Share

Bab 2

Author: Natasha Kurniawan
last update Last Updated: 2024-12-17 15:31:51
Keringat dingin membasahi tubuh Kiara.

Keesokan harinya, Kiara pergi ke kampus untuk menghadiri kelas. Setelah selesai, saat dia bersiap keluar dari gerbang kampus, tiba-tiba terdengar suara dari belakangnya, "Kiara!"

Seketika, tubuh Kiara membeku mendengar suara itu.

Detik berikutnya, Tedy Thomas, mantan pacarnya menerobos kerumunan orang dan langsung menggenggam tangannya, lalu bertanya, "Kiara, kenapa kamu menghindariku? Jelaskan padaku! Kita baik-baik saja, kenapa tiba-tiba minta putus begitu saja?!"

Emosi Tedy sangat tidak stabil dan amarahnya mengundang perhatian banyak orang.

Kiara sangat ketakutan. Dia menatap Tedy tanpa berani mengucapkan sepatah kata pun.

Beberapa hari terakhir ini, Tedy terus mencarinya. Keputusan dadakan Kiara untuk mengakhiri hubungan mereka dan pergi tanpa penjelasan membuat Tedy kebingungan. Padahal sebelumnya, hubungan mereka sangat manis dan Tedy bahkan sudah merencanakan untuk menikah setelah lulus. Lalu, mengapa semua ini berubah?

"Kiara, apa yang sebenarnya terjadi? Tolong bicarakan denganku!"

Namun, Kiara tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Dia panik dan mencoba mendorong Tedy menjauh. Saat dia berbalik, terdengar suara teriakan Tedy, "Kiara!"

Sebuah mobil mendadak berhenti berjarak satu meter di depan Kiara. Matanya membesar, menatap mobil itu.

Kiara melihat wajah orang di dalamnya, Billy Tandean.

Karena rem mendadak, tubuh Billy yang duduk di kursi belakang juga sedikit terdorong ke depan. Setelah memastikan dirinya baik-baik saja, Billy menoleh ke arah sopir yang bertanya dengan cemas, "Pak Billy, kamu baik-baik saja?"

Billy mengangguk tanpa berkata apa-apa. Kemudian pandangannya tertuju pada sosok di depan mobil.

Kiara?

Dari dalam mobil, Billy mengerutkan kening dan menatap Kiara lama sekali. Detik berikutnya, seorang pemuda dengan wajah cemas muncul di pandangannya. Pria tersebut berkata, "Kiara, kamu baik-baik saja?"

Kiara masih terbengong menatap Billy yang berada di dalam mobil.

Entah berapa lama berlalu, orang di sekitar semakin banyak dan Billy yang duduk di dalam mobil juga turun.

Kemunculannya, seketika perhatian orang-orang sekitar langsung tertuju padanya. Mungkin karena aura dan pesonanya yang begitu mencolok, sulit bagi siapa pun untuk mengabaikannya.

Tedy tidak mengenali siapa pria yang baru saja turun dari mobil itu. Dia masih sibuk memastikan apakah Kiara terluka atau tidak. Namun, Billy langsung berjalan menuju Kiara dan bertanya, "Nggak menabrakmu, 'kan?"

Kiara yang masih diliputi rasa terkejut hanya bisa menatapnya dengan bingung. Dia sama sekali tak menyangka pria itu akan turun dari mobil.

"Kak ... Kak Billy."

Mendengar panggilan itu, Tedy langsung terdiam, matanya beralih menatap pria tersebut.

Billy mengulurkan tangannya pada Tedy dan memperkenalkan diri, "Salam kenal, namaku Billy Tandean."

Tedy pernah mendengar nama ini. Dia adalah tunangan Martha, kakaknya Kiara.

Tedy segera menjawab, "Salam kenal, Pak Billy."

Namun, ekspresi Billy tetap datar. Dia jelas mengerti situasi yang terjadi antara Kiara dan Tedy barusan. Setelah beberapa saat, dia beralih memandang Kiara dan berkata, "Kamu mau ke mana? Mau kuantar?"

Billy menanyakan pendapatnya, jika Kiara menolak, dirinya akan segera pergi.

Namun, Kiara yang gemetaran hanya ingin segera pergi dari tempat itu. Dia segera menjauh dari Tedy. Tanpa pikir panjang, dia langsung menjawab, "Iya ... boleh."

