Paling tidak, Ryuga bisa menahan diri untuk tidak menghampiri Dimitri dan mengatakan, “Jangan mengganggu tunanganku!” sampai pertandingan benar-benar selesai. Atau paling parah menyuruh Claudia untuk tidak mengikuti set berikutnya. Tidak mungkin. Jadi sepanjang sisa pertandingan, senyum mahal Ryuga terenggut. Yang ada hanya aura mencekam yang bisa dirasakan oleh Riel, Diana bahkan Aruna. “Ayo pergi,” ajak Ryuga di sisa menit pertandingan terakhir. Pria itu menolehkan wajah ke arah Aruna. Meskipun menyeramkan di mata orang lain, tapi di depan Aruna, Ryuga selalu memasang wajah yang hangat namun tetap tegas. “Pertandingannya belum beres, Dad. Kita belum tahu siapa yang lolos ke babak final,” ujar Aruna menatap Ryuga tidak mengerti. “Tim voli prodi dosenmu kalah, Aruna,” ucap Ryuga dengan entengnya. Pria itu mengembuskan napas. “Claudia tidak akan menang.” Sontak saja Aruna keheranan mendengar ucapan Daddy-nya itu. Satu alisnya bertaut. ‘Kalau Daddy mengatakan ini pada Bu Clau, ras
Tapi, memangnya ada hantu berjenis pria tampan? Lalu bermasker pula?!Sosok yang Claudia duga sebagai hantu melepaskan bekapan tangannya sehingga Claudia bisa bicara sekarang, “Ryuga?!” serunya kaget.Dia mengais napas banyak-banyak seraya memalingkan wajah karena sosok tersebut tepat berada di hadapan Claudia.Pada detik yang sama, Ryuga menendang ujung pintu dengan kaki kirinya sehingga pintu tertutup rapat-rapat dengan bunyi yang nyaring.Claudia mengerjapkan mata, terkejut bukan main. Debar jantungnya mulai berdetak berlebihan, antara takut dan senang bahwa Ryuga ada di hadapannya.“Mmm, ini aku,” sahut Ryuga dengan enteng. Satu tangan Ryuga menarik masker putihnya turun lantas beralih meraih dagu Claudia agar wanita itu menatap lurus ke arahnya.Manik hitam Ryuga menyorotnya tajam dengan kedua alis yang bertaut. Ini tatapan yang sering Claudia lihat sejak awal-awal mengenal Ryuga.“Sudah ada lampu di sini. Kenapa tatapanmu masih menunjukkan kalau kamu takut, Claudia?” tanya Ryug
Alih-alih menjawab pertanyaan Claudia, Ryuga malah mendekatkan wajahnya. Refleks, Claudia memalingkan wajah ke arah samping, menghindar. Pun, Ryuga hanya menatap wajah Claudia dari jarak beberapa senti lalu mendengus tidak percaya. Ryuga … ditolak. Hening. Hanya napas keduanya yang saling bersahutan. Claudia merasa gugup bukan main. Takut jika membuat pria itu marah. Tapi, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan demikian. Maka, Claudia memutuskan untuk bicara terlebih dahulu. “Jangan lakukan apa pun pada Pak Dimitri, Ryuga,” ucap Claudia benar-benar serius. Sebelum Ryuga memprotesnya, Claudia menambahkan, “Bagaimana pun kontrak di antara kita masih berlaku ‘kan, Ryuga?” “Pak Dimitri hanya rekan dosen bagiku.” Claudia masih tetap dalam posisinya. Tidak mungkin Claudia membuat kepalanya menoleh karena Ryuga masih tepat di depan pipinya. Sial. “Katakan sambil melihatku, Claudia,” tantang Ryuga menarik mundur wajahnya. Namun, dia sama sekali tidak menjauhkan tubuhnya. Claudia mencob
