Share

3. Bussines Dinner.

Dugaan Ola benar. Makan malam itu bukan hanya sekedar bussines dinner. Lebih dari itu Ola mendapat kenalan baru, putra pemilik salah satu perusahaan waralaba retail terbesar di negara ini. Sepanjang makan malam Ola terus memasang senyum palsu tiap kali dirinya diajak bicara.

Berbeda dengan Bumi yang tampak sopan dan terlihat ramah. Pria itu benar-benar sangat berdedikasi menyenangkan orang tua asuhnya. Bertingkah menjadi sosok kakak terbaik bagi Ola, dan anak pintar bagi Daniel dan Delotta.

Untuk sampai di meja ini, Ola sukses membuat pria itu kesal beberapa jam lalu. Dia bermalas-malasan ketika Bumi menyuruhnya bersiap. Sore tadi, begitu sampai ibukota, pria itu membawanya langsung ke butik langganan keluarga. Di saat Bumi sudah rapi dengan pakaian semi formalnya, Ola malah masih bersantai duduk di sofa, main gadget.

"Ola, waktu kita nggak banyak," ujar Bumi masih bersikap sabar. Namun hanya dibalas lirikan singkat gadis itu. Bumi menarik napas panjang. "Aku pastikan kamu nggak boleh datang ke apartemen lagi kalau kali ini nggak nurut."

Detik itu juga Ola membanting gadgetnya ke sofa. Dengan kesal dia berdiri, lalu beranjak menuruti perintah Bumi. Dia sempat dengan sengaja menyenggol kasar lengan pria itu saat melewatinya.

Kesabaran Bumi diuji lagi ketika Ola enggan mengganti baju begitu selesai make up. Gadis itu malah ngejogrog di kursi rias sambil cekikikan scrolling aplikasi tok tok. Mengabaikan MUA yang sudah menenteng gaun untuknya. Dengan terpaksa Bumi turun tangan lagi.

"Ganti baju kamu dengan gaun ini," pinta pria itu tanpa ekspresi. Meskipun dalam hati sudah sangat gemas dan pusing dengan tingkah perempuan yang sudah dia anggap adik itu.

"Nggak mau," sahut Ola, tanpa mengindahkan eksistensi Bumi yang berdiri di belakangnya.

Untuk ke sekian kalinya Bumi menarik napas panjang. Pasalnya Daniel sudah dua kali menghubunginya. Menanyakan keberadaan mereka. Tangannya memutar kursi yang Ola duduki hingga perempuan itu menghadapnya.

Tepat ketika Bumi membungkuk, menumpukan kedua tangannya di armrest kursi Ola, dan mengurung gadis itu, dua MUA yang menangani Ola langsung menyingkir meninggalkan keduanya di ruangan itu.

"Pakai sekarang juga," perintah Bumi sekali lagi dengan nada yang lebih tegas. Mata legamnya menatap lurus gadis 20 tahun itu.

Namun dengan berani Ola malah membalas tatapan itu. "Kalau nggak mau, kamu mau apa?" tantang gadis itu sedikit menyeringai. Kalau sudah kesal begini, Ola malas memanggil lelaki itu dengan sebutan kakak.

"Ola."

"Cium aku kalau berani."

Dua tangan Bumi meremas armrest erat. Bibirnya merapat, mencoba mencari sisa-sisa kesabarannya. "Pakai gaunnya, atau aku yang akan memakaikannya langsung ke kamu." Ini gertakan sekaligus jawaban dari tantangan Ola.

"Coba aja kalau berani."

Keduanya bergeming, dan masih saling menatap tajam dengan jarak dekat. Ola sangat tahu Bumi tidak akan berani melakukan itu. Jangankan menggantikan baju, menciumnya saja pria itu tidak berani. Namun selama beberapa lama bersitatap, sesuatu yang tidak terduga terjadi.

Ola refleks berjengit ketika tangan Bumi terangkat, dan jemari pria itu menyentuh kancing teratas kemeja yang dia kenakan. Jantungnya mendadak berdentam keras. Dia menelan ludah ketika satu kancing kemejanya berhasil Bumi buka. Tanpa sadar Ola meremas ponsel yang masih berada di genggaman tangannya saat selanjutnya kancing kedua berhasil Bumi lepas. Berlanjut kancing ketiga. Sport bra hitam yang gadis itu kenakan pun tampak dari balik kemeja. Ola merasakan napasnya makin sesak. Dadanya naik turun, seolah kesulitan menghirup udara segar.

Sementara Bumi yang masih membungkuk di depan gadis itu tetap memasang wajah datar, menutupi rasa gusar yang melingkupi hatinya. Pertama kali ini dia bertindak kurang ajar. Jika Gyan—kakak kandung ola—melihatnya begini, dia tidak akan selamat. Tapi tidak ada pilihan lain. Jujur, dadanya berdebar kencang tiap kali berhasil melepas satu kancing kemeja Ola. Sialnya gadis itu tidak segera menghentikan aksinya. Kulit bawah leher Ola, dan dadanya yang menyembul di balik sport bra itu membuat Bumi menekan rahang kuat-kuat.