Dia bahkan tak menyebutkan tujuannya, hanya terburu-buru masuk ke dalam mobil untuk menghindari Tedy.

Tedy tersadar dan berusaha menghentikan Kiara lagi, "Kiara, kita bicara sebentar dulu, ya? Tolong!"

Namun, saat Tedy mengulurkan tangannya, Billy langsung menghalanginya, "Apapun itu, bisa dibicarakan setelah kalian tenangkan diri masing-masing. Kurasa tempat ini bukan lokasi yang tepat untuk membahas masalah."

Tedy menatap orang yang menghalanginya dan kekeh, "Pak Billy, benar-benar ada hal penting yang harus kubicarakan dengan Kiara."

Namun, ekspresi Billy tetap dingin dan menjawab, "Kalau begitu, bicarakan saja besok."

Tanpa memberikan kesempatan menjawab, Billy menatap Kiara lagi dan berkata, "Ayo, naik ke mobil."

Tedy masih mencoba mendekat lagi, tetapi kali ini dihentikan oleh sopir Billy.

Tedy yang dihalang hanya bisa berteriak dari kejauhan, "Kiara ... !"

Langkah Kiara berhenti sejenak.

Dari dalam mobil, Billy memerhatikan gerak-gerik Kiara. Matanya sedikit fokus.

Setelah beberapa detik terdiam, akhirnya Kiara melangkah maju dan naik ke dalam mobil.

Di dalam mobil, Kiara duduk di sebelah Billy. Setelah sopir kembali ke tempatnya, Billy pun menutup matanya sesaat dan memerintahkan, "Jalan."

Mobil mulai bergerak menjauh dari gerbang kampus. Ketika mobil melaju, wajah Tedy terlihat melintas di kaca jendela tempat Kiara duduk. Kiara merasa dadanya seperti ditinju, sakitnya begitu menusuk hingga sulit bernapas. Namun, dirinya tetap berusaha keras menutupi emosinya, hanya duduk diam dengan tubuh yang kaku.

Billy yang duduk di sampingnya tidak memandangnya langsung, tetapi bisa melihat ekspresi Kiara melalui kaca spion. Perasaan sakit yang luar biasa dan usaha kerasnya untuk menyembunyikan semua itu.

Perlahan Billy menarik pandangannya dari spion, ekspresinya terlihat tanpa minat.

Akhirnya, suara rendahnya memecah keheningan di dalam mobil, "Itu pacarmu?"

Billy tahu bahwa Kiara punya pacar semasa kuliah.

Kiara hanya merasa kepalanya semakin berat, suaranya tersendat, "Sekarang ... sudah bukan."

Kiara menjawabnya dengan susah payah.

"Kalian bertengkar?"

Tanya Billy lagi.

Kiara menjawab jujur, "Kami putus."

Mendengar jawabannya, Billy tak memberikan reaksi apapun. Dia tidak menanyakan lebih lanjut alasan putus mereka.

Ekspresinya tetap tenang, seperti lapisan salju tipis di atas rumah yang sulit ditebak apa yang tersembunyi di bawahnya.

Kiara tak menangis. Dia mengenakan celana jeans, sepatu putih dan kaus putih polos, penampilan khas mahasiswi yang seharusnya ceria. Namun, wajahnya terlihat muram dan tak bercahaya, seperti pare yang tumbuh tanpa cahaya sinar matahari.

Billy tidak pernah menghibur gadis muda yang patah hati, hanya terdiam cukup lama sebelum akhirnya berkata kepada sopir, "Ada permen?"

Sopir sempat bingung, lalu tiba-tiba teringat bahwa beberapa hari lalu mereka mendapat bingkisan permen dari acara perayaan kelahiran anak seorang teman Billy. Sopir itu segera menjawab, "Ada, Pak Billy."

Dia mengambil sekotak permen yang dibungkus rapi dari laci mobil dan menyerahkannya ke belakang. Billy mengambil permen itu, melihatnya sebentar, lalu menyodorkannya kepada Kiara. "Cinta di masa kuliah memang begitu, ada putus dan nyambung. Makan permen ini, mungkin akan terasa lebih baik."

Kiara menunduk, meremas dadanya yang terasa nyeri. Dia tertegun melihat permen itu.

"Kakakmu suka makan permen kalau lagi badmood."

Nada suara Billy tetap datar, tetapi ada sedikit kesabaran dan kehangatan di baliknya. Kiara tahu, kehangatan ini muncul hanya karena Billy mengingat kakaknya.

