Share

5. Janji Tiga Tahun Lalu

"Aku nggak nyangka kalau Kak Bumi ngikutin kami!" seru Ola jengkel ketika mereka sampai di apartemen milik Bumi yang terletak di daerah Dago.

Alih-alih membawa Ola pulang ke kosan gadis itu, Bumi berputar ke arah apartemennya. Dia tahu gadis manja itu bakal ngamuk-ngamuk karena aktiviasnya dengan dengan Rean merasa terganggu. Dan benar, Bumi sengaja mengikuti Ola. Hanya untuk memastikan keamanan gadis itu.

Segalanya terasa normal ketika Rean membawa Ola ke mall. Namun ketika keduanya ke Bandung bersama dan membawa Ola ikut serta ke kamar hotel, radar bahaya Bumi langsung bereaksi.

"Kalau aku nggak ngikutin kalian, kalian mau apa di kamar hotel berdua tadi?"

Dahi Ola berkerut, alis gadis itu hampir menyatu. "Kami nggak ngapa-ngapain. Aku cuma pengin lihat kamar hotel itu sambil numpang istirahat. Emang salah?"

"Masih nanya emang salah? Kalian baru kenal semalam, kalau kamu diapa-apain sama anak yang baru pulang dari New York itu gimana?!"

Ola terhenyak saat suara Bumi tiba-tiba meninggi. Dia langsung mengkeret dan menunduk. Tidak berani menjawab lagi. Biar gimana pun, sebenarnya dia bersyukur karena Bumi datang tepat waktu. Kalau tidak, mungkin saja Rean sudah berbuat kurang ajar padanya.

Bukan hanya Ola, Bumi pun terkejut sendiri. Dia terlalu khawatir dengan gadis itu sehingga agak lepas kontrol dan membentaknya.

"Ola, Aku—" Spontan ucapannya terhenti ketika Ola langsung menubruk tubuhnya dan memeluknya erat-erat. Seketika Bumi menyesal sudah bersikap keras. Dia menghela napas, lalu secara perlahan membalas pelukan gadis itu.

"Aku salah. Aku minta maaf. Tadi aku kelewatan. Makasih Kak Bumi udah cepat-cepat datang," ucap Ola akhirnya. Dia makin tenggelam ke dalam pelukan pria itu.

Kalimat terakhir Ola membuat kening Bumi mengernyit. "Rean ngapain kamu?" tanya pria itu cepat seraya melepas pelukan Ola. Dia menatap khawatir gadis itu dengan mata melebar.

"Dia nggak ngapa-ngapain. Tapi—"

"Tapi apa? Dia nggak lukain kamu kan?"

Ola menggeleng tegas, dan tiba-tiba tersenyum melihat reaksi anak asuh papinya itu.

"Kenapa kamu senyum? Apa yang dia lakuin ke kamu?" Bumi makin terlihat tak santai dan gusar.

"Aku nggak apa-apa, Kak. Tenang dulu dong. Dari tadi marah-marah terus," ujar Ola dengan bibir mengerucut. Namun itu belum terlihat cukup membuat Bumi tenang.

"Gimana aku bisa tenang. Tadi itu kamu—"

"Iya. Aku kan udah ngaku salah. Tadi itu..." Ola memutar kakinya lantas melangkah perlahan menjauh, untuk kemudian berbalik lagi menghadap Bumi yang tengah menunggu lanjutan ucapannya. "Tadi itu Rean izin mau cium aku. Kalau Kak Bumi tadi nggak datang mungkin—"

"Mungkin kalian udah ciuman. Begitu?" Bumi memelototi gadis itu. Namun yang ditatap malah terkekeh.

"Nggak dong. Aku nggak akan biarin orang lain ngambil first kiss aku, kecuali Kak Bumi."

Jawaban malu-malu Ola serta-merta membuat Bumi tidak bisa berkata-kata lagi. Dia mendadak kaku di tempat dengan wajah lempeng andalannya. Dua alis tebalnya sedikit naik.

"Ulang tahunku yang ke-20 tinggal dua bulan lagi loh, Kak," ujar Ola lagi sambil mengulum senyum, dan menggoyang-goyangkan lengan.

Bumi menelan ludah, dan segera mengerjapkan mata. Berusaha tetap mengendalikan kewarasannya karena gadis itu mulai bertingkah absurd lagi.

"Kak Bumi nggak lupa kan sama janji kakak tiga tahun lalu?"

Ola makin gencar membuat pria di depannya itu mati gaya. Dan dia terlihat sangat senang melihat telinga Bumi memerah seperti ada yang membakarnya. Tiga tahun lalu ketika merayakan sweet seventeen, dia minta kado spesial dari Bumi. Namun pria itu tidak memberikannya.

"Kamu itu masih 17 tahun, bisa-bisanya minta kado aneh-aneh," ujar Bumi waktu itu.

"Masa cium aneh sih, Kak. Teman-temanku bahkan udah sering melakukannya dari SMP sama pacarnya."

Bumi sukses dibikin syok oleh ucapan Ola saat itu. Dia terkejut selama beberapa saat dan kontan memberi ceramah panjang kepada gadis itu. Ya meskipun hanya numpang lewat saja di telinga putri bungsu Daniel itu.

"Terus kapan dong aku dapat ciuman pertamaku?" rengek Ola, makin membuat Bumi pusing dengan ABG labil itu.

