Saat pagi tiba, Talita membawa si kembar berjemur di lapangan di samping rumah, tetapi apa yang di katakan Emir tadi malam menganggu pikirannya, ia terus saja menatap wajah kedua baby yang sangat mengemaskan itu.
‘Wajah mereka mirip siapa sih? Mirip Mbak juga tidak, apa lagi mirip Mas Emir, rasanya tidak? Talita membelai pipi Hasnah, bayi perempuan itu memiliki wajah yang sama dengan ibunya dan mata yang bulat.
Saat ia duduk berjemur, seorang wanita paru baya menghampirinya.
“Oh, anak yang sangat cantik seperti ibunya, kamu harus sabar iya Neng, mereka akan mendapat ganjaran atas apa yang mereka lakukan, menyebabkan dua bayi malang ini kehilangan ibunya,”
ujar wanita itu dengan wajah tenang dan berkarisma, tidak terlihat seperti ibu tukang gosip.
“Apa maksudnya Bu? apa ibu mengenal kakak saya?” tanya Talita dengan tatapan memburu.
“Kakakmu orang yang sangat cantik dan sangat sabar.”
“Lalu apa maksud Ibu tadi?” tanya Talita dengan tatapan penasaran.
“Bukanya kamu sudah tahu kalau kakakmu mati mereka yang menyebabkan?”
“A-apaaa …? maksud ibu apa?”
“Sudahlah, Allah akan membalas mereka semua dan kakakmu akan selalu melindungi anaknya,” ucap wanita itu lalu pergi meninggalkan Talita.
Karena terkejut dengan apa yang di katakan wanita itu, ia sampai lupa bertanya di mana rumahnya, dan siapa nama ibunya.
“Ya, Allah kabar apa lagi yang saya dengar ini, benarkah mbak ku mati dengan tidak wajar … ? benarkah ada faktor ke sengaja? Aku harus mencari tahu apa sebenarnya yang telah terjadi sama Mbak Hanum,” ujar Talita ia bertekad mencari kebenaran tentang mbaknya.
Mendengar hal itu ada keinginan yang kuat untuk tetap bertahan di rumah itu, walau suaminya mengaku kalau anak itu bukan anaknya, tetapi Talita ingin mencari kebenaran di balik kematian mbaknya.
*
Saat malam tiba, Talita melihat ada undangan untuk Emir dalam peserta HUT perayaan Bhayangkara, tetapi Emir tidak menyinggungnya, maupun mengajaknya ikut pergi. Ia memberanikan diri .
“Aku melihat ada undangan di atas meja, boleh aku ikut?,” tanya Talita memberanikan diri, entah dari mana ia mendapat kekuatan untuk menanyakan itu.
“Ikut?”
“Iya, menemani mas Emir.”
“Tidak usah, kamu urus aja anak-anak itu.”
“Tidak Mas, aku harus ikut sebagai istrimu.”
“Aku sudah lama tidak melakukan itu.”
“Iya, tapi saat ini, Mas akan melakukan.”
Dengan sedikit pemaksaan akhirnya Emir setuju membawa Talita ke acara pelantikan pejabat baru di kepolisian. Talita menjadi salah seorang ibu-ibu Bhayangkari yang berseragam warna pink.
Talita tidak ingin malu-maluin ataupun merasa sungkan, ia sudah biasa berinteraksi dengan berbagai sifat manusia selama ia menjadi bidan , jadi walau ini pertama kali untuknya, sebagai seorang istri seorang abdi negara, tetapi, Talita pintar berbaur.
Saat masih berpacaran dengan mantan kekasihnya seorang tentara, ia sering di ajari untuk bersikap pada istri atasan dan bagaimana bersikap anggun saat mendampingi suami saat bertugas, semua yang diajarkan mantan kekasihnya kini ia terapkan saat mendampingi suaminya.
Emir sempat merasa ragu dan ia selalu melirik Talita dari ekor matanya, ia takut wanita cantik itu melakukan sikap yang membuatnya malu. Namun, Talita bisa berbaur dengan baik dan mengobrol akrap pada sesama istri polisi.