Satu dua … lima detik Ryuga menunggu Claudia bersuara, namun yang Ryuga dengar hanya deru napas keduanya yang saling bersahutan.Meskipun saling bertatapan, Ryuga bisa melihat Claudia tampak memikirkan banyak hal. Satu yang tidak Ryuga temukan, yakni ketakutan yang ada dalam netra Claudia.“Apa pertanyaan itu terlalu sulit untuk kamu jawab, Claudia?”Kepala Ryuga rasanya menjadi pening. Sepertinya malam ini dia akan mandi dengan air dingin untuk menyegarkan baik pikiran maupun tubuhnya.“Uhm ….” Claudia menimbang, dia sudah mempersiapkan jawabannya.Namun, belum sempat berucap, Ryuga menyela, “Jawab saja antara ya atau tidak.” Itu jawaban pasti.“Tanpa tapi!” tegas Ryuga menambahkan.Seketika itu Claudia meneguk ludahnya. Dalam jawabannya memang terdapat kata hubung ‘tapi’. Jadi, bagaimana?“Kenapa tidak boleh tanpa tapi?” protes Claudia. Alisnya naik sebelah.Ryuga mendengus dan menyugar rambutnya ke belakang. Dia menusukkan lidahnya ke pipi sebelum menjawab Claudia, “Pertanyaanku bu
“Berhenti menggodaku, Ryuga,” ucap Claudia merengut pelan. “Aku … mau pulang.” Raut wajahnya terlihat memelas.Posisi Claudia seperti anak kucing yang sedang terjepit. Dia hanya bisa kembali menarik ujung kaos Ryuga. Pandangan Ryuga turun untuk melihat hal tersebut. Dia mendengus.“Oke.”Jawaban singkat Ryuga sontak membuat Claudia memelotot tidak percaya.‘Kenapa nggak daritadi, sih, Ryuga?’Baru Claudia akan menghela napas lega, tapi Ryuga menarik tangan Claudia hingga tubuhnya menempel padanya.Ya, Ryuga memeluk Claudia. Pria itu menaruh dagu di pundak wanitanya. Jika tangan kirinya sudah berfungsi dengan baik nanti, dia akan memeluk Claudia dengan kedua tangannya.“Kenapa, Ryuga?” tanya Claudia heran. Setelah itu, Claudia merasakan usapan lembut si belakang kepalanya. Siapa lagi jika bukan Ryuga yang melakukannya?“Meski amatir, kamu tampak keren saat bermain tadi, Claudia,” ucap Ryuga baru menyinggung soal pertandingan.Perasaan Claudia terenyuh. Claudia hanya bisa pasrah jika de
Setelah melalui hari yang padat, Claudia sudah memutuskan untuk tidur di jam tujuh malam. Dia memakai piyama dan sudah membaringkan diri di ranjang tidur.“Hmmm, selamat tidur Claudia. Terima kasih untuk kerja kerasmu hari ini,” ucapnya pada diri sendiri.Lima detik setelah memejamkan mata, tiba-tiba terlintas ingatan apa saja yang sudah terjadi hari ini. Dan ingatan yang muncul dalam kepalanya adalah tentang Ryuga.Cepat-cepat Claudia kembali membuka mata dan menggelengkan kepalanya keras-keras. Bukan hanya soal ingatan saja, Claudia seolah bisa merasakan sentuhan Ryuga pada bibirnya.Refleks Claudia menyentuh bibir cherry-nya dan bergumam, “Ngapain malah mikirin Ryuga coba Clau?” tanyanya tidak habis pikir.Karenanya, jantung Claudia jadi bertalu-talu lagi dengan cukup cepat. Claudia langsung mengubah posisi tidurnya menjadi miring. Netra matanya bisa langsung menemukan buket bunga yang diletakkannya di meja.Claudia menggigit bibir. Dalam batinnya dia berbicara, ‘Ah, aku belum semp
Rencana Claudia untuk tidur lebih awal tidaklah terlaksana. Dia bergegas ke supermarket depan tanpa berniat mengganti pakaiannya terlebih dahulu.‘Mau ketemu Ryuga ini kok, bukan ketemu Presiden,’ pikir Claudia.Toh piyamanya juga panjang dan tertutup. Claudia hanya membawa selembar uang yang ditaruh dibalik belakang case ponselnya serta barang tadi yang disimpan di saku celana.Tidak lupa, Claudia mengunci pintu sebelum pergi. Larissa memberikan kunci cadangan rumah pada Claudia semenjak dirinya tinggal di kamar loteng.Diam-diam Claudia bersyukur Dirga dan Aland sedang tidak di rumah. Kalau ada, dengan alasan apa Claudia harus pergi?Beberapa menit kemudian, Claudia sampai dengan selamat tanpa tersandung. Dia sengaja mengangkat celana piyamanya tinggi-tinggi agar lebih leluasa bergerak.Begitu Claudia masuk dan membuka pintu supermarket, seorang karyawan pemuda tempo lalu menyapanya dibalik kasir.“Selamat malam. Selamat datang di supermarket Impian,” ucapnya.Lalu dibalik bulu mata
