Sejak pertengkaran Dimas dan Emir sifat Emir semakin dingin melebihi dinginnya bongkahan es di kutub utara. Sifat dinginnya seakan-akan mampu membekukan seisi kamar yang ia tempati bersama Talita.
Susah memang menghadapi sikap pendiam,
lautan bisa diukur berapa kedalamannya
Namun, hati dan pikiran seseorang tidak ada yang tahu.
Hanya sang pemilik kehidupan yang bisa mengetahui.
Maka karena itu, Talita hanya bisa berdoa dan bersikap pasrah dan menyerahkan semuanya sama yang Kuasa.
Saat pagi tiba, Emir tampak mondar-mandir mencari sesuatu, tetapi ia tidak mau bertanya pada Talita yang saat itu sedang membereskan pakaian si kembar,
ia selalu memeriksa keperluan si kembar setiap pagi sebelum berangkat ke rumah sakit.
Emir masih dengan sikap diam tetapi tubuhnya terus bergerak mencari sesuatu.
Tidak ingin kepalanya bertambah pusing, karena melihat suaminya yang seperti setrikaan mondar-mandir. Talita memutuskan bertanya.
āMas Emir, cari apa?ā tanya Talita dengan suaranya yang amat lembut.
Lelaki bertubuh tinggi berambut cepak itu hanya diam, membiarkan pertanyaan istrinya menguap begitu saja. Talita hanya menghela nafas pendek
melihat sikap Emir yang kian hari semakin menjengkelkan baginya.
āYa Allah, berikan hambamu ini kesabaranā
ucap Talita dalam hati.
Tidak ingin hubungan mereka semakin rumit, ia berdiri dan bertanya lagi. āMas Emir cari apa? biar aku bantu.ā
āKamu tidak akan tahu walau aku bilang.ā
āYa, katakan saja dulu, biar aku tahu.ā
āTidak perlu,teruskan saja pekerjaanmu,ā ujarnya ketus.
āKenapa jadi marah? aku hanya ingin membantumu, karena aku istrimu.ā Emir menatap tajam.
āAku tidak pernah memintamu jadi istriku, kamu yang datang padaku,ā ucap Emir.
Mendengar itu sebenarnya hatinya sakit, ia marah, seolah-olah ia wanita yang gampangan yang mengejar-ngejar Emir.
Padahal ia wanita terpelajar, seorang wanita pekerja, ia setuju menikah demi kedua keponakannya, menikahi kakak iparnya yang super-duper egois dan punya sikap dingin.
āAku juga tidak ada niat menikah denganmu, ini demi keponakankuā ucap Talita dalam hati.
Namun, ia tidak mengungkapkannya, ia hanya butuh kedamaian di rumah itu.
āIya ampun kenapa jadi merembet sampai kemana-mana?
Aku hanya ingin membantu,ā ujar Talita, masih mempertahankan sikapnya yang lemah lembut.
Tetapi batas kesabaran manusia itu ada batasannya, bisa saja Talita lepas kendali.
Wanita cantik itu belum menyerah, ia membuka laci meja dan mengambil bros kecil, berbentuk bunga lima sudut sebagai lambang pangkat Emir.
āApa Mas mencari ini?ā Talita meletakkan di telapak tangannya dan menyodorkan padanya.
āIya.ā
Saat Talita menemukan apa yang ia cari
Emir menarik napas lega, karena ia sudah hampir sepuluh menit berkutat mencari benda kecil tersebut. Tetapi karena keegoisannya ia tidak bertanya.
Ia menerima, tapi ia enggan mengucapkan kata terimakasih.
Tidak mengucapkan satu kata pun, untuk apa yang sudah Talita lakukan untuknya. Tidak ada ungkapan terimakasih, saat Talita sudah membantunya,
hanya mengambilnya dari tangannya dan memakaikannya di seragam polisi yang ia kenakan.
āTerimakasih , tidak bisa di mengucapkan satu kalimat itu, apa susahnya hanya mengucapkan itu?āTalita membatin.
Wajah itu kembali ke mode awal, dingin dan wajah datar.
āBagaimana mbak Hanum bertahan selama ini menghadapi suami dan ibu mertuanya?