Talita sadar, Emir memang jarang bicara, terlihat saat acara ia hanya banyak diam dan duduk menyendiri, saat teman-temannya saling mengobrol akrab, Emir duduk sendirian dengan mata menatap fokus ke depan.
‘Ah, apa memang sifat Mas Emir selama ini seperti itu’ ucap Talita dalam hati, matanya menatap suaminya yang sedang duduk sendirian.
Seorang wanita berkulit putih mendekatinya dan mengajaknya mengobrol.
“Suamimu memang selalu seperti itu, irit bicara dan tidak suka berbaur dengan yang lain.” Talita hanya tersenyum mendengar ucapan wanita di depannya.
“ Baru kali ini ia membawa seorang wanita dalam acara seperti ini, dia sangat berubah sejak kecelakaan dua tahun lalu, dia menjadi sosok yang dingin,” ujar wanita yang terlihat sudah ber-umur.
Talita hanya membalas dengan senyuman, walau hatinya ingin sekali ingin tahu lebih banyak mengenai suaminya.
‘Apa dia tidak membawa kakakku ke tempat seperti ini?” tanya Talita dalam hati, ia tidak menunjukkan sikap penasaran di depan wanita itu.
“Saat satu dua tahun pernikahan, dia selalu bersama kakakmu, mereka memiliki hubungan yang paling romantis dan sering membuat pasangan lain iri karena perhatian Emir pada istrinya pasangan yang sangat serasi cantik dan tampan. Pada saat ke tiga tahun mereka jarang bersama hanya sesekali.
Puncaknya saat Emir mengalami kecelakaan, sejak saat itu, dia hampir tidak pernah mengajak kakakmu, bahkan beredar kabar di kepolisian, dia kerap melakukan kekerasan pada kakakmu,” ujar wanita paruh baya itu, suaminya, atasan Emir.
“Oh baiklah bu, terimakasih sudah berbagi cerita denganku,” ucap Talita.
“Oh, ikut berduka cita atas meninggalnya kakakmu, peluk cium untuk si kembar iya Mbak.”
Talita hanya mengangguk ramah dan selalu tersenyum manis pada setiap orang yang menyapa.
“Apa kita belum pulang?” tanya Talita saat Emir masih duduk, sedangkan yang lain sudah bergegas pulang dan acara sudah selesai.
“Bisa tinggalkan aku sendirian, kamu pulang saja duluan.”
“Mas, kita datang bersama dan pulang juga harus bersama.”
“Ck … sejak kapan kamu bisa mengatur hidupku?’ ujar Emir ketus membuat mata Talita memutar karena terkejut atas ucapan Emir.
“Aku tidak mengatur Mas, semua orang sudah pulang tinggal kita.”
“Lalu apa masalahnya, apa masalahnya jika semua orang meninggalkanku, apa aku harus ikut pergi kalau mereka pergi?”
“Baiklah kalau Mas Emir ingin menunggu tidak apa-apa, mari kita tunggu sebentar lagi,” ujar Talita dengan sabar, ia wanita yang sabar dan ramah.
Hampir sepuluh menit Talita duduk dalam diam, ia bertahan, pada akhirnya , Emir berdiri, matanya menatap dingin
Talita mengikutinya sampai ke parkiran.
Mobil sudah sudah melaju meninggalkan gedung pertemuan, suasana di jalan semakin macet. Namun sedikitpun Emir tidak membuka mulut, ia diam bagai sebuah patung.
Satu hal yang membuat Talita penasaran dengan mantan abang iparnya tersebut, lelaki itu bisa tidak membuka mulut dalam waktu lama, walau ada orang lain di sampingnya.
Talita tampak ikut diam saat Emir diam, ia berpikir mulutnya bisa tumbuh jamur jika lebih lama lagi bersama Emir.
‘Ada apa sebenarnya yang terjadi dengan Mas Emir, dulu dia tidak seperti ini, kenapa dia sekarang berubah’ ujar Talita dalam hati.
