Share

7. Permintaan Bumi

Ola mengusap hidung mancungnya dengan ibu jari. Senyumnya terkulum bangga lantaran bisa bangun pagi. Dengan langkah penuh percaya diri dia keluar dari kamar sudah berpakaian rapi, berniat membangunkan Bumi. Namun hal tidak terduga terjadi. Saat membuka pintu hidungnya menghidu aroma wangi masakan. Tatapnya otomatis bergeser ke arah dapur. Di sana dia melihat Bumi dengan rambut setengah basah sudah berkutat di depan wajan.

Spontan bahunya meluruh. Dari dulu kebiasaan bangun pagi pria itu memang tidak bisa tertandingi. Sepagi apa pun Ola berusaha bangun, tetap saja akan Bumi dahului.

"Kenapa bengong? Kamu nggak mau sarapan?" sapa Bumi sambil terus sibuk dengan masakannya. Dia memasukan daun bawang yang sudah dicincang lalu mengaduk masakannya lagi.

Dengan lunglai Ola melangkah mendekat. "Kak Bumi masak apa?"

"Nasi goreng. Hari ini aku bakal sibuk. Dengar, Ola." Dia menatap gadis 20 tahun itu dengan pandangan serius. "Hari ini kamu harus benar-benar membantu Dira. Dia akan mengurus beberapa hal di kampus. Dia belum mengenal kota ini dengan baik. Kamu harus menjaganya, jangan sampai terjadi sesuatu padanya."

Ini masih pagi, dan Ola sudah mendapat ultimatum menyebalkan seperti itu. "Peduli banget sih kamu."

"Harus." Bumi kembali sibuk dengan masakan di wajan. "Karena aku bertanggung jawab pada ibu panti buat jagain Dira. Seharusnya dia tinggal di sini, tapi kamu--"

"Iya, iya!" potong Ola cepat. "Nggak usah diingetin!"

Sudut bibir Bumi naik dan dia mengangguk. "Good girl. Aku percaya kamu. Sekarang makan ini." Dia mengangsurkan sepiring nasi goreng telur dengan taburan bawang goreng di atasnya. Salah satu menu andalan Bumi yang paling enak menurut Ola. Dari kecil gadis itu selalu tidak bisa menolak makanan satu itu. Bahkan Ola sudah menobatkan nasi goreng buatan Bumi sebagai makanan favoritnya.

"Hm, wangi. Makasih Kak." Dengan riang dia menerima piring itu dan langsung membawanya ke meja makan. Bumi menyusul kemudian setelah melepas apron. Ola agak melongo melihat pria itu masih mengenakan kaus tipis berlengan pendek. Otot dada dan lengannya jadi terlihat begitu menonjol dan menggiurkan. Perpaduan yang menakjubkan. Makan nasi goreng dengan pemandangan body goal milik Bumi. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan?

"Why are you looking at me?" tanya Bumi tanpa menatap gadis itu. Dia sibuk menuang air putih pada gelasnya. Lalu meneguknya perlahan.

Ola bukan jenis gadis yang mau repot-repot menyembunyikan kekagumannya. Jadi dengan santai dia menyahut, "Soalnya pagi ini Kak Bumi ganteng banget. Jadi, makan sayang deh."

Uhuk!

Untung saja air yang Bumi teguk tidak menyembur dan malah langsung tertelan. Tapi akibatnya dia terbatuk ringan. Wajahnya sampai memerah karena tenggorokannya mendadak tak nyaman.

"Kak Bumi nggak apa-apa?" tanya Ola mengerjap cemas. Namun pria itu hanya mengibaskan tangan.

"Cepat makan, habis itu kita jemput Dira." Bumi menarik napas panjang. Dia sudah menduga akan seperti ini. Berada di sekitar Ola tidak akan aman. Bahkan semalam jantung nyaris lepas karena tiba-tiba mendapati wajah Ola yang begitu dekat dengannya di saat dirinya lagi fokus-fokusnya mengetik. Kalau Bumi tidak pandai menguasai diri, dia bisa habis terbakar perasaannya sendiri.

Dari dulu dia hanya menganggap Ola adik, sama seperti Dira dan adik-adik lainnya di panti asuhan. Dan Bumi berharap akan seperti itu terus. Namun seiring beranjak dewasa dia mulai tidak nyaman dengan kehadiran gadis itu yang selalu mengusiknya. Apalagi setelah Ola dengan terang-terangan menyatakan suka padanya. Bumi sebisa mungkin mengusai diri agar tidak sampai terpengaruh atau dia bisa mengacaukan segalanya.

Dulu, sekarang, atau nanti tidak akan ada yang berubah. Dia akan menjaga Ola layaknya seorang kakak terhadap adik. Seperti janjinya pada Daniel.

