Kedua orang tua Bryan seketika membeku mendengar kata ‘istri’ dari mulut putranya. Mama Bryan tampak paling terpukul, wajahnya berubah dari kaget menjadi tegang. Sementara Papa Bryan, yang semula tenang, sekarang terlihat gelisah. Tatapan tajam sang mama menusuk ke arah Naya, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan putranya."Istrimu?" ulang Mama Bryan, nadanya datar namun bergetar dengan emosi yang ditekan.Bryan mengangguk, wajahnya tetap tenang meski Naya bisa merasakan ketegangan di genggaman tangan mereka.“Ya, kami sudah menikah. Dan … ada satu hal lagi yang harus papa dan mama tahu. Saat ini Naya sedang hamil anakku.”Keheningan di ruangan itu terasa semakin pekat. Papa Bryan menatap putranya dengan kaget, sementara Mama Bryan perlahan menutup mulutnya dengan tangan, ekspresi tak percaya memenuhi wajahnya. Untuk sesaat, suasana terasa begitu tegang, hingga terdengar tarikan napas panjang dari Mama Bryan.“Bryan, apa kamu gila?” Suara mama Bryan bergetar, suaran
Pagi itu, apartemen Melissa yang biasanya sepi mendadak berubah riuh saat ponselnya berbunyi. Melissa yang sedang bersantai di sofa, terkejut melihat notifikasi masuk dari Bryan. Pesan itu disertai beberapa gambar, dan Melissa segera membuka satu per satu.Gambar pertama memperlihatkan Bryan dan Naya duduk di meja makan besar, dikelilingi oleh kedua orang tua Bryan. Mereka tampak sedang menikmati makan malam yang begitu akrab dan mewah di ruang makan keluarga besar Bryan.Di balik kemewahan suasana, Naya tersenyum, meski ada kegugupan yang terlihat samar di matanya. Di sampingnya, Bryan tampak lebih rileks, seolah sengaja menunjukkan senyumnya yang lebar, ingin memastikan bahwa semua orang di ruangan itu merasa bahagia.Melissa terus menggulir gambar demi gambar. Di salah satu foto, sang mama Bryan terlihat duduk berdampingan dengan Naya. Tangannya memegang sebuah majalah pernikahan, memperlihatkan gambar seorang model yang mengenakan gaun pengantin mewah. Naya menatap gambar tersebut
"Sayang, aku suka yang ini, berliannya berkilau sempurna?" Suara perempuan itu terdengar manja dan mesra.Tatap mata mama Bryan terus tertuju pada perempuan cantik di hadapannya yang tidak lain adalah Naomi, wanita yang selama ini diharapkan keluarganya untuk menjadi pasangan hidup Bryan. Namun, yang membuat Diana tersentak bukanlah keberadaan Naomi, melainkan pria yang bersamanya, seorang pria paruh baya dengan rambut mulai memutih di pelipis, yang dengan lembut memegang tangan Naomi sambil tersenyum lebar.Pria itu menatap Naomi dengan penuh kasih sayang, sembari memanggilnya dengan panggilan manis. “Apa pun yang kamu pilih, aku akan membelikan untukmu, sayang,” ujarnya, suaranya penuh perhatian. Jelas sekali hubungan mereka lebih dari sekadar teman atau kerabat. Sentuhan lembut pria itu di punggung Naomi, tatap mata penuh cinta, dan cara mereka berbicara, semuanya menunjukkan kemesraan yang tidak bisa disangkal.Mama Bryan berdiri terpaku, hatinya diliputi perasaan campur aduk. Di
Rencana untuk sidang isbat pernikahan Bryan dan Naya akhirnya batal. Papa dan mama Bryan lebih memilih jika Bryan mengulang kalimat akad di hadapan mereka. Meskipun hanya sekedar formalitas untuk melegalkan agar pernikahan Bryan dan Naya mendapat pengakuan secara hukum, tetapi itu adalah kalimat sacral yang ingin mereka dengan dari mulut putranya.Meskipun harus bekerja keras, tetapi kedua orang tua Bryan sangat bahagia mempersiapkan pernikahan mewah untuk putra semata wayangnya. Hanya satu minggu setelah Bryan membuat pengakuan, kini pesta itu sudah terwujud. Kehamilan Naya menjadi salah satu penyebab pesta pernikahan ini harus segera dilaksanakan.“Sebenarnya aku sudah undang Naomi dan kedua orang tuanya secara khusus, tapi tampaknya mereka tidak akan datang,” bisik mama Bryan tepat di telinga suaminya.Papa Bryan hanya mendengus kasar mendengar ucapan sang istri. Dia tahu apa yang dilakukan oleh Diana adalah sebagai bentuk rasa kecewanya, lebih tepatnya rasa kecewa terhadap dirinya