“Kita makan dulu iya Mas, aku lapar bangat”ujar Talita membuka obrolan.
“Baiklah.”
Berhenti di salah satu restoran padang, ia masih berpakaian seragam dan Emir juga masih berpakaian seragam polisi. Tetapi kali ini Talita nyaris pingsan.
Dimas dan beberapa temannya sedang makan di restoran yang sama dengannya.
‘Ya Allah, apa ini?’ Talita tampak beberapa kali berucap dalam hati, berharap Dimas tidak membuat keributan.
Tetapi apa yang ditakutkan wanita cantik itu terjadi juga di saat restoran sedang ramai. Dimas membuat bertambah ramai pula.
Saat Talita memesan menu makan untuk mereka, Dimas mendatangi mejanya dan Emir.
“Enak iya mengambil milik orang lain,” ujar Diman menatap Emir dengan tatapan bringas.
“Apa yang anda maksud?” tanya Emir dengan sikap tenang.
“Mas Dimas tolong jangan membuat keributan di sini Mas,malu,” ucap Talita memohon.
Laki-laki yang berseragam polisi itu menatap tajam pada Emir dan berdecak pinggang. “Kamu mencuri calon istriku Pak Polisi!”
Bersambung ....
“Kamu tahu aku dan dia pacaran lima tahun, tetapi seenaknya kamu mengambilnya begitu saja,” ucap Dimas lagi.“Mas tolong hentikan, banyak orang menonton di sini, tolong jangan teruskan lagi,” ucap Talita mengatupkan kedua telapak tangannya ia memohon dengan wajah sedih, ia tidak mau ada keributan.“Aku tidak peduli banyak orang yang melihat. Aku mau bilang pada kakak ipar mu ini . Eh , salah suamimu. Di hari aku ingin melamarmu jadi istriku tetapi mantan kakak iparmu ini menikahimu, apa ini adil?” ucap Dimas dengan rahang mengeras dan urat-urat saling bertarikan.Emir masih bersikap tenang, bahkan dengan tenang memakan makanan yang dipesan, saat semua orang ramai menonton keributan, dengan tenangnya Emir menikmati makanannya dan membiarkan Dimas marah dan meluapkan amarahnya sendiri.Sementara Talita sudah gemetaran, ia takut di balik sikap diam dan tenang Emir, ada sesuatu yang kemarahan yang terkunci.Jika terus dibiarkan, akan ada bahaya, ia takut Emir menarik pistol yang di pingga
Talita terbangun saat suara tangisan keras dari kedua bayi kembar, mereka berdua menangis kencang seolah-olah habis di cubit. Iaberlari ke kamar, alangkah kagetnya dirinya saat melihat Ibu mertuanya dan kakak perempuan Emir.“Apa yang kalian lakukan?” tanya Talita dengan suara meninggi. Mata bulat itu tampak membesar segede jengkol, karena kaget dengan apa yang ia lihat saat itu.“Itu bukan urusanmu, kamu diam saja,” ujar ipar perempuannya dan terus memegang gunting.“Mbak jangan begitu, hentikan!” teriak Talita marah.“Kenapa …? kamu takut kalau kakakmu main gila dengan lelaki lain?” ujar ibu mertua Talita, ia wanita yang egois dan mudah dipengaruhi orang lain.“Ibu jangan menuduh seperti itu, Ibu keluar dari sini, biarkan mereka tidur, apa yang kalian lakukan pada kedua bayi malang ini, apapun yang terjadi antara kalian dan mbak ku, mereka tidak tahu apa-apa dan tidak sepantasnya kalian bersikap seperti pada mereka,” ujar Talita dengan suara bergetar, dengan sikap memasang tubuhnya
Sejak pertengkaran Dimas dan Emir sifat Emir semakin dingin melebihi dinginnya bongkahan es di kutub utara. Sifat dinginnya seakan-akan mampu membekukan seisi kamar yang ia tempati bersama Talita.Susah memang menghadapi sikap pendiam,lautan bisa diukur berapa kedalamannyaNamun, hati dan pikiran seseorang tidak ada yang tahu.Hanya sang pemilik kehidupan yang bisa mengetahui.Maka karena itu, Talita hanya bisa berdoa dan bersikap pasrah dan menyerahkan semuanya sama yang Kuasa.Saat pagi tiba, Emir tampak mondar-mandir mencari sesuatu, tetapi ia tidak mau bertanya pada Talita yang saat itu sedang membereskan pakaian si kembar,ia selalu memeriksa keperluan si kembar setiap pagi sebelum berangkat ke rumah sakit.Emir masih dengan sikap diam tetapi tubuhnya terus bergerak mencari sesuatu.Tidak ingin kepalanya bertambah pusing, karena melihat suaminya yang seperti setrikaan mondar-mandir. Talita memutuskan bertanya.“Mas Emir, cari apa?” tanya Talita dengan suaranya yang amat lembut.