Dia menatap permen itu tanpa mengambilnya.

"Aku pernah dengar Martha bilang kamu juga suka makan permen," lanjut Billy.

Namun, Kiara tetap tidak mengambilnya. Dia memalingkan wajah, sikapnya terlihat keras kepala, tetapi memancarkan kesan patuh dan sopan, tak ingin menoleh untuk melihatnya.

Related chapters

  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 3

    Billy memang tidak pandai menghibur gadis muda, dia juga tidak tahu kata-katanya yang tadi membuat Kiara tersinggung. Melihat Kiara enggan mengambil permen itu, dia mengerutkan kening, terdiam beberapa detik dan akhirnya meletakkan permen itu.Setelah beberapa lama melaju, tiba-tiba mobil terhenti. Kiara sedikit terkejut melihat gerbang rumah sakit dari balik jendela mobil.Billy juga tak menyangka mobil sudah sampai di rumah sakit. Jadi, dia hanya bertanya, "Sudah sampai di rumah sakit, kamu mau sekalian jenguk kakakmu?"Ekspresi Kiara terlihat sedikit tegang. Sebenarnya, sejak Martha sakit hingga dirawat di rumah sakit, dirinya jarang menjenguknya. Hubungan mereka memang tidak begitu dekat.Billy jelas tahu bagaimana hubungan Kiara dan Martha. Bagaimanapun juga, perbedaan usia mereka cukup jauh, ditambah lagi mereka adalah saudara tiri, wajar saja kalau mereka tidak dekat."Belakangan ini suasana hatinya nggak begitu baik. Dia mungkin akan senang kalau kamu menjenguknya.“Ucap Billy

    Last Updated : 2024-12-17
  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 4

    Billy berjalan ke sisi ranjang dan duduk, wajahnya penuh kelembutan dan bertanya, "Merasa baikan? Mau makan apel?"Martha yang terbaring di ranjang rumah sakit menggeleng pelan, menjawab, "Masih agak nggak enak badan, juga nggak begitu ada selera."Kemudian, Martha dengan antusias memanggil Kiara yang masih berdiri di pintu, "Kiara, ayo masuk!"Kiara yang berdiri di depan pintu menyaksikan suasana di dalam ruangan dengan ragu, kemudian melangkah masuk perlahan. Setelah berada di dalam, suasananya terasa sunyi dan agak canggung. Telapak tangan Kiara terus berkeringat, sedangkan Billy tetap terlihat santai. Dia merapikan selimut yang menutupi tubuh Martha dengan tenang.Dengan ramah, Martha bertanya, "Kiara, mau makan apa, nggak?"Kiara melirik sekilas ke arah Martha dan melihat ekspresinya tetap biasanya saja, seolah tidak ada yang aneh. Justru dirinya sendiri yang merasa aneh.Kiara mencoba menghilangkan kecanggungannya dan menjawab pelan, "Terserah."Mendengar jawaban itu, Martha ters

    Last Updated : 2024-12-17
  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 5

    Dengah wajah memerah, Kiara mundur dari pelukan Billy, menunduk memandang kekacauan di lantai. Kiara segera membungkuk untuk memungut anggur yang berceceran. Saat Kiara membungkuk, Billy juga ikut membungkuk.Keduanya secara kebetulan meraih anggur yang sama, membuat tangan mereka bersentuhan.Tangan Billy terasa lembab dan hangat.Wajah Kiara semakin menunduk dan tanpa sadar menarik kembali tangannya.Tentu saja, Billy juga menyadari gerakannya. Dia juga menarik kembali jarinya.Suara di luar membuat Martha bertanya, "Kiara, ada apa?"Mendengar suara Martha, Billy menjawab dengan tenang, "Nggak apa-apa."Kiara terdiam dan tidak bergerak lagi. Kemudian, Billy dengan cepat memunguti anggur yang tercecer, mencucinya kembali."Kamu bersihkan dirimu dulu, aku pergi duluan."Usai bicara, Billy melangkah keluar dari pantry sambil menggulung lengan bajunya kembali hingga rapi.Kiara berdiri diam di tempat dengan jantung yang masih berdegup kencang. Tangannya tanpa sadar mencengkeram salah sa

    Last Updated : 2024-12-17
  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 6

