Satu hal yang Claudia syukuri adalah Ryuga pria yang mau mendengarkan. Sebenarnya itu satu dari banyak hal. Claudia mencoba untuk tetap terlihat tenang. Dia juga tidak mengalihkan pandangan dari Ryuga. Meskipun Claudia cukup terintimidasi oleh manik hitam Ryuga saat ini. “Aku dan Pak Dimi memang sempat mengobrol tadi,” ucap Claudia membuka awal ceritanya. Kedua tangannya mengepal erat di atas pahanya. Jantung Claudia berdebar bukan main. Kali ini dia benar-benar takut untuk memberitahu Ryuga. Berbagai pikiran berkecamuk dalam isi kepalanya. Sementara Ryuga dengan kesabarannya yang setipis tissue dibagi dua berusaha menahan diri untuk tidak mendesak Claudia menceritakan isi pembicaraannya dengan Dimitri. Meskipun tunangannya, Claudia tetaplah manusia yang memiliki privasi. Ryuga tidak berhak mengusik kehidupan Claudia terlalu jauh. “Pak Dimi mengaku kalau dia menyukaiku, tapiiii hanya sebatas itu saja kok, Ryuga.” Claudia menganggukkan kepala, berusaha meyakinkan Ryuga yang sudah
Sekitar hampir satu jam kurang, Ryuga dan Claudia tiba di mansion keluarga Daksa. Padahal ini bukan kunjungan pertama, tapi Claudia masih merasakan gugupnya seperti pertama kali berkunjung.“T-tunggu dulu, Ryuga,” cegah Claudia menahan lengan Ryuga yang hendak turun dari mobil.Kepala Ryuga menoleh, menatap Claudia dengan bingung. “Ada apa, Claudia?”“Penampilanku … tidak berantakan ‘kan?” tanya Claudia memastikan.Manik hitam Ryuga mulai memindai penampilan Claudia. Mulai dari rambut, tangan Ryuga naik untuk menyelipkan poni Claudia dibalik telinga kanannya. Lalu tangan besar itu merambat turun dan berhenti di kancing kedua Claudia yang tidak dikaitkan.‘Bisakah Ryuga menyingkirkan tangannya dari sana?’ teriak Claudia yang merinding sendiri dengan apa yang dilakukan Ryuga.“Sepertinya sudah rapi,” ucap Claudia mencoba melepaskan tangan Ryuga dari kancing kemejanya. Tapi, tenaga Ryuga jauh lebih besar sehingga percuma saja usaha Claudia.“Kancingkan dulu, Claudia.” Itu jelas perintah.
Melihat Claudia mematung, Aruna merasa tidak enak sendiri karena memanggil Claudia ‘Mommy’ tanpa seizin wanita yang berstatus sebagai tunangan Daddy-nya itu.Aruna buru-buru menambahkan ucapannya, “Maksudku, calon Mommy he he he,” cengirnya.Menyadari Aruna tampak salah tingkah dan kikuk, sebagai Sang nenek, Emma ikut bersuara, “Maaf ya, Claudia. Aruna kayaknya udah nggak sabar kepengin kamu jadi Mommynya dia,” kekehnya.Claudia menunjukkan senyumnya, tampak tulus. Sejujurnya, dia hanya terkejut dengan panggilan Aruna yang spontan. Jantung Claudia bahkan berdebar mendengarnya.“Nggak apa-apa, Tan,” sahut Claudia. Kepalanya menoleh ke arah Aruna. Dia menunjuk kursi di sebelah gadis itu yang kosong. “Boleh duduk di situ nggak, Aruna?” tanya Claudia meminta izin.Mata besar Aruna membola serta terpancar aura binar kesenangannya. “Eh?bB-boleh kok, Bu Clau.” Selepas itu, Aruna menundukkan wajahnya. Rasanya canggung sendiri mengingat dirinya yang lepas kendali.‘Aruna bodoh! Kenapa mulutnya