Setelah pertengkaran Talita dengan Emir pagi itu, Talita berangkat kerja lebih awal.Pertengkarannya dengan Emir pagi itu membuat suasana hati Talita tidak baik.Ia tidak ingin memulai pekerjaan dengan suasana yang buruk, apalagi profesinya sebagai bidan.Ia meminta teman seprofesinya untuk menggantikan ia pagi itu,Talita ingin mencari udara segar untuk menenangkan pikirannya.Talita menghentikan taxi membawanya ke pemakaman Hanum. Ia ingin mencurahkan semua kesedihan hatinya di gundukan tanah yang sudah mulai ditumbuhi rumput itu, tanah tempat sang kakak di makamkan.Taxi membawanya ke pemakaman umum di daerah Pondok Ranggon Jakarta timur. Sebuah pemakaman umum yang sangat luas. Setelah membeli bunga dan air mawar, Talita berjalan menyusuri deretan makam-makam yang berbaris rapi. Melihat banyak tanah kuburan yang ia lewati mengingatkannya pada diri sendiri. “Semua manusia akan mati pada akhirnya, dunia yang fana ini, hanya tempat sementara,” ucap Talita menatap sebuah makam yang m
Talita berlari setelah keluar dari taxi, ia langsung menuju kamar si kembar.Emir berdiri di sisi ranjang berpagar milik si kembar.“Apa yang mas lakukan?” Wajah Talita berkeringat dan nafas terengah-engah saat tiba di kamar si kembar.“Kenapa? Apa aku tidak bisa melihat mereka?” tanya Emir, tatapan itu jelas tatapan kemarahan.“Tidak, Mas tidak pernah mau melihat mereka, lalu kenapa sekarang-”“Apa kamu menuduh ku!” teriak Emir membuat kedua anak kembar itu menangis, karena terkejut mendengar suara keras Emir.“Mas, apa yang kamu lakukan?”Talita menggendong Hasan dan Desi menggendong Hasna.“Justru aku yang harus bertanya itu padamu,dari mana kamu?” tatapan itu membuat Talita terkejut.‘Apa Mas Emir tahu kalau aku bertemu dengan lelaki itu tadi?’ Talita membatin.“Kenapa diam?”“Mas bisa tidak gak usah teriak-teriak, anak-anak jadi menangis mendengar suara Mas.”Talita memberikannya pada Bu Retno, wanita yang membantu merawat kedua baby kembar itu, lalu Talita mengajak Emir untuk bi
“Kamu itu tidak becus. Aku akan mencarikan wanita untuk mengurus putraku karena kamu tidak bisa melakukannya, kamu tidak berguna jadi seorang istri.”‘Aku memang tidak berguna untuk putramu, tetapi aku sangat berguna untuk kedua keponakanku’ ucap Talita dalam hati.“Aku mau katakan sekali lagi sama , jika ibu melakukan itu, karier mas Emir akan akan dipertanyakan nantinya, sebagai seorang polisi, mana boleh polisi memiliki dua istri?”Talita meninggalkan ibu mertuanya yang aneh itu, walau Talita sudah meninggalkannya, wanita tua itu tetap mengoceh seolah-olah ia tahu segalanya.Ia berpikir semua harus di bawah kendalinya. Namun, Talita wanita yang tangguh, ia tidak mau melakukan apa yang diinginkan Ibu mertuanya.Suasana dalam rumah itu benar-benar seperti neraka. Emir pulang malam tetapi setiap kali ia pulang akan keadaan mabuk. Talita bukannya tidak mau peduli, tetapi, Emir sendiri yang meminta agar jangan ikut campur dalam hidupnya.“Ibu dan Mbak, jangan mencampuri kehidupanku lag