"Fine! Aku ganti baju." Ola menyerah dan mendorong dada Bumi menjauh. Dia segera menyambar gaun yang sudah disiapkan lalu bergegas tenggelam di balik ruang ganti dengan jantung yang nyaris lepas dari tempatnya.

Bumi sendiri tertegun di tempat saat Ola mendorongnya menjauh. Perasaan antara lega dan tidak rela melingkupi dirinya tiba-tiba. Namun dengan cepat dia tersadar dan mengusap wajahnya yang sempat tegang.

Drama yang Ola buat membawa keduanya sedikit terlambat ke restauran tempat dinner itu. Saat mereka sampai semua sudah berkumpul di sana. Bumi pura-pura tidak peduli pada Ola yang terus melotot padanya. Karena selain rekan bisnis papinya, di sana juga ada seorang pria lajang ganteng yang berdiri menyambut kedatangan mereka.

"Rean baru mendapat gelar bachelor bisnisnya dan sekarang sedang berencana lanjut ambil magister," ujar Danudirja, pria berkepala botak yang menjamu Daniel dan keluarganya di makan malam ini. Si penguasaha waralaba retail terbesar itu.

"Wah, hebat itu. Pendidikan memang harus diutamakan," ucap Daniel menanggapi. Dia menatap yang menjadi objek pembicaraan. "Jadi, Rean. Rencananya kamu mau ambil magister di mana?"

"Saya mau ambil dalam negeri saja, Om. Biar bisa sekalian belajar mengelola perusahaan. Pengalaman saya di dunia kerja masih minim," sahut lelaki bernama Rean, yang sejak tadi mencuri pandang pada gadis yang duduk di seberangnya.

"Pendidikan dalam negeri juga tak kalah bagus. Seperti Bumi dan Ola. Mereka juga memilih kuliah dalam negeri. Tahun lalu Bumi baru mendapat gelar magister bisnisnya di salah satu perguruan tinggi negeri."

"Benar kah? Wah, Rean. Kamu bisa tanya-tanya sama Bumi nanti," sambut Danudirja tersenyum lebar.

"Tentu. Bumi akan dengan senang hati membantu. Benar kan, Son?"

Bumi di posisinya mengangguk sambil tersenyum. "Dengan senang hati, Pak Danu, Rean," sahutnya sopan sambil membungkukkan sedikit badannya.

Di beberapa kesempatan Bumi kadang mengikuti makan malam keluarga atas kehendak Daniel. Meskipun dia hanya anak asuh, Daniel senantiasa membawanya turut serta dalam acara besar. Mengenalkannya pada siapa pun layaknya anak sendiri. Apalagi jika Gyan berhalangan hadir seperti sekarang.

"Maaf, Om Daniel. Kalau nggak salah, setahu saya putra Anda itu hanya Gyan Elvaro. Jadi, Bumi ini sebenarnya siapa ya, Om?"

Pertanyaan yang keluar dari putra Danudirja membuat kegiatan makan itu berhenti seketika. Situasi yang tadinya hangat mendadak canggung dan tidak nyaman.

Ola di tempatnya sampai harus melirik tajam pria di depannya itu yang malah memasang senyum tak bersalah. Dia bahkan bisa melihat sikap mami dan papinya yang mendadak kaku. Bumi pun sama. Dia seperti tidak menduga akan mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan yang dulu pernah menjadi salah satu momok ketika berkumpul bersama keluarga Jagland. Namun sekarang dia lebih bisa menguasai diri.

Bumi tersenyum beberapa saat sambil menunduk, lalu dengan percaya diri dia mengangkat wajahnya, menatap Rean yang mengajukan pertanyaan itu. "Saya—"

"Dia anak kami juga, Kakak dari Gyan, Kavia, dan Ola," sela Delotta, memotong jawaban yang akan Bumi lontarkan.

Jujur Bumi terkejut. Dia menoleh kaku kepada ibu asuhnya itu. Dan saat melihat senyum Delotta, dia bisa merasakan sesuatu yang hangat perlahan masuk dan menyebar ke sanubarinya.

===========

Halo teman-teman selamat datang di PESONA series 4 Jagland Family. Nah, kali ini giliran Ola, si bungsu manja yang aku buatin ceritanya. Aku harap teman-teman bisa mendukung cerita ini sampai akhir. Happy reading semua.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dinila Ikhsan
aishh seruuu jg kayaknya. ola2 gak beda jauh dr mbaknya kavia. hahaha
goodnovel comment avatar
Anies
baru sampe sini udah menarik loh Pesona series 4
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status