Begitu sampai di kantor polisi, Claudia kembali dibuat gugup. Dia menarik lengan Ryuga untuk menghentikan sejenak langkah mereka yang sudah tiba di depan pintu masuk.“Sebentar, Ryuga. Aku ingin mengatur napasku dulu,” pinta Claudia.Wajah putihnya terlihat pucat.Tangan yang ada dalam genggaman Ryuga terasa dingin. Tubuh Ryuga menghadap ke arah Claudia agar manik hitamnya bisa tepat menatap netra mata wanita itu.“Lihat aku, Claudia,” pinta Ryuga dengan tegas. Claudia menurut. Pandangannya naik untuk bisa bersitatap dengan Ryuga.“Aku tahu kamu bukan wanita pemberani,” ucap Ryuga membuka kalimat awalnya dengan suara yang tegas. Namun, belum apa-apa Claudia merasa sudah dijatuhkan oleh pria yang selalu mengatakan jika mereka bertunangan. Claudia merengut pelan. Alisnya naik sebelah.‘Ryuga ingin bilang aku pengecut?’ batin Claudia mendadak kesal.Ayolah … Ryuga sudah mengatainya wanita konyol, wanita aneh, bahkan pernah menyebutnya bodoh, dan sekarang … bukan wanita pemberani?Mana Ry
Tidak ada yang menerka, termasuk Ryuga sendiri, kala Claudia mengulas sebuah senyuman manis mendengar sapaan yang dilayangkan Claire barusan.Wanita itu merespons, “Ayo, duduk, Claire.”Respons Claudia sedikit membuat kejutan bagi Claire. Masih di posisi yang sama, Claire tampak membatin, ‘Dia pasti berpura-pura bersikap baik agar menarik simpati orang-orang … Cish, baiklah, ayo kita lakukan itu, Clau.’Perlahan Claire melangkahkan kaki untuk ikut duduk bergabung pada sofa yang diduduki Sam dan Liam.“Kak Li, aku ingin duduk sini,” pinta Claire menunjuk pada ujung sofa yang tengah diduduki oleh Sang Kakak. Dia masih merasa sebal dengan Sam dengan apa yang terjadi tadi pagi.“Ya sudah kalau mau di situ,” dengus Liam menuruti Claire agar waktunya tidak molor.Dengan posisi itu, Claire berhadap-hadapan dengan Claudia, membuatnya malas sehingga Claire mengalihkan pandangan menatap Ryuga.Dan ternyata pria itu juga tengah menatapnya! Bukan tatapan penuh kekaguman seperti miliknya, melainka
Aksi Claire yang tiba-tiba berlutut di hadapan Claudia itu jelas membuatnya tidak nyaman.Alih-alih mengundang rasa belas kasihan, yang ada malah menunjukkan jika aksi Claire tersebut mencerminkan pribadinya yang penuh drama.“Aku tidak mau bicara jika caramu meminta maaf seperti ini, Claire,” tegur Claudia dengan tegas. Pandangan Claudia mengarah pada sofa yang diduduki Claire tadi. Dia berucap, “Bangun dan kembali ke tempat dudukmu.”Semula Ryuga yang sudah merasa khawatir Claudia bisa luruh oleh air mata palsu Claire menjadi merasa yakin jika keputusan Claudia tidak bisa diganggu gugat melihat bagaimana cara Claudia merespons Claire.Claire mengusap pipinya yang basah. “Nggak mau, maafin gue dulu baru–“Claire, lekas duduk atau perlu Kakak yang menyeretmu?” ancam Liam yang menahan rasa kesalnya.Sebagai seorang Kakak, Liam tahu seberapa gigihnya usaha adiknya itu untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Sikap Claire itu sudah membuat Liam lelah sendiri.Claire menolehkan wajahnya
Sementara Claire masih terus memberontak dalam pelukan tunangannya. Bahkan semakin brutal dengan mencakar dan memukul Sam berkali-kali. “Bisa tinggalkan kami sebentar, Pak Deni?” Liam Lee bersuara. Pak Deni menganggukkan kepalanya. Dia bangkit dari duduknya dan menyuruh serta juniornya untuk meninggalkan ruangan. Saat melewati Claire, Pak Deni hanya bisa mengembuskan napas berat. “Claire, kendalikan dirimu.” Sam mengatakan itu untuk ke sekian kali. Tapi, indra pendengaran Claire seolah tidak berfungsi. “Lepaskan Claire, Sam,” pinta Liam yang tahu-tahu sudah menghampiri Sam. Menyadari jika dirinya tidak pernah bisa mengatasi kemarahan Claire, Sam akhirnya menyerah dan melepaskan wanita itu. Sam mengabaikan rasa sakit di tubuhnya akibat kebrutalan cakaran dan pukulan Claire. Dia memundurkan langkah. Maniknya bersitatap dengan Claire yang menatapnya marah. “Kak Sam nggak sayang sama aku ‘kan?” tanya Claire sambil terkekeh. Rasanya menyakitkan melihat Sam seperti melindungi Claudia
