Setelah mengakhiri pembicaraan melalui ponselnya, Ageng melangkah dengan gontai menghampiri Queen. Lagi dan lagi dia memeluk istrinya itu dari belakang, tetapi saat ini Ageng terlihat kurang bersemangat seperti sebelumnya.Beruntung saat Ageng datang semua masakannya sudah matang semua, sehingga Queen hanya tinggal mematikan kompor saja. Queen membalikkan tubuhnya hingga kini dia bisa melihat wajah Ageng yang sepertinya sedang diselimuti masalah.“Ada masalah?” tanya Queen mencoba menunjukkan kepeduliannya kepada Ageng. “Ini tentang Davi?”Ageng menggeleng lemah, lalu melabuhkan bibirnya dan memagutnya dengan kasar dan rakus. Queen terlihat sangat kepayahan untuk meladeni sikap Ageng. Queen merasa bukan nafsu brutal yang sedang Ageng salurkan kepadanya, tetapi sebuah rasa putus asa yang Queen tidak tahu penyebabnya.“Geng!” panggil Queen dengan suara lirih dan napas yang terengah-engah, sesaat setelah Ageng melepaskan pagutannya. “Apa yang terjadi dengan Davi? Apakah dia mengetahui ap
“Tanda-tandanya di sini, Ma!” sahut Ageng sambil memutar tangannya di atas perutnya.“Maksudnya apa?” tanya Laras menduga jika Ageng saat ini sedang mengalami ngidam. Suatu hal yang katanya disebabkan saking cintanya seorang lelaki terhadap istrinya hingga membuatnya yang mengalami ngidam di saat istri sedang hamil.“Lapar, Ma! Sudah dari tadi perutku bunyi,” jawab Ageng sambil mengeluarkan kekehan dari mulutnya.Laras mendengus kasar dengan tatap mata yang terlihat berubah saat melihat ke arah Queen. Tatap mata yang biasanya penuh kasih, kini berubah menjadi tajam penuh intimidasi dan ancaman.Queen tidak berani lagi menatap ke arah Laras, dan hanya menundukkan kepalanya saja. Queen merasa guyonan yang diucapkan Ageng adalah sebuah kesalah besar untuk mengawali pembicaraan dengan Laras yang sedang meninggikan harapannya tentang keturunan yang akan lahir hadir dari mereka.Ageng menyadari ketakutan yang saat ini sedang dirasakan oleh Queen. Dengan lembut Ageng mengusap punggung tangan
Tidak ingin mengecewakan Laras yang sudah menyiapkan makan malam istimewa untuk dirinya, Ku ingin mencoba memaksa untuk menjedakan potong demi potong steak tenderloin ke dalam mulutnya. Hitung-hitung sebagai sumber energi untuk menghadapi badai yang akan ditiupkan oleh sang ibu mertua.Setelah makan malam berakhir kini mereka sudah pindah ke ruang keluarga, agar perbincangan mereka lebih terasa santai. Ageng selalu memegang tangan Queen, untuk menenangkan dan memberi kekuatan kepada sang istri."Papa sama Mama menekan atau memaksa kalian untuk segera memiliki momongan, hanya hanya saja Papa dan Mama ingin mendengar alasan dari kalian," ucap Arya Suta mengawali perbincangan."Kalau alasan kamu adalah kesibukan di perusahaan, sudah pasti tidak ada habisnya selama perusahaan kita masih tetap berjalan," sahut Laras seolah tidak memberi kesempatan kepada Agung dan Queen untuk mencari alasan."Untuk urusan di Kalimantan sudah di handle dengan baik oleh Danu. Lalu ... apalagi yang menjadi ma
Mungkin untuk sebagian besar istri akan sangat senang dan bahagia saat berangkat kerja diantar oleh sang suami. Namun tampaknya hal itu tidak berlaku pada Queen, Apalagi setelah si Bos mengungkapkan harga mobil yang biasa dibawa Ageng untuk mengantarnya."Queen Tahu nggak kamu?" tanya si Bos saat menghampiri Queen di kubikelnya. "Kalau saya jual semua mobil yang saya punya, itu belum cukup untuk membeli mobil punya suamimu, bahkan untuk yang second sekalipun."Jujur, pengakuan si Bos membuat Queen merasa tidak nyaman. Mulai saat itu, Queen selalu janjian dengan Ageng di tempat yang sedikit jauh dari ruko tempat kerjanya. "Mobil baru, Queen?" tanya si Bos saat melihat mobil mewah yang terparkir di depan ruko miliknya. Dan kebetulan orang di dalamnya menanyakan keberadaan Queen."Katanya kalian sudah janjian buat makan siang bareng," sambung si Bos sambil memperhatikan mobil mewah yang sudah menjadi impiannya sejak muda.Queen mengernyitkan dahinya, karena merasa tidak ada janji dengan
