Setelah pagutan yang cukup lama hingga membuatnya merasa hampir kehabisa oksigen di paru-parunya, Bryan tersenyum puas. Tangan Naya yang tidak lagi mendarat ke pipinya seperti saat di kafe Derrian, menjadi tanda jika perempuan yang sudah dia nikahi secara siri, siap dan bersedia untuk menyerahkan tubuhnya malam ini.Bryan langsung mengangkat tubuh Naya, menggendongnya layaknya koala. Naya yang sudah begitu terlena dengan sentuhan Bryan, seolah enggan melepaskan bibirnya. Sampai akhirnya Bryan merebahkan tubuhnya dengan perlahan di tempat tidur.Pergumulan panas pasangan pengantin baru itu pun dimulai. Dengan ikhlas dan suka rela Naya memasrahkan dirinya kepada Bryan yang telah menjadi suaminya. Pria itu menginvasi setiap jengkal tubuhnya, dengan sentuhan tanganya ataupun dengan cumbuan bibirnya. Naya seolah sudah tidak mampu mengendalikan dirinya, dia mendesah, melenguh, bahkan sampai memekik tertahan saat kenikmatan itu datang menerjang.Sementara itu, Bryan seperti anak kecil yang m
Setelah panggilan dari Queen berakhir, pikiran Naya terus berputar. Dia merasa ada yang mengganjal, sesuatu yang tak bisa dia abaikan. Meski Queen tidak secara langsung menyinggung soal hutang, Naya tak bisa menepis perasaan bersalah yang menggelayuti hatinya.Mungkin sebenarnya Queen ingin menagih hutang itu, tapi merasa sungkan karena mendengar kabar tentang ayah Naya yang kesehatannya sempat menurun lagi. Naya tahu bahwa Queen adalah sahabat yang baik, yang selalu mendahulukan perasaan orang lain. Tetapi itulah yang membuat Naya merasa semakin berat, seolah hutang itu kini menghantui pikirannya.Sirkel pertemanan Naya memang tidak berada di kalangan orang-orang super kaya, tapi mereka bukan juga dari keluarga miskin. Untuk kehidupan sehari-hari mereka sudah cukup, tetapi dana darurat atau investasi sering kali menjadi tantangan besar. Ketika salah satu dari mereka sakit atau butuh dana besar, mereka hanya bisa mengandalkan satu sama lain atau berdoa semoga semuanya segera membaik.
Ageng terkejut saat melihat ada dana masuk ke rekening perbankannya. Yang lebih mengejutkan lagi adalah itu dari Bryan, dia merasa tidak punya hutang piutang atau keperluan keuangan lainnya dengan sahabatnya itu.Agar mencoba menghubungi Bryan ingin menanyakan maksud dan tujuan transfer dana sebesar lima puluh juta rupiah tersebut. Tetapi Ternyata nomor dalam keadaan tidak aktif. Mungkin nanti, dia akan bertanya langsung kepada Bryan saat mereka bertemu, untuk saat ini dia ingin menemani sang istri, sambil mengusap lembut perut yang menjadi tempat berlindung putrinya saat ini."Kenapa?"Menggelengkan kepala, "Nggak tahu tuh Bryan transfer uang lima puluh juta tanpa memberi penjelasan apapun.""Dana kaget mungkin."Ageng tertawa mendengar celetukan Queen, lalu menoleh ke arah istrinya yang sedang duduk santai di sofa, mengusap lembut perutnya yang semakin membesar. Wajah Queen memancarkan kebahagiaan, meskipun kadang masih ada rasa cemas tentang kehamilannya. Namun, setiap kali Ageng b
"Apakah kalian semua dapet keperawanan istri-istri kalian?"Pertanyaan Bryan sungguh mengejutkan, membuat Ageng, Cyrus dan Derrian merasa sulit untuk memberi jawaban karena merasa hal tersebut sangat private, meskipun sebenarnya mereka bisa dengan bangga mengatakan ‘ya, kami yang pertama’.Cyrus meneguk kopi panasnya dengan sedikit gelisah, terlihat tidak nyaman dengan arah pembicaraan. Dia menggeser tubuhnya, mencoba mencari posisi yang lebih baik, tapi jelas merasa terganggu.“Maaf, jika ini membuatmu tidak nyaman,” ucap Bryan yang teringat jika dahulu Chiara, istri Cyrus adalah korban pelecehan dan kekerasan yang cukup berat, bahkan sampai saat ini pelakunya belum dibebaskan.“Tidak masalah, karena aku adalah lelaki pertamanya maka dia mau bertahan,” sahut Cyrus yang mencoba untuk meluruskan cerita yang telah beredar. Ya, dia merasa harus menjaga kehormatan dan harga diri istrinya.“Syarat yang cukup aneh, tapi aku iyakan. Bagiku yang penting bisa menikahinya dulu ….” Cyrus menjeda
