Sementara Claire masih terus memberontak dalam pelukan tunangannya. Bahkan semakin brutal dengan mencakar dan memukul Sam berkali-kali. “Bisa tinggalkan kami sebentar, Pak Deni?” Liam Lee bersuara. Pak Deni menganggukkan kepalanya. Dia bangkit dari duduknya dan menyuruh serta juniornya untuk meninggalkan ruangan. Saat melewati Claire, Pak Deni hanya bisa mengembuskan napas berat. “Claire, kendalikan dirimu.” Sam mengatakan itu untuk ke sekian kali. Tapi, indra pendengaran Claire seolah tidak berfungsi. “Lepaskan Claire, Sam,” pinta Liam yang tahu-tahu sudah menghampiri Sam. Menyadari jika dirinya tidak pernah bisa mengatasi kemarahan Claire, Sam akhirnya menyerah dan melepaskan wanita itu. Sam mengabaikan rasa sakit di tubuhnya akibat kebrutalan cakaran dan pukulan Claire. Dia memundurkan langkah. Maniknya bersitatap dengan Claire yang menatapnya marah. “Kak Sam nggak sayang sama aku ‘kan?” tanya Claire sambil terkekeh. Rasanya menyakitkan melihat Sam seperti melindungi Claudia
Setelah Claudia selesai menangis, wanita itu mengatakan tidak ingin pergi dengan mata yang sembab. Jadi, perjalanan menuju klinik berubah menjadi ke apartemen Ryuga.Keduanya sudah berada di apartemen. Claudia menaruh tasnya di sofa dan Ryuga berusaha menarik dasi hitamnya yang masih terpasang rapi.“Jangan dilepas dulu, Ryuga!” cegah Claudia namun sayangnya … terlambat. Dia mendesah kecewa begitu membalikkan tubuh, tahu-tahu dasi hitam itu sudah terlepas dari tempatnya.Ryuga tidak bergeming setelah berhasil mencopot dasinya. Manik hitamnya menyorot wajah Claudia yang tampak kecewa.“Aku ‘kan sudah bilang ingin melukismu … Ryuga,” ucap Claudia dengan nada yang lirih. Kepalanya menoleh ke arah kanvas yang sudah diletakkan Ryuga di atas meja.“Ya sudah, tinggal pasang lagi, Claudia,” jawab Ryuga dengan enteng menyampirkan kembali dasi yang sudah dilepaskannya itu.Entah karena suasana hatinya yang sedang tidak baik, Claudia menjadi lebih sensitif. Dia merasa terluka mendengar jawaban R
Jadi … begini ya rasanya ditolak secara tidak langsung?Claudia mengerjapkan matanya lambat. Dia tidak mengira Ryuga akan meresponsnya begitu. Apa Ryuga sengaja tengah menggodanya?“Kalau menolak ya sudah, aku tidak akan memaksa, Ryuga,” geleng Claudia. Tubuhnya berbalik untuk mengambil tas yang ada di sofa.Giliran Ryuga yang memicingkan mata mendengar respons dari Claudia. Pria itu menghampiri Claudia dan berdiri tepat di belakangnya.“Begitu saja? Kamu tidak berusaha merajuk, Claudia?”Kepala Claudia menggeleng. Dia membalikkan tubuhnya dengan hati-hati dan segera menatap Ryuga.“Aku pinjam kamar mandimu juga ya, Ryuga,” ucap Claudia menepuk bahu pria itu lantas menyunggingkan senyum.Ryuga menukik alisnya melihat Claudia pergi meninggalkannya begitu saja. Dia mendengus tidak percaya. Langkahnya memutar ke belakang, melewati Claudia, dan menerobos masuk ke dalam kamarnya, membuat Claudia menaikkan alisnya.‘Ada apa dengan Ryuga?’ heran Claudia dalam batinnya.Mencoba untuk tidak me
Mendadak Claudia setengah yakin dan setengah ragu dengan apa yang ingin coba dia lakukan.‘Sejujurnya aku takut … tapi, mengingat Ryuga yang sudah membantuku dalam banyak hal, seharusnya aku juga bisa membantunya ‘kan?’Ya, benar. Claudia hanya harus memikirkan bagaimana cara untuk membalas budi atas apa yang telah Ryuga lakukan untuknya.Suara dua dalam pikirannya ikut berbicara, ‘Tapi, yang benar saja?! Ini terlalu liar untuk seorang Claudia Mada.’Saat Claudia mencoba memikirkan itu, bunyi dering dari ponsel menyala, menandakan ada panggilan masuk. Pandangan Claudia jatuh pada saku celana Ryuga. Pun, Ryuga yang langsung merogoh ponselnya.Terdengar pria itu menghela napas. “Siapa lagi kali ini …,” gumamnya menahan rasa kesal karena aktivitas berduaan dengan Claudia selalu mendapatkan gangguan. “Tunggu sebentar, Claudia,” sambung Ryuga.“O-oke,” sahut Claudia pelan. Dia lebih memilih mendudukkan dirinya di sisi ranjang Ryuga selagi menunggu pria itu selesai dengan teleponnya.“Ya.”
