Pertanyaan Ryuga menohok perasaan Claudia. Wanita itu sempat terdiam selama beberapa detik sebelum menganggukkan kepalanya.“Bisa, Ryuga,” jawabnya dengan suara yang lemah. Claudia menyadari satu hal jika dia sudah melakukan kesalahan dengan salah paham pada Ryuga. Seharusnya Claudia mengucapkan permintaan maaf. Tapi, alih-alih mengatakan itu Claudia malah mengatakan, “Kalau begitu, aku pulang ya.”Ucapan pamit itu hanya dibalas dekhaman oleh Ryuga. “Mmmm.”Mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh, Claudia beranjak pergi dari sana tanpa menatap Ryuga untuk terakhir kalinya.Ini adalah situasi yang langka bagi Claudia. Wanita itu membatin, ‘Seharusnya aku senang nggak, sih?’Sementara Ryuga hanya menatap punggung Claudia tanpa berniat mengejarnya. Membuat Claudia kebingungan sendiri. Bertanya-tanya dalam hatinya.Tidak ingin berpikir buruk, Claudia mencoba untuk tidak memikirkannya.“Udahlah, Clau, toh biasanya juga nggak masalah ‘kan sendiri?” tanya wanita itu dengan optimis.Dia me
Perasaan kecewa menggelayuti benak Claudia setelah menemukan Ryuga sudah pergi dengan mobil mewahnya. Wanita itu sama sekali tidak bisa tertidur, padahal Claudia sudah melakukan beberapa cara agar bisa terlelap.Terakhir Claudia bahkan melakukan peregangan dengan harapan dia akan lelah dan akan jatuh tertidur. Namun, usahanya itu gagal.Claudia menendang-nendang kakinya dibalik selimut ke udara. Begitulah cara Claudia meluapkan kegundahannya.“Aishh! Bagaimana ini?”Lalu Claudiia meraih ponselnya yang diletakkan di bawah bantal dan menyalakannya. Terlihat seorang pria yang diidolakannya masih menjadi tampilan layar kunci ponselnya.“Daripada uring-uringan tidak jelas, lebih baik aku melihat suamiku dulu,” gumamnya.Ya, benar, tidak ada yang salah dengar jika Claudia menyebutkan kata ‘suami’. Claudia selalu menganggap idola pria yang disenanginya sebagai suami sendiri. Mungkin kedengarannya gila, tapi itu tidak serius.Itu hanya sebuah cara Claudia untuk membahagiakan dirinya sendiri.
"Aku bukan anak kecil … Daddy Ryuga.”Mendengar ucapan Claudia yang tampak malu-malu mau tidak mau membuat Ryuga menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum geli sendiri. Diabaikannya Tirta di sampingnya yang sudah kebingungan melihat Ryuga tersenyum seperti itu.‘Apa yang Claudia ucapkan padanya?’ heran Tirta sebab panggilan pengeras suara sudah dimatikan sehingga Tirta tidak bisa mendengar pembicaraan keduanya.Ryuga menjatuhkan kepala dan tubuhnya di punggung sofa selagi memainkan lidah di dalam mulutnya. Matanya terpejam, Ryuga sama sekali tidak berekspektasi Claudia akan memanggilnya demikian.“Benar, kamu bukan anak kecil, Claudia,” sahut Ryuga kembali membuka matanya. Dia menatap langit-langit ruangan.Bisa-bisanya Ryuga membayangkan visual Claudia di sana. Isi pikirannya sekarang penuh oleh wanita itu. Tidak ada ruangan kosong untuk memikirkan hal lain.“Anak kecil tidak mungkin menggodaku seperti yang kamu lakukan barusan, Claudia,” tambah Ryuga yang masih memperhatikan senyumnya