Banyak masalah yang dihadapi Talita mempengaruhi pekerjaannya.Ia tidak ingin melakukan hal buruk dalam pekerjaannya, maka itu ia terpaksa beberapa kali izin pulang lebih awal.Baik hari itu setelah mendapat tamparan dari ibu mertuanya, ia masuk ke ruangannya dan ia menangis, walau ia bersikap sangat tegar dan kuat. Namun, ada kalanya ia merasa rapuh dan tidak berdaya sama seperti saat itu.Ia hanya bekerja setengah hari dan ijin pulang dengan alasan tidak enak badan, bukan badannya yang sakit melainkan hatinya yang terasa sangat sakit.Saat ia ingin pulang entah satu kebetulan atau ia sengaja menunggu tapi yang pasti lelaki yang saat ini sudah menjadi mantan ya berdiri di sampingnya mengendarai motor yang dulu selalu ia naiki.“Lita, kamu mau pulang?”“Iya Mas.” Talita hanya bisa menunduk menahan air mata yang sangat ia tahan, ia tidak ingin menangis ataupun kelihatan sedih di hadapan Dimas.“Mari aku antar pulang.”“Mas , tolong jangan seperti ini.”“Ta, aku hanya meminta mengantarm
Hari itu ia mulai melakukan penyelidikan tentang perselingkuhan Hanum. Talita memulai dari dr. Irfan, ia ingin mendatangi rumah sakit di mana lelaki itu bertugas sebagai dokter. Tetapi sebelum bertemu Talita menelepon terlebih dulu bertanya apa lelaki itu punya waktu luang.“Halo, selamat siang, Mas Irfan saya Talita. Apa Mas punya waktu untuk bertemu?”“Oh, kebetulan hari ini saya lagi cuti, saya kehilangan barang, jadi saya melapor ke kantor polisi, kalau mau kita bertemu di sini saja, nanti saya kirim alamatnya.”“Baik Mas.”Irfan mengirim alamat ke ponsel Talita, tetapi melihat hal itu, Talita, merasa keberatan karena tempat itu tempat dimana Emir bertugas.“Aduh, disini lagi alamatnya, ini kantor polisi di mana Mas Emir bertugas yang ada nanti dia melihatku dan menuduhku hal yang bukan-bukan. Namun, kalau tidak pergi sekarang, kapan
Tidak mudah memaafkan orang yang menyakiti kita, apalagi menyakiti orang yang kita sayangi, tetapi Talita harus mengelus dadanya dan menyampingkan kemarahannya pada wanita yang hampir mencelakai anak -anaknya.Ia rela menemui Dinar ke penjara, untuk meminta alamat rumah mantan atasan Emir, karena ia tidak punya orang lain yang bisa di minta tolong, ia tidak tega melihat Emir mendapat kekerasan lagi di dalam penjara, ia tidak ingin suaminya mati sia-sia di penjara.Ia tahu kasus Emir“Sampai kapanpun, aku tidak akan memaafkanmu Talita. Aku memberikan ini demi adikku Emir,” ujar Dinar, menatap tajam kearah Talita.‘Harusnya aku yang mengatakan itu, mbak … karena kamu yang salah, tapi ya sudahlah, aku tidak ingin berdebat’ Talita membatin, ia meminta izin sama petugas untuk mencatat alamat rumah yang disebutkan kakak iparnya.