Salut sama mbakku, ia jarang mengeluh dan mengadu pada kami tentang kehidupannya.
Kami bisa tahu semua masalahnya hanya dari seorang karyawannya, tunggu, karyawan ā¦?ā
tiba-tiba ia mengingat seseorang yang sering memberitahukan keadaan Hanum pada keluarganya, saat otaknya berpikir keras, tapi tiba-tiba mengucapkan kata-kata yang membuatnya seakan-akan tak terkendali. Talita marah.
āJangan pernah berharap banyak dariku,ā ucap Emir lagi.
Talita hanya mengangguk menahan amarah di dalam hati.
Tetapi yang membuat suasana makin buruk pagi itu, karena kehadiran Ibu mertuanya, yang ikut campur dalam urusan rumah tangganya.
āKatakan juga pada si Talita itu, jangan hanya sibuk kerja, anak kok ditelantarkan.ā
Mulut Talita langsung menganga mendengar tuduhan yang dilakukan ibu mertuanya.
Lalu matanya menatap tajam pada Emir, lelaki itu tidak mengatakan apa-apa , ia hanya merapikan penampilannya di depan cermin, ibunya kembali memancingnya marah.
āTanyakan juga padanya, apa tujuan dia datang ke rumah ini.ā
Talita tidak tahan lagi dengan mulut ibu mertuanya.
Wanita yang lemah lembut ibu tiba-tiba berubah jadi murka bak benteng yang siap menyeruduk.
Ia berjalan dan menutup pintu kamar membuat wanita paruh baya itu mundur beberapa langkah.
āTidak sopan kamu iya sama orang tua!ā teriak ibu mertuanya.
āApa yang kamu lakukan?ātanya Emir marah.
āIni urusan aku dan kamu, tidak sepantasnya ibu ikut campur.
Ada baiknya orang tua tidak mencampuri masalah anak-anaknya, apa lagi sudah menikah.ā
āTapi tidak sepantasnya, kamu menutup pintu saat ibu di sana,
kamu dari luar terlihat seperti malaikat yang lemah lembut, tetapi, aku tidak menduga kamu akan berbuat kasar seperti itu.ā
āTidak semua yang kamu lihat di luar baik, baik juga dengan bagian dalamnya. Apa kau menyuruhku diam dan menangis di pojokan, saat ibumu memojokkan ku dan menuduh?
Menyebutku menelantarkan anak?ā
āKok kamu ngomong seperti itu? Kamu kasarā Emir menatap tajam.
āItu bukan kasar, harusnya yang kasar itu, orang yang bersikap bodo amat saat saudaranya dan ibunya, memojokkan istrinya dan ingin menyakiti anak-anak tidak berdosa itu,
binatang saja masih punya empati, jika melihat anak bayi yang tidak berdosa.ā
āKamu menyamakan aku dengan binatang!?ā
āTidak! jika kamu seorang polisi, bersikaplah sebagai polisi, jika kamu merasa seorang lelaki, maka bersikaplah menjadi seorang lelaki,jika salah katakan salah, jika benar katakan benar!ā
āAku tidak peduli dengan kamu dan mereka.ā
āKamu berkata seperti itu sebagai apa? Polisi atau seorang suami?ā
āDua-duanya?ā
āBaiklah, harusnya kamu malu dengan seragam polisi yang kamu pakai, coba ingat dan renungkan sumpah jabatan yang kamu ucapkan, saat menjabat menjadi polisi, bukankah kamu berjanji melayani masyarakat dengan baik?ā
āJangan menggurui aku!ā ujar Emir marah.
āAku tidak menggurui mu pak polisi.
Hanya mengingatkan sebagai warga masyarakat Indonesia yang baik. Barangkali bapak lupa."ucap Talita bernada tegas.
Emir benar-benar kalah debat dengan Talita.
āJangan kamu pikir, karena kamu seorang bidan bisa berkata seenaknya padaku.ā
āTidak. Aku tidak berpikir seperti itu, itu pemikiran yang dangkal. Aku hanya mengatakan sebagai masyarakat bukan sebagai bidan.
