Share

6. Konspirasi Menginap

Ransel besar terhempas dari punggung gadis itu. Dua tangan dengan tone kulit putih itu ikut merentang bebas. Sementara senyum manisnya terukir lebar. Saking lebarnya Bumi takut kalau bibir gadis di depannya itu bisa robek. Kontras dengan gadis itu, Bumi sendiri mendadak migrain melihat kedatangan bungsu dari ayah angkatnya itu. Kepalanya berdenyut seketika. Sehari saja gadis itu berkeliaran di apartemennya bisa bikin kepala nyut-nyutan, apalagi sampai menginap berhari-hari?

"Akhirnya aku bisa tinggal di sini juga!" seru Ola, sambil mengempaskan diri di samping Bumi.

"Cuma tiga hari," sahut Bumi mengingatkan. Tatapnya melirik ransel Ola yang teronggok begitu saja di lantai. "Kamu bawa aja? Kayaknya berat banget. Ingat, Ola. Hanya tiga hari kamu di sini. Setelah Nadira selesai dengan urusannya kamu harus balik ke kosan."

"Ya ampun, iya bawel. Takut banget sih aku nginap di sini lama-lama. Lagi pula..." Ola beringsut mendekati Bumi sambil melempar senyum muslihat. "Emang Kak Bumi nggak senang kalau tidurnya ada yang nemenin?"

Bunyi pletak terdengar nyaring. Bersamaan dengan itu Ola mengaduh kencang sambil mengusap dahinya. "Sakit, Kak!" teriaknya hampir menangis.

Ujung mata Bumi melirik tajam gadis di sebelahnya, dua lengannya melipat di depan dada. "Nggak usah mikir aneh-aneh."

"Siapa yang mikir aneh-aneh juga. Kan aku cuma bilang, kalau kita tidur bareng—" Ola langsung membungkam mulut ketika Bumi ancang-ancang lagi untuk menyentil jidatnya. "Iya, iya, nggak! Gitu aja marah," gerutunya cemberut sambil melengos.

"Dengar. Kamu akan tidur di kamarku, dan aku tidur di sofa. Jadi, jangan mikir yang enggak-enggak. Paham?"

"Iya, paham. Tapi memangnya sofa ini muat buat Kak Bumi? Mending di kasur, kan kasurnya luas. Bisa dibag—Iya, iyaaa! Buset dah!" teriak Ola tiba-tiba ketika mata Bumi melotot. Dia mencibir dengan bibir mencebik. Susah sekali merayu pria kaku itu. Tapi bodo amat. Ola tidak peduli, yang terpenting sekarang akhirnya dia berhasil menggagalkan Nadira tinggal di apartemen Bumi.

Ola tersenyum miring. Diskusinya dengan Bumi berhasil membuat pria itu mengalah padanya. Ola jelas tak sudi dan tidak akan membiarkan Nadira berdua dengan Bumi tinggal di apartemen.

"Kan hotel ada. Ngapain sih kamu nyuruh dia tinggal di sini?" tanya Ola kesal ketika tahu bahwa Nadira akan tinggal bersama Bumi selagi gadis itu mengurus beberapa hal mengenai pendaftaran kuliahnya.

"Dira nggak mau, Ola. Jadi aku menawarkan solusi buat tinggal di sini."

"Itu bukan solusi!" Ola makin melotot. Bola mata serupa milik Delotta itu membulat. "Enak aja dia main tinggal di apartemen kamu. Aku aja nggak pernah kamu ijinin nginap di sini malah dia mau ngeduluin. Nggak bisa!" serunya tak terima.

Bumi menarik napas panjang-panjang dan membuangnya kasar. "Jadi, gimana?" tanyanya putus asa campur gemas. Sudah tidak tahu lagi harus gimana menghadapi gadis cantik satu itu.

Ola sontak tersenyum, tatapannya yang mendadak mengerling tampak mencurigakan. "Gimana kalau Dira tinggal di kosanku aja, terus aku tinggal di sini. Tukeran gitu."

"Itu bukan ide bagus." Bumi membalas senyum Ola tak kalah lebar, tapi hanya berlangsung sesaat saja. Karena pria itu langsung merapatkan bibirnya kembali. "Cari solusi lain!"

"Nggak ada yang lebih bagus dari itu! Kalau Kak Bumi setuju, aku bakal temani Dira mengenalkan kawasan kampus dan nyari kosan buat dia."

Bumi bergeming. Mencoba menimang tawaran gadis itu. Sudut bibirnya sedikit terangkat. Tidak menyangka demi bisa tinggal bersamanya Ola mau melakukan sesuatu yang sudah gadis itu tolak mentah-mentah kemarin. Tapi itu bukan hal buruk.