Seburuk buruknya polisi yang disuap untuk menyingkirkan Emir, rupanya ada satu orang petugas lapas yang tulus membantu Emir. Pria itu mungkin hasil doa Talita yang selalu memohon untuk mengirim seseorang untuk membantu Emir di penjara.Talita sudah melihat bagaimana rekan polisi menjebak Emir, maka ia selalu memohon agar ada seorang yang bisa menolongnya.Setelah pergantian shift jaga. Apa yang dipikirkan Emir benar, beberapa polisi melakukan sandiwara, salah seorang petugas sipir seolah-olah kehilangan barang dan semua barang milik rekan mereka diperiksa.‘ Pak Emir benar’ Reimon membatin.Tetapi ia bersikap tenang, apa yang dikatakan Emir ia lakukan dengan baik, kini giliran Reimon yang di periksa, ia tetapi giliran memeriksa dirinya ia semua pakaian di lepaskan bahkan sepatu di buka.“Maaf ya Bro … kami hanya diminta atasan,” bisi
Malam itu Talita tidak bisa tidur, pikirannya terus saja tertuju pada Emir, ia punya firasat kalau suaminya mengalam sesuatu.Talita duduk di si sisi tempat tidur, memikirkan acara apa yang akan ia lakukan untuk membebaskan suaminya dari penjara. Ia berdiri karena mendengar suara tangis dari kamar bayi.“Kenapa Des?”“Tidak tahu Bu, dari tadi mereka berdua sangat gelisah”Melihat kedua anak itu gelisah ia percaya kalau mereka merasakan batin ayah mereka, setelah mereka semua tidur Talita mengirim pesan pada Emir.[Assalamualaikum Mas … sudah tidur?]Talita berjalan mondar mandir , saat Emir tak kunjung membalas pesan darinya.‘Apa hape mas Emir juga disita’ Ia bertanya dalam hati.Setelah beberapa menit kemudian ia &nb
Hari ini saat Talita lagi libur, lagi-lagi Irfan datang lagi.Irfan memang lelaki bermuka dua, di depan keluarga Talita ia tampil seperti lelaki yang baik dan lemah lembut, perhatiannya pada si kembar membuat hati orang tua Talita terpedaya, terlebih ibu Talita.Ia membeli susu yang termahal untuk si kembar dan pakaian bermerek dan mengajaknya bermain , ia seolah-olah ingin menunjukkan kalau ia ayah yang baik untuk kedua anak kembar, bukan hanya itu, ia juga menjelaskan semua hal-hal yang baik untuk perkembangan mereka pada Desi, padahal Talita juga bidan ia tahu apa yang terbaik untuk kedua anak kembarnya.Bu Juminten, begitu terpedaya, ia sangat puas melihat semua yang dilakukan Irfan, ia tahu bagaimana cara mengambil hati wanita tentunya dengan perhiasan dan barang-barang mahal.“Ini tas mahal Bu, harganya bisa beli satu sepeda mo
Talita ingin menjenguk suaminya di penjara, tetapi Emir melarang Talita datang, bukan karena ia membenci istrinya, Emir sangat khawatir untuk keselamatan istrinya.“Kenapa seperti itu?”“Irfan akan semakin menekanmu, jika dia melihatmu menjengukku”“Tapi kamu suamiku Mas, apa salah istrinya menjenguk suaminya?”Talita menunduk sedih.“Lita ibu akan semakin memojokkanmu dan Irfan akan memanfaatkan hal itu, percaya padaku,” ujarnya dengan suara bergetar.“Lalu apa yang harus aku lakukan Mas, saat kamu di sini bagaimana aku bisa hidup tenang di rumah”“Bersikaplah biasa saja, aku akan menghubungimu kalau aku butuh sesuatu”“Lalu kamu?”“Akan menjalani hukuman ini”&nb