Mengabaikan tatapan Dirga, mata besar Aruna berbinar saat menatap Aland. Gadis itu menganggukkan kepalanya cepat.“Mau!!” sahut Aruna antusias. Aruna berpikir dengan sering bertemu Aland akan bagus untuk hubungan mereka di masa yang akan datang.“Makasih ya, Aland, kamu baik banget kayak Bu Claudia,” ucap Aruna dengan jujur.Dirga mendengus tidak percaya dia diabaikan begitu saja oleh kekasihnya. Sementara Aland tidak setuju. “Gue nggak sebaik Mbak Clau.”“Masa, sih?” Aruna bertanya dengan mata yang menyipit.Saat ini Dirga tidak dilibatkan dalam pembicaraan Aruna dan Aland sampai-sampai dia merasa bete sendiri. Kenapa Aruna malah banyak mengobrol dengan Aland dibandingkan dirinya?“Gue mau bungkus buat Mbak Clau dulu,” ucap Dirga di tengah-tengah keasyikan Aland dan Aruna.“Ya udah sana,” jawab Aland dengan enteng. Aruna juga kelihatan hanya menatap Dirga saja tanpa mengatakan apa-apa.Alhasil Dirga benar-benar pergi meninggalkan keduanya. Dan itu menjadi kesempatan bagi Aruna untuk
“Memikirkan apa, Aruna?”Melalui kaca spion tengah, Riel bisa melihat anak dari atasannya itu tampak melamunkan sesuatu. Jadi, dia memutuskan bertanya.Namun, pertanyaan Riel mendapatkan gelengan dari Aruna. Gadis itu hanya tengah terngiang-ngiang oleh ucapan Aland soal tadi. Aruna belum sempat menjawab karena Dirga sudah kembali ke meja.Pada titik itu, Aruna bersyukur karena dia takut salah bicara membalas pertanyaan Aland.“Ini kita sekalian jemput Daddy, Om Yel?” tanya Aruna membelokan topik. Lebih baik Aruna tidak memikirkan hal tersebut.Dibalik setir kemudi, Riel menganggukkan kepala. “Iya, Aruna. Dokter Tirta bilang, Pak Ryuga mabuk berat.”Begitulah informasi yang diterima Riel. Dia diberitahu bahwa supir yang sebelumnya membawa Ryuga sudah diminta untuk pulang terlebih dahulu. Tentu Ryuga sendiri yang memintanya. Alhasil Tirta langsung menghubungi Riel.“Daddy kok malah mabuk, sih,” gumam Aruna menghembuskan napas berat. “Kan Aruna nggak suka, itu juga nggak bagus buat keseh
Keesokan harinya, hampir saja Claudia dibuat kesiangan karena tidur terlalu nyenyak sampai-sampai Aland mengetuk kamar Claudia yang terkunci dari dalam.“Mbak Claudia!”Ketukan di pintu serta suara Aland yang cukup keras sukses membuat mata Claudia terbuka. Sejenak dia memandangi jendela yang masih terhalang oleh tirai. Ternyata … sudah pagi karena tampaknya langit sudah mulai terang.Namun, mata Claudia sangat berat sehingga hampir saja tertutup lagi. Tapi, sebelum itu terjadi suara Aland yang menggelegar kembali menyentak Claudia.“Ini Mbak mau bolos ngajar? Ya udah, sih, nggak apa-apa. Tapi, paling ntar potong gaji terus nggak jadi nonton konser idola Mbak!” Selepas mengatakan itu, Aland pergi tanpa memastikan Claudia benar-benar terbangun atau tidak.Pemuda itu bertaruh, Claudia pasti akan bangun. Dan tebakan Aland benar, sejurus kemudian, Claudia benar-benar bangun dari tidurnya. Dia langsung terduduk, mengucek mata, dan menyeret tubuhnya turun.“Semangat diri sendiri,” ucap Clau
Sebelum Claudia turun dari kamarnya menuju dapur untuk sarapan, sudah ada Aland dan Dirga yang duduk di meja makan. Kelihatannya keduanya sedang akur-akur saja.Bahkan Aland dan Dirga membuat sarapan nasi goreng beserta telur ceplok spesial.“Ini kebanyakan minyak,” komentar Aland setelah mencicipi nasi goreng buatan keduanya.Kebetulan tadi Dirga yang menuangkan minyak. Jadi, pemuda itu mengerutkan kening lalu menyendok sedikit nasi goreng di atas wajan yang belum diangkat.Satu dua lima detik, Dirga menelan nasi goreng yang sudah dikunyahnya. Lantas dia mendecap lidah dan merasakan langit-langit mulutnya jadi berbeda.“Kayaknya … iya,” pikir Dirga.Kedua pemuda itu saling bertatapan dan tidak mengetahui jika Claudia tahu-tahu sudah ada di dapur dan memperhatikan kedua adiknya itu.“Kalian lagi ngapain?” tanya Claudia penasaran. Dia menaruh tas serta kanvas di atas kursi. Lalu memutuskan mendekat ke arah keduanya.Aland berbalik lebih dulu. Dia bersedekap dada selagi menatap kakak pe
