknya, Ryuga memutar wajah Claudia ke arah kiri, menghadap wajahnya.Netra mata Claudia langsung bersitatap dengan pemilik tangan tersebut.“Buku mulutmu, Claudia,” ucap Ryuga memandangi bibir cherry wanita itu.Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Kepalanya menggeleng. Tangannya naik menyentuh tangan Ryuga untuk melepaskannya dari dagu.“Lepas, Ryuga,” pinta Claudia baik-baik. Dia mencoba menarik lengan Ryuga turun. Namun, alih-alih menuruti permintaan Claudia, jari besar Ryuga malah merambat naik menyentuh bibir bawah Claudia.“Aku hanya ingin melihat seberapa parah sariawannya,” tegas Ryuga yang masih bersikukuh.S
Claudia tidak turun sendirian. Bukan Ryuga namanya kalau tidak memaksa ikut. Dia mengkhawatirkan Claudia. Maksudnya bagaimana jika wanita itu tersandung?“Kenapa sekarang jalanmu lebih cepat dariku, Claudia?” tanya Ryuga menaikkan satu alisnya. Dia baru bisa menyamakan langkah karena Claudia buru-buru pergi setelah turun dari mobil.‘Aku menghindarimu, Ryuga,” pekik Claudia dalam batinnya. Kejadian di mobil membuat Claudia seperti kehilangan akal sehatnya. Rasa-rasanya Claudia ingin membenturkan kepalanya ke jendela kaca mobil saja. Tapi, pasti itu akan sangat menyakitkan.Claudia membuka mulut, bersuara, “Tidak kok, Ryuga, aku berjalan seperti biasanya,” alibinya.Detik setelah itu, tahu-tahu Claudia bisa merasakan pundaknya ditarik mendekat ke arah Ryuga. Pria itu merangkulnya.“Hanya khawatir jika kamu tersandung atau jatuh,” jawab Ryuga seakan mengerti tatapan Claudia padanya.Manik hitam Ryuga menatap sebentar ke arah Claudia lantas pandangannya turun ke bawah, melirik high heels
Banyak hal yang berkecamuk dalam benak Claudia. Wanita itu tersenyum lemah ke arah Ryuga.“Benar. Sebaiknya tidak usah datang saja ‘kan, Ryuga?” Claudia menginginkan sebuah validasi. Untuk yang satu itu, dia belum bisa mengambil keputusannya sendiri.“Mmm, tidak usah, Claudia,” angguk Ryuga. Karena situasinya juga tidak tepat mengingat apa yang terjadi di antara Claudia dan Claire. Wanita bernama Glenka itu bilang teman kuliahnya Claudia ‘kan?Claudia mengerti. Dia segera melanjutkan langkah untuk membeli salep. Tiba di hadapan apoteker, Claudia segera mengutarakan niatnya.“Permisi, Mbak. Ada salep buat sariawan?”Apoteker itu menganggukkan kepala. “Ada, biar saya ambilkan dulu.”“Tolong rekomendasikan yang paling bagus,” ucap Ryuga memberikan tambahan yang langsung diangguki lagi oleh apoteker tersebut.Tangan Claudia hendak menurunkan tas di bahunya untuk mengeluarkan dompet. Melihat itu, Ryuga menahan lengan Claudia.“Aku saja yang membayar, Claudia.” Ryuga mengeluarkan dompet dar
Satu hal yang Claudia syukuri adalah Ryuga pria yang mau mendengarkan. Sebenarnya itu satu dari banyak hal. Claudia mencoba untuk tetap terlihat tenang. Dia juga tidak mengalihkan pandangan dari Ryuga. Meskipun Claudia cukup terintimidasi oleh manik hitam Ryuga saat ini. “Aku dan Pak Dimi memang sempat mengobrol tadi,” ucap Claudia membuka awal ceritanya. Kedua tangannya mengepal erat di atas pahanya. Jantung Claudia berdebar bukan main. Kali ini dia benar-benar takut untuk memberitahu Ryuga. Berbagai pikiran berkecamuk dalam isi kepalanya. Sementara Ryuga dengan kesabarannya yang setipis tissue dibagi dua berusaha menahan diri untuk tidak mendesak Claudia menceritakan isi pembicaraannya dengan Dimitri. Meskipun tunangannya, Claudia tetaplah manusia yang memiliki privasi. Ryuga tidak berhak mengusik kehidupan Claudia terlalu jauh. “Pak Dimi mengaku kalau dia menyukaiku, tapiiii hanya sebatas itu saja kok, Ryuga.” Claudia menganggukkan kepala, berusaha meyakinkan Ryuga yang sudah
Sekitar hampir satu jam kurang, Ryuga dan Claudia tiba di mansion keluarga Daksa. Padahal ini bukan kunjungan pertama, tapi Claudia masih merasakan gugupnya seperti pertama kali berkunjung.“T-tunggu dulu, Ryuga,” cegah Claudia menahan lengan Ryuga yang hendak turun dari mobil.Kepala Ryuga menoleh, menatap Claudia dengan bingung. “Ada apa, Claudia?”“Penampilanku … tidak berantakan ‘kan?” tanya Claudia memastikan.Manik hitam Ryuga mulai memindai penampilan Claudia. Mulai dari rambut, tangan Ryuga naik untuk menyelipkan poni Claudia dibalik telinga kanannya. Lalu tangan besar itu merambat turun dan berhenti di kancing kedua Claudia yang tidak dikaitkan.‘Bisakah Ryuga menyingkirkan tangannya dari sana?’ teriak Claudia yang merinding sendiri dengan apa yang dilakukan Ryuga.“Sepertinya sudah rapi,” ucap Claudia mencoba melepaskan tangan Ryuga dari kancing kemejanya. Tapi, tenaga Ryuga jauh lebih besar sehingga percuma saja usaha Claudia.“Kancingkan dulu, Claudia.” Itu jelas perintah.