Seharusnya Claudia tidak perlu memberitahu hal itu.Claudia tidak berhenti merutuk dirinya sendiri yang kini sudah berada di mobil untuk melanjutkan perjalanan ke kantor polisi. Ada sekitar setengah jam Claudia mengisi energi dengan menyantap makanan buatan Emma.*Setengah jam laluTampaknya Aruna yang paling merasa bersalah karena menanyakan itu. Dia merasa tidak enak. “Maaf, aku nggak bermaksud–“Uhm nggak apa-apa, Aruna,” potong Claudia dengan senyum di bibirnya. Ekspresi wajah Claudia tidak memperlihatkan gurat kesedihan.Dia mengangkat sendok yang berisikan potongan wortel dan kentang beserta sedikit kuah sop. “Sop iga Tante Em enak, cukup mengobati rasa kangenku sama masakan Mama. Terima kasih … Tante Em.”Netra Claudia memandang Emma penuh tatapan haru. Dia merasakan semua orang memandanginya, termasuk … Ryuga. Manik pria itu menyorot dalam ke arah Claudia.“Tinggal di sini saja, Claudia,” jawab Ryuga enteng. “Kamu bisa merasakan masakan Ibuku setiap hari,” pikirnya. Ah, modusn
Begitu sampai di kantor polisi, Claudia kembali dibuat gugup. Dia menarik lengan Ryuga untuk menghentikan sejenak langkah mereka yang sudah tiba di depan pintu masuk.“Sebentar, Ryuga. Aku ingin mengatur napasku dulu,” pinta Claudia.Wajah putihnya terlihat pucat.Tangan yang ada dalam genggaman Ryuga terasa dingin. Tubuh Ryuga menghadap ke arah Claudia agar manik hitamnya bisa tepat menatap netra mata wanita itu.“Lihat aku, Claudia,” pinta Ryuga dengan tegas. Claudia menurut. Pandangannya naik untuk bisa bersitatap dengan Ryuga.“Aku tahu kamu bukan wanita pemberani,” ucap Ryuga membuka kalimat awalnya dengan suara yang tegas. Namun, belum apa-apa Claudia merasa sudah dijatuhkan oleh pria yang selalu mengatakan jika mereka bertunangan. Claudia merengut pelan. Alisnya naik sebelah.‘Ryuga ingin bilang aku pengecut?’ batin Claudia mendadak kesal.Ayolah … Ryuga sudah mengatainya wanita konyol, wanita aneh, bahkan pernah menyebutnya bodoh, dan sekarang … bukan wanita pemberani?Mana Ry
Tidak ada yang menerka, termasuk Ryuga sendiri, kala Claudia mengulas sebuah senyuman manis mendengar sapaan yang dilayangkan Claire barusan.Wanita itu merespons, “Ayo, duduk, Claire.”Respons Claudia sedikit membuat kejutan bagi Claire. Masih di posisi yang sama, Claire tampak membatin, ‘Dia pasti berpura-pura bersikap baik agar menarik simpati orang-orang … Cish, baiklah, ayo kita lakukan itu, Clau.’Perlahan Claire melangkahkan kaki untuk ikut duduk bergabung pada sofa yang diduduki Sam dan Liam.“Kak Li, aku ingin duduk sini,” pinta Claire menunjuk pada ujung sofa yang tengah diduduki oleh Sang Kakak. Dia masih merasa sebal dengan Sam dengan apa yang terjadi tadi pagi.“Ya sudah kalau mau di situ,” dengus Liam menuruti Claire agar waktunya tidak molor.Dengan posisi itu, Claire berhadap-hadapan dengan Claudia, membuatnya malas sehingga Claire mengalihkan pandangan menatap Ryuga.Dan ternyata pria itu juga tengah menatapnya! Bukan tatapan penuh kekaguman seperti miliknya, melainka
Aksi Claire yang tiba-tiba berlutut di hadapan Claudia itu jelas membuatnya tidak nyaman.Alih-alih mengundang rasa belas kasihan, yang ada malah menunjukkan jika aksi Claire tersebut mencerminkan pribadinya yang penuh drama.“Aku tidak mau bicara jika caramu meminta maaf seperti ini, Claire,” tegur Claudia dengan tegas. Pandangan Claudia mengarah pada sofa yang diduduki Claire tadi. Dia berucap, “Bangun dan kembali ke tempat dudukmu.”Semula Ryuga yang sudah merasa khawatir Claudia bisa luruh oleh air mata palsu Claire menjadi merasa yakin jika keputusan Claudia tidak bisa diganggu gugat melihat bagaimana cara Claudia merespons Claire.Claire mengusap pipinya yang basah. “Nggak mau, maafin gue dulu baru–“Claire, lekas duduk atau perlu Kakak yang menyeretmu?” ancam Liam yang menahan rasa kesalnya.Sebagai seorang Kakak, Liam tahu seberapa gigihnya usaha adiknya itu untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Sikap Claire itu sudah membuat Liam lelah sendiri.Claire menolehkan wajahnya