Saat Irfan memancing emosinya, sebenarnya bola api dalam dada Emir sudah ingin meledak. Namun, perkataan Talita yang mengingatkannya membuat polisi tampan itu tetap tenang. Ia berjuan menahan diri, awalnya sangat berat menahan emosinya. Tetapi wajah cantik Talita yang memeluknya hari itu membuatnya jadi setenang itu.‘Ada apa dengannya? Kenapa dia tiba-tiba jadi setenang ini?’ tanya Irfan dalam hati.“Aku akan pastikan kamu di penjara dalam waktu yang lama pak polisi,” ujar Irfan.Emir masih bertahan dalam sikap tenang, ia mengingat nasihat Talita saat datang berkunjung. Talita berkata padanya terkadang orang kalah dalam segala hal karena ia mudah terpancing emosinya, untuk mengalahkan lawan cobalah untuk bersikap tenang maka musuhmu akan merasa takut.Hal itulah yang terjadi dengan Irfan saat Emir bersikap tenang, Irfan menjadi bingung dan ragu
Saat semua orang semua orang membenci Emir. Namun entah kenapa hati Talita sangat sedih, ia merasa kasihan pada Emir. Apakah hatinya sudah tumbuh benih-benih cinta?Malam itu sebelum ia tidur, Talita membereskan semua perlengkapan si kembar, ponsel miliknya berdering.Dengan cepat Talita menyambar benda pipih persegi empat itu, ia mengusap layarnya, tetapi ia terdiam mengangkat kedua alis matanya. Tidak ada nama pemanggil yang tertera di layar ponsel miliknya.“Halo …”“Ta, Apa aku mengganggu tidurmu?”Wajah cantik itu berubah merekah bagai bunga tulip yang baru mekar.“Mas Emir …?”Talita merasa jantungnya berdebar saat mendengar suara suaminya di ujung telepon, ia memegang dadanya karena jantungnya berpacu dengan cepat.“Iya, tadi komandan memberikan ponsel ini untuk aku pak
Saat ini Talita duduk berdua dengan dr. Irfan. Tidak bisa dipungkiri Irfan tidak bisa menyembunyikan kemarahannya saat itu. Mendengar Talita menemui Emir di penjara ia sangat murka. Tetapi Talita wanita yang kuat, ia berani karena merasa tidak salah. Ia melakukan hal yang benar, menemui suaminya di penjara hal yang tepat. Walau ia awalnya marah dan benci pada Emir. Namun biar bagaimanapun laki-laki itu adalah suaminya, ayah dari si kembar.“Talita bukannya kamu sudah berjanji akan berpisah dengan lelaki jahat itu?”Dalam hati Talita menjawab; Kamu yang jahat yang memanfaatkan kesusahan orang lain untuk kepentingan kamu sendiri’“Dok, saya tidak pernah berjanji padamu, saya bilang saat itu akan melihat situasinya.”“Lalu setelah kamu lihat situasi yang sekarang, apa yang kamu pikirkan?”Talita ingin mengatakan kalau ia ingin membantu Emir keluar dari pe
Niat hati Talita datang ke penjara sebenarnya hanya ingin mengucapkan selamat tinggal pada suaminya. Ia juga ingin memperjelas hubungan rumah tangga mereka. Namun tiba di sana ia menemukan Emir di posisi yang tidak baik. Ia perlakukan tidak baik dipenjara.“Ta, aku tidak mau kamu melakukan hal ini lagi, mau di mana harga diriku?” ujar Emir marah, saat Talita melaporkan konsisi suaminya pada atasan Emir.“Mas, harga diri itu akan pulih kalau kamu bebas dari sini,” ujar Talita sangat prihatin melihat kondisi Emir.“Kamu tidak tahu apa-apa Ta, bahkan kamu tidak bertanya kenapa aku di sini. Apa yang telah aku lakukan? kamu hanya melihat kondisi luar saja,” ujar Emir, melemparkan buku yang ia baca .Lelaki berambut cepak itu merasa malu karena Talita meminta bantuan pada sang komandan.“Aku sudah tahu Mas, makanya aku tidak perlu bertany