Setelah Claudia pikirkan, tidak perlu ada yang harus dibicarakan. Dia hanya perlu menyerahkan ‘barang’ itu pada Ryuga lalu kembali pulang ke rumah.‘Ya, begitu, serahkan lalu pulang,’ ucap Claudia membatin. Karena seringkali apa yang dia pikirkan tidaklah sama dengan apa yang dia lakukan.Lalu Claudia merasakan sesuatu menyentuh keseluruhan pundaknya. Kepala Claudia menoleh sedikit dan menemukan jas hitam yang Ryuga pakai tersampir di pundaknya.“Pakai, Claudia,” titah Ryuga menundukkan pandangannya. Terdengar tidak ingin dibantah.Ingin menolak, tapi percuma saja bagi Claudia. Padahal dia sama sekali tidak kedinginan karena piyamanya panjang dan hangat.Claudia sepenuhnya menghadapkan tubuh pada pria itu. Kini Ryuga hanya mengenakan kaos putih yang tampak pas di tubuhnya. Membuatnya tidak kehilangan ketampanannya walau satu persen.“Kenapa menatapku seperti itu, Claudia?” tanya Ryuga setelah Claudia menatapnya lamat-lamat.Jelas pertanyaan itu membuat Claudia malu sendiri. Dia kedapa
Jika Anjani sudah sampai di komplek perumahannya, maka Aruna masih dalam setengah perjalanan. Ryuga mengemudikan mobilnya dengan penuh kehati-hatian.“Pundakmu pasti pegal, Claudia,” ucap Ryuga selagi manik hitamnya memperhatikan dibalik spion tengah mobil.Claudia menggelengkan kepalanya. “Aku masih bisa menahannya, Ryuga,” balasnya sambil menundukkan pandangan agar bisa menatap wajah menggemaskan Aruna yang tampak damai.Bibir Claudia menyunggingkan senyum. Tangannya gatal untuk tidak menyentuh ujung hidung Aruna. Meskipun bukan putri kandung Ryuga, tapi Claudia rasa hidung Aruna dan Ryuga sangat mirip.Dan siapa sangka sentuhan jari telunjuk Claudia di hidung Aruna membuat gadis itu mengerutkan dahinya samar.“Aruna …,” panggil Claudia mengerjapkan matanya. Karena detik setelah itu, gadis yang sedang menyandarkan kepalanya di pundak Claudia mulai membuka mata.Suara erangan pelan terdengar. “Daddy ….” Pandangan Aruna yang sedikit mengabur mulai tampak jelas. Dia melihat Ryuga duduk
Claudia gamang. Dia ingin menjawab, tapi takut salah. Tapi, tidak dijawab sepertinya lebih salah lagi. Ekor mata Claudia melirik Ryuga, ‘Bisa-bisanya Ryuga menanyakan itu di saat seperti ini?’Kepala Ryuga menatap lurus ke depan. Dia mendengus tidak percaya. Rasa-rasanya Ryuga tidak akan berpikir selama itu jika Claudia menanyakan hal yang serupa.“Akan aku pikir-pikir dulu, Ryuga,” jawab Claudia pada akhirnya. Tepat setelah Claudia meluruskan pandangannya, matanya memicing untuk melihat dua orang gadis yang terlihat duduk di bawah pohon, lebih tepatnya yang satu tengah berbaring.Mulut Ryuga terbuka, hendak menimpali. Namun, tertahan oleh suara Claudia. Wanita itu juga mengarahkan jari telunjuknya ke depan, membuat manik hitam Ryuga bergerak mengikutinya.“I-itu Aruna dan Anjani, Ryuga!” seru Claudia. Wanita itu sama sekali tidak sedang berusaha mengalihkan topik. Karena untuk sekarang, lebih baik fokus pada Aruna.Ryuga memarkirkan mobilnya di tepi jalan tidak jauh dari tempat Aruna
