“Kalian sudah lihat sendiri, kan?” ucap Bryan sambil menunjuk ke arah layar ponselnya. “Aku dan Naya sudah menikah secara siri. Kami melakukannya di rumah sakit karena kondisinya waktu itu ... kami terburu-buru karena waktu itu ayah Naya sempat kritis. Tapi ini sah, ini nyata. Aku tidak main-main.”Ageng, Cyrus dan Derrian saling melempar pandangan seolah tidak percaya. Selam aini Bryan dikenal tidak siap untuk berkomitmen, tetapi dalam waktu yang begitu singkat memutuskan untuk menikah.“Ada yang salah?” Bryan menatap balik ketiga sahabatnya.“Ada yang janggal,” sahut Ageng dengan sorot mata yang tajam.Inilah yang ditakutkan oleh Ageng, Bryan menekan Naya dengan memanfaatkan keadaan sulit yang menimpa Naya beberapa waktu yang lalu. Dari Queen Ageng sempat mendengar kabar sakitnya ayah Naya, tetapi dia sama sekali tidak pernah menduga jika akhirnya akan seperti ini.“Selama ini aku tidak pernah mencampuri urusan rumah tangga kalian, jadi aku harap kalian juga bisa menghargai keputusa
“Apa? Bryan sudah menikahi Naya?” Melissa benar-benar tidak percaya setelah mendengar penjelasan Derrian.“Bukan karena Bryan ingin menyembunyikan pernikahan mereka, tetapi karena pernikahan mereka belum resmi secara hukum, maka Bryan belum berani mempublikasikannya.”“Termasuk dari papa dan mamanya?” tanya Melissa seolah sudah tahu jalan pikiran Bryan, sahabatnya sejak kecil.Derrian mengangguk, mengiyakan pertanyaan istrinya.Melissa masih terdiam, pikirannya berkecamuk. Bagaimana mungkin Bryan, sahabatnya sejak kecil, diam-diam menikah dengan Naya? Dan yang lebih mengejutkan lagi, pernikahan itu belum sah secara hukum.Melissa teringat pertemuannya dengan mama Bryan. Perempuan itu dengan antusias menceritakan rencana perjodohan Bryan dengan Naomi, artis yang sedang naik daun. Harapan keluarganya begitu besar, mereka ingin Bryan segera menikah agar bisa belajar bertanggung jawab dan mengurus keluarga.Tapi sekarang, semua yang didengarnya seolah terhempas ke dasar laut. Bryan sudah
Perubahan yang terjadi pada Bryan adalah sesuatu yang sudah dinantikan oleh sahabat-sahabatnya. Tetapi ternyata hal itu tidak berjalan lancar, ada saja ujian yang harus dilalui Bryan untuk menemukan kebahagiaan dan cintanya.Melissa tidak bisa diam begitu saja, terpaksa dia menemui Queen untuk membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan Naya. Di tengah kesibukannya mengurus kafe dan dua anak, Melissa berbasa basi melihat perkembangan Baby Alma ke kediaman keluarga Wardana. Niat sebenarnya adalah membahas nasib pernikahan Bryan dan Naya.“Baby Alma mana?” tanya Melissa penuh basa basi.“Baru saja tidur.”Melissa memasang wajah pura-pura kecewa. “Sudah bugar saja,” ucap Melissa terlihat iri dengan penampilan Queen yang tubuhnya cepat pulih ke bentuk tubuh semula.Jika ada beberapa bagian tubuh yang telihat tetap berisi, justru membuat Queen lebih seksi. Ya, dada dan pantat Queen tidak setipis dulu lagi.“Enak ya, habis lahiran masih ada yang nungguin, pasti banyak petuah dan nasihat.”
