Bab 38"Ternyata Kamilah yang salah mendidik mu, sengaja kami diam di luar tadi mendengar ocehan mu yang membuat kami malu untuk menunjukkan muka kami disini." tamparan keras dari Ibunya kak Desi telah mewakili perasaanku.Aku berdoa semoga Bang Linggom tetap menjadi suami yang baik, setia dan sehat selalu. Amin...'Ibu, kenapa malah menamparku?" Kak Desi menatap ibu dan ayahnya, lalu memegang wajahnya yang memerah bekas tamparan ibunya."Diam Desi! Kau duduk jangan bicara sebelum kau diberi kesempatan untuk berbicara." Ayah kak Desi mengultimatum putrinya dengan amarah."Sudah Pak, silahkan duduk. Mari kita bicara baik-baik." ucap Bang Dapot dengan sopan menyambut besan dari orangtuanya itu.Semua kami duduk di sofa yang empuk, kak Desi tidak lupa memasang AC setelah orangtuanya datang. Mungkin tadi dia lupa makanya ditahan panas hati dan panas badan."Maaf Pak, ibu dan semua kita yang ada disini. Pertama, aku akan menjelaskan kenapa kami saat ini berada disini biar tidak ada salah p
Bab 39"Pokoknya apapun alasanmu aku tidak akan pernah cerai darimu?" Kak Desi membalas sengit."Kalau kau tidak mau dicerai, berarti kau mau dimadu. Karena sampai kapanpun aku lebih memilih Tina daripada kau." tegas bang Tigor percaya diri."Pak Yasmin, apa kau bisa adil dengan memiliki istri dua? Di keluarga kita baru kau yang memulai ini." Kak Susi bicara dengan suara pelan."Kan dia yang ngotot harus bersama Kak. Maka dia harus terima konsekuensinya. Yang jelas mulai saat ini ku sumpah kan, aku Tigor tidak akan lagi berhubungan suami-istri dengan Desi. Karena bagiku saat ini hanya Tina lah istriku. Tapi karena dia tidak mau cerai, aku akan membiayai dia dan Yasmin anak kami di rumah ini." Bang Tigor ternyata sudah memikirkan semua ini."Bagaimana Pak, Bu, kalau ada lagi yang mau bapak dan ibu sampaikan, silahkan." ucap Bang dapot memberi waktu kepada kedua orangtuanya kak Desi."Apa alasanmu berbuat begini kepada putriku Tigor?" tanya Ayah kak Desi dengan suara yang datar."Maaf A
Bab 40Aku putuskan untuk pulang jalan malam ke Bagan Batu, tidak usah nginap lagi di rumah Paman. Semua surat sih sudah dipegang oleh Bang Linggom, meski yang dua hektar yang dipinggir pasar hitam belum balik nama, masih nama pemilik awal yang aku lupa siapa namanya. Tapi kali aja suratnya itu bodong, ini harus cepat diselesaikan. Mungkin keputusan Bang Linggom sudah benar mengundurkan diri. Semoga saja semua bisa terkendali.Kak Susi dan Bang Dapot menginap di tempat saudara kak Susi yang ada di daerah Marindal.Satu malam perjalanan dari Medan ke Bagan Batu, akhirnya sampai juga di rumah kami, yang masih rumah dinas dari kebun."Bagaimana Dek? bagaimana Nak?" Suami dan Ibu mertua bertanya tentang kesimpulan kelanjutan rumah tangga Bang Tigor.Aku menceritakan semuanya, juga kak Desi yang brutal dengan kata-katanya. Semua ku jelaskan, sebenarnya kasihan lihat dia, tapi mengingat perangainya ya, cukup diam saja dan sebagai pembelajaran buat kita para istri, takdir sih tidak ada yan
Bab 41"Hallo Tulang-Paman, apa kabar?""Baik Bere-keponakan, tumben nelpon ada yang bisa Tulang bantu?" jawab pamanku dengan ramah."Begini Tulang, ada yang menipu kami, menjual tanah yang sudah terjual. Kira-kira hukumannya apa Lang, bisa masuk bui tidak, berapa lama?" tanyaku langsung pada intinya."Waow..., Langsung to the poin ya Bere, tidak mau berdamai? penipuan 4 tahun penjara, sedangkan pemalsuan dokumen sekitar 8 tahun penjara, jangan gegabah lebih baik berdamai." saran Paman dengan suara lembut."Soalnya perdamaian bagi dia sebuah lelucon Lang, aku mau bikin efek jera padanya.""Posisi mu dimana ini Bere?""Aku di Ujung Batu Tulang.""Share lokasi, biar aku suruh dua orang teman polisi kesana untuk menemani Bere, sabar ya, Tulang harap perdamaian dengan cara kekeluargaan akan lebih baik Nak." kembali Paman memberi saran."Terimakasih Lang."Aku sengaja telpon saudara ibuku yang satu ini, selain bergerak di bidang hukum, beliau juga punya kedudukan penting di kota Riau ini.