Karena pertolongan dua pemuda itu, Aruna dibaringkan di sisi lapangan tepat di bawah pohon yang cukup rindang sehingga tidak terpapar sinar matahari secara langsung.Usai membaringkan Aruna, Aland menatap ke arah gadis yang diduga sebagai teman larinya Aruna.“Kenapa Aruna bisa sampai pingsan segala?!” protesnya.Ditodong pertanyaan seperti itu, siapa yang tidak kesal? Anjani tidak merasa dirinya salah, alhasil dia menyahut santai. “Mana aku tahu. Kamu tanya Aruna saja.”Aland yang hendak menyahut lagi tertahan karena tangannya disentuh oleh pemuda yang bersamanya. “Tidak perlu marah-marah segala, Al. Mending kamu belikan Aruna minuman hangat.”“Sekalian sama minyak kayu putih, ya!” tambah Anjani. Takut disemprot lagi, Anjani menambahkan, “Biar Aruna cepet sadar ‘kan?!”Kalau bukan untuk Aruna, Aland mana mau. Mengembuskan napas berat, Aland pun berdiri lalu pergi meninggalkan keduanya.Entah kenapa Anjani merasa lucu melihat wajah kesal Aland yang tertahankan. Namun, fokusnya langsun
Tidak ingin menyia-nyiakan hari terakhir libur sebelum masuk perkuliahan, Aruna dan Anjani pagi-pagi sekali sudah siap dengan setelan training dan sweater rajut.Ya, keduanya memutuskan untuk berjalan sehat mengitari lapangan lari yang jaraknya tidak jauh dari kampus.“Nggak diantar Daddy kamu, Runa?” tanya Anjani begitu melihat Aruna yang datang turun dari ojek online.Aruna menggelengkan kepalanya. “Daddy lagi nggak ada.”“Emang Daddy kamu ke mana?” tanya Anjani lagi. Dia merasa penasaran. Anjani mengimbangi langkah Aruna untuk berjalan santai. Bukan berarti Anjani memutuskan tidak berlari seperti orang-orang di sekitarnya karena tahu Aruna memiliki asma, tapi itu karena Anjani malas saja. Dasar.Mata besar Aruna melirik teman dekatnya dengan senyum yang terlihat mengerikan. “Cari Mommy baru buat aku.”TUKKK“Aww, Anjani sakit!” ringis Aruna saat mendapatkan jitakan di pinggir dahinya.Tidak ada tanda-tanda Anjani menunjukkan perasaan bersalahnya. Dia malah mengajukan pertanyaan lag
Jika bukan karena alarm yang sudah menjerit-jerit, sepasang pria dan wanita yang tidur dalam satu ranjang itu tidak akan terbangun dalam bersamaan.Sang wanita berhasil membuka matanya lebih dulu. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, dia merasakan pergerakan dari sisi ranjangnya yang memang tidak begitu besar.Begitu menoleh, dia mendapati sesosok pria tampan yang tanpa mengenakan atasan juga tengah menolehkan kepalanya. Keduanya bertukar pandangan.“Saya bisa jelaskan–“Nggak perlu, gue inget apa yang terjadi semalam kok,” selanya dengan santai. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Dia kembali berucap, “Gue nggak akan minta pertanggung jawaban apa pun dari lo.” Nada bicaranya terdengar sangat serius sehingga membuat Sang pria mengerutkan dahinya samar.“Seharusnya saya bisa membantu Anda dengan cara yang lain, Nona Lilia.” Sang pria menyebutkan nama wanita yang terbaring di sebelahnya.‘Cara lain?’ batin Lilia sambil mendengus kasar. Satu-satunya cara yang ampuh untuk melep
Dilihat dari sudut mana pun, jika dari luar Claudia tampak baik-baik saja. Wanita itu baru saja berdiri dari kursi meja riasnya dan tengah memunguti kapas kotor untuk dibuangnya ke dalam tong sampah kecil di sudut ruangan.Namun, belum sempat beranjak pergi, ada sepasang tangan yang melingkari perutnya.“Ryuga,” tegur Claudia dengan suara yang mengalun lembut.Alih-alih mengerti maksud teguran halus itu, Ryuga malah sengaja mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping Claudia.“Biarkan seperti ini dulu. Aku masih merindukanmu, Claudia.” Suara rendah Ryuga yang berbisik tepat di belakang cuping telinga Claudia membuat wanita itu merasa kegelian.Pandangan keduanya beradu tatap melalui cermin rias milik Claudia. Manik hitam pria itu menyorotnya lembut. Dan sudah bisa dipastikan itu memicu debar di dada Claudia.Untuk mengalihkan itu, Claudia memutuskan bertanya selagi dirinya teringat, “Apa aku tidak salah dengar kamu menyebut nama Lilia, Ryuga? Apa terjadi sesuatu padanya?”Ryuga mende