Akibat pertanyaan Aland tadi, alhasil Claudia memikirkannya lagi saat jam pertama mengajarnya selesai.‘Apa iya gara-gara itu? Tapi, masa, sih?’ pikir Claudia tidak habis pikir. Dengan kesadaran penuh Claudia merabai bibirnya dengan satu tangan. Lalu Claudia menggigit bagian sariawannya yang berada tepat di pinggir bibir bawah.Tidak terlalu sakit, sih, hanya lidah Claudia gatal saja ingin menyentuhnya terus-menerus.‘Ish, Claudia … kurang kerjaan sekali kamu memikirkan hal itu,’ rutuknya kemudian. Rasa-rasanya lebih pantas dan lebih baik Claudia mengevaluasi pembelajarannya di kelas.Saat ini Claudia tengah duduk di kursi ruangan dosen mejanya. Dia tidak ada jadwal mengajar lagi sebelum mengisi kelas terakhir pukul sebelas di kelas non reguler B2.Tidak sengaja pandangan Claudia mengarah pada meja sebelahnya. Tentu itu masih meja Claire Lee. Perasaan Claudia … entahlah. Wanita itu memutuskan menatap berkas yang ada di mejanya saja.Tangan yang menyentuh bibirnya tadi beralih menyentu
Seorang Riel Waluyo sangat bisa diandalkan dalam pekerjaan, terutama dalam situasi-situasi darurat. Seperti yang terjadi lima belas menit lalu saat Lilia jatuh pingsan. Tanpa banyak bicara, Riel langsung membawanya untuk segera dilarikan ke rumah sakit terdekat bersama Idellia yang ikut membantu.“Tolong cepat ditangani, Sus!”Sementara Lilia ditangani oleh dokter jaga dan suster yang bertugas, Idellia langsung menatap Riel dan menepuk bahunya.“Aku mau membelikan Idellia air minum. Kamu bisa tunggu di sini temani Lilia ‘kan, Riel?” pinta Idellia penuh harap.Riel memberikan anggukan di kepala tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.“Thanks!” ucap Idellia sambil berlari ke luar dari UGD. Di perjalanan tadi, dia sempat mengecek ponsel untuk melihat keberadaan calon suami Lilia yang sudah diberitahu ketika Idellia masih berada di mobil.[Idellia: Cepat ke RS Permata, El! Lilia pingsan.]Hanya selang beberapa menit dokter melakukan pemeriksaan, dia menolehkan wajah untuk menatap Riel–sat
“Aman kok, Clau, aman.”Jawaban Lilia tampak sangat meyakinkan. Bahkan untuk membuat Claudia percaya jika dirinya baik, Lilia mendaratkan satu tangannya di atas punggung tangan Claudia lantas mengusapnya lembut.“Lihat wajah gue … emang nggak kelihatan baik-baik aja, Clau?” Selagi bertanya, air wajah Lilia menunjukkan bahwa dirinya terlihat baik.Itu dia masalahnya. Jika Idellia sangat ekspresif, Lilia adalah kebalikannya. Kedua sepupu itu memiliki sifat yang berbanding terbalik. Jadi, Claudia tidak bisa memastikan. Ditambah Claudia belum terlalu mengenal Lilia lebih jauh lagi. Claudia sendiri tipe manusia yang cukup tertutup dan sulit membuka diri. Pun, dia juga merasa Lilia masuk ke dalam tipe tersebut. Itu sebabnya keduanya cocok berteman.Claudia berdehem, “Oke, aku berusaha percaya semuanya baik.” Hatinya merasa sedih. Dia paling dekat dengan Lilia dibandingkan teman-teman dosennya yang lain.Senyum Lilia mengembang, walau kelihatan agak sedikit canggung. Kepalanya mengangguk pel