Bab 42Aku melihat wajah keriput ibu mertua menyimpan kekecewaan, sebenarnya tidak tega juga melihat ibu bersedih begini, tapi mau bagaimana lagi, setiap orang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri, baik secara hukum maupun secara moral."Yuk Inang, kita ke kosan Togar dulu. Kalau Inang kecapekan, besok saja kita pulang ke Bagan Batu." ajak ku setelah Mitha masuk membanting pintu rumahnya."Kau duluan saja Nak, aku mau menemui Mitha sebentar," ucap ibu datar."Aku tunggu, Inang di mobil saja?" tanyaku memberi usul."Tidak usah Nak, biar nanti aku minta diantar ke tempat Togar. Aku mau melihat bagaimana mereka bersikap kepada orang tua mereka, setelah kejadian tadi.""Baiklah, kalau begitu keinginan Inang, aku pergi duluan ya Nang, Klo ada apa-apa hubungi aku, atau Togar. Biar aku tunggu di sana saja."Aku mengelus pundak Ibu mertua sebelum berlalu meninggalkannya.Aku membeli makanan ringan dan mie instan di minimarket terdekat, menemui anak lajang sering tidak ada apa-ap
Bab 43"Siapa yang menghina Mamak?" Togar langsung tersinggung dengan ucapan ibunya."Siapa yang tidak mendengarkan nasehat, maka itu sama dengan menghina orang tuanya." ibu mertua mengambil air minum di gelasnya, dan meminumnya hingga tandas."Jangan alihkan pembicaraan Mak, apa kak Mitung dan suaminya itu, tadi menghina Mamak? Katakan Mak apa yang di katakan pada Mamak?" Togar mendesak ibu mertua agar bicara yang sesungguhnya."Sudahlah Nak, tidak usah lagi di perpanjang, sekarang pikirkanlah hidupmu, mumpung Mamak mu ini masih hidup, carilah jodohmu." ibu seperti menutupi sesuatu tetang perilaku Mitha dan suaminya.Togar mengambil HP nya lalu menelepon seseorang, "suruh suamimu itu kemari, apa saja yang sudah kalian lakukan pada mamak tadi disana. Hidup cuma sekali, maka mati juga cuma sekali, cepatlah suruh suamimu kesini kalau tidak aku yang akan datang kesitu membuat perhitungan pada kalian."Tanpa mendengar suara dari seberang telpon, Togar langsung mematikan ponselnya. "Togar
Bab 44Aku lihat air mata mengalir di sudut matanya, aku tidak sanggup lagi menahan sesak di dadaku melihat wajah pucatnya dan keringat yang mengucur di seluruh dahinya. Akhirnya aku menangis juga, setelah susah payah sejak tadi menahannya."Katakan pada kakak Gar, mana yang sakit Dek? Apa sebenarnya penyakitmu? Huhuhu.... Jangan buat kakak takut!" Aku mengipasnya dengan sobekan kardus air mineral yang dia sediakan untuk tamu.Bidan yang dijemput oleh tetangga Togar sudah nyampai, setelah di tensi ternyata tensinya katanya sangat tinggi, lalu Bu Bidan merujuknya ke rumah sakit di kota, dengan jarak tempuh 2 jam perjalanan. Tidak ingin membuang waktu, aku langsung menyanggupinya. Aku minta tolong tetangga Togar untuk membantuku mengangkat tubuh Togar ke dalam mobilku. "Sabar ya Dek, kau harus sembuh, kita ke rumah sakit sekarang." Perasaan baru saja kami tertawa bersama, makan bersama, tapi begitu cepat waktu berlalu, sekarang dia tidak berdaya, bahkan untuk menjawab perkataanku saja
Bab 45Aku terus memeluk Togar, sama sekali tidak menyangka kalau usianya hanya sampai disini di dunia ini. Ibu mertua hanya diam, tanpa bersuara sepatah katapun, hanya air mata yang terus mengalir di pipi, dan raut wajahnya dingin, memandangi anaknya yang semakin lama semakin dingin.Almarhum Togar dibersihkan, sesuai dengan permintaanku, dan aku meminta satu ambulans untuk mengantar almarhum ke kampung. Sepertinya aku tidak akan bisa berdiam begini, mau tidak mau aku harus mengabari semua keluarga atas duka ini, minimal saudara kandung Togar. Sesaat aku berpikir hendak menelepon siapa lebih dulu, aku mencari kontak kak Susi yang di kampung. Agar dia siap-siap di kampung, membereskan rumah mertua, karna almarhum Togar akan disemayamkan disana sebelum penguburan. "Jangan kasih tahu Mitha dan suaminya, kalau anakku ini sudah meninggal," ucap ibu mertua menatapku penuh dingin.Aku hanya mengangguk, aku memeluk Ibu dengan perasaan yang sangat menyayat hati, "kita harus kuat Inang, janga