Bryan merasa tekadnya semakin kuat begitu mendengar kabar bahwa ayah Naya telah sadar. Meskipun kondisinya masih perlu pemantauan, ini adalah kesempatan yang tidak ingin dia lewatkan. Dia tidak mau lagi menunda apa yang sudah menjadi tujuannya, menikahi Naya.Dalam benak Bryan, semakin cepat mereka menikah, semakin tenang perasaannya. Dia sadar, kondisi ayah Naya yang membaik ini bisa saja bersifat sementara, seperti yang pernah dia dengar tentang terminal lucidity, di mana orang yang kritis tampak membaik hanya sesaat sebelum kondisinya kembali memburuk.Setelah ayah Naya dipindahkan ke ruang perawatan, mereka sempat berbasa basi sejenak saling berkenalan. Tidak lama kemudian dia memutuskan keluar, untuk memberi waktu istirahat kepada ayah Naya, dan juga memberi ruang privasi untuk keluarga itu berkumpul.Bryan keluar tidak sekedar mencari angin atau mencari suasana baru. Baginya kesadaran ayah Naya adalah kesempatan untuk bergerak cepat. Tanpa memberi tahu Naya atau keluarganya, dia
“Menikah?”Bryan menganggukkan kepala dengan tatap mata memohon kepada Naya. Naya melihat ketulusan, kesungguhan, tetapi dia ragu jika menemukan cinta di sana.Masih lekat dalam ingatan Naya, dahulu Bryan pernah begitu mengabaikan dirinya saat dia bersama dengan Queen. Lelaki yang saat ini ingin menikahinya, pernah begitu tergila-gila dengan sahabatnya, dan Naya tidak ingin jika Queen menjadi bayang-bayang dalam pernikahannya kelak. Dia ingin menjaga hubungan baik dengan sahabatnya itu.Ruangan itu seketika dipenuhi keheningan yang tegang. Ibu dan adik-adik Naya saling berpandangan, tak tahu harus bereaksi seperti apa. Dua adik Naya terlihat patah hati, ternyata sosok yang dikenalkan sebagai teman kerja ternyata ingin menjadi teman hidup.Sementara itu sang ayah, meskipun masih lemah, tersenyum cerah dari tempat tidurnya. Seolah-olah mendengar niat Bryan membuatnya merasa lebih tenang. Putri sulung yang selama ini membantunya menjalankan kewajiban memberi nafkah keluarga akan membangu
Beberapa perawat yang turut datang membantu mempersiapkan ruang perawatan yang sempit itu bisa digunakan untuk prosesi pernikahan Bryan dan Naya. Dokter yang menangani ayah Naya selama ini, dengan setelan putihnya ditemani seorang perawat senior siap menjadi saksi.Bryan tidak ingin membuat Naya merasa dipermainkan, dan saat ini dia juga harus mampu untuk menunjukkan kesungguhan hatinya dengan pernikahan ini. Meskipun terjadi begitu mendadak, meskipun hanya pernikahan siri, tetapi Bryan ingin menunjukkan jika tidak main-main dengan pernikahan ini.Bryan melepas jam tangan mewah yang melingkar di lengan kirinya dan meletakkan di hadapan ustaz yang akan menikahkan mereka. Ya, jam tangan yang berharga ratusan juta itu akan menjadi mas kawin pernikahan mereka.“Bry … itu ….” Meski tidak tahu pasti berapa harga jam tangan milik Bryan, tetapi Naya cukup tahu jika itu adalah jam mahal, bahkan lebih mahal bila dibanding mobil yang selama ini dia banggakan.“Untukmu, kau pantas mendapat ini,”
Papa Bryan memijit pelipisnya lebih keras, rasa pusing di kepalanya semakin terasa berat. "Dosa apa kita, Ma? Punya anak satu saja, tapi sulit sekali diatur," keluhnya dengan nada lelah.Mama Bryan menghela napas panjang, duduk di samping suaminya. "Mungkin kita yang terlalu memanjakannya, Pa. Dari kecil, kita selalu berusaha memberikan apa pun yang dia mau, berharap itu akan membuatnya bahagia." Dia menatap suaminya, lalu melanjutkan dengan suara yang lebih pelan, "Tapi ternyata malah membuat dia jadi seperti ini, selalu mencari kesenangan di luar, tidak pernah serius memikirkan masa depannya."Papa Bryan mengangguk lemah mengiyakan ucapan istrinya. "Aku juga merasa begitu. Kita kasih dia pendidikan terbaik, kesempatan yang banyak, tapi kenapa sekarang dia malah sibuk main perempuan? Bukannya fokus ke perusahaan atau memikirkan masa depannya."Mama Bryan menundukkan kepalanya, meresapi setiap kata suaminya. Bryan, putra semata wayang yang seharusnya menjadi kebanggaan mereka, sering