Bagi Queen kata-kata manis yang keluar dari mulut Mike adalah sebuah kebohongan besar. Karena selama ini baik Rania maupun keluarga Surya Wijaya tidak pernah peduli kepada dirinya."Berapa bulan kau menikah dengan Ageng? Dan sekarang perusahaan papamu sudah kembali dalam keadaan kolaps," ucap Mike memberi informasi tentang perusahaan keluarga yang dipimpin oleh Edi Rahmayadi."Mereka masih punya Rani untuk dijual, apa yang mereka takutkan?" tanya Queen yang menunjukkan sikap tidak peduli dengan informasi yang diberikan oleh Mike."Rani?" Mike mengernyitkan dahinya seolah ingin tahu tentang sosok yang namanya baru disebut oleh Queen."Ya, Rani. Anak Papa dengan istri barunya. Sekarang dia sudah kelas tiga SMA, sudah besar lah. Siap untuk dinikahkan.""Queen!" panggil Mike dengan suara yang sendu.Mike mencoba untuk kembali menyentuh tangan Queen, tetapi kali ini dengan sigap Queen menurunkan tangannya hingga ke bawah meja."Tidak ada yang perlu Kak Mike khawatirkan tentang diriku, ak
"Apa yang papa dan Tante Mira lakukan?" tanya Queen dengan tatap mata yang terlihat polos tanpa tahu apa yang sebenarnya telah terjadi antara sang papa dengan sekretarisnya.Selanjutnya Queen hanya terdiam, saat melihat apa yang dilakukan oleh Eddy bersama Miranti di ruang kerja tersebut. Yang Queen tahu sang papa sedang bekerja bersama Miranti, sekretarisnya.Setelah merapikan kemeja dan juga celananya, Eddy berusaha tetap terlihat tenang saat menghampiri Queen. Sementara itu Meranti bergegas membalikkan tubuhnya saat merapikan pakaian. Wanita yang berprofesi sebagai sekretaris itu tidak ingin Queen melihatnya dalam keadaan yang berantakan."Tidak ada apa-apa Queen, papa sama tante Mira sedang ada pekerjaan penting yang harus segera diselesaikan," ucap Eddy sambil berusaha menghalangi pandangan Queen agar tidak melihat Miranti yang masih terlihat berantakan dan belum selesai merapikan pakaiannya."Kata Mama, Papa jangan sampai lupa minum obat!" sahut Queen yang ingat dengan baik maks
“Mama!” teriak Queen saat mobil yang dikemudikan Rania hampir saja menabrak pohon di pinggir jalan. “Mama, Queen takut,” sambung Queen yang mulai menangis. Beruntung baik Queen maupun Rania menggunakan sabuk pengaman, sehingga kejadian yang tidak terduga tersebut tidak berakibat fatal. Ibu dan anak itu melampiaskan rasa takut dengan cara yang berbeda. Jika Queen menangis sejadinya, maka Rania justru hanya terdiam. Tatap mata Rania terlihat nanar, tangannya pun masih bergetar dan napas menderu tidak beraturan. Kata demi kata yang baru saja terlontar dari mulut Queen benar-benar membuat Rania sangat kaget dan syok. Bagaimana tidak, apa yang diucapkan oleh putrinya adalah sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilihat dan tidak boleh diketahui oleh anak yang masih berusia lima tahun itu. "Queen, katakan pada mama jika Apa yang kamu katakan itu tidak benar!" ucap Rania setelah mampu mengendalikan dirinya. Ibu dua anak itu mengguncang pundak putrinya. "Tapi Queen tidak bohong, Ma!" sahut
“Bagaimana kabar Queen?” tanya Miranti sambil mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. “Dia bisa dipercaya kan, Pak?” sambung Miranti yang tetap merasa waswas jika sampai hubungan terlarang yang sedang mereka jalani sampai ketahuan.“Tenang saja,” jawab singkat Eddy sambil merapikan pakaiannya. “Queen itu anaknya penurut, dia tidak mungkin sampai bicara kepada mamanya. Aku sudah memberinya banyak hadiah untuk tutup mulut. Paling juga sebentar lagi dia lupa dengan apa yang telah dia lihat.” Eddy berusaha untuk meyakinkan dan menenangkan hati Miranti.Hubungan terlarang yang terjalin antara Eddy dan Miranti sudah terjalin hampir satu tahun. Tekanan atas pekerjaan membuat keduanya membutuhkan kesenangan untuk menurunkan ketegangan, dan tampaknya atasan dan sekretarisnya itu telah menempuh jalan yang salah.Saat ini perusahaan Eddy sedang berkembang pesat dan memberikan keuntungan yang berlimpah. Hal itu membuat ayah dua anak menjadi lepas kendali, sehingga merasa uangnya tidak akan habi