Setelah Claudia selesai menangis, wanita itu mengatakan tidak ingin pergi dengan mata yang sembab. Jadi, perjalanan menuju klinik berubah menjadi ke apartemen Ryuga.Keduanya sudah berada di apartemen. Claudia menaruh tasnya di sofa dan Ryuga berusaha menarik dasi hitamnya yang masih terpasang rapi.“Jangan dilepas dulu, Ryuga!” cegah Claudia namun sayangnya … terlambat. Dia mendesah kecewa begitu membalikkan tubuh, tahu-tahu dasi hitam itu sudah terlepas dari tempatnya.Ryuga tidak bergeming setelah berhasil mencopot dasinya. Manik hitamnya menyorot wajah Claudia yang tampak kecewa.“Aku ‘kan sudah bilang ingin melukismu … Ryuga,” ucap Claudia dengan nada yang lirih. Kepalanya menoleh ke arah kanvas yang sudah diletakkan Ryuga di atas meja.“Ya sudah, tinggal pasang lagi, Claudia,” jawab Ryuga dengan enteng menyampirkan kembali dasi yang sudah dilepaskannya itu.Entah karena suasana hatinya yang sedang tidak baik, Claudia menjadi lebih sensitif. Dia merasa terluka mendengar jawaban R
Jadi … begini ya rasanya ditolak secara tidak langsung?Claudia mengerjapkan matanya lambat. Dia tidak mengira Ryuga akan meresponsnya begitu. Apa Ryuga sengaja tengah menggodanya?“Kalau menolak ya sudah, aku tidak akan memaksa, Ryuga,” geleng Claudia. Tubuhnya berbalik untuk mengambil tas yang ada di sofa.Giliran Ryuga yang memicingkan mata mendengar respons dari Claudia. Pria itu menghampiri Claudia dan berdiri tepat di belakangnya.“Begitu saja? Kamu tidak berusaha merajuk, Claudia?”Kepala Claudia menggeleng. Dia membalikkan tubuhnya dengan hati-hati dan segera menatap Ryuga.“Aku pinjam kamar mandimu juga ya, Ryuga,” ucap Claudia menepuk bahu pria itu lantas menyunggingkan senyum.Ryuga menukik alisnya melihat Claudia pergi meninggalkannya begitu saja. Dia mendengus tidak percaya. Langkahnya memutar ke belakang, melewati Claudia, dan menerobos masuk ke dalam kamarnya, membuat Claudia menaikkan alisnya.‘Ada apa dengan Ryuga?’ heran Claudia dalam batinnya.Mencoba untuk tidak me
Mendadak Claudia setengah yakin dan setengah ragu dengan apa yang ingin coba dia lakukan.‘Sejujurnya aku takut … tapi, mengingat Ryuga yang sudah membantuku dalam banyak hal, seharusnya aku juga bisa membantunya ‘kan?’Ya, benar. Claudia hanya harus memikirkan bagaimana cara untuk membalas budi atas apa yang telah Ryuga lakukan untuknya.Suara dua dalam pikirannya ikut berbicara, ‘Tapi, yang benar saja?! Ini terlalu liar untuk seorang Claudia Mada.’Saat Claudia mencoba memikirkan itu, bunyi dering dari ponsel menyala, menandakan ada panggilan masuk. Pandangan Claudia jatuh pada saku celana Ryuga. Pun, Ryuga yang langsung merogoh ponselnya.Terdengar pria itu menghela napas. “Siapa lagi kali ini …,” gumamnya menahan rasa kesal karena aktivitas berduaan dengan Claudia selalu mendapatkan gangguan. “Tunggu sebentar, Claudia,” sambung Ryuga.“O-oke,” sahut Claudia pelan. Dia lebih memilih mendudukkan dirinya di sisi ranjang Ryuga selagi menunggu pria itu selesai dengan teleponnya.“Ya.”
Mendengar saran dari Tirta, Ryuga teringat akan ucapan tempo hari dari Bu Yuli mengenai Claudia. Jika Bu Yuli tidak bisa memberitahunya secara langsung, Ryuga akan bertanya sendiri pada Claudia.Ini bukan lagi soal penasaran. Ryuga benar-benar menaruh empati serta simpati untuk wanita yang sudah mengisi singgasana hatinya itu.“Apa dia baik-baik saja sekarang, Ryuga?” tanya Tirta di penghujung akhir pembicaraan sebelum Ryuga benar-benar menutup teleponnya.“Kurasa … ya. Aku akan ke kamar untuk melihat Claudia.” Ryuga segera mengakhiri sambungan telepon dan meneguk sisa bir pada kaleng minuman yang dia buang berikutnya pada tong tampah.Lantas Ryuga berjalan menuju kamarnya masih depan pakaian yang terbuka seperti tadi. Saat itu Ryuga menebak jika Claudia sudah tertidur.Namun, pada kenyataannya, ketika Ryuga membuka pintu kamar, dia mendapati Claudia malah asyik bermain ponsel sambil berbaring miring yang menghadap ke arah pintu.“R-Ryuga,” panggil Claudia tampak terkejut dengan matan