Setelah pagutan yang cukup lama hingga membuatnya merasa hampir kehabisa oksigen di paru-parunya, Bryan tersenyum puas. Tangan Naya yang tidak lagi mendarat ke pipinya seperti saat di kafe Derrian, menjadi tanda jika perempuan yang sudah dia nikahi secara siri, siap dan bersedia untuk menyerahkan tubuhnya malam ini.Bryan langsung mengangkat tubuh Naya, menggendongnya layaknya koala. Naya yang sudah begitu terlena dengan sentuhan Bryan, seolah enggan melepaskan bibirnya. Sampai akhirnya Bryan merebahkan tubuhnya dengan perlahan di tempat tidur.Pergumulan panas pasangan pengantin baru itu pun dimulai. Dengan ikhlas dan suka rela Naya memasrahkan dirinya kepada Bryan yang telah menjadi suaminya. Pria itu menginvasi setiap jengkal tubuhnya, dengan sentuhan tanganya ataupun dengan cumbuan bibirnya. Naya seolah sudah tidak mampu mengendalikan dirinya, dia mendesah, melenguh, bahkan sampai memekik tertahan saat kenikmatan itu datang menerjang.Sementara itu, Bryan seperti anak kecil yang m
Setelah panggilan dari Queen berakhir, pikiran Naya terus berputar. Dia merasa ada yang mengganjal, sesuatu yang tak bisa dia abaikan. Meski Queen tidak secara langsung menyinggung soal hutang, Naya tak bisa menepis perasaan bersalah yang menggelayuti hatinya.Mungkin sebenarnya Queen ingin menagih hutang itu, tapi merasa sungkan karena mendengar kabar tentang ayah Naya yang kesehatannya sempat menurun lagi. Naya tahu bahwa Queen adalah sahabat yang baik, yang selalu mendahulukan perasaan orang lain. Tetapi itulah yang membuat Naya merasa semakin berat, seolah hutang itu kini menghantui pikirannya.Sirkel pertemanan Naya memang tidak berada di kalangan orang-orang super kaya, tapi mereka bukan juga dari keluarga miskin. Untuk kehidupan sehari-hari mereka sudah cukup, tetapi dana darurat atau investasi sering kali menjadi tantangan besar. Ketika salah satu dari mereka sakit atau butuh dana besar, mereka hanya bisa mengandalkan satu sama lain atau berdoa semoga semuanya segera membaik.
Ageng terkejut saat melihat ada dana masuk ke rekening perbankannya. Yang lebih mengejutkan lagi adalah itu dari Bryan, dia merasa tidak punya hutang piutang atau keperluan keuangan lainnya dengan sahabatnya itu.Agar mencoba menghubungi Bryan ingin menanyakan maksud dan tujuan transfer dana sebesar lima puluh juta rupiah tersebut. Tetapi Ternyata nomor dalam keadaan tidak aktif. Mungkin nanti, dia akan bertanya langsung kepada Bryan saat mereka bertemu, untuk saat ini dia ingin menemani sang istri, sambil mengusap lembut perut yang menjadi tempat berlindung putrinya saat ini."Kenapa?"Menggelengkan kepala, "Nggak tahu tuh Bryan transfer uang lima puluh juta tanpa memberi penjelasan apapun.""Dana kaget mungkin."Ageng tertawa mendengar celetukan Queen, lalu menoleh ke arah istrinya yang sedang duduk santai di sofa, mengusap lembut perutnya yang semakin membesar. Wajah Queen memancarkan kebahagiaan, meskipun kadang masih ada rasa cemas tentang kehamilannya. Namun, setiap kali Ageng b
"Apakah kalian semua dapet keperawanan istri-istri kalian?"Pertanyaan Bryan sungguh mengejutkan, membuat Ageng, Cyrus dan Derrian merasa sulit untuk memberi jawaban karena merasa hal tersebut sangat private, meskipun sebenarnya mereka bisa dengan bangga mengatakan ‘ya, kami yang pertama’.Cyrus meneguk kopi panasnya dengan sedikit gelisah, terlihat tidak nyaman dengan arah pembicaraan. Dia menggeser tubuhnya, mencoba mencari posisi yang lebih baik, tapi jelas merasa terganggu.“Maaf, jika ini membuatmu tidak nyaman,” ucap Bryan yang teringat jika dahulu Chiara, istri Cyrus adalah korban pelecehan dan kekerasan yang cukup berat, bahkan sampai saat ini pelakunya belum dibebaskan.“Tidak masalah, karena aku adalah lelaki pertamanya maka dia mau bertahan,” sahut Cyrus yang mencoba untuk meluruskan cerita yang telah beredar. Ya, dia merasa harus menjaga kehormatan dan harga diri istrinya.“Syarat yang cukup aneh, tapi aku iyakan. Bagiku yang penting bisa menikahinya dulu ….” Cyrus menjeda