    Kiara menjalani hari-harinya dengan linglung dan setengah bulan pun berlalu.Pagi ini, Kiara membawa alat tes kehamilan ke kamar mandi. Dia sudah beberapa kali menggunakan alat ini sebelumnya, jadi tidak terasa malu dan cemas seperti pertama kali yang bahkan tak bisa membaca petunjuknya karena tangannya yang gemetaran.Namun, ketika menunggu hasilnya beberapa menit, Kiara tetap merasa gelisah. Harapannya bercampur dengan kecemasan, sampai akhirnya dia melihat hanya satu garis yang muncul. Dia tak menyerah, lalu mengulanginya sekali lagi sesuai langkah-langkah yang benar.Hasil yang sama muncul lagi. Saat menyadari itu, dia berdiri di kamar mandi dengan mata tertutup rapat dan wajah penuh kesedihan.Kenapa seperti ini? Kenapa masih belum berhasil? Kenapa masih belum hamil?Kiara turun ke lantai bawah seperti orang kehilangan arah. Saat melihatnya, ibu tirinya langsung bangkit dari sofa dan mendekatinya, tak lupa bertanya, "Kiara, bagaimana hasilnya?"Alice tampak khawatir.Kiara terdiam

    Last Updated : 2024-12-17
  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 7

    "Kalau kamu masih merasa nggak nyaman, coba anggap saja aku sebagai temanmu."Teman? Teman bisa tidur bersama di ranjang? Kiara tak tahu bagaimana cara menghadapi semua ini.Billy terus diam, menunggu jawaban darinya. Kiara tahu bahwa Martha tak bisa menunggu lebih lama lagi dan Alice juga tak akan membiarkannya terus mengulur waktu.Dia seperti berdiri di ujung tebing, tanpa ada jalan untuk mundur.Mengingat dua kali kejadian sebelumnya saja masih membuatnya takut. Dia gemetaran cukup lama, napasnya tersengal-sengal, sampai akhirnya mengucapkan satu kalimat seperti sebuah kompromi, "Baiklah, aku mengerti."Setelah mendengar jawabannya, setelah beberapa saat, barulah Billy menjawab datar, "Iya, nanti aku antar kamu pulang."Usai bicara, Billy tidak tinggal lebih lama di hadapannya. Mungkin karena merasa sudah selesai bicara, dia berbalik masuk ke dalam kamar.Tangan Kiara yang bergantung di sisinya mengepal erat.Ketika Billy masuk ke kamar, seorang perawat sedang dengan sabar merawat

    Last Updated : 2024-12-17
  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 8

    Keduanya saling berciuman cukup lama hingga akhirnya Billy melepaskan bibir Kiara.Billy bertanya, "Merasa lebih baik? Hm?"Kiara merasa canggung, dia benar-benar belum siap secara mental dan tidak tahu harus menjawab apa.Billy tidak memaksanya, hanya menunggu respon dari ekspresi wajahnya.Napasnya mereka saling bertautan, saling bersinggungan, terkadang dalam dan terkadang dangkal."Hm?"Tanya Billy lagi.Sinar bulan dari luar menembus masuk, menyinari di wajah keduanya. Di bawah cahaya bulan itu, wajah Billy tampak begitu tegas dan tampan. Hidungnya yang mancung menyentuh lembut hidung Kiara."Jangan takut, ya?"Billy seperti sedang menghiburnya.Dia terus menunggu, tangannya menopang tubuh Kiara, tetap sabar menanti. Setelah cukup lama, bibirnya yang sempat berhenti di dekat bibir Kiara kembali mendekat untuk menciumnya. Namun, Kiara segera memalingkan wajahnya untuk menghindar.Bibir Billy akhirnya mendapat di cuping telinganya.Keduanya membeku dalam posisi itu, tidak ada yang b

    Last Updated : 2024-12-17
  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 9

    Keesokan paginya, Kiara turun ke lantai bawah. Alice tidak bertanya tentang detail kejadian tadi malam, apalagi tentang ke mana mereka pergi. Sebaliknya, Alice malah menyuguhkan semangkuk sup herbal untuk Kiara.Sebenarnya, Kiara sangat takut jika Alice bertanya.Perasaan tidak nyaman seperti privasinya dilanggar terus menghantuinya. Dia selalu merasa seperti orang yang telah dlucuti pakaiannya dan dipertontonkan di depan umum.Setelah selesai meminum sup itu, Kiara berkata, "Kalau begitu, aku pergi ke kampus dulu."Beberapa waktu terakhir, dia mengambil cuti hingga hari ini. Dia merasa sudah waktunya kembali ke kampus."Iya, pergilah."Tanpa banyak bicara lagi, Kiara meninggalkan rumah dan menaiki taksi menuju kampus. Di dalam taksi, tangannya memegang ponsel. Dia menunduk dan melihat layar ponsel itu.Ada sebuah nomor telepon yang tertera nama Billy Tandean.Itu adalah nomor yang disimpan oleh Billy ke dalam ponselnya tadi malam, katanya untuk mempermudah komunikasi.Jemari Kiara men