Siang itu, Claudia sudah memiliki janji akan makan siang bersama Lilia. Dan sesuai janji Ryuga, dia tidak akan membiarkan Claudia kehilangan waktu bersama temannya meskipun sudah menikah. Hanya saja, ini tidak sesuai yang dibayangkan Claudia. Pandangannya melirik Ryuga yang melangkah bersamanya ke dalam cafe. Mendadak langkahnya berhenti. Otomatis, di sebelahnya Ryuga juga menghentikkan langkah. “Tidak bisakah kamu meninggalkanku berdua saja dengan Lilia, Ryuga?” Suara Claudia terdengar putus asa. Satu kakinya menghentak kesal. Bukan apa-apa, pertemuan makan siang ini hanya untuk dia dan Lilia. Pasti ada sesuatu, duga Claudia, mengingat Lilia tidak mengikutsertakan teman-temannya yang lain. Sebuah masalah karena Ryuga ‘kan tidak diajak. Belum sempat Ryuga memberikan respons, suara Claudia mengudara lagi. “Ayo berpisah di sini saja, Ryuga.” Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Dia sedikit keberatan harus meninggalkan Claudia seorang diri. Tapi, itu pilihan Claudia. Dengan suara yang en
Claudia seringkali masih kesulitan untuk menolak permintaan Ryuga dalam urusan ranjang. Akan tetapi, sebagian besar alasannya adalah Claudia sendiri juga menikmati aktivitas keduanya. Seperti yang terjadi beberapa saat lalu, Claudia ikut dengan Ryuga ke perusahaan dan menuruti permintaannya. Mengingat itu kembali membuat Claudia tidak tahan untuk menjambak sisi rambutnya. Dia menghela napas. “Aku rasa aku sudah tidak waras!” cibir Claudia sambil menatap dirinya di depan cermin toilet. Pakaiannya sedikit berantakan dengan beberapa kancing atas yang terbuka. Ketika Ryuga menyentuhnya tadi, itu terasa tidak nyaman bagi Claudia. Tidak seperti biasanya. Demikian, dia meminta Ryuga untuk tidak menjangkau bagian dada. Setengah penasaran, Claudia mencoba menyentuh salah satu dadanya sendiri. ‘Kenapa terasa sakit, ya?’ batin Claudia sambil mengernyitkan dahinya samar. Kedua alisnya bertaut. Namun, Claudia tidak ingin memikirkannya lebih lanjut. Cepat-cepat Claudia merapikannya lalu turun
“Sudah dua bulan ….”Pagi itu tiba-tiba saja Aruna bernyanyi dengan suara yang sumbang. Mata besarnya menatap Ryuga dan Claudia bergantian. Kepalanya miring ke arah kiri. Dia pun menyeletuk, “Kapan Aruna bisa tidur bareng Daddy sama Mommy Clau?”Dua bulan waktu yang cukup bagi Ryuga dan Claudia memiliki waktu berdua. Apalagi beberapa kali Aruna mengungsikan dirinya menginap di mansion agar orang tuanya bisa bebas berpacaran. Bukankah Aruna cukup pengertian?Sekarang, Aruna juga ingin bermanja-manja pada Ryuga dan Claudia. Masa bodoh dengan umur. Toh, Aruna setuju ‘Umur hanyalah angka.’Kemudian gadis itu bertopang dagu menggunakan kedua tangan. Mata besarnya mengerjap beberapa kali seraya memasang wajah yang penuh harap layaknya emoji.Claudia yang melihat itu terkekeh pelan. Dia menaikkan satu tangannya di atas meja makan untuk bertopang dagu. Dia berpikir sejenak, “Mmm, tanya Daddy saja, Aruna,” jawab Claudia sambil melirik Ryuga penuh maksud.“Kalau Mommy sendiri, malam ini juga ay
Ada pun, di sisi lain seorang gadis muda juga wajahnya ikut memanas dibalik selimut yang dikenakan. Beberapa detik lalu, dia mendengar suara yang memanggilnya dari luar kamar. “Anjani Ruby.”DEGSuara berat itu lagi-lagi mengudara di dalam kamar hotel yang ditempatinya. Anjani menahan napas dibalik selimut. Itu … jelas-jelas bukan suara Aruna.“Gue tahu lo nggak sakit, lo cuma menghindar dari gue ‘kan?”Mata Anjani memejam erat-erat dengan debar jantung berdebar keras mendengar celetukkan suara berat familier itu di luar kamar. Anjani merasa gamang, haruskah dia menyudahi aksi menghindarinya ini?‘Tapi, aku terlalu malu untuk menunjukkan wajah di hadapan Aland hiyaaaa!’ batin Anjani menjerit. Bahkan sangking malunya, dia tidak sanggup menceritakan hal itu pada Aruna tadi. Sangking malunya, Anjani bahkan memutuskan tidak ikut dalam acara resepsi pesta Ryuga dan Claudia.Gadis itu hanya bisa berguling-guling di atas ranjang tidur sambil memikirkan kejadian di kolam renang yang terus b