Bukan hal yang sulit bagi Diana untuk bisa mendapatkan informasi tentang tempat kerja Naya. Dengan mengeluarkan sedikit dari uang mereka, semua informasi yang dibutuhkan akan segera tergelar di depan mata.Diana mengajak Naya untuk berbincang di sebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari tempat kerja Naya. Naya terlihat pasrah dan menurut, tidak tahu harus bagaimana menghadapi Diana saat ini. Sungguh Naya tidak berani lancang mengungkapkan jika saat ini sudah menjadi menantu di keluarga Atmadja, dia harus menunggu persetujuan dari Bryan terlebih dahulu.Naya hanya bisa menunduk saat duduk di hadapan Diana, dia merasa semakin terpojok. Senyuman ramah dari Mama Bryan mulai terasa dingin dan formal, sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Setelah beberapa saat hening, Mama Bryan membuka tas tangan mahalnya dan mengeluarkan sebuah amplop tebal. Tanpa ragu, dia meletakkannya di atas meja lalu menyodorkan ke arah Naya."Aku harap kamu tidak salah paham dengan maksud kedatanganku, Naya,"
Bryan merasa hatinya penuh dengan harapan dan kebahagiaan yang sulit ia jelaskan. Dengan hati-hati, ia memilih beberapa testpack rak apotek, lalu mengambil sekotak susu hamil dari rak lainnya. Meski semuanya belum pasti, tetapi firasat Bryan sangat kuat. Dia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam diri Naya belakangan ini, mungkin ia sedang hamil. Pikiran itu membuat Bryan merasa antusias, sekaligus gelisah. Jika benar Naya hamil, ia akan menjadi seorang ayah.Bryan tersenyum sendiri saat melangkah keluar dari apotek. Ia membayangkan bagaimana hidup mereka akan berubah jika Naya benar-benar mengandung anaknya. Mungkin ini yang mereka butuhkan, sebuah komitmen nyata yang mengikat mereka lebih dalam. Tidak ada lagi keraguan, tidak ada lagi masa lalu yang menghantui, hanya masa depan bersama dengan keluarga yang mereka bangun.Bryan kembali menghentikan mobilnya. Dia rela antri untuk membelikan martabak manis kesukaan Naya. Entah, memberikan semua permintaan dan keinginan sang istri adalah
Naya duduk di samping Bryan dalam mobil, merasa gelisah. Setelah percakapan di rumah sakit, Bryan bersikeras membawanya untuk bertemu dengan orang tuanya. Meski Naya telah menolak berkali-kali, Bryan tidak menyerah. Sekarang, mobil mereka melaju menuju rumah keluarga Bryan, sebuah tempat yang selama ini terasa begitu jauh dari dunianya.Selama perjalanan, Naya terdiam dengan tatap mata tertuju keluar jendela. Berulang kali dia menarik napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya.“Aku takut,” ucap Naya dengan suara lirih, terdengar putus asa dan tidak yakin. “Bagaimana kalau mereka tidak menerimaku? Aku bukan siapa-siapa dibandingkan dengan keluargamu … dan setelah pertemuanku dengan mamamu, aku semakin yakin dia tidak suka padaku.”Meski tetap fokus dengan kemudinya, Bryan meraih tangan Naya, digenggamnya dengan erat, sambil menyalurkan kekuatan dan keyakinan.“Naya, dengar. Aku tidak peduli apa yang mereka pikirkan. Yang penting sekarang adalah kamu, aku, dan bayi kita. Mereka
Kedua orang tua Bryan seketika membeku mendengar kata ‘istri’ dari mulut putranya. Mama Bryan tampak paling terpukul, wajahnya berubah dari kaget menjadi tegang. Sementara Papa Bryan, yang semula tenang, sekarang terlihat gelisah. Tatapan tajam sang mama menusuk ke arah Naya, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan putranya."Istrimu?" ulang Mama Bryan, nadanya datar namun bergetar dengan emosi yang ditekan.Bryan mengangguk, wajahnya tetap tenang meski Naya bisa merasakan ketegangan di genggaman tangan mereka.“Ya, kami sudah menikah. Dan … ada satu hal lagi yang harus papa dan mama tahu. Saat ini Naya sedang hamil anakku.”Keheningan di ruangan itu terasa semakin pekat. Papa Bryan menatap putranya dengan kaget, sementara Mama Bryan perlahan menutup mulutnya dengan tangan, ekspresi tak percaya memenuhi wajahnya. Untuk sesaat, suasana terasa begitu tegang, hingga terdengar tarikan napas panjang dari Mama Bryan.“Bryan, apa kamu gila?” Suara mama Bryan bergetar, suaran
Pagi itu, apartemen Melissa yang biasanya sepi mendadak berubah riuh saat ponselnya berbunyi. Melissa yang sedang bersantai di sofa, terkejut melihat notifikasi masuk dari Bryan. Pesan itu disertai beberapa gambar, dan Melissa segera membuka satu per satu.Gambar pertama memperlihatkan Bryan dan Naya duduk di meja makan besar, dikelilingi oleh kedua orang tua Bryan. Mereka tampak sedang menikmati makan malam yang begitu akrab dan mewah di ruang makan keluarga besar Bryan.Di balik kemewahan suasana, Naya tersenyum, meski ada kegugupan yang terlihat samar di matanya. Di sampingnya, Bryan tampak lebih rileks, seolah sengaja menunjukkan senyumnya yang lebar, ingin memastikan bahwa semua orang di ruangan itu merasa bahagia.Melissa terus menggulir gambar demi gambar. Di salah satu foto, sang mama Bryan terlihat duduk berdampingan dengan Naya. Tangannya memegang sebuah majalah pernikahan, memperlihatkan gambar seorang model yang mengenakan gaun pengantin mewah. Naya menatap gambar tersebut