    Last Updated : 2024-12-17
  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 10

    Ayah Shully segera berdiri dari kursinya dan berkata, "Maaf sekali, Pak Billy. Anakku bilang ingin membawa seorang teman untuk makan bersama, tapi mereka sedikit terlambat di perjalanan. Semoga kamu nggak keberatan."Dengan gaya santainya, Billy tidak menunjukkan rasa keberatan sedikitpun. Dengan tenang, dia menjawab, "Meja ini memang nggak banyak anak muda, topik pembicaraan kita juga terlalu serius dan membosankan. Pas sekali, kehadiran mereka bisa menyegarkan suasana." Sambil menikmati perjamuan yang disiapkan Benny Chunata, ayahnya Shully, tiba-tiba Billy memandang ke arah Kiara dan berkata, "Kiara, ayo ke sini." Kiara melangkah ke sisi meja bundar depan Billy. Dengan sopan, dia menyapa, "Kak Billy."Benny terlihat bingung dengan apa yang terjadi, sementara Billy yang berdiri di bawah sorotan lampu tampak puas melihat Kiara yang mendekatinya.Melihat ekspresi kebingungan Benny, Billy pun memperkenalkan, "Kiara itu adiknya Martha."Siapa Marta? Semua orang di meja itu langsung mem

    Last Updated : 2024-12-17

Latest chapter

  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 50

    Pelayan menjawab sambil tersenyum, "Sudah pulang, lagi ganti baju di lantai atas."Mendengar itu, Billy mengangguk. Saat hendak berjalan menuju tangga, pandangannya tertuju pada sesuatu di meja dekat sofa. Langkahnya terhenti, lalu membungkuk dan mengambil kotak obat yang ada di sana.Pelayan itu teringat bahwa dia lupa memasukkan barang milik Kiara kembali ke tasnya. Dengan tergesa-gesa, dia berkata, "Pak Billy, sepertinya itu barang milik Bu Kiara, aku yang keluarkan dari tasnya."Tatapan Billy yang awalnya tenang kini berubah tegang. "Punya Kiara?""I ... iya, punya Bu Kiara."Raut wajah Billy menjadi dingin, "Dia di atas?"Pelayan merasa suasana berubah menjadi tidak nyaman, "Iya ... di kamar atas."Tanpa membuang waktu, Billy berjalan cepat menuju lantai atas.Kiara baru saja selesai mengganti pakaian di kamar. Dia sedang berdiri di depan meja rias untuk mengambil anting kecilnya, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Kiara langsung menoleh ke arah pintu.Dengan panik, dia berdiri dan me

  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 49

    Kiara menarik tangannya perlahan dari genggaman Billy, "Aku lupa tadi."Billy juga menarik kembali tangannya, "Yasudah, pergilah ke kelas.""Iya, Kak Billy," jawab Kiara dengan lembut, lalu membuka pintu mobil dengan hati-hati kali ini, memastikan tangannya yang terluka tidak terbentur lagi.Setelah memastikan Kiara masuk ke gerbang kampus, mobil Billy pun melaju pergi.Namun, Kiara masih merasakan kehangatan yang tertinggal di pergelangan tangannya, seperti ada jejak yang tak bisa dihilangkan, meski dirinya sudah berusaha mengabaikannya.Siang harinya, Kiara dan Shully memutuskan untuk membolos kelas yang tidak terlalu penting. Mereka berjalan-jalan di luar kampus. Setelah beberapa waktu, Shully bertanya, "Kiara, kamu tinggal di mana sekarang?"Kiara sedang memegang gaun yang menarik perhatiannya. Mendengar pertanyaan itu, dia menjawab cepat, "Ah, aku tinggal di rumah."Shully mengangguk, "Kupikir kamu tinggal di asrama beberapa hari ini."Kiara tersenyum lemah dan menjawab, "Nggak, a

