Satu bulan kemudian.Tidak terasa sudah satu bulan lebih Harsa tinggal di kampung halaman tanpa Latifa dan anak anaknya. Tidak sedikit dari tetangga yang menanyakan keberadaan istri Harsa. Bahkan mereka yang senang bergosip menerka hubungan rumah tangga Harsa dan Latifa sudah berakhir."Mas Harsa kapan mba Latifa kembali ke sini?" tanya bu lurah. Ia lewat depan rumah Fadil sepulang dari pasar pagi. Kebetulan Bu lurah sangat senang bergosip seperti emak-emak ratu gosip lainya. Pagi ini bu lurah yang mampir sepulang dari pasar itu sekaligus ingin menanyakan kebenaran ucapan para warga."Doakan saja, ya Buk. Saya lekas bisa membawa Latifa dan anak-anak pulang kembali ke sini," tutur Harsa.Harsa yang belum mendapat kepastian dari sang istri akan ikut kembali ke Bali tinggal di sana bersamanya itu memilih meminta doa saja dari setiap orang yang menanyakan kabar hubungannya dengan Latifa."Tapi kalian betulan belum pisah, kan?" tanya bu lurah penuh selidik.Harsa terkekeh mendengar pertan
"Hanya berdua?" tanya Harsa, penuh selidik. Hati dan pikiran pria itu sejalan ingin menolak ijin Latifa."Tidak boleh, ya, Mas."Latifa menampakan wajah murung. Saat akan meminta ijin pada Harsa tadi ia juga sudah tidak yakin sebab tahu suaminya itu tidak menyukai atasan di tempat dirinya bekerja."Jika hanya berdua tidak. Karena yang ketiga adalah Saiton," ucap Harsa. Meski ingin menolak ijin Latifa ia masih berusaha bijaksana.'Gue, ngajak siapa lagi, dong,' gumam Latifa."Ya sudah, iya, Mas," tutur Latifa. Ia yang tadi sangat antusias ingin datang ke pernikahan Leni itu mendadak lemas ketika ijin keberangkatannya di tolak Harsa suaminya."Mas, bukan bermaksud melarang kamu ini itu. Mas merasa punya hak karena setiap langkah kamu itu jika tidak baik yang menanggung dosa adalah mas," ujar Harsa. Pria itu mencoba memberi penjelasan pada Latifa supaya tidak sampai terjadi salah paham kembali di antara mereka."Iya, Mas. Aku ngerti, Kok. Mangkanya tadi aku ijin dulu, bukannya pergi sec
Latifa sampai di apartemen Neta lebih dulu. Kebetulan jalanan pagi yang di lalui Latifa di minggu pagi ini tidak sepadat jalanan kota tempat Fadil tinggal.Ting ... nong ....Latifa menekan tombol bel unit apartemen Neta.Ceklek ...."Cepet banget, Mbak sudah nyampe? Ayuk masuk," sapa Neta.Gadis itu menarik lengan Latifa antusias untuk masuk ke unit apartemennya."Wahh, apartemen kamu nyaman banget, Ta."Latifa mengikuti langkah Neta menuju ruang tamu yang tersedia di apartemen gadis itu.Apartemen Neta terbilang cukup luas untuk dirinya yang hanya tinggal sendiri. Terdapat dua kamar, dua kamar mandi yang salah satunya berada di kamar utama, dapur, ruang tamu yang merangkap menjadi ruang keluarga."Mbak Neta mau minum apa?" tanya Neta pada Latifa. Ia ingin menjamu Latifa layaknya tamu."Kopi boleh," jawab Latifa."Wahh ... mba Latifa ternyata doyan ngopi juga, ya," ujar Neta. Ia kemudian mengambil kopi siap minum di almari pendingin unit apartememnya."Perlu dihangatkan dulu, mba?" N
Fadil yang menggunakan setelan tuksedo dengan dasi kupu-kupu itu nampak makin tampan dan penuh kharisma."Mbak Ifa, Pak Fadil lihat, deh ganteng banget, ya," ungkap Neta.Tangan gadis itu sampai meremas kuat tangan Latifa yang ia genggam sedari ke luar dari lift tadi saking terkesima dengan penampilan Fadil kali ini."Sudah siap?" tanya Fadil. Pandangan pria itu tidak bisa beralih dari Latifa yang semakin anggun di matanya. Ia memperhatikan Latifa sedari nampak berjalan menghampirinya bersama Neta tadi. "Sudah, Pak," jawab Latifa.Latifa yang di perhatikan Fadil seperti itu jadi salah tingkah sendiri."Mbak duduk di belakang saja, temani aku," rengek Neta.Gadis itu berjalan menuju pintu belakang mobil sembari bergelayut manja di tangan Latifa yang masih di genggamnya itu.Latifa tidak menolak, langkah kakinya bahkan menuruti kemauan gadis itu masuk ke kursi belakang mobil Fadil.Fadil yang menyadari maksud Neta meluncurkan kalimat sindiran,"apakah kalian pikir saya supir, kalian,