Mendengar saran dari Tirta, Ryuga teringat akan ucapan tempo hari dari Bu Yuli mengenai Claudia. Jika Bu Yuli tidak bisa memberitahunya secara langsung, Ryuga akan bertanya sendiri pada Claudia.Ini bukan lagi soal penasaran. Ryuga benar-benar menaruh empati serta simpati untuk wanita yang sudah mengisi singgasana hatinya itu.“Apa dia baik-baik saja sekarang, Ryuga?” tanya Tirta di penghujung akhir pembicaraan sebelum Ryuga benar-benar menutup teleponnya.“Kurasa … ya. Aku akan ke kamar untuk melihat Claudia.” Ryuga segera mengakhiri sambungan telepon dan meneguk sisa bir pada kaleng minuman yang dia buang berikutnya pada tong tampah.Lantas Ryuga berjalan menuju kamarnya masih depan pakaian yang terbuka seperti tadi. Saat itu Ryuga menebak jika Claudia sudah tertidur.Namun, pada kenyataannya, ketika Ryuga membuka pintu kamar, dia mendapati Claudia malah asyik bermain ponsel sambil berbaring miring yang menghadap ke arah pintu.“R-Ryuga,” panggil Claudia tampak terkejut dengan matan
“Claudia.”Itu panggilan kedua Ryuga karena Claudia masih belum meresponsnya. Dia mendaratkan satu tangannya di atas lengan Claudia, membuat wanita itu tersentak dalam duduknya.Claudia langsung merespons, “Y-ya, Ryuga?”Cepat-cepat Claudia memusatkan pikirannya agar fokus. Tapi, begitu netranya fokus menatap Ryuga, kepala Claudia dibuat pening.‘Masa gini saja kamu lemah, Clau!’ cibirnya dalam hati.Masih ingat jika Claudia menyukai pria tampan? Ryuga ‘kan salah satunya. Namun, tampilan Ryuga dengan rambutnya yang sedikit acak-acakan, tidak mengenakan atasan, duduk dengan posisi kaki kiri yang ditekuk dan tangannya yang di gips bertengker di atas lututnya. Dari sudut mana Ryuga tidak tampak mempesona?Aish! Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Lantas Claudia menggelembungkan pipinya. Menyaksikan itu membuat Ryuga tertegun.Baru saja Claudia menunjukkan sisi menggemaskannya yang lain. Ryuga memainkan lidahnya di dalam mulut.“Sebenarnya ada apa, Ryuga? Aku sudah naik di ranjangmu lal
Menanti jawaban Ryuga, Claudia menggigit bibir bawah bagian dalamnya sambil menatap Ryuga lekat-lekat. Claudia mencoba menebak-nebak tentang perasaan Ryuga. ‘Apa mungkin saja Ryuga masih menyimpan rasa pada … Natasha?’ pikir Claudia menyebut nama wanita yang dia tahu adalah sosok ibunya Aruna. Ryuga memang berucap menyukainya. Tapi, Claudia tidak pernah benar-benar tahu isi hati seorang Ryuga Daksa. Memikirkan itu membuat Claudia mendaratkan jari-jarinya meremat pelan di bahu kokoh Ryuga. “Hentikan, nanti sariawanmu bisa parah, Claudia,” tegur Ryuga mengedikkan dagu ke arah bibir cherry Claudia. “Eng~” jawab Claudia menurut. Dia berhenti menggigit bibirnya sendiri. Pandangannya turun, menatap otot perut Ryuga yang terlalu sayang untuk dilewatkan. ‘Jangan salahkan aku jadi lancang begini. Salahkan saja Ryuga yang dengan sukarela mempertontonkan otot-otot perutnya yang menggoda itu,’ cibirnya dalam hati. Pria tampan dengan otot yang tidak berlebihan. Ryuga jelas termasuk tipe pria