  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 48

    Setelah lukanya selesai dibalut, pelayan tidak membiarkan Kiara tetap berada di dapur dan mengusirnya ke meja makan. Kiara baru duduk dan melihat Billy sudah ada di sana.Saat itu, langit di luar masih gelap, waktu baru menunjukkan pukul enam pagi.Keduanya diam, tak saling bicara.Billy meletakkan koran di tangannya, lalu bertanya, "Lukanya dalam?"Pertanyaannya terdengar seperti basa-basi saja.Kiara menggigit bibirnya dan menggeleng, "Nggak."Matanya melihat ke bawah, bulu matanya memantulkan cahaya lembut dari lampu, bergetar seperti dilapisi kilauan halus.Mendengar jawabannya, Billy hanya menggumam pelan sebagai tanggapan dan tidak bertanya lebih jauh, kembali membaca korannya.Tak lama kemudian, pelayan membawa hidangan pertama ke meja. Ruang tamu sunyi, pelayan itu segera kembali dapur setelah meletakkan makanannya.Di dapur, pelayan sempat berpikir, kenapa kedua orang ini bangun begitu pagi? Mereka terlihat seperti tidak tidur semalaman.Namun, pelayan itu tak bisa memastikan

  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 47

    Kiara merasa agak tidak nyaman ketika dicium oleh Billy selama beberapa detik, matanya basah, bibirnya terus bergumam, "Kak Billy, kenapa kita sudah begitu sering, tapi tetap nggak berhasil?"Kiara mulai meragukan dirinya sendiri, apakah dirinya mandul, mengingat sudah sekian lama dan begitu sering, tapi belum ada tanda-tanda kehamilan.Dia terisak dan berkata lagi, "Aku tahu kamu nggak tertarik padaku, tapi hanya dengan segera hamil, kita bisa terbebas dan kamu bisa bersamanya bersama kakak tanpa bertengkar lagi. Aku nggak mau menunggu lagi, tolong Kak Billy."Kata tolong yang dia ucapkan justru seperti menambah bensin pada api yang sudah menyala."Kiara, kamu nggak tahu bahwa kata tolong nggak boleh diucapkan dalam situasi seperti ini?" Billy berhenti mencium bibirnya, menatapnya dengan tatapan tajam.Kiara terdiam sejenak, tidak langsung menjawab kata-kata itu, wajahnya terlihat agak ragu.Dia juga tidak tahu kenapa dirinya mengatakan kata-kata itu, tapi dia benar-benar tidak punya

  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 46

    Tiba-tiba, terdengar suara dari pintu ruang kerja, Billy pun menoleh ke arah pintu. Pintu terbuka dan sosok bayangan dengan gaun tidur putih melangkah masuk.Melihat Kiara datang, tangan Billy yang sedang memijat pelipis langsung terhenti.Kiara berdiri di depannya tanpa bergerak."Kiara?" tanya Billy sambil mengangkat alisnya."Kak Billy, kamu belum tidur? Aku sudah menunggumu sejak tadi."Tatapan Billy mulai menjadi lebih dalam dan serius, dia terus menatap gadis yang berdiri di depannya.Sebenarnya, dirinya sama sekali tidak punya niat seperti itu malam ini. Namun, dia tak menyangka Kiara akan datang dan mendorong pintu ruang kerjanya. Tatapannya yang tajam terus memandang tubuh kecilnya, sementara suaranya terdengar datar, "Aku sudah mau tidur."Tangan Kiara perlahan meremas gaun tidurnya, "Kalau begitu, aku ... ""Balik ke kamarmu saja."Ujar Billy memotongnya dengan tegas, wajahnya terlihat tanpa ekspresi.Kiara mengangkat kepalanya sedikit, menatapnya dengan bingung, tidak mema

  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 45

    Billy mengambil sendok dari mangkuk sup dan mencicipi sedikit.Kiara mengangkat matanya, sedikit berharap dan bertanya, "Bagaimana rasanya?"Rasa sup itu segar dan manis, dengan aroma khas dari bengkoang.Namun, Billy hanya memberikan komentar singkat, "Lumayan."Mendengar jawabannya, Kiara tidak tahu apakah itu sekedar basa-basi atau sungguhan. Dia sedikit kecewa dan hanya menjawab pelan, "Oh."Billy menyadari perubahan nada suaranya, tetapi berpura-pura tidak tahu dan bertanya, "Kenapa?"Kiara menggeleng dan menjawab, "Nggak ada." Kemudian duduk di kursinya.Pelayan yang sedang menghidangkan makanan berkata pada Kiara, "Pak Billy sangat jarang makan malam di rumah. Ini adalah pertama kalinya setelah setengah tahun ini."Kiara terkejut dan menatap pria di depannya dengan heran.Billy meletakkan sendoknya dan menjelaskan, "Aku sibuk dengan pekerjaan dan jamuan biasanya. Tapi karena ini hari pertama kamu tinggal di sini, aku rasa sebaiknya menemanimu makan malam."Kiara merasa sedikit t