Sementara Claire masih terus memberontak dalam pelukan tunangannya. Bahkan semakin brutal dengan mencakar dan memukul Sam berkali-kali. “Bisa tinggalkan kami sebentar, Pak Deni?” Liam Lee bersuara. Pak Deni menganggukkan kepalanya. Dia bangkit dari duduknya dan menyuruh serta juniornya untuk meninggalkan ruangan. Saat melewati Claire, Pak Deni hanya bisa mengembuskan napas berat. “Claire, kendalikan dirimu.” Sam mengatakan itu untuk ke sekian kali. Tapi, indra pendengaran Claire seolah tidak berfungsi. “Lepaskan Claire, Sam,” pinta Liam yang tahu-tahu sudah menghampiri Sam. Menyadari jika dirinya tidak pernah bisa mengatasi kemarahan Claire, Sam akhirnya menyerah dan melepaskan wanita itu. Sam mengabaikan rasa sakit di tubuhnya akibat kebrutalan cakaran dan pukulan Claire. Dia memundurkan langkah. Maniknya bersitatap dengan Claire yang menatapnya marah. “Kak Sam nggak sayang sama aku ‘kan?” tanya Claire sambil terkekeh. Rasanya menyakitkan melihat Sam seperti melindungi Claudia
Seorang Riel Waluyo sangat bisa diandalkan dalam pekerjaan, terutama dalam situasi-situasi darurat. Seperti yang terjadi lima belas menit lalu saat Lilia jatuh pingsan. Tanpa banyak bicara, Riel langsung membawanya untuk segera dilarikan ke rumah sakit terdekat bersama Idellia yang ikut membantu.“Tolong cepat ditangani, Sus!”Sementara Lilia ditangani oleh dokter jaga dan suster yang bertugas, Idellia langsung menatap Riel dan menepuk bahunya.“Aku mau membelikan Idellia air minum. Kamu bisa tunggu di sini temani Lilia ‘kan, Riel?” pinta Idellia penuh harap.Riel memberikan anggukan di kepala tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.“Thanks!” ucap Idellia sambil berlari ke luar dari UGD. Di perjalanan tadi, dia sempat mengecek ponsel untuk melihat keberadaan calon suami Lilia yang sudah diberitahu ketika Idellia masih berada di mobil.[Idellia: Cepat ke RS Permata, El! Lilia pingsan.]Hanya selang beberapa menit dokter melakukan pemeriksaan, dia menolehkan wajah untuk menatap Riel–sat
“Aman kok, Clau, aman.”Jawaban Lilia tampak sangat meyakinkan. Bahkan untuk membuat Claudia percaya jika dirinya baik, Lilia mendaratkan satu tangannya di atas punggung tangan Claudia lantas mengusapnya lembut.“Lihat wajah gue … emang nggak kelihatan baik-baik aja, Clau?” Selagi bertanya, air wajah Lilia menunjukkan bahwa dirinya terlihat baik.Itu dia masalahnya. Jika Idellia sangat ekspresif, Lilia adalah kebalikannya. Kedua sepupu itu memiliki sifat yang berbanding terbalik. Jadi, Claudia tidak bisa memastikan. Ditambah Claudia belum terlalu mengenal Lilia lebih jauh lagi. Claudia sendiri tipe manusia yang cukup tertutup dan sulit membuka diri. Pun, dia juga merasa Lilia masuk ke dalam tipe tersebut. Itu sebabnya keduanya cocok berteman.Claudia berdehem, “Oke, aku berusaha percaya semuanya baik.” Hatinya merasa sedih. Dia paling dekat dengan Lilia dibandingkan teman-teman dosennya yang lain.Senyum Lilia mengembang, walau kelihatan agak sedikit canggung. Kepalanya mengangguk pel