Jika kamu menghargai orang lain, maka kamu juga akan dihargai.ā
Ibu mertuanya meninggalkan kamar mereka setelah mendengar pertengkaran sengit antara anak dan menantunya, karena Talita berani melawan.
Tidak seperti kakaknya yang hanya diam saat dimarahi.
āSaya menghargai orang yang pantas saya hargai,āucap Emir, masih belum mau mengalah.
āBaiklah, kamu tidak perlu menghargai ku, mari kita hidup seperti yang kamu inginkan.
Jangan urusi hidupku, dan aku juga tidak akan mengurusi hidup kamu, kamu sendiri yang menggali nerakamu sendiri di rumah ini.ā
Talita keluar meninggalkan Emir yang masih kaget dengan kata-kata pedas dari Talita.
Ia tidak pernah menduga kalau wanita yang tampak seperti malaikat itu. tiba-tiba mengeluarkan kata-kata pedas padanya.
Bersambung.
Setelah pertengkaran Talita dengan Emir pagi itu, Talita berangkat kerja lebih awal.Pertengkarannya dengan Emir pagi itu membuat suasana hati Talita tidak baik.Ia tidak ingin memulai pekerjaan dengan suasana yang buruk, apalagi profesinya sebagai bidan.Ia meminta teman seprofesinya untuk menggantikan ia pagi itu,Talita ingin mencari udara segar untuk menenangkan pikirannya.Talita menghentikan taxi membawanya ke pemakaman Hanum. Ia ingin mencurahkan semua kesedihan hatinya di gundukan tanah yang sudah mulai ditumbuhi rumput itu, tanah tempat sang kakak di makamkan.Taxi membawanya ke pemakaman umum di daerah Pondok Ranggon Jakarta timur. Sebuah pemakaman umum yang sangat luas. Setelah membeli bunga dan air mawar, Talita berjalan menyusuri deretan makam-makam yang berbaris rapi. Melihat banyak tanah kuburan yang ia lewati mengingatkannya pada diri sendiri. āSemua manusia akan mati pada akhirnya, dunia yang fana ini, hanya tempat sementara,ā ucap Talita menatap sebuah makam yang m
Talita berlari setelah keluar dari taxi, ia langsung menuju kamar si kembar.Emir berdiri di sisi ranjang berpagar milik si kembar.āApa yang mas lakukan?ā Wajah Talita berkeringat dan nafas terengah-engah saat tiba di kamar si kembar.āKenapa? Apa aku tidak bisa melihat mereka?ā tanya Emir, tatapan itu jelas tatapan kemarahan.āTidak, Mas tidak pernah mau melihat mereka, lalu kenapa sekarang-āāApa kamu menuduh ku!ā teriak Emir membuat kedua anak kembar itu menangis, karena terkejut mendengar suara keras Emir.āMas, apa yang kamu lakukan?āTalita menggendong Hasan dan Desi menggendong Hasna.āJustru aku yang harus bertanya itu padamu,dari mana kamu?ā tatapan itu membuat Talita terkejut.āApa Mas Emir tahu kalau aku bertemu dengan lelaki itu tadi?ā Talita membatin.āKenapa diam?āāMas bisa tidak gak usah teriak-teriak, anak-anak jadi menangis mendengar suara Mas.āTalita memberikannya pada Bu Retno, wanita yang membantu merawat kedua baby kembar itu, lalu Talita mengajak Emir untuk bi
āKamu itu tidak becus. Aku akan mencarikan wanita untuk mengurus putraku karena kamu tidak bisa melakukannya, kamu tidak berguna jadi seorang istri.āāAku memang tidak berguna untuk putramu, tetapi aku sangat berguna untuk kedua keponakankuā ucap Talita dalam hati.āAku mau katakan sekali lagi sama , jika ibu melakukan itu, karier mas Emir akan akan dipertanyakan nantinya, sebagai seorang polisi, mana boleh polisi memiliki dua istri?āTalita meninggalkan ibu mertuanya yang aneh itu, walau Talita sudah meninggalkannya, wanita tua itu tetap mengoceh seolah-olah ia tahu segalanya.Ia berpikir semua harus di bawah kendalinya. Namun, Talita wanita yang tangguh, ia tidak mau melakukan apa yang diinginkan Ibu mertuanya.Suasana dalam rumah itu benar-benar seperti neraka. Emir pulang malam tetapi setiap kali ia pulang akan keadaan mabuk. Talita bukannya tidak mau peduli, tetapi, Emir sendiri yang meminta agar jangan ikut campur dalam hidupnya.āIbu dan Mbak, jangan mencampuri kehidupanku lag