**

Mata bulat Ola memelotot ketika melihat Dira muncul dari dalam kamar kosannya. Dia tidak menyangka kalau Dira bisa menjadi secantik itu. Bahkan ketika tidak menggunakan make up. Gadis itu pun hanya mengenakan pakaian biasa yang sangat sederhana. Rambut lurus aslinya tergerai dan ada satu jepit rambut kecil yang menyisip di rambut bagian kanan kepalanya. Ola akui, she looks so cute.

"Pagi, Kak Ola, Kak Bumi," sapa gadis itu dengan senyum malu-malu. Dua tangannya menggenggam tali tas selempang yang dia kenakan.

"Pagi," sahut Ola singkat. Diam-diam dia melirik Bumi ingin tahu reaksi pria itu saat melihat kecantikan alami Dira. Namun Ola tidak menemukan apa pun selain wajah lempeng Bumi yang mengangguk kecil. Dasar Mr. Stiff.

"Sudah siap?" tanya Bumi kemudian.

"Udah, Kak. Semua syarat yang Kak Bumi minta juga udah aku bawa," sahut gadis itu dengan riang.

Bumi berdeham sejenak. Sebenarnya dia merasa tidak enak menyampaikan ini pada gadis itu. Dia sendiri yang sudah berjanji pada Ibu Panti untuk mengurus segalanya, tapi perkerjaan urgent membuatnya tidak bisa menepati janji. "Dira, aku akan mengantar kamu dan Ola ke kampus. Setelah itu Ola yang akan menemani kamu buat mengurus semua keperluan kamu juga touring kampus."

Sontak wajah riang gadis itu menyusut. Raut kecewa tercetak begitu jelas di paras ayunya.

"Nggak apa-apa kan kalau Ola yang nemenin kamu? Aku ada pekerjaan yang nggak bisa aku tinggal," ujar Bumi lagi. "Ola akan jaga kamu dengan baik. Kamu tenang aja."

Dira tampak tersenyum kaku. Semangatnya menguap. Dia sudah mengalah untuk tidak tinggal di apartemen lelaki itu, tapi ternyata seakan belum cukup, dia pun harus rela menerima Bumi tidak menemaninya untuk mengurus keperluannya. Dengan pelan dia menarik napas panjang. Dia sudah lama tidak melihat Bumi dan ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan lelaki itu, tapi keadaan seolah tidak berpihak padanya.

"Iya, Kak. Nggak apa-apa kok."

Bumi tersenyum kecil. "Aku usahakan siang ini bisa jemput biar bisa makan siang bersama."

Eham!

Dehaman keras itu membuat perhatian keduanya teralihkan. Ada seseorang yang merasa terabaikan. Ola. Gadis itu sudah beberapa kali memutar bola mata bosan mendengar basa-basi sok manis itu.

"Udah belum nih basa-basinya? Aku juga masih ada kuliah nih," tegurnya. Agak kesal juga melihat Bumi bisa bicara lembut dan penuh kasih dengan Dira. Sementara padanya? Uuh.... Bawaannya pengin adu urat mulu.

"Oke, kita berangkat sekarang," pungkas Bumi akhirnya. Dia menggiring dua gadis itu bersamaan menuju mobil yang terparkir di halaman kos.

Saat Ola hendak membuka pintu depan mobil di samping kemudi, tiba-tiba Dira mencolek lengannya. Dia spontan menoleh dengan pandangan bertanya melihat gadis di depannya itu tersenyum sampai matanya menyipit.

"Kak Ola, boleh nggak kalau aku yang duduk di depan sama Kak Bumi?"

Permintaan itu dilontarkan dengan begitu sopan. Namun ternyata permintaan itu sanggup menyalakan api besar di pupil mata Ola seketika. Ola menunduk seraya menahan geram. Bibirnya menyeringai tipis. Cewek ini benar-benar ya! "Apa kamu bilang?" desisnya pelan.

"Boleh nggak, Kak?" Dira sepertinya belum sadar kalau Ola sedang menahan jengkel. Jadi dia tetap bisa tersenyum penuh harap. Hingga....

"Dira, kamu duduk di belakang ya. Biar lebih mudah melihat-lihat keadaan sekitar."

Suara Bumi berhasil meredam aura gelap yang Ola pancarkan. Namun di saat yang bersamaan juga sukses meluluh-lantakan harapan Dira.

=======

Aku slow update ya, tapi diusahakan update tiap hari. Thanks.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Teteng Yeni
kayaknya si Dira ini calon bibit penyakit yang bisa bikin aku darah tinggi....
goodnovel comment avatar
Anies
ish... Dira roma-roma nya ada perasaan terpendam nih ke Bumi aiiih.. sabar ya Ola semua pasti ada waktunya makasih udah Up thor semangat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status