Siang itu, Claudia sudah memiliki janji akan makan siang bersama Lilia. Dan sesuai janji Ryuga, dia tidak akan membiarkan Claudia kehilangan waktu bersama temannya meskipun sudah menikah. Hanya saja, ini tidak sesuai yang dibayangkan Claudia. Pandangannya melirik Ryuga yang melangkah bersamanya ke dalam cafe. Mendadak langkahnya berhenti. Otomatis, di sebelahnya Ryuga juga menghentikkan langkah. “Tidak bisakah kamu meninggalkanku berdua saja dengan Lilia, Ryuga?” Suara Claudia terdengar putus asa. Satu kakinya menghentak kesal. Bukan apa-apa, pertemuan makan siang ini hanya untuk dia dan Lilia. Pasti ada sesuatu, duga Claudia, mengingat Lilia tidak mengikutsertakan teman-temannya yang lain. Sebuah masalah karena Ryuga ‘kan tidak diajak. Belum sempat Ryuga memberikan respons, suara Claudia mengudara lagi. “Ayo berpisah di sini saja, Ryuga.” Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Dia sedikit keberatan harus meninggalkan Claudia seorang diri. Tapi, itu pilihan Claudia. Dengan suara yang en
Claudia seringkali masih kesulitan untuk menolak permintaan Ryuga dalam urusan ranjang. Akan tetapi, sebagian besar alasannya adalah Claudia sendiri juga menikmati aktivitas keduanya. Seperti yang terjadi beberapa saat lalu, Claudia ikut dengan Ryuga ke perusahaan dan menuruti permintaannya. Mengingat itu kembali membuat Claudia tidak tahan untuk menjambak sisi rambutnya. Dia menghela napas. “Aku rasa aku sudah tidak waras!” cibir Claudia sambil menatap dirinya di depan cermin toilet. Pakaiannya sedikit berantakan dengan beberapa kancing atas yang terbuka. Ketika Ryuga menyentuhnya tadi, itu terasa tidak nyaman bagi Claudia. Tidak seperti biasanya. Demikian, dia meminta Ryuga untuk tidak menjangkau bagian dada. Setengah penasaran, Claudia mencoba menyentuh salah satu dadanya sendiri. ‘Kenapa terasa sakit, ya?’ batin Claudia sambil mengernyitkan dahinya samar. Kedua alisnya bertaut. Namun, Claudia tidak ingin memikirkannya lebih lanjut. Cepat-cepat Claudia merapikannya lalu turun
“Sudah dua bulan ….”Pagi itu tiba-tiba saja Aruna bernyanyi dengan suara yang sumbang. Mata besarnya menatap Ryuga dan Claudia bergantian. Kepalanya miring ke arah kiri. Dia pun menyeletuk, “Kapan Aruna bisa tidur bareng Daddy sama Mommy Clau?”Dua bulan waktu yang cukup bagi Ryuga dan Claudia memiliki waktu berdua. Apalagi beberapa kali Aruna mengungsikan dirinya menginap di mansion agar orang tuanya bisa bebas berpacaran. Bukankah Aruna cukup pengertian?Sekarang, Aruna juga ingin bermanja-manja pada Ryuga dan Claudia. Masa bodoh dengan umur. Toh, Aruna setuju ‘Umur hanyalah angka.’Kemudian gadis itu bertopang dagu menggunakan kedua tangan. Mata besarnya mengerjap beberapa kali seraya memasang wajah yang penuh harap layaknya emoji.Claudia yang melihat itu terkekeh pelan. Dia menaikkan satu tangannya di atas meja makan untuk bertopang dagu. Dia berpikir sejenak, “Mmm, tanya Daddy saja, Aruna,” jawab Claudia sambil melirik Ryuga penuh maksud.“Kalau Mommy sendiri, malam ini juga ay
Ada pun, di sisi lain seorang gadis muda juga wajahnya ikut memanas dibalik selimut yang dikenakan. Beberapa detik lalu, dia mendengar suara yang memanggilnya dari luar kamar. “Anjani Ruby.”DEGSuara berat itu lagi-lagi mengudara di dalam kamar hotel yang ditempatinya. Anjani menahan napas dibalik selimut. Itu … jelas-jelas bukan suara Aruna.“Gue tahu lo nggak sakit, lo cuma menghindar dari gue ‘kan?”Mata Anjani memejam erat-erat dengan debar jantung berdebar keras mendengar celetukkan suara berat familier itu di luar kamar. Anjani merasa gamang, haruskah dia menyudahi aksi menghindarinya ini?‘Tapi, aku terlalu malu untuk menunjukkan wajah di hadapan Aland hiyaaaa!’ batin Anjani menjerit. Bahkan sangking malunya, dia tidak sanggup menceritakan hal itu pada Aruna tadi. Sangking malunya, Anjani bahkan memutuskan tidak ikut dalam acara resepsi pesta Ryuga dan Claudia.Gadis itu hanya bisa berguling-guling di atas ranjang tidur sambil memikirkan kejadian di kolam renang yang terus b