Banyak masalah yang dihadapi Talita mempengaruhi pekerjaannya.Ia tidak ingin melakukan hal buruk dalam pekerjaannya, maka itu ia terpaksa beberapa kali izin pulang lebih awal.Baik hari itu setelah mendapat tamparan dari ibu mertuanya, ia masuk ke ruangannya dan ia menangis, walau ia bersikap sangat tegar dan kuat. Namun, ada kalanya ia merasa rapuh dan tidak berdaya sama seperti saat itu.Ia hanya bekerja setengah hari dan ijin pulang dengan alasan tidak enak badan, bukan badannya yang sakit melainkan hatinya yang terasa sangat sakit.Saat ia ingin pulang entah satu kebetulan atau ia sengaja menunggu tapi yang pasti lelaki yang saat ini sudah menjadi mantan ya berdiri di sampingnya mengendarai motor yang dulu selalu ia naiki.āLita, kamu mau pulang?āāIya Mas.ā Talita hanya bisa menunduk menahan air mata yang sangat ia tahan, ia tidak ingin menangis ataupun kelihatan sedih di hadapan Dimas.āMari aku antar pulang.āāMas , tolong jangan seperti ini.āāTa, aku hanya meminta mengantarm
Hari itu ia mulai melakukan penyelidikan tentang perselingkuhan Hanum. Talita memulai dari dr. Irfan, ia ingin mendatangi rumah sakit di mana lelaki itu bertugas sebagai dokter. Tetapi sebelum bertemu Talita menelepon terlebih dulu bertanya apa lelaki itu punya waktu luang.“Halo, selamat siang, Mas Irfan saya Talita. Apa Mas punya waktu untuk bertemu?”“Oh, kebetulan hari ini saya lagi cuti, saya kehilangan barang, jadi saya melapor ke kantor polisi, kalau mau kita bertemu di sini saja, nanti saya kirim alamatnya.”“Baik Mas.”Irfan mengirim alamat ke ponsel Talita, tetapi melihat hal itu, Talita, merasa keberatan karena tempat itu tempat dimana Emir bertugas.“Aduh, disini lagi alamatnya, ini kantor polisi di mana Mas Emir bertugas yang ada nanti dia melihatku dan menuduhku hal yang bukan-bukan. Namun, kalau tidak pergi sekarang, kapan
Karena Aku Tidak Bisa Memberinya Anak.āMau makan apa?ātanya Emir.āHaaa?ā Talita menatap dengan kaget.āAda apa dengannya, apa ia memberiku makan dulu biar ada tenaga untuk bertengkar dengannya?ā Talita membatin, melihat raut wajah Emir, Talita yakin kalau lelaki bertampang dingin itu sedang marah.āKamu belum makan, kan?āāIya.āāMaka itu, mari makan." Emir memanggil pelayan restoran. "Mau mau makan, apa?" Emir menatap Talita.āOh, sama saja sama punya Mas,ā ucap Talita ter gagap, ia terkejut dengan sikap baik Emir. Tetapi, justru sikap baik itu yang membuat Talita terus bertanya dalam hati. Apa yang akan Emir lakukan padanya nanti.āHabis makan ,apa yang ingin Emir katakan padaku, apa dia ingin mengusirku setelah melihatku dengan Irfan? Apa ia akan memaki-makiku?āSaat makan pun, Talita sudah merasa sesak napas, pikirannya tidak fokus lagi ke makanan yang ia masukkan ke mulutnya. Tetapi, otaknya dipenuhi banyak pertanyaan dan mencoba menimang -nimang apa yang akan dilakukan Emir pa