  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 44

    Sebenarnya, Billy tidak ingin membuat Kiara merasa canggung. Jadi, dia hanya menjawab, "Yasudah, anggap saja ini rumahmu sendiri. Aku akan usahakan pulang lebih awal malam ini."Kiara mengangguk lagi, tetapi di tengah anggukannya, kepalanya tiba-tiba berhenti.Entah mengapa, kalimat itu membuatnya sedikit berpikir berlebihan. Tangannya yang memegang alat makan tanpa sadar membeku.Malam harinya, setelah Kiara pulang, Billy belum juga kembali. Salah satu pelayan keluar untuk menyambutnya, "Bu Kiara."Kiara berhenti di depan pelayan itu dan bertanya, "Kamu sedang sibuk di dapur?"Pelayan itu sedikit terkejut mendengar pertanyaannya, tetapi segera menjawab, "Aku belum siapkan makan malam, kamu mau menunggu sebentar?"Mendengar itu, Kiara segera meluruskan, "Oh, bukan itu maksudku. Aku hanya mau membantu di dapur, kebetulan aku juga nggak ada urusan."Pelayan itu menyadari bahwa Kiara tampaknya masih merasa canggung berada di rumah ini. Setelah berpikir sejenak, dia mengangguk, "Baiklah, k

  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 43

    Setelah mendengar langkah kaki dari lantai bawah, Kiara yang bersembunyi di balik pintu langsung terdiam.Pak Billy? Kak Billy sudah pulang?Tangannya yang memegang pintu semakin erat, tapi entah kenapa, rasa takut di hatinya perlahan mereda. Dia keluar dari kamar gelap yang asing itu.Saat itu, Billy baru saja memasuki aula utama. Seorang pembantu sedang berbicara dengannya. Setelah beberapa saat, pandangan Billy langsung tertuju pada Kiara yang muncul dari kamar di lantai atas.Billy menghentikan langkahnya.Kiara juga berdiri di lantai atas, menatapnya dari kejauhan.Billy berjalan mendekatinya. Ketika sampai di depannya, dia berhenti dan berkata, "Kalau ada yang dibutuhkan, katakan saja."Kalimat itu menunjukkan bahwa Billy ingin Kiara merasa nyaman di rumah ini. Namun, Kiara malah merasa canggung dan tidak tenang.Billy melanjutkan lagi, "Kalau ada syarat yang mau kamu ajukan, katakan saja. Aku akan memberikan apapun semampuku."Setelah berpikir sejenak, Kiara menjawab, "Kak Billy

  • Pesona Lembut Sang Istri   Bab 42

    Di sini, Kiara merasa seperti orang luar yang tidak punya hak untuk terlibat dalam percakapan mereka. Dia bisa merasakan hubungan rumit antara Billy dan Martha. Akhirnya, dia mengangguk pelan dan berbalik keluar dari ruangan.Begitu dia pergi, kamar itu kembali sunyi dan dingin seperti sebelumnya.Kemudian, Billy memandang Alice dan Benedict dengan dingin dan berkata, "Aku perlu bicara berdua dengan Martha."Benedict dan Alice juga tidak berani ikut campur dengan urusan mereka. Keduanya mengangguk pelan dan meninggalkan ruangan.Setelah mereka pergi, Billy menatap Martha yang terus menangis. Wajahnya sangat muram dan dengan nada dingin dia berkata, "Karena ini yang kamu mau, aku akan melakukannya dengan baik."...Sementara itu, Kiara kembali ke ruangannya. Dia duduk di ranjang tanpa bergerak, merasa seperti jatuh ke dalam jurang tanpa dasar. Dia benar-benar tidak tahu bagaimana cara untuk keluar dari situasi ini.Namun, belum setengah jam berlalu, seseorang masuk ke kamarnya. Itu adal

DMCA.com Protection Status