Beruntung situasi canggung kali ini lekas terselamatkan oleh keberadaan Neta yang kembali dari toilet."Nah .... itu Neta, Pak," ungkap Latifa.'Kamu gemesin banget sih, Fa kalo sedang salting gini,' gumam Fadil.Pria itu akhirnya mengekor langkah dua wanita berbeda usia yang ada di depannya.*Di Bali Harsa sedari tadi di buat geram karena nomor Latifa tidak bisa di hubungi. Wanita itu ternyata semalam lupa mengisi daya ponsel miliknya sehingga saat beberapa kali tadi Harsa melakukan panggilan yang tak kunjung ia angkat karena sedang fokus di make up oleh Neta itu ponsel Latifa tiba-tiba mati karena kehabisan daya.Padahal biasanya Latifa saat tiba di rumah benda yang paling awal di cari adalah kabel charger ponselnya.Entah semalam karena apa sampai wanita itu lupa mengisi daya benda pipih miliknya itu."Aish, ini Ifa kemana, sih? Bisa-bisanya panggilan vidioku tidak terjawab dan sekarang justru di luar jangkauan."Harsa kesal karena tidak bisa menghubungi istrinya. Harsa yang tida
Setelah menimbang-nimbang pilihannya Latifa memutuskan duduk di samping Neta. 'Semoga, Dia tidak marah hanya karena aku lebih memilih duduk bersama Neta,' cicit Latifa, di dalam hati.Langkah kaki ber heels lima centi Latifa langkahkan ke arah barisan tempat duduk Neta berada. Tidak lupa tangan Latifa katup kan tepat di depan dada dengan mata menghunus tajam pada pria tampan penuh kharisma itu. Fadil mengangguk pasrah mencoba memahami keputusan sang wanita pemilik hati.Di kursi Neta berada menyambut Latifa dengan sangat antusias seperti anak kecil yang habis kehilangan ibu lalu berjumpa kembali dengannya. "Mbak ... kita selfie, yuk," ajak Neta pada Latifa. Gadis ceria itu sudah siap dengan kamera ponsel yang menghadap pada mereka berdua.Cekrek ... cekrek ....Neta mengambil beberapa gambar bersama Latifa yang sudah duduk bersamanya.Setelah selesai berfoto selfie mereka berdua kembali fokus mengikuti acara Leni dan pasangan yang di pandu oleh seorang MC.Hampir satu jam berlalu k
Fadil yang menyadari kecanggungan mulai terjadi di antara mereka mencoba mencairkan situasi dengan mengalihkan fokus Latifa.Fadil memilih maju ke stand yang di inginkan untuk mengambil dua gelas es teler untuk dirinya dan Latifa."Ini buat kamu," ucap Fadil. Pri penuh pesona itu memberikan satu gelas es teler yang di ambilnya pada Latifa yang masih diam di tempat."Mbak," sapa Neta. Gadis itu menghampiri Latifa setelah mendapatkan dua makanan yang tadi dirinya mau."Eh, iya Neta. Kamu sudah dapat yang kamu mau?" tanya Latifa. Kesadaran wanita itu kini sudah kembali, meski masih bertanya-tanya dalam benaknya maksud ucapan suka Fadil tadi pada hal yang baru dilakukannya itu apa."Kita duduk di sana, yuk, Mba," ajak Neta. Gadis itu menunjuk dengan dagu karena kedua tangannya penuh dengan menu yang diinginkannya tempat duduk yang sudah Fadil siapkan untuk mereka bertiga.Latifa hanya mengangguk. Langkah kaki tentu ia lakukan mengikuti langkah Neta menuju tempat duduk yang sudah ada Fadil
"Eh, Iya maaf. Aku tidak bermaksud lancang. Tapi tadi saat aku menolong kamu kala akan terjatuh kamu tidak menolaknya."Fadil mengurungkan niatnya melihat luka di kaki Latifa yang terbungkus kaos kaki berwarna hitam itu. Ia tidak menyangka Latifa yang sekarang cukup berbeda tidak seperti saat menjadi teman sekelasnya dulu.Latifa yang sekarang ternyata cukup menutup diri bahkan dengan tegas menolak bantuannya."Iya, Mas. Tadi kan tidak disengaja. Kamu tolongin aku juga pasti reflek, kan? Kaki ku tidak kenapa-napa, kok. Paling cuma sedikit keseleo. Nanti di balur minyak juga baikan," ungkap Latifa.Fadil yang mendengar penjelasan Latifa tidak bisa memaksa lagi karena wanita itu sudah dengan tegas menolak bantuannya lagi. Ia memilih mengingatkan Latifa untuk tidak banyak bergerak terlebih dahulu."Ya, sudah. Tapi sekarang kamu jangan banyak jalan dulu, ya. Aku khawatir kakimu nanti justru bengkak," ucap Fadil.Pria itu saat ini sungguh tengah mencemaskan Latifa."Aku baik-baik saja, Mas