“Hati-hati makannya, Sayang. Biar bajunya tidak kotor.”Suara lembut itu mengetarkan gendang telinga di Derrian di antara suara riuh pesta. Mata Derrian menatap Damian, si sulung yang ceria, tertawa riang sambil mengarahkan sendok es krimnya ke mulut. Sementara itu, Danisha, adik kecilnya, terlihat sangat menurut saat gaun yang digunakan sedang dibersihkan oleh perempuan paruh baya yang berada di hadapanya.Perempuan itu adalah Risa, ibu kandung Melissa. Derrian menatap tanpa bisa mengalihkan pandangan, merasa terasing di tengah suasana penuh tawa dan kegembiraan ini. Untuk pertama kalinya kedua anaknya bertemu dengan sang oma.Kemudian, Damian menoleh dan melihat Derrian berdiri di sudut ruangan. "Papa!" serunya dengan riang. Damian segera melompat dari kursinya, berlari menuju ayahnya, meninggalkan Risa yang hanya bisa tersenyum kecil.Danisha pun mengikuti kakaknya. "Papa, es krimnya enak banget!" kata Danisha sambil memegang es krim yang hampir mencair.Derrian berjongkok dan meme
"Setelah melihat mereka, aku jadi ingin kita ulang resepsi juga," bisik Ageng dengan senyum menggoda saat melangkah keluar dari kemegahan pesta pernikahan Bryan dan Naya.“Kalau aku sih nggak,” sahut Queen dengan nada manja tidak kalah menggoda. “Aku kangen malam pertamanya, karena ternyata dulu kita tidak menikmatinya.”Ageng tertawa terbahak, bukan hanya karena dia bahagia, tetapi untuk menutupi jika tubuhnya sudah memberi reaksi yang berlebih setelah mendengar kalimat menggoda dari istrinya.“Sepertinya tidak ada salahnya kita temani Bryan melakukan malam pertamanya.”“Malam ke sekian, kan Naya sudah isi.”Dalam pesta pernikahan tadi turut diperlihatkan video pernikahan Bryan dan Naya, itu semua terjadi karena kabar kehamilan Naya sudah bocor ke public, hingga membuat Naya sempat mendapat hinaan dan cibiran. Tetapi saat melihat video pernikahan siri mereka, banyak tamu undangan yang meneteskan air mata. Pernikahan sederhana di sebuah rumah sakit, di hadapan seorang pria yang tergol
Melissa tiba di depan kafe Derrian dengan kedua anaknya, Damian dan Danisha, yang masih ceria bercerita tentang hari mereka di sekolah. Semilir angin ternyata tidak mampu menyingkirkan kegundahan hati Melissa, terutama setelah pertemuan tak terduga dengan sang mama di pesta beberapa hari lalu.Ketika melangkah masuk ke dalam kafe, mata Melissa langsung tertuju pada empat orang yang duduk di meja tengah, bersama Derrian mereka tampak berbincang dengan wajah serius. Jantungnya berdegup kencang, menyadari siapa saja mereka,kedua orang tuanya, serta kedua orang tua Derrian. Dua pasang orang tua yang dahulu bertengkar hebat untuk memisahkan anak-anak mereka, kita terlihat akur berbincang penuh senyum.Melissa menelan ludah, berusaha menenangkan diri. Tidak ingin membuat kegaduhan di kafe yang dipenuhi pengunjung sore itu, ia menarik napas dalam-dalam dan memutuskan untuk tidak bertindak impulsif. Dengan tenang, Melissa meminta anak-anaknya untuk bermain di tempat biasa mereka di sudut kafe
Melissa menatap ayahnya, seolah tak percaya apa yang baru saja dia dengar. "Cucu?" ulangnya, nadanya rendah tapi penuh dengan ketidakpercayaan. "Kalian kangen dengan cucu-cucu kalian?"Seketika itu juga, perasaan kecewa dan marah yang selama ini ia pendam mulai membuncah. Di balik kesunyian ruangan private, kemarahan Melissa mulai terasa, meski ia berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang.Matanya memindai satu per satu orang dewasa yang duduk di hadapannya, kedua orang tuanya dan kedua orang tua Derrian. Semua orang tampak terdiam, menunggu ledakan yang mereka tahu akan segera datang.Melissa menarik napas panjang sebelum berbicara, suaranya mulai bergetar oleh emosi yang terpendam."Lucu sekali kalian baru datang sekarang. Kangen? Di mana kalian saat aku butuh kalian? Di mana kalian ketika aku baru melahirkan Damian dan Danisha? Kalian tahu, aku sendirian! Derrian sibuk mengurus kafe yang menjadi satu-satunya sumber penghidupan kami, dan kalian semua menghilang! Aku butuh keluarga,