Lila menghela napas pelan. Dia tatap wajah suaminya. "Aku percaya, Mas. Aku percaya padamu," ucapnya dengan tatapan lembut.Wajah David perlahan mulai terlihat lega. Pria itu pun tersenyum lembut. "Terima kasih, Sayang. Aku bersumpah akan menyelesaikan masalah ini secepatnya," ucapnya sembari memeluk Lilara."Iya, Mas," sahut Lila membalas pelukan suaminya.David bersyukur memiliki istri seperti Lila yang tidak langsung menerima informasi secara mentah. Wanita itu selalu berkepala dingin. Semakin besarlah cinta David terhadapnya.Keduanya menikmati pelukan hangat tersebut. Lila benar-benar suka berada dalam dekapan suaminya, merasakan aroma parfum David yang begitu lembut. Membuatnya tenang dari ketegangan yang sempat mendera hatinya sejak tadi."Oh iya, Mas. Bagaimana kalau besok aku mulai berangkat ke kantor?" tanya Lila saat dia melepaskan pelukan.David menatap wajah sang istri. "Jangan dulu ...." tolaknya lembut pada usulan Lilara."Tapi ....""Aku mengerti kamu pasti ingin meneg
Tatapan mata tak percaya kini ditujukan pada sang bos ketika David baru saja tiba di perusahaannya sendiri. Gladys pun tak terlihat batang hidungnya sejak membuat kekacauan."Kasihan sekali Gladys. Dia sepertinya trauma," ucap salah satu rekan Gladys yang bersimpati pada wanita itu."Pastinya. Apa lagi bajunya sampai terbuka kaya gitu.""Benar ... Aku nggak nyangka kalau Pak David bakalan berbuat seperti itu. Ternyata orang sedingin apa pun juga bakalan nafsuan, ya?"Terdengar beberapa cemoohan yang dilontarkan oleh beberapa karyawan wanita yang sedang berkumpul. Mereka tentu saja hanya berani mengutarakan pendapatnya secara sembunyi-sembunyi."Aku kemarin denger sendiri kalau ternyata Gladys itu mantan pacarnya Pak David," ucap salah satu teman Gladys yang cukup dekat dengannya."Apa?!"Orang-orang yang mendengarnya pun terkejut. Tak menyangka jika seorang karyawan biasa seperti Gladys merupakan mantan kekasih dari bos mereka."Serius?""Iya. Kemarin waktu Gladys nangis dia cerita se
Wajah David sudah tak ramah lagi. Pria itu benar-benar marah dengan tindakan Gladys yang tak bermoral. Akan tetapi semua tuduhan itu kini malah tertuju padanya. Hingga dua hari ini Gladys tak juga menampakkan dirinya di kantor."Jadi dia tidak datang lagi?" tanya David pada salah satu bawahannya yang dia perintahkan untuk menjemput Gladys."Iya, Pak. Menurut teman-temannya dia sakit," jawab pria itu.David menatap datar padanya. Membuat pria itu ketakutan akan sikap dinginnya. "Kalau begitu kita buat pengumuman. Lagi pula aku tidak bersalah. Rekaman itu memang tidak ada, tapi bukan aku yang menghapusnya."Bawahan David terdiam, tak berani memberikan tanggapan. Lalu pria itu melirik ke arah Farhan yang juga diam menunggu perintah dari sang direktur."Kamu sudah menyiapkannya, Farhan?" tanya David."Sudah, Pak. Besok pers akan datang. Beberapa dari mereka dari media online," jawab Farhan."Bagus. Aku tidak mau orang-orang di luar perusahaan ikut menilai dengan seenaknya tentang diriku d
Kedatangan David yang memasuki kantor perusahaannya menjadi pusat perhatian bagi para wartawan. Pria itu pun segera duduk pada kursi yang telah disediakan untuknya. Kini dia menghadap pers untuk memberikan konfirmasi mengenai skandalnya. Tak lupa dia juga menyiapkan beberapa bukti yang telah didapat. Semua kamera wartawan mulai menyorot wajah tampan sang direktur muda. Pria itu tampak begitu tenang dan kini waktunya memberikan penjelasan. Farhan pun duduk di sebelahnya untuk membantu memberikan bukti dan keseksian, begitu juga dengan Cindy sebagai perwakilan perusahaan. "Pak David, apakah benar Anda melakukan tindakan tidak senonoh bersama salah satu karyawan wanita Anda?" Pertanyaan itu pun akhirnya disampaikan. David tak memberikan senyuman apa pun. Aura dinginnya benar-benar terasa oleh orang-orang yang berada di sekitarnya. Pria itu pun menarik napas sebelum memberikan jawaban. "Seperti yang kita ketahui, foto yang tersebar sudah semakin luas. Bahkan sudah dihapus pun masih