“Cari apa Queen?” tanya Laras kepada menantunya yang sedang membuka kotak P3K, sepertinya sedang mencari sesuatu.“Cari obat untuk sembelit, Ma,” jawab Queen yang terlihat malu. “Dari tadi rasanya ingin ke belakang, tapi tidak bisa keluar. Oh ….” Tiba-tiba Queen mendesis seperti sedang menahan rasa sakit.“Kau baik-baik saja?” Laras tetap berusaha tenang, dia bimbing anak menantunya hingga duduk di sofa.Laras langsung menyadari bahwa ada yang berbeda ketika melihat wajah Queen yang semakin pucat dan napasnya yang semakin berat. Queen menggenggam perutnya, rasa sakit yang terlihat jelas di wajahnya membuat Laras menyadari jika cucunya sebentar lagi akan lahir.“Kamu di sini dulu, mama mau panggil papamu dulu. Oh ya, dimana kamu menyimpan perlengkapan yang sudah kamu siapkan?”“Apa aku sudah akan melahirkan, Ma?” tanya Queen terdengar begitu naif, sesekali dia mendesis menahan rasa sakit.“Ya, Sayang,” jawab Laras sambil mengusap lembut rambut Queen.“Di kamar Baby aku menyimpannya, su
Meskipun dilanda kelelahan dan rasa sakit yang semakin hebat, Queen tetap bertekad untuk melahirkan secara normal. Dengan bimbingan dari dokter dan bidan, ia mulai melakukan beberapa gerakan untuk membantu mempercepat pembukaan. Perlahan, ia berusaha bangkit dari tempat tidur, dibantu oleh Ageng yang selalu setia di sampingnya. Mereka berjalan pelan-pelan di sekitar ruang bersalin, dengan Queen yang sesekali harus berhenti karena kontraksi.“Yakin?” Tidak tega melihat Queen menderita kala didera kontraksi hebat, Ageng mencoba menawarkan operasi cesar untuk mengakhiri semua penderitaan yang harus dialami oleh istrinya.“Seyakin aku mau tidur denganmu.” Queen menjawab dengan ketus, lalu diikuti dengan suara desisan karena menahan rasa sakit.Ageng tersenyum tipis, antara sedih dan lucu mendengar celetukan Queen.“Kalau kamu sudah lelah, istirahatlah.”“Tidak … tidak Queen.” Ageng langsung memeluk tubuh Queen dan mengusap punggunggnya berharap mampu meredakan rasa sakit yang muncul karen
Queen menatap Ageng dengan mata yang berkaca-kaca, antara takut dan lega. Ageng tersenyum, meski hatinya terasa berdebar-debar.“Perjuangan kita sudah hampir sampai, Sayang. Sebentar lagi kita akan bertemu dengan putri kita,” ucapnya dengan lembut, mencoba memberikan semangat pada istrinya yang sudah begitu kelelahan.Segera, Queen dibawa ke ruang bersalin. Perjalanan dari ruang periksa menuju ruang bersalin terasa seperti mimpi. Segalanya berjalan begitu cepat, tetapi di satu sisi, setiap momen juga terasa begitu lambat. Suara mesin medis dan langkah-langkah perawat di sekitar mereka seakan teredam oleh fokus mereka berdua pada momen yang akan segera tiba.Di ruang bersalin, dokter dan tim medis mempersiapkan segalanya dengan saksama. Queen berbaring di ranjang dengan napas yang terengah-engah, sementara Ageng tetap berada di sisinya, tak pernah melepaskan genggaman tangannya. Sesekali dia menunduk dan berbisik di telinga Queen, “Kamu kuat, kamu hebat, aku tahu itu. Putri kita juga k
Acara akikah putri pertama Ageng dan Queen berlangsung meriah di rumah keluarga Wardana. Suasana penuh kebahagiaan terpancar dari wajah-wajah yang hadir, termasuk orang tua Ageng, Arya Suta dan Laras, yang tak henti-hentinya tersenyum bangga. Ruang tamu besar dipenuhi oleh sahabat dan kerabat, yang datang untuk turut merasakan kebahagiaan serta mendoakan masa depan yang baik untuk bayi yang baru lahir.Di sudut ruangan, Rania dan Surya Wijaya duduk berdampingan, berbincang santai dengan beberapa tamu. Wajah mereka terlihat berseri meskipun mereka akan segera berangkat ke Singapura. Rania tampak lebih sehat dan kuat, meski perjalanannya masih panjang dalam melawan penyakitnya."Kami akan ke Singapura untuk kontrol kesehatan sekaligus menemani Victoria yang akan mulai pendidikan di sana," ucap Surya Wijaya saat berbicara dengan Arya Suta dan Laras. Mereka mengangguk penuh pengertian."Semoga semuanya lancar di sana, Surya. Kami akan mendoakan yang terbaik untukmu dan Rania," jawab Arya