Dibalik Ryuga dan Claudia yang kini sudah tiba di flat, lain lagi Riel yang harus terjebak bersama Idellia. Pria itu kesulitan mencari celah untuk melarikan diri sebab Idellia yang kini setengah mabuk tampak gelonjotan di lengannya.Kewarasan Idellia pasti berkurang sebab dia dengan berani menyentuh lengan bisep Riel yang tampak berotot. Idellia bergumam, “Wow, ototmu besar juga!”Ekspresi Riel menunjukkan kerisihannya. Dia belum pernah bertemu wanita seagresif Idellia. Maka, sehalus mungkin Riel mencoba menepis lengan Idellia.Selain dia tidak suka bersikap kasar pada wanita, Idellia adalah teman dari Claudia.“Saya harus pergi, Nona Idellia. Sepertinya Pak Ryuga dan Bu Claudia juga sudah tidak lagi di Club,” beritahu Riel sambil menundukkan wajah untuk melihat ke arah kepala Idellia yang sekarang tengah bersandar di sebelah pundaknya.Pria itu mengembuskan napas beratnya. Kalau seperti ini, bagaimana caranya agar dia pergi?“Kamu … pergi?” lirih Idellia. “Jangannnn~,” jawabnya denga
Untuk apa menghindar jika tidak mempunyai salah? Lagipula … percuma saja menghindari Ryuga. Ditambah posisi untuk Claudia kabur sangat tidak memungkinkan karena kedua tangan Ryuga mencengkram sisi-sisi kursi yang diduduki Claudia. Wanita itu merasakan detak jantungnya meningkat kala bersinggungan mata dengan manik hitam Ryuga. Sesaat Claudia memejamkan matanya, ‘Astaga … jantungku.’ Rasanya seperti ingin meledak. Bertepatan Claudia membuka mata, suara berat Ryuga mengudara, “Ikut aku sekarang, Claudia!” Ucapannya jelas tidak ingin dibantah. Begitu tangan kiri Ryuga menyentuh lengannya, pandangan Claudia turun untuk melihat. Entah sejak kapan gips di tangan Ryuga berhasil dilepaskan. Tapi, yang pasti Claudia merasa bersyukur. Claudia tidak terlalu memperhatikan saat acara pameran berlangsung tadi. Sekarang, tahu-tahu saja Ryuga melepaskan lengan Claudia. Manik hitamnya menyorot Claudia tajam. “Mau aku gendong atau berjalan sendiri, Claudia?” tanyanya tidak sabar. Ditambah kedua
Pencahayaan lampu yang berkelap-kelip itu tidak terbiasa dilihat oleh netra mata Claudia sehingga dia membutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi. Selain itu, ada hal lain yang membuat Claudia tiba-tiba saja menolak bergabung ke lantai dansa.“Nanti aku menyusul. Aku merasa haus, ingin pesan minuman,” beritahu Claudia beralibi.Untung saja yang lain tidak curiga. Zoya menyahut, “Oke, Clau.” Lantas Zoya, Praya, dan Fanya berlalu pergi. Meninggalkan Claudia dan Lilia yang berdiri bersisian.Claudia menolehkan wajahnya ke arah Lilia. “Kamu … mau pesan minuman juga, Lilia?”Wanita itu merespons dengan menganggukkan kepala. Lalu Lilia baru menolehkan wajahnya. Tanpa mengatakan apa pun, dia menyambar lengan Claudia dan menariknya pergi menuju meja bartender.Claudia pasrah saja tangannya ditarik karena sejujurnya dia sudah tidak memiliki energi apa pun. Pandangannya tampak kosong dan Claudia tidak memperhatikan kondisi sekitar, termasuk ekspresi wajah Lilia yang tampak berubah sedikit gelisah.