āTurun!ā pinta Emir dengan marah.Talita masih terlihat shock, wajahnya menegang dan mata besar itu menatap dengan tatapan kosong, ia keluar tanpa berkata apa-apa.āDia mandul, lalu apa benar Mbak Ratna selingkuh, lalu ā¦ si kembar anak siapa?Ya, Allah ini sangat memalukanā Talita memegang dadanya, ia terduduk di pinggir jalan dengan tangisan yang tidak terbendung lagi.Setelah duduk beberapa menit, ia berjalan gontai, pengakuan Emir melukai hatinya, ada perasaan kecewa, marah, benci, pada sanga kakak setelah pengakuan Emir, dugaan perselingkuhan sang kakak semakin terbukti.Ia merasa sangat terpukul, air matanya terus mengalir bagai anak sungai.Ia menangis bukan karena kata-kata kasar yang diucapkan Emir padanya, atau karena ia diturunkan dipinggir jalan, semua itu memang menyakitkan.Tetapi yang membuatnya sedih adalah kedua anak kembar yang ia jaga dan sudah ia anggap seperti anak sendiri. Ia menangis karena kecewa pada Ratna.āKenapa mbak, kenapa harus seperti ini, kalau Emir tid
Hubungan yang Semakin MenjauhHubungan Talita dan suaminya kian menjauh, sejak Emir mengaku kalau tidak bisa memiliki anak sejak kecelakaan.Talita seakan-akan kehilangan muka di depan suaminya. Ia merasa malu, karena perbuatan sang kakak. Tetapi di sisi lain Emir merasa bersalah karena memperlakukan Talita dengan buruk sejak menjadi istrinya.Ia sadar, Talita sudah melalui hal yang sangat sulit. Emir ingin berbaikan dengan Talita istrinya.Pagi-pagi sekali Emir sudah bangun dan ia sengaja menunggu Talita di depan, tetapi justru kebalikannya pada Talita, ia tidak berani menatap wajah Emir, apa yang dilakukan sang kakak membuatnya kehilangan kepercayaan diri. Bahkan ia beberapa kali berpikir ingin melarikan diri dan menghilang dari rumah Emir.Namun, keinginan itu kembali sirna dikala hatinya memikirkan kedua bocah malang tersebut. Semua orang di rumah menolak mereka bagaimana mungkin ia meninggalkan mereka.Saat Talita ingin berangkat kerja, tetapi melihat Emir belum berangkat dan mas
Pernikahan Dila dan DimasPersiapan pernikahan Dila dan Dimas dimulai dengan adat Minang yang kaya tradisi. Tahapan awal, yang disebut Meresek, dilakukan oleh keluarga besar kedua mempelai untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada tahap ini, pihak keluarga saling berdiskusi mengenai tanggal, adat yang akan dijalankan, dan persiapan lainnya.Setelah itu, dilanjutkan dengan Menimang dan Batimbang, di mana orang tua memberikan nasihat dan doa restu kepada kedua mempelai. Suasana haru menyelimuti prosesi ini, karena kedua orang tua menyampaikan pesan penuh makna kepada anak-anak mereka yang akan memulai hidup baru.Tahapan berikutnya adalah Mananta Sirih, yaitu prosesi di mana keluarga calon pengantin pria datang menemui ninik mamak (tetua adat) dan keluarga besar calon pengantin wanita untuk menyampaikan maksud baik mereka. Pada prosesi ini, sirih menjadi simbol penghormatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.Kemudian, Babako-Babaki menjadi tahap penting dalam adat pernikahan Mina
Beberapa minggu setelah pertemuan keluarga itu, hubungan Dila dan Dimas semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah sekadar berjalan-jalan di taman atau menikmati kopi di kafe kecil favorit Dila. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menemukan kenyamanan satu sama lain.Suatu sore, Dimas dan Dila duduk di tepi danau, menikmati semilir angin yang menyejukkan. Dila menatap Dimas dengan lembut, lalu berkata, " Bang Dimas, aku tahu perjodohan ini mungkin terasa mendadak untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kita jujur dengan perasaan masing-masing."Dimas tersenyum dan menggenggam tangan Dila dengan hangat. "Dila, awalnya aku memang ragu, tapi semakin lama aku mengenalmu, aku merasa lebih nyaman dan percaya bahwa mungkin ini memang jalan yang terbaik. Aku ingin kita menjalaninya dengan hati yang lapang."āDulu kamu tidak pernah melihatku sebagai wanita, dimatamu hanya ada Talita. Apa kamu yakin bisa melupakannya?āāSe