Claudia pernah mengatakan bahwa kehilangan tidak pernah mudah untuknya.Teringat ucapan itu membuat Ryuga mengusap sisi lengan kanan Claudia kala wanita tersebut terdiam beberapa saat.“M-maaf, Ryuga.” Suara Claudia terdengar bergetar menahan tangis. Claudia terlalu lemah jika itu menyangkut dengan orang tua, terlebih Sang Mama terkasih.Pandangan Claudia naik ke atas, berusaha menghalau air matanya yang sudah menggenang di sudut mata. Dan itu tidak luput dari pandangan Ryuga.Manik hitamnya menyorot lembut. “Tidak perlu dilanjutkan sekarang, Claudia,” ucap Ryuga. Dia tidak bisa mengukur kedalaman perasaan kesedihan seseorang, termasuk kesedihan yang Claudia rasakan. Pun, sebenarnya Ryuga juga tidak tahu seberapa dalam perasaan Claudia terhadapnya.Apakah hanya sebatas menyukai? Menyukai sekali? Atau sangat menyukai sekali?Kepala Ryuga menggeleng samar. Kenapa Ryuga harus memikirkan itu sekarang. Situasinya tidak tepat. Tanpa aba-aba, Ryuga membawa Claudia ke dalam pelukannya.‘Aku m
Seorang Riel Waluyo sangat bisa diandalkan dalam pekerjaan, terutama dalam situasi-situasi darurat. Seperti yang terjadi lima belas menit lalu saat Lilia jatuh pingsan. Tanpa banyak bicara, Riel langsung membawanya untuk segera dilarikan ke rumah sakit terdekat bersama Idellia yang ikut membantu.“Tolong cepat ditangani, Sus!”Sementara Lilia ditangani oleh dokter jaga dan suster yang bertugas, Idellia langsung menatap Riel dan menepuk bahunya.“Aku mau membelikan Idellia air minum. Kamu bisa tunggu di sini temani Lilia ‘kan, Riel?” pinta Idellia penuh harap.Riel memberikan anggukan di kepala tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.“Thanks!” ucap Idellia sambil berlari ke luar dari UGD. Di perjalanan tadi, dia sempat mengecek ponsel untuk melihat keberadaan calon suami Lilia yang sudah diberitahu ketika Idellia masih berada di mobil.[Idellia: Cepat ke RS Permata, El! Lilia pingsan.]Hanya selang beberapa menit dokter melakukan pemeriksaan, dia menolehkan wajah untuk menatap Riel–sat
“Aman kok, Clau, aman.”Jawaban Lilia tampak sangat meyakinkan. Bahkan untuk membuat Claudia percaya jika dirinya baik, Lilia mendaratkan satu tangannya di atas punggung tangan Claudia lantas mengusapnya lembut.“Lihat wajah gue … emang nggak kelihatan baik-baik aja, Clau?” Selagi bertanya, air wajah Lilia menunjukkan bahwa dirinya terlihat baik.Itu dia masalahnya. Jika Idellia sangat ekspresif, Lilia adalah kebalikannya. Kedua sepupu itu memiliki sifat yang berbanding terbalik. Jadi, Claudia tidak bisa memastikan. Ditambah Claudia belum terlalu mengenal Lilia lebih jauh lagi. Claudia sendiri tipe manusia yang cukup tertutup dan sulit membuka diri. Pun, dia juga merasa Lilia masuk ke dalam tipe tersebut. Itu sebabnya keduanya cocok berteman.Claudia berdehem, “Oke, aku berusaha percaya semuanya baik.” Hatinya merasa sedih. Dia paling dekat dengan Lilia dibandingkan teman-teman dosennya yang lain.Senyum Lilia mengembang, walau kelihatan agak sedikit canggung. Kepalanya mengangguk pel
Siang itu, Claudia sudah memiliki janji akan makan siang bersama Lilia. Dan sesuai janji Ryuga, dia tidak akan membiarkan Claudia kehilangan waktu bersama temannya meskipun sudah menikah. Hanya saja, ini tidak sesuai yang dibayangkan Claudia. Pandangannya melirik Ryuga yang melangkah bersamanya ke dalam cafe. Mendadak langkahnya berhenti. Otomatis, di sebelahnya Ryuga juga menghentikkan langkah. “Tidak bisakah kamu meninggalkanku berdua saja dengan Lilia, Ryuga?” Suara Claudia terdengar putus asa. Satu kakinya menghentak kesal. Bukan apa-apa, pertemuan makan siang ini hanya untuk dia dan Lilia. Pasti ada sesuatu, duga Claudia, mengingat Lilia tidak mengikutsertakan teman-temannya yang lain. Sebuah masalah karena Ryuga ‘kan tidak diajak. Belum sempat Ryuga memberikan respons, suara Claudia mengudara lagi. “Ayo berpisah di sini saja, Ryuga.” Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Dia sedikit keberatan harus meninggalkan Claudia seorang diri. Tapi, itu pilihan Claudia. Dengan suara yang en
Claudia seringkali masih kesulitan untuk menolak permintaan Ryuga dalam urusan ranjang. Akan tetapi, sebagian besar alasannya adalah Claudia sendiri juga menikmati aktivitas keduanya. Seperti yang terjadi beberapa saat lalu, Claudia ikut dengan Ryuga ke perusahaan dan menuruti permintaannya. Mengingat itu kembali membuat Claudia tidak tahan untuk menjambak sisi rambutnya. Dia menghela napas. “Aku rasa aku sudah tidak waras!” cibir Claudia sambil menatap dirinya di depan cermin toilet. Pakaiannya sedikit berantakan dengan beberapa kancing atas yang terbuka. Ketika Ryuga menyentuhnya tadi, itu terasa tidak nyaman bagi Claudia. Tidak seperti biasanya. Demikian, dia meminta Ryuga untuk tidak menjangkau bagian dada. Setengah penasaran, Claudia mencoba menyentuh salah satu dadanya sendiri. ‘Kenapa terasa sakit, ya?’ batin Claudia sambil mengernyitkan dahinya samar. Kedua alisnya bertaut. Namun, Claudia tidak ingin memikirkannya lebih lanjut. Cepat-cepat Claudia merapikannya lalu turun
“Sudah dua bulan ….”Pagi itu tiba-tiba saja Aruna bernyanyi dengan suara yang sumbang. Mata besarnya menatap Ryuga dan Claudia bergantian. Kepalanya miring ke arah kiri. Dia pun menyeletuk, “Kapan Aruna bisa tidur bareng Daddy sama Mommy Clau?”Dua bulan waktu yang cukup bagi Ryuga dan Claudia memiliki waktu berdua. Apalagi beberapa kali Aruna mengungsikan dirinya menginap di mansion agar orang tuanya bisa bebas berpacaran. Bukankah Aruna cukup pengertian?Sekarang, Aruna juga ingin bermanja-manja pada Ryuga dan Claudia. Masa bodoh dengan umur. Toh, Aruna setuju ‘Umur hanyalah angka.’Kemudian gadis itu bertopang dagu menggunakan kedua tangan. Mata besarnya mengerjap beberapa kali seraya memasang wajah yang penuh harap layaknya emoji.Claudia yang melihat itu terkekeh pelan. Dia menaikkan satu tangannya di atas meja makan untuk bertopang dagu. Dia berpikir sejenak, “Mmm, tanya Daddy saja, Aruna,” jawab Claudia sambil melirik Ryuga penuh maksud.“Kalau Mommy sendiri, malam ini juga ay
Ada pun, di sisi lain seorang gadis muda juga wajahnya ikut memanas dibalik selimut yang dikenakan. Beberapa detik lalu, dia mendengar suara yang memanggilnya dari luar kamar. “Anjani Ruby.”DEGSuara berat itu lagi-lagi mengudara di dalam kamar hotel yang ditempatinya. Anjani menahan napas dibalik selimut. Itu … jelas-jelas bukan suara Aruna.“Gue tahu lo nggak sakit, lo cuma menghindar dari gue ‘kan?”Mata Anjani memejam erat-erat dengan debar jantung berdebar keras mendengar celetukkan suara berat familier itu di luar kamar. Anjani merasa gamang, haruskah dia menyudahi aksi menghindarinya ini?‘Tapi, aku terlalu malu untuk menunjukkan wajah di hadapan Aland hiyaaaa!’ batin Anjani menjerit. Bahkan sangking malunya, dia tidak sanggup menceritakan hal itu pada Aruna tadi. Sangking malunya, Anjani bahkan memutuskan tidak ikut dalam acara resepsi pesta Ryuga dan Claudia.Gadis itu hanya bisa berguling-guling di atas ranjang tidur sambil memikirkan kejadian di kolam renang yang terus b