Malam itu acara resepsi berjalan lancar dan terkendali. Para tamu undangan terus berdatangan dan memberikan ucapan selamat pada kedua pengantin. Kebanyakan tamu-tamu yang hadir didominasi oleh kenalan Rudi dan Aji. Pun, Ryuga sendiri hanya mengundang kolega bisnis yang dia percaya. Kini, Tirta datang beserta istri untuk memberikan ucapan selamat. Sosok Tirta memeluk Ryuga erat-erat. “Selamat sekali lagi, Ryu.” Terdengar nada suara Tirta yang mengatakannya penuh keharuan. Akhirnya setelah sekian lama menduda, teman dekatnya itu pun menikah. Keharuan lain dirasakan Tirta karena menyaksikan sendiri perjalanan kisah cinta Ryuga dan Claudia yang cukup berliku. Ryuga menyunggingkan senyum tipisnya. Dia balas menepuk punggung Tirta. “Mmm, terima kasih, Ta.” Selagi masih berpelukan, Tirta berkesempatan untuk berbisik di telinga Ryuga, “Kamu akan suka hadiah dariku, Ryu. Jangan lupa digunakan sebaik-baiknya dengan Claudia!” Mendengar ucapan Tirta, tampaknya Ryuga tahu apa yang dihadiahkan
Beberapa jam kemudian, saat malam menjelang acara resepsi dimulai, Aruna yang baru selesai dirias langsung tergopoh-gopoh melangkah menuju sebuah ruangan yang sudah dipersiapkan menjadi ruang tunggu pengantin.‘Pokoknya harus sempat ketemu Mommy Clau dulu!’ batin Aruna bertekad. Sebab sudah dipastikan nanti malam dia tidak akan bertemu dengan ibu sambungnya.Di sisi lain, Aruna senang karena akhirnya Ryuga dan Claudia menikah sehingga bisa hidup bersama. Di sisi lain, Aruna juga ingin memiliki banyak waktu bersama Claudia lebih lama. Tapi, Aruna lihat-lihat Ryuga sering kedapatan tidak mau berbagi Claudia dengannya.Aruna memasang senyum lemah begitu menemukan Ryuga dan Riel yang tengah mengobrol di depan ruangan pengantin. Tangannya terangkat, melambaikan tangan. “Daddy!” seru Aruna. Mata besarnya memicing, “Mommy Clau mana, Dad?” sambungnya sambil celingukan.Ditodong pertanyaan seperti itu, Ryuga langsung menjawab, “Masih di dalam, Aruna,” tunjuknya sambil mengangkat jari dan menga
Di sisi lain restoran, terdapat dua kolam renang dalam hotel Azzata. Satu berada di luar dan satu berada di dalam. Kolam renang privat di dalam ruangan terhubung dengan toilet dan ruangan ganti. Meskipun di luar juga terdapat fasilitas yang sama. Tapi, tadi … Anjani pergi ke kamar mandi yang berada dalam untuk menyelesaikan urusan pribadinya. Siapa sangka dia akan menemukan dua sosok pemuda yang sedang berenang berduaan?! Tanpa menyapa, Anjani terburu memasuki salah satu bilik kamar mandi. ‘Ada hal penting yang lebih darurat!’ Begitu Anjani ke luar dari toilet sekitar sepuluh menit kemudian, dia bermaksud menyapa dua sosok pemuda yang dikenalinya itu. Namun, pandangannya hanya bisa menangkap satu sosok pemuda saja yang masih di area kolam renang. ‘Loh, kok cuma Aland aja, sih? Perasaan tadi sama Dirga ‘kan?’ batin Anjani terdiam di depan pintu kamar mandi. Sesaat, dia merasa gamang untuk meneruskan langkah. Jantungnya berdebar lebih cepat mendapati pemuda itu sendirian. Suara bati