Talita dan Emir duduk berhadapan dengan Pak Brata di ruang tamu rumahnya yang luas dan elegan. Pria paruh baya itu menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya, sementara secangkir teh hangat tersaji di hadapannya."Jadi, ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, datang ke rumah saya Emir" tanya Pak Brata sambil menyilangkan tangan di dadanya.Talita tersenyum lembut, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Pak Brata, kami datang dengan niat baik. Kami ingin membicarakan tentang Dila dan Dimas. Kami merasa mereka berdua bisa menjadi pasangan yang cocok, dan kami ingin tahu pendapat Bapak tentang ini."Pak Brata mengangkat alisnya, tampak terkejut. "Dila dan Dimas?" Ia menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Dila memang sudah lama mengagumi Dimas, dan laki-laki itu sudah menolak menikah dengan Dila. Saya tidak ingin memaksakannya lagi. Dimas sangat tergila-gila padamu Talita.āEmir menimpali dengan suara tenang, "Dimas sudah mulai menerima kenyataan. Kami yakin, jika diberi kesem
Pak Anto baru saja pulang dari perjalanannya ke luar kota ketika ia mendengar suara Dimas yang meninggi dari dalam rumah. Langkahnya terhenti di ambang pintu ruang keluarga, matanya yang tajam menangkap ekspresi penuh emosi dari anak sulungnya."Apa yang sedang terjadi di sini?" suaranya dalam dan berwibawa, memecah ketegangan di ruangan itu.Bu Yani terlonjak, sementara Farida menggigit bibir, gelisah. Dimas menoleh ke arah ayahnya, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan."Ayah, lebih baik Ayah duduk. Aku punya sesuatu yang harus Ayah dengar," kata Dimas dengan suara bergetar.Pak Anto mengerutkan dahi tetapi tetap berjalan menuju kursi dan duduk. Dimas menghela napas panjang sebelum menekan tombol di ponselnya, memutar rekaman suara yang baru saja membuat ibunya pucat pasi.Suara Ibu Irfan dan Bu Yani memenuhi ruangan. Kata-kata itu begitu jelas, begitu nyata, hingga tak ada ruang bagi penyangkalan. Rekaman itu berisi percakapan yang membuktikan bahwa Bu Yani berkomplot u
Dimas duduk termenung di kamar apartemennya. Kata-kata Emir terus terngiang di kepalanya. Ia tidak bisa percaya bahwa ibunya, wanita yang selalu ia hormati dan kasihi, tega melakukan hal-hal keji pada Talita. Namun, sebagai seorang tentara, ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap. Ia tidak bisa hanya bergantung pada kata-kata Emir. Ia harus mencari bukti.āAku tidak yakin kalau Bunda melakukan seperti yang dituduhkan Emir,ā ucap Dimas sembari bergumam. Tanganya sibuk mencari nama aku media sosial Ibunya dan Farida. Ia beberapa kali memasukkan kata kunci di pencarian banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Ibunya.āYang mana akun Bunda,ā ucapnya sesekali mengaruk kepalanya dengan kasar. Beberapa kali mencoba tidak menemukannya, ia memilih menghentikannya ia berniat bertanya pada kerabat yang berteman di media sosial dengan ibundanya. *Besok harinya ia pura-pura berkunjung ke tempat kerjaan adik sepupunya dan ia pura-pura meminjam ponsel ingin mencari teman di media