Malam itu acara resepsi berjalan lancar dan terkendali. Para tamu undangan terus berdatangan dan memberikan ucapan selamat pada kedua pengantin. Kebanyakan tamu-tamu yang hadir didominasi oleh kenalan Rudi dan Aji. Pun, Ryuga sendiri hanya mengundang kolega bisnis yang dia percaya. Kini, Tirta datang beserta istri untuk memberikan ucapan selamat. Sosok Tirta memeluk Ryuga erat-erat. “Selamat sekali lagi, Ryu.” Terdengar nada suara Tirta yang mengatakannya penuh keharuan. Akhirnya setelah sekian lama menduda, teman dekatnya itu pun menikah. Keharuan lain dirasakan Tirta karena menyaksikan sendiri perjalanan kisah cinta Ryuga dan Claudia yang cukup berliku. Ryuga menyunggingkan senyum tipisnya. Dia balas menepuk punggung Tirta. “Mmm, terima kasih, Ta.” Selagi masih berpelukan, Tirta berkesempatan untuk berbisik di telinga Ryuga, “Kamu akan suka hadiah dariku, Ryu. Jangan lupa digunakan sebaik-baiknya dengan Claudia!” Mendengar ucapan Tirta, tampaknya Ryuga tahu apa yang dihadiahkan
Beberapa jam kemudian, saat malam menjelang acara resepsi dimulai, Aruna yang baru selesai dirias langsung tergopoh-gopoh melangkah menuju sebuah ruangan yang sudah dipersiapkan menjadi ruang tunggu pengantin.‘Pokoknya harus sempat ketemu Mommy Clau dulu!’ batin Aruna bertekad. Sebab sudah dipastikan nanti malam dia tidak akan bertemu dengan ibu sambungnya.Di sisi lain, Aruna senang karena akhirnya Ryuga dan Claudia menikah sehingga bisa hidup bersama. Di sisi lain, Aruna juga ingin memiliki banyak waktu bersama Claudia lebih lama. Tapi, Aruna lihat-lihat Ryuga sering kedapatan tidak mau berbagi Claudia dengannya.Aruna memasang senyum lemah begitu menemukan Ryuga dan Riel yang tengah mengobrol di depan ruangan pengantin. Tangannya terangkat, melambaikan tangan. “Daddy!” seru Aruna. Mata besarnya memicing, “Mommy Clau mana, Dad?” sambungnya sambil celingukan.Ditodong pertanyaan seperti itu, Ryuga langsung menjawab, “Masih di dalam, Aruna,” tunjuknya sambil mengangkat jari dan menga
Di sisi lain restoran, terdapat dua kolam renang dalam hotel Azzata. Satu berada di luar dan satu berada di dalam. Kolam renang privat di dalam ruangan terhubung dengan toilet dan ruangan ganti. Meskipun di luar juga terdapat fasilitas yang sama. Tapi, tadi … Anjani pergi ke kamar mandi yang berada dalam untuk menyelesaikan urusan pribadinya. Siapa sangka dia akan menemukan dua sosok pemuda yang sedang berenang berduaan?! Tanpa menyapa, Anjani terburu memasuki salah satu bilik kamar mandi. ‘Ada hal penting yang lebih darurat!’ Begitu Anjani ke luar dari toilet sekitar sepuluh menit kemudian, dia bermaksud menyapa dua sosok pemuda yang dikenalinya itu. Namun, pandangannya hanya bisa menangkap satu sosok pemuda saja yang masih di area kolam renang. ‘Loh, kok cuma Aland aja, sih? Perasaan tadi sama Dirga ‘kan?’ batin Anjani terdiam di depan pintu kamar mandi. Sesaat, dia merasa gamang untuk meneruskan langkah. Jantungnya berdebar lebih cepat mendapati pemuda itu sendirian. Suara bati