"Nanti kalo kamu umur 20 tahun." Itu jawaban asal Bumi saja, karena setelah itu dia buru-buru pergi meninggalkan Ola dan segera menghampiri Daniel yang tengah memanggilnya.

Dan sekarang, Ola tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Jangan salahkan dia yang agresif. Ola terlalu gemas dengan lelaki itu. Sudah sangat lama mereka dekat, tapi Bumi tidak kunjung mengatakan cinta. Padahal Ola sangat yakin kalau anak asuh papinya itu memiliki perasaan yang sama dengannya.

Di depannya, Bumi masih belum bereaksi. Pria itu sama sekali tidak menduga Ola akan menganggap serius ucapan asalnya dulu itu. Jujur, dia tidak bisa berkutik ketika ditagih seperti itu. Bumi berdeham, mengembalikan kembali ekspresinya yang mungkin sekarang terlihat aneh.

"Aku lupa," ucapnya sambil mengalihkan pandang. Dia bergerak membuka jaket dan melangkah menuju standing hanger di sudut ruangan. Lupa adalah jalan paling ninja untuk lari dari cecaran perempuan itu.

"Lupa?!" jerit Ola, membuat mata Bumi sekonyong-konyong memicing. Gadis itu langsung melesat dan menyambar lengan Bumi. "Gimana Kak Bumi bisa lupa?! Kakak tau nggak sih kalau aku udah nunggu lama momen itu?! Bisa-bisanya Kakak lupa!"

Ola terlihat begitu berang. Membuat Bumi harus menghirup napas dalam-dalam. Sabaaar.

"Kamu beneran suka PHP-in aku ya, Kak!"

Mendadak kepala Bumi berdenyut kencang. Lagi-lagi dia harus menghadapi drama Ola. Entah bagaimana lagi caranya menjelaskan kalau selama ini dia cuma menganggap gadis itu adik.

"Ola, kamu ngerti nggak kalau permintaan kamu itu bisa bahayain diri kamu jika diajukan ke orang yang salah?"

"Makanya aku mintanya ke kamu!"

Bumi berkacak pinggang seraya membuang napas. Sebelah tangannya meraup wajah lelah. "Denger, Ola. Sebagai wanita kamu harusnya bisa jaga diri kamu. Dan nggak gampang minta cium sama laki-laki."

Alis Ola makin mengeriting mendengar perkataan itu. Tatapannya kian melotot tajam, dan wajah putihnya tambah merah padam. "Oh, kamu mau bilang kalau aku ini cewek gampangan?!"

Refleks Bumi memejamkan mata. Dia menarik napas panjang-panjang berharap stok sabarnya masih tersisa banyak. "Bukan itu maksudku, Ola. Aku yakin kamu paham." Sebisa mungkin Bumi menjaga intonasi suaranya agar tetap terdengar tenang. Tangan pria itu terlulur menyentuh bahu Ola. "Ola, dengerin aku—"

"Nggak!" sentak Ola menepis dua tangan Bumi kasar. "Aku nggak mau denger apa pun! Kamu emang suka bikin aku sakit hati. Nggak cuma sekali dua kali." Ola menyeka pipinya yang mendadak basah. Lalu segera memutar badan menghindari pria itu. Dia bergerak menuju meja makan dan duduk di kursi sambil sesenggukan. "Kak Bumi tau perasaanku, tapi selalu pura-pura nggak tau. Kalau emang Kakak nggak suka aku juga, berhenti bersikap baik dan sok peduli."

"Ola, aku—" Tenggorokan Bumi tercekat melihat Ola menangis. Dari dulu dia lemah kalau Ola sudah menangis. Dua lengannya terkulai lemas di sisi tubuh. Lantas dengan mangkah pelan, dia bergerak mendekati Ola. "Maaf, Ola. Aku nggak bermaksud—"

Di saat yang bersamaan, terdengar bunyi digit angka yang ditekan dari smart door lock unitnya secara perlahan. Spontan keduanya menoleh bersamaan ke arah pintu dan terdiam. Mengesampingkan masalah sesaat, mereka terlihat menunggu pintu itu terbuka.

"Siapa yang datang?" tanya Ola pelan, dan tepat saat itu pintu pun terbuka dari luar memunculkan sosok seorang gadis manis berwajah oval.

"Nadira?" Bumi bersuara, yang serta-merta menyedot perhatian Ola.

Gadis di depan pintu tampak terkejut dan salah tingkah melihat keberadaan Bumi dan Ola. "Ma-Maaf, a-aku mengganggu." Dia lantas buru-buru keluar kembali dan langsung menutup pintu.

"Nadira, tunggu!"

Gerakan Bumi yang akan mengejar Nadira tertahan. Dia menoleh dan melihat Ola mencekalnya. Tatapan gadis itu menghunus tajam, seperti menuntut penjelasan. Saat itu juga Bumi menghela napas karena yakin masalahnya dengan gadis itu akan bertambah panjang. Huft.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Yuli F. Riyadi
Jiaaaah nostalgia diaaa
goodnovel comment avatar
Teteng Yeni
lanjut lagi Thor..
goodnovel comment avatar
Anies
ish ish ish... kelakuan menguras emosi Ola ke Bumi ngingetin aku sama kelakuan aku ke paksu waktu jaman dulu adik kakak zone yang membagongkan. wkwkwk temenan dengan yang jauh lebih dewasa sesuatu banget waktu itu. haiiiih cuthat loh heheheeee makasih ya thor.. lanjutkeun
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status