"Mah ... Aku harus segera ke sana," ucap Lila. Wanita itu merasakan ada sesuatu hal yang buruk yang akan terjadi."Tapi di sana ....""Aku harus ke sana, Mah," ulang Lila sembari beranjak dari duduknya. Dia terlihat khawatir.Helena menatap wajah sang menantu. "Kalau begitu Mamah ikut," sahutnya. Tentu saja Helena tak akan membiarkan menantunya pergi seorang diri.Kedua wanita itu pun segera pergi meninggalkan kediaman Davidson dan Lilara. Mereka langsung menuju ke kantor perusahaan DR yang kini sedang terdapat banyak orang.Sementara itu, Gladys melangkahkan kakinya semakin dekat dengan David. Wanita itu memasang ekspresi sedih di hadapan para wartawan."Kamu seharusnya malu!" ucap Gladys sembari menunjuk wajah David. Dia berdiri sekitar tiga meter dari sang direktur."Apa sih maunya?" gumam Cindy merasa kesal dengan tingkah wanita itu."Tenanglah, Cindy," ucap David. Namun pria itu sebenarnya yang paling harus menahan kemarahannya. Terlihat jelas di wajahnya bahwa dia tak suka denga
Kilatan kamera para wartawan terus saja menyorot seperti sambaran petir. Wajah Lucas semakin pucat ketakutan. Anak laki - laki itu menatap bingung kemudian memeluk ibunya yang sedang mengklaim bahwa Davidson adalah ayah biologis putranya.Kamera juga menyorot pada David yang kaget atas pernyataan menghebohkan dari Gladys. Pria itu terdiam dengan ekspresi yang tak dapat diartikan."Kita pernah pacaran, bukan? Kamu sendiri juga mengakuinya. Dan sekarang saat kamu tahu bahwa aku melahirkan anakmu, kamu mau lepas tanggung jawab, begitu?" teriak Gladys dengan air mata.David terdiam. Pikirannya melayang ke masa lalunya saat dia bersama Gladys. Kenangan - kenangan indah kini tiba - tiba terlintas di dalam otaknya. Memanggil memori bahwa Gladys dulunya merupakan gadis yang paling berharga dan selalu dia lindungi. Juga ... dia jaga kehormatannya."Tidak mungkin!" bantah pria itu lagi. Dia ingat betul bahwa dia belum pernah menyentuh Gladys sampai sejauh itu. Hal yang paling lancang yang perna
"Mas David ... Kenapa kamu tega menyembunyikan anak kamu dengan mantan kekasihmu?" tanya Lila dengan tatapan sedih dan kecewa.David membulatkan kedua matanya. Tak percaya bahwa sang istri juga akan mempercayai ucapan dari Gladys.Sementara itu, Gladys menatap wanita cantik yang pernah dia temui satu kali. Wanita yang pernah menolong anaknya yang tersesat di mall.'Jadi dia istrinya David? Benar - benar menyebalkan! Pantas saja penampilannya terlihat begitu mewah. Ternyata dia menghabiskan uang dari David!' gumam Gladys dalam hati. Tatapan iri kini dia tujukan pada Lilara.Kehadiran Lila tentu saja menjadi pusat perhatian. Apa lagi wanita itu terlihat begitu anggun dan kini mempertanyakan soal anak kecil yang datang memanggil sang direktur DR sebagai ayahnya."Lila ...." gumam David masih tak percaya. Bahkan Farhan dan Cindy juga kaget mendengar pertanyaan dari atasan mereka. Tak disangka bahwa Lila seolah memihak pada Gladys."Mas David ... Aku tanya, kenapa Mas David menyembunyikan
Tatapan semua orang kini tertuju pada Lilara yang berhasil menggandeng anak kecil tersebut. Kini Lucas berada dalam genggaman Lila. Gladys pun menatap wanita cantik di hadapannya.Sementara itu, David menatap tak percaya pada sang istri yang malah terlihat membela masa lalunya. Rasa sesak sekaligus amarah mulai merambati hatinya."Jika demikian, Lucas mau kan menuruti permintaan Kakak?" tanya Lila dengan lembut."Iya," jawab Lucas dengan polosnya. Anak laki - laki itu langsung patuh pada Lilara dari pada dengan ibu kandungnya."Baiklah!" Lila menegakkan badannya. Dia menatap ke para wartawan. Air mata pun dia hapus agar dirinya terlihat tegar."Mas David, aku masih nggak bisa percaya ini. Anak tak bersalah ini menjadi korban keegoisan orang tuanya ...." ucap Lila dengan lantang.David tersentak. Istrinya menatapnya dengan tatapan tegas. Helena pun juga mengangguk mengiyakan ucapan menantunya. Sedangkan Gladys tak dapat menyembunyikan lagi senyumannya."Sebagai bentuk tanggung jawab su