"Gimana?" Ola mengangkat alis sambil menyenggol lengan Bumi.

"Oke kalau begitu. Tapi ingat, kamu benar-benar harus bantu Dira."

"Tenang aja. Beres itu mah. Yang penting aku bisa tinggal di sini sama Kakak!" serunya di akhir kalimat sambil meloncat memeluk lengan Bumi. Ya salaam.

Itulah awal mula dia bisa memboyong ranselnya ke apartemen Bumi. Akhirnya Ola bisa menikmati kesempatan tinggal di tempat yang agak bagusan timbang kosannya yang sempit. Bibir Ola manyun mengingat papinya yang dengan tega tidak memberinya sebuah unit apartemen. Padahal ya ampun, properti milik Blue Jagland di kota ini banyak. Mau model dan tipe apa pun ada. Alih-alih memberinya satu, Ola malah disuruh ngekos! Papi durhaka!

Sebenarnya ada dua kamar di unit milik Bumi. Namun kamar satunya, pria itu gunakan sebagai ruang kerja. Ola benar-benar heran dengan kakak angkat satunya itu. Entah seluas apa isi kepalanya sampai bisa menampung begitu banyak beban. Beban belajar, juga pekerjaan. Namun yang Ola lihat Bumi terlihat menikmati menjalani itu semua secara bersamaan.

"Kak Bumi nggak tidur?" tanya Ola. Malam saat Bumi masih berkutat di ruang kerja. Dia sendiri sudah bersiap dengan piyama tidur keropinya. Gadis itu mengintip kakak angkatnya itu sebelum mendorong pintunya yang tidak sepenuhnya tertutup.

"Sebentar lagi. Kamu kalau ngantuk tidur dulu aja," sahut Bumi tanpa berpaling dari layar di depannya.

"Kak Bumi ngerjain apa sih? Mau aku bantu enggak?" Ola bergerak masuk. Mendekati meja kerja pria itu.

"Revisi tesis," sahut Bumi singkat masih fokus menekuri pekerjaannya. Dia menargetkan malam ini bisa selesai sehingga keesokan harinya bisa lanjaut diskusi dengan profesor.

Ola bergerak ke samping pria itu. Badannya agak membungkuk untuk melihat apa yang pria itu kerjakan. "Memangnya Kak Bumi nggak capek. Siang kerja, malam ngerjain tesis?" tanyanya seraya ikut memelototi layar laptop. Bahkan Ola tidak sadar kalau jarak wajahnya begitu dekat dengan wajah Bumi.

"Siapa bilang nggak capek?" balas Bumi menoleh, tapi sekonyong-konyong terkejut lantaran wajah Ola tiba-tiba berada begitu dekat dengannya.

Keterkejutan lelaki itu langsung disadari Ola, sehingga gadis itu ikut menoleh. Secara otomotis tatap keduanya pun bertemu dari jarak yang teramat dekat. Sampai-sampai Ola sempat tertegun selama beberapa jenak sebelum mata legamnya mengerjap pelan. Sialan! Bumi dari jarak dekat begini terlihat begitu tampan dan... Hwat! (baca: hot) Boleh tidak sih kalau dia ngarep dicium? Situasinya mendukung banget gitu loh.

Namun harapan Ola tidak terwujud saat dengan cepat Bumi memalingkan wajah. Bahkan lelaki itu langsung menutup laptopnya. "Sudah malam. Waktunya tidur," ucap pria itu dingin.

Decapan keras Ola serta-merta meluncur. Sedikit saja bersikap romantis apa sesulit itu bagi seorang Cakrawala Bumi? Tapi dia cukup terhibur, karena meskipun Bumi bersikap sok tidak peduli, kenyataannya telinga pria itu memerah seperti habis tersengat lebah.

========

Sedikit banyak sudah tau kan ya karakter Ola dan Bumi ini gimana? Di antara anak Daniel, dia yang paling mirip Delotta dalam hal fisik.

Makasih ya yang udah meramaikan Bumi Ola. Jangan lupa ulasannya di sampul depan ya teman-teman biar cerita baru ini makin banyak yang baca.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Teteng Yeni
dikit banget....up lagi dong....
goodnovel comment avatar
Anies
sabar ya kak Bumi ngadepin Ola dan kalo sekiranya kak Bumi juga udah suka sama Ola bilang aja jangan pura² cuek bebek.. wkwkwk makasih up-nya thor semangat ya..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status