Malam itu acara resepsi berjalan lancar dan terkendali. Para tamu undangan terus berdatangan dan memberikan ucapan selamat pada kedua pengantin. Kebanyakan tamu-tamu yang hadir didominasi oleh kenalan Rudi dan Aji. Pun, Ryuga sendiri hanya mengundang kolega bisnis yang dia percaya. Kini, Tirta datang beserta istri untuk memberikan ucapan selamat. Sosok Tirta memeluk Ryuga erat-erat. “Selamat sekali lagi, Ryu.” Terdengar nada suara Tirta yang mengatakannya penuh keharuan. Akhirnya setelah sekian lama menduda, teman dekatnya itu pun menikah. Keharuan lain dirasakan Tirta karena menyaksikan sendiri perjalanan kisah cinta Ryuga dan Claudia yang cukup berliku. Ryuga menyunggingkan senyum tipisnya. Dia balas menepuk punggung Tirta. “Mmm, terima kasih, Ta.” Selagi masih berpelukan, Tirta berkesempatan untuk berbisik di telinga Ryuga, “Kamu akan suka hadiah dariku, Ryu. Jangan lupa digunakan sebaik-baiknya dengan Claudia!” Mendengar ucapan Tirta, tampaknya Ryuga tahu apa yang dihadiahkan
Beberapa jam kemudian, saat malam menjelang acara resepsi dimulai, Aruna yang baru selesai dirias langsung tergopoh-gopoh melangkah menuju sebuah ruangan yang sudah dipersiapkan menjadi ruang tunggu pengantin.‘Pokoknya harus sempat ketemu Mommy Clau dulu!’ batin Aruna bertekad. Sebab sudah dipastikan nanti malam dia tidak akan bertemu dengan ibu sambungnya.Di sisi lain, Aruna senang karena akhirnya Ryuga dan Claudia menikah sehingga bisa hidup bersama. Di sisi lain, Aruna juga ingin memiliki banyak waktu bersama Claudia lebih lama. Tapi, Aruna lihat-lihat Ryuga sering kedapatan tidak mau berbagi Claudia dengannya.Aruna memasang senyum lemah begitu menemukan Ryuga dan Riel yang tengah mengobrol di depan ruangan pengantin. Tangannya terangkat, melambaikan tangan. “Daddy!” seru Aruna. Mata besarnya memicing, “Mommy Clau mana, Dad?” sambungnya sambil celingukan.Ditodong pertanyaan seperti itu, Ryuga langsung menjawab, “Masih di dalam, Aruna,” tunjuknya sambil mengangkat jari dan menga
Di sisi lain restoran, terdapat dua kolam renang dalam hotel Azzata. Satu berada di luar dan satu berada di dalam. Kolam renang privat di dalam ruangan terhubung dengan toilet dan ruangan ganti. Meskipun di luar juga terdapat fasilitas yang sama. Tapi, tadi … Anjani pergi ke kamar mandi yang berada dalam untuk menyelesaikan urusan pribadinya. Siapa sangka dia akan menemukan dua sosok pemuda yang sedang berenang berduaan?! Tanpa menyapa, Anjani terburu memasuki salah satu bilik kamar mandi. ‘Ada hal penting yang lebih darurat!’ Begitu Anjani ke luar dari toilet sekitar sepuluh menit kemudian, dia bermaksud menyapa dua sosok pemuda yang dikenalinya itu. Namun, pandangannya hanya bisa menangkap satu sosok pemuda saja yang masih di area kolam renang. ‘Loh, kok cuma Aland aja, sih? Perasaan tadi sama Dirga ‘kan?’ batin Anjani terdiam di depan pintu kamar mandi. Sesaat, dia merasa gamang untuk meneruskan langkah. Jantungnya berdebar lebih cepat mendapati pemuda itu sendirian. Suara bati