Setelah pertemuan yang tegang itu, Talita dan Emir mencoba kembali menata hidup mereka, meskipun ada beban yang masih menggantung. Namun, jauh di dalam hati mereka, baik Talita maupun Emir tahu bahwa Dimas belum selesai. Amarah yang membara di dalam diri Dimas belum surut.āMas, Aku tidak melakukan kesalahan kan?ā tanya Talita di saat mereka berdua menjelang tidur.āTidak, kamu tidak salah Talita. Dimas hanya merasa kecewa, karena kita menikah tanpa memberitahunya.āāIbu Yani yang tidak ingin melihatku Mas, dia sangat membenciku,ā keluh Talita sambil mengusap-usap pipi Emir yang berbaring disampingnya.āLupakan masala lalu dan mari kita menata masa depan. Kemarahan Dimas mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu,ā ujar Emir mengecup kening Talita dan meminta wanita itu untuk tidur.āBagaimana kalau dia marah dan balas dendam Mas?ā tanya Talita menghela nafas panjang.āKita akan hadapi sayang, istirahatlah. Besok kita sudah mulai bekerja, liburan madu kita sudah habis.ā Emir mem
Beberapa bulan kemudian Dimas akhirnya pulih, orang yang pertama yang ingin ia lihat Talita dan si kembar.āJangan mencarinya lagi, dia meninggalkanmu setelah kamu tidak berdaya di rumah sakit,ā ucap sang Ibunda.āItu tidak mungkin Bu. Dia wanita yang baik.āWanita itu berdiri dengan wajah geram, ā Bunda sudah katakan padamu Dimas, dia hanya mempermainkanmu. Kamu tahu sekarang dia sudah menikah dengan polisi yang selama ini membantunya, dia menikah dengan Diego!āDimas sudah bisa menebak siapa sosok yang disebutkan sang ibunda. Diego adalah Emir. Laki-laki itu selama ini memakai topeng karet dan menyamar sebagai Diego. Ia melakukan itu setelah Arjuna dan dr. Irfan menembaknya dan ia berhasil memalsukan kematiannya.āEmir ā¦?āMelihat Dimas tidak bereaksi keluarganya keheranan, āUda tidak marah?ā tanya Farida.āApa kamu sudah tahu kalau wanita selama ini selingkuh dengansi polisi itu?ā sambung Ibu Yani lagi.Dimas menarik nafas dalam, ia merasa rongga dadanya terasa sesak setelah ta
Pagi itu, Talita terbangun dengan aroma kopi yang harum. Ia menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah Emir, berdiri di samping tempat tidur dengan nampan sarapan di tangannya."Selamat pagi, istriku," sapa Emir lembut.Talita tersenyum, masih setengah mengantuk. "Mas, apa ini?""Sarapan di tempat tidur, spesial untuk istri tercinta," jawab Emir sambil meletakkan nampan di atas selimutnya.Di atas nampan, ada roti panggang dengan telur mata sapi berbentuk hati, buah segar yang sudah dipotong rapi, dan secangkir kopi dengan foam berbentuk hati di atasnya.Talita menatap suaminya dengan penuh cinta. "Mas Emir, kamu terlalu manis," katanya sambil tersenyum lebar.Emir duduk di sampingnya. "Aku hanya ingin memastikan kamu selalu merasa dicintai."Talita meraih tangan Emir dan menciumnya lembut. "Aku selalu merasa begitu, Mas. Karena kamu."Emir mengusap pipinya dengan lembut, lalu menyuapkan sepotong roti ke mulutnya. Mereka tertawa bersama, menikmati pagi y
Pagi pertama di bulan madu mereka, Talita menggeliat pelan di tempat tidur. Matahari pagi mengintip dari celah tirai, menyinari ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Tangannya meraba sisi ranjang, mencari sosok Emir, tetapi tempat di sebelahnya kosong.Talita membuka matanya perlahan. Aroma harum sesuatu yang lezat menyeruak ke dalam kamar. Ia mengerutkan kening, lalu tersenyum kecil.āEmir memasak?āDengan rasa penasaran, Talita bangkit, mengenakan jubah tidurnya, lalu berjalan ke arah dapur tempat mereka menghabiskan bulan madu. Di sana, ia menemukan pemandangan yang membuat hatinya berdebar.Emir, dengan celemek yang melingkar di tubuhnya, sibuk di dapur. Ia mengaduk sesuatu di wajan, sesekali mencicipi saus dengan ujung sendok, lalu mengangguk puas.Talita menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, menatap suaminya dengan senyum penuh cinta. "Aku juga tidak tahu kapan Emir bisa memasak."Emir menoleh, matanya berbinar melihat Talita yang berdiri di sana dengan rambut yang masih